Tabel 4.1.2 Distribusi Hasil Pemeriksaan pH Vagina dan Makroskopis Fluor
Albus pada Usia Kehamilan 11-24 minggu di RS Medirossa Cikarang periode April-Juni 2013
Variabel Indikator
Variabel Independen
N Valid Percent
Nilai pH Vagina 5
5 21. 7
6 5
21.7 7
7 30.4
8 6
26.1
Tabel 4.1.3 Distribusi Hasil Pemeriksaan Makroskopis Fluor Albus pada
Usia Kehamilan 11-24 minggu di RS Medirossa Cikarang Variabel
Indikator Variabel
Dependen N
Valid Percent
Warna Putih Bening
5 21.7
Kuning 14
60.9
Keruh 4
17.4 Kekentalan
Negatif 7
30.4 Positif
16 69.6
Uji KOH Negatif
10 43.5
Positif 13
56.5
Fluor albus Fisiologis
7 30.4
Patologis
16 69.6
Metode pengukuran pH yang dilakukan menggunakan tes celup dipstick test merupakan metode diagnostik yang praktis dengan sensivitas 75 dan
spesifisitas 82.
14
metode ini dapat menilai kadar pH yang positif. Pada laporan penelitian tahun 2007 di RSCM yang menggunakan tes celup, didapatkan bahwa
perubahan pH dan fluor albus lebih sering terjadi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu.
14
perubahan ini terjadi akibat adanya vulvovaginitis dan servisitis yang ditemukan pada subyek penelitian tersebut.
14
Pada tabel 4.1.2 didapatkan bahwa sebagian besar subyek penelitian memiliki pH vagina lebih dari 5.0 dengan rerata 6,61 dengan standar deviasi 1,1
lampiran 4, Hal ini sesuai dengan laporan penelitian Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI tahun 2007, didapatkan 26 dari 40 sampel 32,5 mengalami
fluor albus patologis dengan nilai pH diatas 4,5.
15
Dari perbandingan diatas, didapatkan hasil penelitian yang mendekati hasil penelitian sebelumnya.
Hasil pemeriksaan warna sekret vagina pada fluor albus yang dialami oleh ibu hamil di usia kehamilan 11-24 minggu, 60,9 menunjukkan secara
makroskopis berwarna kuning dengan kekentalan 69,6 positif lampiran 5. Menurut Sarwono, et al, karakterisitk fluor albus dikatakan abnormal, bila dilihat
secara makroskopis warna dan kekentalan, berupa sekret kekuningan yang kental seperti lem dan bau yang cukup menyengat.
6
Berdasarkan dari hasil pemeriksaan makroskopis dengan literatur, maka dapat dikatakan sebagian besar hasil
pemeriksaan makroskopis pada subyek penelitian mengalami fluor albus patologis.
Hasil uji KOH juga didapatkan dari tabel 4.1.3, bahwa 56,5 uji KOH positif berbau pada pemeriksaan makroskopis fluor albus di usia 11-24 minggu
kehamilan. Laporan penelitian tahun 2007 Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM menunjukkan, 41 sampel ibu hamil yang memiliki fluor albus berbau, 10
sampel 12,5 didapatkan bahwa uji KOH positif.
14
Hal ini menunjukkan kemungkinan terjadi pertumbuhan jamur pada sebagian besar sampel penelitian
saat ini.
21
Dari tabel 4.1.3 serta teori yang mendukung, maka dapat dikatakan bahwa 69,6 fluor albus yang ditemukan pada subyek penelitian merupakan fluor
albus patologis.
4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk melihat apakah hipotesis awal mengenai hubungan variabel dependen dan independen dapat diterima bermakna. Karena
jumlah sampel 30 23 30, maka digunakan uji beda dua rata-rata tidak berhubungan. Hasil analisis bivariat yang didapatkan sebagai berikut :
Tabel 4.2.1 Distribusi Hasil Berdasarkan nilai pH terhadap Fluor albus
Patologis pada Usia Kehamilan 11-24 minggu di RS Medirossa Cikarang periode April-Juni 2013
No Variabel
Independen Variabel
Dependen N
Sig.2 tailed
Mean SD
CI 95
Lower Bound
Upper Bound
1 pH vagina Fisiologis
7 0,017
5,71 1,25
2,44 33,24 Patologis
16 7,00
0,8 Berdasarkan hasil uji statistik bivariat antara variabel pH dan fluor albus,
didapatkan nilai sebesar 0,017 p value 0,05 . Hal ini dapat menunjukkan bahwa secara statistik ada hubungan bermakna antara perubahan pH vagina
dengan kejadian fluor albus patologis pada ibu hamil usia 11-24 minggu di RS Medirossa Cikarang. Menurut Cohen,et al 1969, perubahan hormonal
merupakan salah satu pemicu peningkatan pH akibat perubahan jumlah dan kekentalan sekret vagina pada masa kehamilan.
17
Perubahan pH yang cepat, menyebabkan keseimbangan asam-basa vagina menjadi terganggu dan pesatnya
pertumbuhan mikroorganisme normal dan anaerob, sehingga terjadi peningkatan proses fagositosis serta hasil metabolisme mikroorganisme yang dapat mengubah
fluor albus vagina yang ditemukan menjadi basa dan memicu flora normal vagina menjadi parasit bagi mukosa serviks dan vagina.
20,21
Keadaan ini akan mengubah kualitas fluor albus dan dapat dikategorikan sebagai fluor albus patologis.
Tabel 4.2.2 Distribusi Rerata Usia Kehamilan 11-24 minggu dengan Fluor albus di RS Medirossa Cikarang
Pada tabel 4.2.2, terlihat bahwa kejadian fluor albus fisiologis sering terjadi pada rerata usia kehamilan 18,71 minggu dan rerata usia kehamilan yang
mengalami fluor albus patologis adalah 15,31 minggu. Usia rerata yang didapatkan dari masing-masing kategori fluor albus pada usia 11-24 minggu,
tidak sejalan dengan penelitian Baxendale, et al 2001, bahwa usia kehamilan 19 hingga 22 minggu adalah awal kenaikan yang signifikan dari estrogen dan
progesteron gambar 2.4. Di usia kehamilan 15 minggu memang terjadi kenaikan, namun tidak signifikan seperti yang terjadi pada usia 19 minggu,
sehingga apabila terjadi fluor albus patologis, cenderung akan terjadi pada usia 18-19 minggu atau lebih.
8
Kesenjangan antara rerata dengan landasan teori pada hubungan antara usia kehamilan dengan fluor albus patologis, kemungkinan terjadi akibat adanya faktor
eksternal yang mempengaruhi variabel, seperti faktor higienitas berupa penggunaan sabun khusus vagina dan juga adanya pendidikan kurang dari 13
tahun. Pengaruh sabun khusus vagina dengan kadar pH dan fluor albus telah dijelaskan oleh peneliti lain pada tema penelitian yang sama. Dalam penelitian
tersebut, dikatakan bahwa frekuensi penggunaan sabun khusus vagina menjadi salah satu variabel yang mempengaruhi higienitas seorang wanita dikatakan
buruk. Produksi estrogen dan progesteron yang tidak stabil selama kehamilan
membuat keseimbangan komponen dan produksi sekret serviks terganggu,
No Variabel
Independen
Variabel
Dependen N
Mean SD
1 Usia
Kehamilan 11-24
minggu Fisiologis
7 18,71
minggu 3,49
Patologis 16
15,31 Minggu
3,8
sehingga belum bisa ditentukan secara pasti usia ibu saat hamil dan juga usia kehamilan yang rentan terhadap kejadian fluor albus patologis.
3,8
Perubahan kualitas dan kuantitas sekret serviks akan mempengaruhi organ sekitar serviks hingga vagina, sehingga bakteri anaerob akan dengan mudah
berkembang biak dan adanya kelembaban yang meningkat, menyebabkan jamur yang mulanya bersifat oportunis terhadap mukosa vagina-serviks menjadi infeksi
sekunder akibat perubahan ini.
21
Ketidakstabilan estrogen dan progesteron juga mempengaruhi keadaan torsio serviks ditambah dengan perilaku higienitas dari ibu. Hal ini terlihat saat di
lapangan, banyak ditemukan kecenderungan terjadi perubahan bentuk dan pertumbuhan mukosa abnormal pada permukaan torsio serviks, seperti polip
serviks. Sayangnya, belum ada literatur ataupun penelitian yang menunjukkan hubungan bermakna antara kejadian polip serviks dengan fluor albus pada masa
kehamilan. Kondisi ini menyebabkan beberapa subyek dengan polip serviks dari populasi di masukkan ke dalam kriteria eksklusi, sehingga tidak didapatkan data
lebih lanjut. Higienitas lingkungan ibu hamil, seperti air dan perilaku ibu terhadap
kebersihan organ genital eksternal, juga menjadi faktor risiko pada kejadian fluor albus.
15
Air merupakan alat utama untuk kebersihan individu ataupun masyarakat. Sitorus,dkk 2004, menyatakan bahwa air adalah faktor terpenting dalam perilaku
dan sikap individu terhadap higienitas diri maupun lingkungan.
22
higienitas diri dan lingkungan merupakan penyebab sebagian besar penyakit dan penyebarannya
di Indonesia.
22
Menurut penelitian Rahadi dan Kardena 2009, daerah industri memiliki kandungan zat kimia organik yang cukup tinggi di dalam air tanah yang
biasa digunakan untuk kegiatan sehari-hari.
22,23
Hal ini sangat mungkin menjadi faktor risiko yang menyebabkan perbedaan antara rerata usia kehamilan pada
kejadian fluor albus pada usia kehamilan 11-24 minggu pada penelitian ini dengan penelitian Baxendale Brett, 2001.
8
Terjadinya eliminasi subyek akibat penemuan kondisi yang tidak memungkinkan untuk diteliti ini terjadi akibat pengambilan data dilakukan hanya
pada saat itu saja dan tidak ada pengamatan lebih lanjut terhadap subyek penelitian.