dari bakteri ini adalah kemampuan dalam menghasilkan H
2
O
2
yang berfungsi mencegah pertumbuhan mikroorganisme lain dalam saluran reproduksi wanita.
13
Dalam kondisi sehat dan sistem imun yang baik, jumlah H
2
O
2
yang dihasilkan bakteri batang ini diduga tidak memberikan efek korosif terhadap epitel saluran
reproduksi wanita.
12
2.1.3 Fluor Albus
Fluor albus keputihan keluarnya cairan dari organ reproduksi wanita melalui vagina Wishnuwarhani, 2008. Pemeriksaan makroskopis , berupa warna,
bau dan kekentalan adalah cara untuk menilai dan mengkategorikan fluor albus, Namun kekentalan dari fluor albus seringkali tidak di jadikan suatu tolak ukur
yang akurat mengingat besarnya kemungkinan terjadi subyektifitas pada sekret yang diperiksa.
11,14,15
Fluor albus ini bisa terjadi pada dua kondisi, yaitu :
2.1.3.1 Fisiologis
Dikatakan fisiologi, bila cairan tersebut berwarna bening, tidak berbau, jumlahnya tidak berlebihan, dan tidak menimbulkan keluhan, seperti : gatal-gatal,
rasa panas, dan sebagainya. Fluor albus fisiologis ini sering terjadi pada wanita menjelang haid, ketika stress secara emosional, ataupun saat terangsang secara
seksual.
16
Secara fisiologis, sekret vagina memberikan proteksi alami terhadap pertumbuhan bakteri aerob di sekitar serviks dan vagina. Pertahanan ini bersifat
asam yang dibantu dengan bakteri anaerob yang mengkonsumsi glikoprotein sekret dan akan menghasilkan sisa metabolisme dengan fermentasi, sehingga
sekret vagina tetap terjaga keasamannya.
16
2.1.3.2 Patologis
Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, fluor albus dikatakan patologis, bila cairan yang didapatkan berwarna hijaukuningkeabu-abuan, berbau tidak sedap,
jumlahnya berlebihan, dan menimbulkan gejala gatal, rasa panas di daerah kewanitaan, nyeri, dan sebagainya.
14
Gambaran fluor albus patologis yang sering ditemukan pada wanita
15
:
a. Fluor albus yang cair dan berbusa, berwarna kuning kehijauan atau keputih-putihan, berbau busuk dengan rasa gatal. Fluor albus semacam ini
akan memberi dampak bagi tubuh wanita, diantaranya rasa terbakar di daerah kemaluan saat buang air kecil.
b. Cairan fluor albus yang berwarna putih seperti keju lembut dan berbau seperti jamur atau ragi roti. Keadaan ini menunjukan adanya infeksi yang
disebabkan jamur atau ragi yang di sistem reproduksi sekunder wanita, terutama vagina dan serviks.
c. Cairan fluor albus yang kental seperti susu dengan bau yang amis. Keadaan ini dimungkinkan karena infeksi yang disebabkan oleh bakteri
anaerob oportunis
yang menjadi
infeksi sekunder
akibat ketidakseimbangan suasana asam-basa di vagina atau serviks.
d. Cairan fluor albus yang encer seperti air, berwarna coklat atau keabu- abuan dengan bercak-bercak darah, dan berbau busuk. Kondisi infeksi
urogenitalia yang bersifat kronik adalah penyebab tersering timbulnya cairan fluor albus dengan karakteristik di atas.
Fluor albus terjadi akibat adanya perubahan suasana pada mukosa vagina yang disebabkan oleh faktor-faktor tertentu, misalnya perubahan hormon sehingga
mempengaruhi kerja kelenjar mukosa pada serviks dan faktor pertumbuhan mikroorganisme anaerob pada saluran vagina dan serviks baik bagian endo
ataupun ektoserviks.
14
Tak hanya faktor internal, faktor eksternal seperti pendidikan, higienitas diri, pendapatan keluarga, dan juga kondisi pasangan seksual juga mempengaruhi
perubahan pH pada vagina melalui sikap dan perilaku higienis terhadap diri dan lingkungan sekitar mereka.
15