36
bisa berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor dan sumber daya finansial atau sarana prasarana
Ketersedian sumber daya finansial atau sarana prasarana yang mencukupi akan mendukung suatu keberhasilan kebijakan dan juga
ketersediaan sumber daya manusia yang memadai dan dapat diandalkan akan sangat menentukan keberhasilan program. Hal ini terjadi karena
sumber daya manusia merupakan unsur pelaksana dari kebijakan baik berupa, perencanaan, pelaksanaan, pengarahan, pengendalian maupun
penegakkan terhadap kebijakan penataan dan pembinaan PKL di Surakarta. Sumber daya manusia dapat diukur dari julah personil, tingkat pendidikan
yang dimiliki oleh pihak yang diserahi tugas dalam pelaksanaan kebijakan.
H. PENATAAN SEKTOR INFORMAL.
Sebelum membahas mengenai kebijakan sektor informal, akan lebih baik jika mengetahui tentang definisi dan karakteristik sektor informal.
a. Konsep dan karakteristik sektor informal Sektor
informal oleh
Biro Pusat
Statistik Subarsono,1998:82
didefinisikan sebagai berikut : Unit usaha berskala kecil yang menghasilkan dan mendistribusikan barang dan jasa dengan tujuan utama menciptakan
kesempatan kerja dan penghasilan bagi dirinya sendiri. Di dalam berbagai literatur, konsep sektor informal digunakan silih
berganti dengan konsep aktivitas informal informal activity, kesempatan kerja yang diciptakan sendiri self-employment, ekonomi di bawah tanah
37
underground economy, ekonomi pasar gelap black market ekonomi, ekonomi bayangan shadow economy dan kerja sampingan casual work.
Tabel 4. Karakteristik Sektor Informal dan Formal
No. Sektor Informal
No. Sektor Formal
1. Mudah dimasuki
1. Sulit dimasuki
2. Tergantung pada sumberdaya
lokal 2.
Tergantung pada
sumberdaya luar
3. Sistem pemilikan keluarga
3. Sistem pemilikan perusahaan
4. Beroperasi dalam skala kecil
4. Beroperasi dalam skala besar
5. Padat
tenaga kerja
dan teknologi bersifat adaptif
5. Padat tenaga kerja dan teknologi
bersifat import 6.
Ketrampilan dapat diperoleh di luar sistem sekolah informal
6. Memerlukan ketrampilan yang
berasal dari sekolah 7.
Tidak teratur
dan pasar
bersifat kompetitif 7.
Teratur dan pasar terproteksi melalui kuota, ijin perdagangan
Sumber : ILO dalam Subarsono, JKAP, 1998:83 Kemudian Hidayat D.Priyo Sudibyo ,2001:19 mengatakan sebelas ciri
pokok karakteristik sektor informal sebagai berikut : 1. Kegiatan usaha tidak terorganisir secara baik karena timbulnya unit usaha
tidak mempergunakan fasilitaskelembagaan yang tersedia di sektor informal.
2. Pada umumnya unit usaha tidak mempunyai izin usaha. 3. Pola kegiatan usaha tidak teratur baik dalam arti lokasi maupun jam kerja.
4. Pada umumnya kebijakan pemerintah untuk membantu golongan ekonomi lemah tidak sampai ke sektor ini.
5. Unit usaha mudah keluar masuk dari sub sektor ke sub sektor lainnya. 6. Teknologi yang digunakan bersifat primitif.
38
7. Berpenghasilan rendah
dan kadang-kadang
juga berpenghasilan
menengah. 8. Pendidikan yang diperlukan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan
pendidikan formal karena pendidikan yang diperlukan diperoleh dari pengalaman bekerja.
9. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan “one man enterprise“ dan kalau mengerjakan buruh dari keluarga.
10. Sumber dana modal usaha pada umumnya berasal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi.
11. Hasil produksi atau jasa terutama dikonsumsi untuk golongan masyarakat kotaldesa berpenghasilan rendah dan kadang-kadang juga berpenghasilan
menengah.
a. Kebijakan pada sektor informal. Pemerintah menilai keberadaan PKL hanya menimbulkan berbagai
persoalan sosial seperti ketertiban, keamanan, serta kebersihan kota. Menarik untuk dikaji bila keberadaan PKL tidak hanya digusur atau
diminimalkan, akan tetapi dikelola dengan baik dan menjadi bagian dalam pertumbuhan ekonomi negara. Paling tidak, mereka ikut berperan mengurangi
jumlah pengangguran yang semakin meningkat di perkotaan. Sementara itu, penempatan PKL dalam pasar tradisional yang menjadi
pasar pusat perbelanjaan bisa menjadi bagian kegiatan dari pemerintah untuk mengurangi munculnya PKL yang berjualan di jalan-jalan secara ilegal. Untuk
menarik minat para PKL, cara yang dilakukan adalah dengan pemberian
39
insentif kepada para pedagang bila memiliki izin berjualan secara legal dan bersedia menempati lokasi pasar tradisional yang telah disediakan.
Pemerintah seyogiayanya tak hanya menempatkan para PKL dalam lokasi pasar, tetapi juga memperbaiki infrastruktur pasar tradisional yang semula
kumuh dan kotor menjadi lebih bersih. Di samping itu, juga mengawasi makanan atau barang yang dijual para pedagang sesuai dengan standar
kesehatan. Perencanaan relokasi bagi PKL sebaiknya melibatkan juga PKL,
karena jika mereka tidak dilibatkan dalam perencanaan lokasi maka fasilitas yang dibangun menjadi tidak efektif, padahal anggaran yang digunakan
tidaklah sedikit. bagi mereka, lokasi yang jauh dari konsumen membuat usaha mereka berisiko bangkrut.
Untuk itu, pemerintah pusat dapat mengupayakan perbaikan peran fasilitasi dalam pengembangan pasar tradisional. Selain meningkatkan dana
stimulasi untuk pembangunan pasar, penyaluran dana, juga memperhitungkan indikator kinerja pemerintah daerah dalam pengembangan pasar itu sendiri.
Pemerintah pusat telah banyak melakukan penataan dan pembinaan usaha di sektor informal diantaranya dengan memberikan kredit dengan bunga yang
relatif ringan kepada pengusaha yaitu Usaha Kecil dan Menengah UKM Pada akhirnya, keberadaan PKL harus mendapat perhatian serius dari
pemerintah dan bukan hanya menjadikan PKL sebagai kaum marginal. Penataan PKL yang baik dan terorganisasi dalam rangka pengembangan
40
entrepreneur diharapkan mampu memberi sumbangan bagi pertumbuhan ekonomi ke arah yang lebih baik.
Kebijakan Pemerintah kota Surakarta yang sangat ramah terhadap kegiatan usaha sangat membuka peluang ekonomi baru bagi warganya sendiri
maupun bagi investor. Hal itu membuat Surakarta menjadi kota yang sangat terbuka terhadap dunia usaha, khususnya dalam perdagangan mulai yang
berskala besar berupa mal dan pasar swalayan yang mendatangkan investor ke kota ini, sampai berskala kecil yang bersifat informal seperti pasar tradisional
yang direhabilitasi dan pemindahan pasar klithikan Banjarsari ke wilayah Semanggi.
Sesuai dengan semangat reformasi, tentu hal ini merupakan keputusan dan tindakan yang terpuji, karena memanusiakan para pengusaha dan
pedagang informal supaya lebih bermartabat dengan menatanya dan menempatkannya secara khusus dan layak. Pemerintah kota Surakarta
menganggap PKL sebagai potensi yang perlu dikembangkan dan ditata keberadaannya. Dalam rangka menata PKL, pemerintah menggunakan
pendekatan budaya dan dialogis. Setelah para PKL masuk ke pasar tradisional, maka yang tadinya
mereka sebagi pedagang informal maka berubah statusnya menjadi pedagang formal dan pemerintah akan memberikan SIUP secara cuma-Cuma. Dengan
berubahnya status mereka menjadi pedagang formal maka bisa mendapatkan bantuan pinjaman modal melalui kredit bank.
41
Berbagai upaya telah dilakukan dalam pembinaan dan penataan PKL di kota Surakarta diantaranya dalam penataan konsep PKL yaitu selain strategi
relokasi, Pemkot Surakarta juga melakukan shelterisasi, tendanisasi knock downlbongkar pasang, dan grobakisasi. Dalam upayanya
ini, kantor pengelolaan PKL bekerja sama dengan dinas-dinas terkait seperti Dinas PU
Pekerjaan Umum dan Koperasi. Selain daripada itu pula pemerintah kota Surakarta pada tanggal 13 April 2008 melalui Menteri Perdagangan Maria
Elka Pengestu telah meresmikan PKL Wisata kuliner yang bertempat di Gladak, Surakarta. PKL yang berjualan di pasar wisata kuliner adalah para
PKL yang berada di wilayah kota Surakarta. Dengan demikian masyarakat ataupun para wisatawan yang berkunjung ke kota Surakarta akan lebih mudah
dapat mencicipi masakan khas kota Surakarta hanya dengan berkunjung di tempat wisata kuliner tersebut.
Dengan demikian langkah melokalisir secara bermartabat dan layak PKL klithikan Tugu Banjarsari ke Semanggi adalah langkah tepat. Sedangkan
penataan PKL yang berada di trotoar jalan-jalan utama kota Surakarta, terutama di pusat perdagangan yang ternyata sudah mengganggu ruang
sirkulasi pergerakan pejalan kaki, perlu pendekatan yang senada walaupun dengan cara yang berbeda. Namun tetap mengutamakan dialog, dan cara yang
layak dan bermartabat. PKL adalah denyut nadi perekonomian sektor informal yang bisa
dijadikan tolok ukur berbagai hal, seperti tolok ukur tingkat perekonomian sampai tingkat kegigihan mencari nafkah warga suatu bangsa. Bahkan PKL
42
adalah penanda yang menjadi ciri khas kota yang satu dengan yang lain. Dalam era sekarang ini, sektor informal terbukti paling bisa bertahan dari
krisis, karena kemandiriannya, walaupun skalanya kecil. Sekarang yang perlu kita lakukan adalah menatanya dan memasukkannya sebagai salah satu elemen
pembentuk kualitas ruang kota dan salah satu aktivitas yang perlu juga diwadahi.
Berbagai strategi ini akan sulit diterapkan, jika jumlah pasti PKL tidak diketahui. Terkait dengan hal ini, kantor pengelolaan PKL bekerja sama
dengan perguruan tinggi, melakukan pendataan berkala mengenai jumlah PKL di kota Surakarta melalui metode pencatatan dan dokumentasi foto. Dengan
demikian, pemerintah bisa dengan mudah mendeteksi kehadiran PKL baru. Sedangkan masalah pengawasan jumlah PKL, pemkot menyerahkan tanggung
jawab kepada setiap kecamatan dan kelurahan tempat para PKL berada. Secara historis dapat dilihat bahwa sektor informal selalu hadir di kota-
kota di negara-negara dunia ke tiga. Sektor informal juga memberikan sumbangan bagi penciptaan kesempatan kerja, ini berarti mengurangi
problema ekonomi dan sosial di kota. Melalui lapangan pekerjaan yang mereka ciptakan sendiri, ini berarti akan menambah pendapatan mereka dan
akan mengurangi tingkat kemiskinan di kota. Dengan keberadaannya sektor informal di perkotaan juga memberikan
pelayanan produksi dan ditribusi barang dan jasa yang relatif lebih murah, apabila jika dibandingkan dengan pelayanan yang diberikan oleh sektor
43
formal. Dengan demikian ini berarti membantu masyarakat dilapisan bawah dalam memenuhi kebutuhannya.
Selain daripada itu dalam hubungannya dengan negara, sektor informal ternyata mampu memberikan sumbangan yang tidak sedikit bagi sumber
pendapatan keuangan pemerintah daerah. Dari berbagai argumentasi tersebut di atas kiranya tidak tepat bagi pemegang otoritas di negara-negara dunia ke
tiga untuk menghapuskan sektor informal. Kebijakan pemerintah yang melarang beroperasinya sektor informal yang ada di perkotaan, justru akan
menimbulkan kerawanan sosial dan ekonomi, dan yang pada akhirnya akan berpotensi lahirnya kerawanan di bidang politik.
Menurut McGee dan Yeung Subarsono,1998:91 menyajikan tiga model kebijakan pemerintah untuk mengatasi sektor informal, yaitu kebijakan
relokasi, struktural, edukatif. Kebijakan relokasi didesain untuk mengatur pola lingkungan yang
pantas bagi beroperasinya sektor informal di perkotaan. Contoh kebijakan ini adalah sektor informal dilarang beroperasi disuatu tempat tertentu atau
dipindahkan sektor informal dari lokasi yang satu ke lokasi yang lain. Kebijakan struktural bertujuan untuk mengontrol aktivitas sektor
informal melalui infrastruktur legal dan administratif. Contoh, pemerintah memberikan sanksi denda bagi partisipan sektor informal yang melanggar
peraturan atau mengharuskan mereka memiliki ijin usaha disuatu tempat tertentu.
44
Sedangkan kebijakan edukatif dimaksudkan untuk merubah sikap para partisipan sektor informal menjadi semakin baik. Sebagai contoh, usaha-usaha
untuk mendidik para partisipan di sektor informal misalnya pedagang makanan untuk memperhatikan aspek-aspek kesehatan atau memberikan
latihan-latihan manajemen keuangan dan pemasaran.
D. Kerangka Berfikir.