90
Tabel 15. Kepatuhan
No. Paguyuban
ketertib an
kerapian kebersih
an keindahan
kesehatan keamanan
1. PanglimaSringapono
ngapeman
2. PPSK Paguyuban
pedagang sktar Kampus Jebres
3. Ras kleco-kreten
Jl. Slamet Riyadi
4. Kalipur Puwosari
Jl. Slamet Riyadi
5. Gotong Royong
Jl.Veteran
6. TSTJ Taman Satwa
Taru Jurug Kenthingan
7. Rukun Makmur
Jl. Adi Sucipto
8. Jiwa Manunggal, alun
alun utara Gladag
9. Ronggolawe, Baron
10. Manunggal Karso, Pasar
Kliwon
11. Sayuk Rukun, Sekitar
Hotel Indah PalaceTipes
12. Non Paguyupan
Sumber : Data primer yang diolah kembali, 2008
Dari data tersebut di atas dibenarkan oleh Kasi Pembinaan Kantor Pengelola PKL sebagai berikut :
”...... para PKL di dalam kepatuhan terhadap peraturan belum sepenuhnya mematuhi, namum disisi lain mereka sudah menjalankan seperti kerapian,
kebersihan dan keamanan. Sehingga sampah-sampah sisa-sisa mereka berjualan tidak berserakan dan juga mereka manjaga keamanan di
lingkungannya masing-masing”.
3. Perijinan
Di dalam pasal 4 Peraturan Daerah tahun 1995 menyebutkan bahwa PKL di dalam menjalankan usaha
harus mendapatkan ijin penggunaan tempat usahanya. Adapun prosedur untuk memperoleh ijin telah diatur di pasal 4 ayat 2
91
dengan cara diajukan dengan cara mendaftarkan diri serta memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
Akan tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa para PKL tidak ada yang menggunakan ijin di dalam menjalankan usahanya. Hal ini dapat dilihat
dari tabel berikut dibawah ini : Tabel.16. PKL yang melakukan perijinan
No. Paguyuban
Ijin Tidak
1. Panglima Sringapono Ngapeman
2.
PPSK Paguyuban pedagang sekitar Kampus Jebres
3. Ras kleco-kreten Jl. Slamet Riyadi
4.
Kalipur Puwosari Jl. Slamet Riyadi
5. Gotong Royong Jl.Veteran
6.
TSTJ Taman Satwa Taru Jurug Kenthingan
7. Rukun Makmur Jl. Adi Sucipto
8.
Jiwa Manunggal, Alun Alun Utara Gladag
9. Ronggolawe, Baron
10.
Manunggal Karso, Pasar Kliwon
11. Sayuk Rukun, Sekitar Hotel Indah PalaceTipes
12.
Non Paguyupan
Sumber : Datra primer diolah kembali, 2008
Dari data tersebut di atas umumnya para PKL di dalam menjalankan usahanya tidak menggunakan ijin ketika mereka menempati tempat usahanya.
Berbagai alasan mereka kemukakan, sebenarnya mereka tahu bahwa tempat berdagang mereka dilarang, akan tetapi mereka tidak melakukan proses perijinan.
Mereka berpendapat jika melakukan proses perijinan usaha mereka pasti ditolak oleh pemerintah kota. Penegakkan hukum yang lemah semakin mendukung
keberanian PKL untuk melakukan pelanggaran terhadap peratauran daerah
tersebut. Di dalam pasal 4 ayat 5 disebutkan : “Apabila tidak sedang berdagang,
pedagang diharuskan membongkar tempat jualan tersebut, yang berbentuk
92
gerobak dorong untuk dipindahkan dan dilarang diletakkan di pinggir jalan”. Akan tetapi yang terjadi di lapangan bahwa para PKL tidak mengindahkan
peraturan yang ditetapkan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel dibawah ini.
Tabel 17. Type Bangunantempat PKL
No. Type bangunantempat
Jumlah 1.
Permanent 2.280
62.91 2.
Bongkar pasangtenda 645
17.80 3.
Gerobag cenderung berhenti 427
11.78 4.
Mobil Cenderung herhenti 50
1.38 5.
Gelaranoprokan 222
6.13 J u m l a h
3.624 100.00
Sumber : Kantor Pengelola PKL 2008
Dari data tersebut di atas dikatakan oleh Kasi Penertiban Kantor pengelola PKL sebagai berikut :
‘....memang benar sebagian besar PKL setelah selesai berdagang tidak membongkar dagangannya, hal ini dikarenakan bentuk tempat usahanya.
Mereka menata tempat usahanya sedemikian rupa sehingga menjadi permanent, hal ini agar memudahkan di dalam menjalankan usahanya”.
Dari keterangan tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa para PKL di dalam menjalankan usahanya masih
banyak menggunakan tempat yang permanent. Hal ini menandakan bahwa PKL belum mematuhi peraturan yang
diberlakukan oleh pemerintah kota Surakarta. Peristiwa kerusuhan Mei 1998, dampaknya membuat perekonomian kota
Surakarta semakin berat. Berbagai dampak permasalahan akibat kerusuhan Mei 1998 begitu terasa bagi masyarakat kecil. Permasalahan kesehatan, kemiskinan
dan penganguran menjadi beban pemerintah kota Surakarta.
93
Melihat hal demikian, bagi pemerintah kota Surakarta merupakan suatu dilema, harus bertindak tegas terhadap PKL akan tetapi mengingat mereka adalah
korban dari kerusuhan Mei 1998, selain itu mereka berusaha mandiri tanpa bantuan dari pemerintah kota Surakarta. Akan tetapi di lain pihak untuk menjaga
kewibawaan pemerintah kota harus menegakkan hukum dan aturan yang berlaku. Untuk menjaga stabilitas keamanan di wilayah Surakarta, maka pemerintah kota
Surakarta mengedepankan hukum, akan tetapi pendekatannya menggunakan kekeluargaan dengan cara budaya dan dialogis.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Kasi Pembinaan Kantor Pengelola PKL sebagai berikut :