Analisa Data Karakteristik Responden

2. Persepsi buruk = skor responden nilai mean 67,7. Persepsi tentang risiko kecelakaan kerja buruk, apabila responden menjawab setuju pada penyataan positif dan tidak setuju pada pernyataan negatif 24. Persepsi buruk didefinisikan bahwa responden mengetahui, menyadari tentang adanya faktor-faktor risiko terjadinya kecelakaan kerja di tempat kerja, tetapi mereka merasa risiko tersebut merupakan tantangan didalam pekerjaan mereka, sehingga jika tidak diantisipasi dapat meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja.

3.7. Analisa Data

Data yang terkumpul akan dianalisa secara deskriptif. Universitas Sumatera Utara BAB 4 HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum PT Wilmar Nabati Indonesia PT WINA Dumai

4.1.1. Sejarah Singkat PT Wilmar Nabati Indonesia Dumai

PT Wilmar Nabati Indonesia sebelumnya bernama Bukit Kapur Reksa BKR. PT WINA telah berdiri sejak tahun 1989 dengan produksi utama minyak goreng. Desa Bukit Kapur kurang lebih 30 km dari kota Dumai dan pada tahun 1991 berkembang dengan didirikan pabrik kedua berlokasi di Jalan Datuk Laksamana, areal pelabuhan Dumai yang kemudian dijadikan sebagai pabrik dan kantor pusat untuk wilayah Dumai. Perkembangan PT WINA didukung juga dengan lokasi pabrik yang strategis, yaitu fasilitas dermaga dari Pelindo yang dapat menyandarkan kapal- kapal bertaraf internasional untuk ekspor dengan daya angkut 30.000 MT. Pada awal tahun 2004, manajemen PT. WINA telah memutuskan untuk menambah tangki timbun bahan baku CPO sebesar 12.000 MT. Dengan penambahan tangki timbun ini, secara langsung dan tidak langsung akan berpengaruh pada perekonomian di Riau umumnya dan kota Dumai pada khususnya akan semakin maju dan berdampak positif dalam pembangunan kota. PT WINA telah mampu mengolah CPO sebesar 4.100 MTharinya dan PK Crushing sebanyak 1000 MT harinya yang menjadikan PT. WINA sebagai produsen dan pengekspor minyak sawit terbesar di Indonesia. Perkembangan lain yang dilakukan oleh manajemen PT WINA yaitu pada awal tahun 2005 kembali membangun pabrik di kawasan industri Dumai-Pelitung berupa pembangunan refineryfractionation dengan kapasitas 5.600 MTD dan PK Universitas Sumatera Utara crushing plant dengan kapasitas 1500 TDP Ton Per Day. Adapun perkembangan pabrik ini didukung dengan pelabuhan yang mempunyai dermaga dengan panjang 425 meter dan kolom pelabuhan dengan kedalaman 14 meter, yang dapat disandari oleh kapal dengan bobot 50.000 DWT dan akan dikembangkan untuk dapat disandari kapal 70.000 DWT yang merupakan perusahaan yang berada dalam satu naungan Wilmar Group. Komitmen yang tinggi dari manajemen dan karyawannya memungkinkan PT WINA untuk berkembang lebih besar lagi. Hal ini terbukti dengan telah diperolehnya sertifikat ISO 9001:2008 pada tanggal 16 oktober 2009. Dalam menjalankan operasional perusahaaan, manjemen PT WINA telah menetapkan suatu visi dan misi yaitu mendukung bisnis operasional group sehingga tercapai kapasitas yang optimal dan kualitas yang sesuai denngan permintaan pelanggan serta waktu pengiriman yang tepat dengan cara pengembangan kinerja sumber daya manusia yang ada. Pada tahun 2009, nama PT WINA berubah menjadi PT Wilmar Nabati Indonesia sebagai wujud perkembangan usaha yang semakin besar dan mulai membangun pabrik-pabrik baru di luar kota Dumai di bawah bendera Wilmar Group. 4.1.2. Lokasi PT Wilmar Nabati Indonesia Dumai PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai mempunyai batas-batas sebagai berikut: - Sebelah Utara: berbatasan dengan Laut Dumai - Sebelah Timur: berbatasan dengan Jalan Pelabuhan - Sebelah Selatan: berbatasan dengan Jalan Datuk Laksamana - Sebelah Barat: berbatasan dengan Pabrik Inti Benua Universitas Sumatera Utara

4.1.3. Proses Produksi PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai

PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai adalah perusahaan yang mengolah CPO menjadi minyak goreng. Proses produksi di PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai antara lain Proses Konversi Olein dan Stearin. Proses pemurnian CPO Crude Palm Oil menjadi Olein dan Stearin dilakukan dengan dua tahap proses utama yaitu Refinery Section dan Fractionation Section. 1.1. Refinery Section Proses refinery merupakan proses pemurnian minyak sawit crude palm oil CPO untuk meghilangkan free fatty acid FFA, bau, serta menurunkan warna, sehingga memenuhi syarat mutu gunanya. a. Pretreatment Section Perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap pemurnian minyak kelapa sawit CPO yaitu mempersiapkan bahan baku yang akan dikelola menjadi minyak goreng. CPO dari storage tank dipompakan dengan menggunakan pompa sentrifugal menuju HE E.600A dan E.600B, dimana pada alat ini terjadi co-current, karena di dalamnya terjadi perpindahan panas antara CPO dan RBDPO, sehingga alat ini sering disebut heat exchanger economizer. CPO masuk berkisar 40 – 50 C menuju E.600A, dan keluar pada suhu 78 – 80 C, lalu masuk ke E.600B dan keluar pada suhu 105 C. RBDPO yang berasal dari P.716 penampungan RBDPO masuk menuju E.600B pada suhu 105 C dan keluar pada suhu 128 C kemudian masuk menuju ke E.600A dan keluar pada suhu 100 C lalu menuju T.706 sebagai tempat penyimpanan RBDPO untuk dikelola pada proses Fraksinasi. Universitas Sumatera Utara b. Degumming Section Degumming merupakan suatu proses pemisahan kotoran, logam – logam, dan getah atau lendir yang terdiri dari phospatida, protein, residu, karbohidrat, air, dan resin tanpa mengurangi asam lemak bebas dalam minyak. Pada prinsipnya proses degumming adalah proses pembentukan dan pengaktifan flok – flok dari zat tersebut di atas yang bereaksi dengan asam phosporit H 3 PO 4 , sehingga flok – flok yang terbentuk cukup besar untuk dipisahkan dari minyak. Proses degumming yang paling banyak digunakan adalah proses degumming dengan phosporic acid H 3 PO 4 dan citrid acid. Pengaruh yang timbul dari asam tersebut adalah penggumpalan dan pengendapan zat – zat seperti phospatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin yang terdapat pada minyak. CPO dari E.601 dialirkan ke mixer M.680 yang berjenis knife mixer. Di dalam mixer ini terjadi pencampuran phosporic acid dengan penggunaan 0,03 – 0,045 dan citric acid dengan penggunaan 100 – 200 ppm ke dalam minyak CPO panas secara teratur, pencampuran ini dilakukan sebanyak dua kali yaitu dengan mixer M.680 ABC dan mixer M.686. Di dalam mixer M.686 terjadi pengadukan secara sempurna antara phosporic acid, citric acid dan crude palmoil secara homogen, dimana knife yang bersilang berjajar ke bawah di bagian tengah mixer. Hal ini bertujuan agar diperoleh hasil campuran yang homogen. Operasi berlangsung pada tekanan 1 atm. Hasil dari proses ini adalah degumming palm oil DPO, yaitu minyak sawit yang bebas gum dan selanjutnya dialirkan ke dalam bleacher tank untuk proses pemucatan. Universitas Sumatera Utara c. Bleaching Section Setelah phosporic acid dan CPO bercampur secara homogen, kemudian campuran ini selanjutnya dialirkan ke bleacher tank B.610 yang bekerja pada tekanan vacuum 40 Torr agar uap air dan udara yang terkandung dalam CPO dapat ditarik oleh sistem vacuum PT.611. CPO yang berada dalam bleacher bercampur dengan bleaching earth tanah pemucat yang berasal dari BT.661 ditarik ke atas oleh EP.661 A menuju ke bleacher tank melalui valve V.660A1 dan V.660A2 selama 20 detik, kemudian campuran tersebut turun ke B.610. Pencampuran beacher earth dengan CPO dibantu dengan spurging steam bertekanan 0.7 – 1.5 Bar dan temperatur 175 – 180 C. Bleacher earth berfungsi untuk mengikat heavy metals Fe dan Cu, kotoran dan memucatkan warna. Kapasitas CPO yang diolah sangat besar yaitu 2600 tonhari. Akibat besarnya kapasitas CPO yang akan diolah sementara waktu kontak bleacher earth dengan CPO hanya berkisar 20 detik dan dapat mempengaruhi kualitas pemucatan, maka ditambah satu tangki lagi yaitu buffer tank T.611. Tangki ini juga bekerja pada tekanan vacuum, dari bleacher section akan didapatkan bleacher earth. Uap air dan udara yang terkandung pada CPO ditarik oleh sistem vacuum PT.611. Agar tetap terjadi pencampuran secara homogen dalam tangki ini maka diberi steam antara B.610 dan T.6111 berdasarkan prinsip bejana berhubungan. Minyak yang keluar dari B.610 inilah yang disebut bleacher palm oil BPO. Untuk memisahkan BPO dari bleaching earth dan gum – gum maka minyak dialirkan melalui bagian bawah T.661 ke niagara filter F.691, F.692, F.693, F.694, F.695, F.696, F.697 dengan menggunakan pompa P.691, P.692, P.693, P.694, P.695, Universitas Sumatera Utara P.696, P.697 melalui valve V. 691P, V. 692P, V. 693P, V. 694P, V. 695P, V. 696P, V. 697P untuk dibersihkan, sehingga minyak bebas dari bleaching earth yang mengandung partikel minyak, sehingga bleaching earth terjebak pada filter leaf tersebut. Lembaran filter filter leaf sebanyak 18 lembar disusun secara vertikal agar pemisahan efektif. Bleaching earth harus bersih dari filter setelah 45 menit operasi untuk mendapatkan filtrasi yang baik. Tetapi di dalam minyak masih terdapat bleching earth yang belum terpisahkan. Selanjutnya bleacher palm oil yang berwarna merah darah dipompakan dari niagara filter ke ricket fiter F.681 dan F.682, untuk menyaring bleaching earth yang masih terkandung dalam BPO. Minyak yang telah diperoleh dialirkan ke dalam bleaching oil tank T.770 sebagai penyimpan sementara sebelum proses lebih lanjut dengan temperatur 115 C. d. Deodorisasi CPO yang telah mengalami proses degumming pengikat gum atau lendir dan pemucatan warna bleaching maka CPO disebut bleaching palm oil BPO. BPO akan diproses lagi untuk mendapatkan refined bleached deodorized palm oil RBDPO atau sering disebut RPO. Agar diproses penghilangan zat penyebab rasa dan bau yang tidak disukai dalam minyak berlangsung dengan baik, minyak yang akan mengalami deodorisasi sudah bersih dari bleaching earth. Proses deodorisasi adalah sistem destilasi proses di bawah vacuum yang tujuannya untuk mengeluarkan free fatty acid FFA, aldehid, keton, alkohol dan bleaching color yang tidak dapat dikeluarkan pada proses bleaching. Universitas Sumatera Utara Pada tahapan pretripper BPO dari proses bleaching dipanaskan pada heat exchanger E.701 dari temperatur 110 o C menjadi 130 o C dengan menggunakan sumber panas dari steam. Dalam proses deodorization diatur agar terjadi waktu tinggal residence time yang lama, kondisi vacuum, fasilitas spurging steam untuk pengadukan dan suhu yang tinggi untuk menghilangkan free fatty acid serta bau yang masih ada pada minyak tersebut. 1.2. Dry Fractination Station Fraksinasi adalah proses pemisahan minyak menjadi dua fraksi fraksi olein dan fraksi stearin berdasarkan sifat fisiknya atau berdasarkan perbedaan titik beku. Proses pemisahan minyak di PT. Wilmar Nabati Indonesia menggunakan sistem fraksinasi tanpa bahan pelarut atau lebih di kenal dengan istilah dry fractination. Pada proses Fraksinasi terjadi pemisahan yaitu: - Refined bleached deodorized palm oil RBDPO menjadi refined bleached deodorized olein RBDOL dan refined bleached deodorized stearin RBDST. - RBDST menjadi soft stearin 1 dan hard stearin 1. - RBDOL menjadi super olein dan stearin. - RBDST 25 + soft stearin 1 75 menjadi soft stearin 2 dan hard stearin 2. Pada fraksinasi ini minyak RBDPO produk dari refiney plant yang masih mengandung dua fraksi yaitu fraksi olein RBDOL dan fraksi stearin RBDST di pisahkan berdasarkan sifat fisiknya, fraksi olein mempunyai titik beku lebih rendah dan fraksi stearin dengan titik beku lebih tinggi. Universitas Sumatera Utara Proses dry fractination meliputi tiga tahap yaitu: a. Tahapan Persiapan dan Kondisi Minyak Minyak RBDPO dari tanki timbun R.102 dipompa oleh feed pump P.202 masuk ke cristalizer tank CR.401, CR.402, CR.403, CR.404, CR.405, CR.406, CR.407, CR.408, CR.409, CR. 410, CR.411, CR.412, CR.413, CR.414, CR.415, CR.416, CR.417, CR 418, CR.419, CR420,CR.21, CR.422. Cristalizer tank ini merupakan kapasitas sebesar 40 ton. Apabila suhu RBDPO belum mencapai 65 – 68 o C, RBDPO akan dipanaskan terlebih dahulu untuk menaikkan suhu dengan menggunakan heat exchanger ini dilengkapi dengan peneumatic control valve yang berfungsi untuk mengatur secara otomatis masuk tidaknya steam. Apabila temperatur RBDPO telah mencapai 65 o C, maka valve akan membuka dan steam akan masuk untuk menaikkan temperatur RBDPO tersebut. b. Crystalization Section Minyak RBDPO dari E.201 langsung dipompakan ke crystalizer tank. Tahap kristalisasi adalah tahap pembentukan kristal – kristal stearin karena perbedaan titik beku. Pengkristalan ini dilakukan dengan cara mendinginkan minyak secara bertahap dalam beberapa segmen temperatur. Segmen temperatur yang dimaksud adalah perubahan temperatur pada media pendinginan yang digunakan untuk mendinginkan minyak di dalam crystalizer. Media pendingin yang digunakan adalah air dan dibedakan menjadi cooling water dan chilled water. Cooling water di gunakan untuk mendinginkan minyak hingga temperaturnya menjadi 45 o C. Kemudian didinginkan lagi dengan chilled water hingga tempratur minyak menjadi 25 o C. Jadi pergantian antara cooling water Universitas Sumatera Utara dengan chilled water terjadi pada saat temperatur minyak 45 o C. Temperatur cooling water dari cooling tower berkisar antara 29 – 30 o C, sedangkan temperatur chilled water dari balanced tank chiller berkisar antara 12 – 17 o C. Minyak masuk dan keluar dari bawah tanki, sedangkan air pendingin masuk tanki melalui bawah tanki dan keluar melaui bagian atas tanki. Pada crystalizer ini terdapat double coil, yaitu tempat media pendingin dialirkan dengan tujuan agar air pendingin tersebut tidak bercampur dengan minyak RBDPO. Prinsip double coil ini adalah 2 aliran masuk dan 2 aliran keluar. Air tersebut tidak langung memenuhi coil tersebut melainkan sedikit demi sedikit agar rasio suhu antara air dan minyak RBDPO sesuai dengan pengaturan temperatur. Di dalam crystalizer ini terdapat control valve, yaitu untuk mengatur aliran coil agar delta T tercapai atau perbandingan suhu air dan suhu minyak sesuai dengan pengaturan temperatur. Sistem pendingin pada cristalizer di PT. Wilmar Nabati Indonesia dikendalikan secara otomatis oleh program logic control PLC. Laju alir pendingin diatur oleh modulating control valve MCV. Pergantian air pendingin yaitu dari cooling water menjadi chilled water, diatur dengan penemuatic control valve PCV untuk memerintahkan control valve terbuka atau tertutup dengan dengan persentase tertentu sesuai dengan yang diatur. Minyak keluar dari bagian bawah crystalizer tidak lagi berbentuk liquid, tetapi sudah berbentuk bubur yang terdiri dari kristal – kristal stearin dan olein. Universitas Sumatera Utara c. Filtration Section Proses penyaringan adalah proses pemisahan fraksi stearin yang telah mengkristal dan fraksi olein yang masih berwujud cair. Proses ini menggunakan membrane filter press yang terdiri dari 84 buah plate, dimana setiap plate dilengkapi dengan plate chamber, plate membrane, filter cloth, dan rubber membran. stearin dan olein tersebut akan mengalami dua kali proses penyaringan sehingga akan dihasilkan stearin yang benar-benar halus dan olein yang benar-benar jernih.

4.1.4. Sumber Daya Manusia PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai

Jumlah tenaga kerja PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai adalah sebanyak 189 orang dari 12 unit kerja. Unit kerja di PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai yaitu Refinery dan Fraksinasi Plant, Maintenance, Electric, Tank Pump, Effluent Treatment, Genset, Cogent Plant, Lipico Plant, Shipping, EHS, Laboratorium, serta PPIC. PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai beroperasi selama 24 jam setiap hari. Pembagian jadwal shift kerja di PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai antara lain: - Shift I : 08.00-16.00 WIB - Shift II : 16.00-24.00 WIB - Shift II : 24.00-08.00 WIB Universitas Sumatera Utara

4.1.5. Pengelolaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja K3 PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai

1. Kebijakan Lingkungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Sosial LK3 Sosial PT. Wilmar Nabati Indonesia Dumai melalui seluruh kegiatan perusahaan menyadari tanggung jawab moral dan hukum untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan kinerja lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja serta sosial bagi karyawan, pelanggan, kontraktor, dan pengunjung serta berkontribusi secara aktif dan menjamin masyarakat sekitar terhindar dari resiko cidera, sakit dan risiko lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, yang mungkin ditimbulkan oleh operasional perusahaan, dengan cara : a. Mencegah pencemaran dari setiap limbah proses produksi yang berdampak pada penurunan kualitas air, tanah, dan udara. b. Berupaya mencegah Penyakit Akibat Kerja PAK dan kecelakaan kerja dengan cara menghilangkan kondisi yang tidak aman dan perilaku kerja yang tidak aman. c. Meningkatkan moral dan kepedulian pekerja terhadap lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan secara keseluruhan. d. Memenuhi peraturan perundang – undangan yang berlaku dan persyaratan lainnya serta standar industri yang relevan bagi perusahaan. e. Meningkatkan potensi sumber daya manusia dalam usaha peningkatan berkelanjutan terhadap sistem manajemen LK3. Universitas Sumatera Utara f. Bertekad untuk melakukan perbaikan secara terus – menerus dan mengendalikan semua aspek yang berpotensi menimbulkan risiko terhadap lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja. g. Memelihara hubungan yang harmonis dan komunikatif antara sumber daya alam, sumber daya manusia, masyarakat dan pemerintah serta berpartisipasi dalam program Corporate Social Responsibility CSR. h. Berupaya dan berkomitmen mendukung Program Clean Production di semua tempat kerja. Kebijakan ini dikomunikasikan untuk dimengerti dan dilaksanakan oleh seluruh jajaran manajemen, karyawan dan pihak ketiga yang berada di lingkungan perusahaan serta terbuka secara umum. Perusahaan akan meninjau kebijakan ini secara berkala. 2. Prinsip – Prinsip LK3 a. Semua kecelakaan dan polusi dapat dicegah b. Komitmen manajemen dan keterlibatan karyawan dalam upaya pencegahan kecelakaan kerja dan pencemaran c. Melakukan kegiatan safety observasiaudit d. Melakukan perbaikan terhadap kondisi-tindakan yang berbahaya e. Melaksanakan program pelatihan lingkungan dan K3. Universitas Sumatera Utara

4.2 Gambaran Hasil Penelitian di PT Wilmar Nabati Indonesia Dumai

4.2.1 Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Unit Kerja Unit Kerja Jumlah Departemen Produksi Unit Refineri dan Fraksinasi 25 59,5 Departemen Utility Unit Boiler 17 40,5 Total 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.1. dapat diketahui bahwa jumlah pekerja di unit refineri dan fraksinasi sebanyak 25 orang 59,5 dan di unit boiler sebanyak 17 orang 40,5.

4.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Umur

Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Departeme n Produksi Utility Total Jumlah Jumla h 37 Tahun 12 28,6 12 28,6 24 57,1 37 Tahun 13 31,0 5 11,9 18 42,9 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.2. dapat diketahui bahwa umur responden yang terbanyak yaitu 37 tahun sebanyak 24 orang 57,1 serta responden yang berumur 37 tahun sebanyak 18 orang 42,9. Universitas Sumatera Utara

4.2.3 Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja

Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja Departeme n Produksi Utility Total Jumlah Jumlah 15 Tahun 10 23,8 11 26,2 21 50,0 15 Tahun 15 35,7 6 14,3 21 50,0 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.3. dapat diketahui bahwa jumlah responden yang memiliki masa kerja 15 tahun dan 15 tahun adalah sama yaitu masing-masing sebanyak 21 orang 50.

4.2.4 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Departemen Produksi Utility Total Jumlah Jumlah SMU sederajat 16 38,1 9 21,4 25 59,5 AkademiDiploma 3 7,1 3 7,1 6 14,3 Perguruan Tinggi Sarjana 6 14,3 5 11,9 11 26,2 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.4. dapat diketahui bahwa tingkat pendidikan responden yang terbanyak yaitu SMU sederajat sebanyak 25 orang 59,5. Responden yang memiliki tingkat pendidikan perguruan tinggisarjana sebanyak 11 orang 26,2, serta akademidiploma sebanyak 6 orang 14,3. Universitas Sumatera Utara

4.2.5 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau Belum Pernah

Mendapatkan Pelatihan K3 Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau Belum Pernah Mendapatkan Pelatihan K3 Departemen Produksi Utility Total Jumlah Jumlah Pernah mendapatkan pelatihan K3 16 38,1 10 23,8 26 61,9 Belum pernah mendapatkan pelatihan K3 9 21,4 7 16,7 16 38,1 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.5. dapat diketahui bahwa responden yang pernah mendapatkan pelatihan K3 sebanyak 26 orang 61,9 dan responden yang belum pernah mendapatkan pelatihan K3 sebanyak 16 orang 38,1.

4.2.6 Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau tidak Mengalami

Kecelakaan Saat Bekerja Tabel 4.6. Distribusi Responden Berdasarkan Pernah atau tidak Mengalami Kecelakaan Saat Bekerja Departemen Produksi Utility Total Jumlah Jumlah Pernah mengalami kecelakaan 7 16,7 6 14,3 13 31,0 Tidak pernah mengalami kecelakaan 18 42,9 11 26,2 29 69,0 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.6. dapat diketahui bahwa responden yang pernah mengalami kecelakaan saat bekerja sebanyak 13 orang 31,0 dan responden yang tidak pernah mengalami kecelakaan saat bekerja sebanyak 29 orang 69,0. Universitas Sumatera Utara

4.2.7 Persepsi Responden tentang Risiko Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil skoring dari jawaban responden maka persepsi responden dikategorikan menjadi kategori baik dan buruk. Hasil pengkategorian dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 4.7. Persepsi Responden tentang Risiko Kecelakaan Kerja Departemen Produksi Utility Total Jumlah Jumlah Persepsi Baik 21 50,0 16 38,1 37 88,1 Persepsi Buruk 4 9,5 1 2,4 5 11,9 Total 25 59,5 17 40,5 42 100,0 Berdasarkan tabel 4.7. dapat diketahui bahwa responden yang memiliki persepsi baik tentang risiko kecelakaan kerja sebanyak 37 orang 88,1 sedangkan responden yang memiliki persepsi buruk tentang risiko kecelakaan kerja sebanyak 5 orang 11,9. Universitas Sumatera Utara BAB 5 PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil pengumpulan data melalui kuesioner dapat dilihat bahwa umur responden yang terbanyak yaitu 37 tahun sebanyak 24 orang 57,1. Jumlah responden yang memiliki masa kerja 15 tahun dan 15 tahun adalah sama yaitu masing-masing sebanyak 21 orang 50. Tingkat pendidikan responden yang terbanyak yaitu SMU sederajat sebanyak 25 orang 59,5. Lebih banyak responden yang pernah mendapatkan pelatihan K3 daripada yang tidak pernah mendapatkan pelatihan K3 yaitu sebanyak 26 orang 61,9. Lebih banyak responden yang tidak pernah mengalami kecelakaan daripada yang mengalami kecelakaan saat bekerja yaitu sebanyak 29 orang 69,0. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi responden tentang risiko kecelakaan kerja di Departemen Produksi dan Utility sudah baik sebanyak 37 orang 88,1, sedangkan responden yang memiliki persepsi buruk tentang risiko kecelakaan kerja sebanyak 5 orang 11,9. Menurut Robbins 2003, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap persepsi dari sudut pandang karakteristik pribadi pelaku persepsi itu sendiri, salah satunya yaitu pengalaman. Seiring bertambahnya usia, bertambah pula pengalaman seseorang sehingga mempengaruhi persepsinya. Menurut Suma’mur 1987, pengalaman untuk kewaspadaan terhadap kecelakaan bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja di perusahaan dan lamanya bekerja di tempat kerja yang bersangkutan. Bertambahnya pengalaman seorang karyawan dalam pekerjaannya, maka lebih cepat menanggapi tanda – tanda,, Universitas Sumatera Utara artinya tanda – tanda seperti akan terjadi kecelakaan kerja atau dengan kata lain lebih tanggap dalam mengenal risiko-risiko kecelakaan dalam pekerjaannya. Menurut David Krech 1962, dengan memiliki pengetahuan yang baik, maka akan terbentuk persepsi baik pada seorang pekerja. Pengetahuan yang diperoleh pekerja bisa didapat berdasarkan pendidikan, bacaan, maupun pelatihan yang pernah diikuti. Menurut Alex S. Nitisemito, pelatihan merupakan bagian dari kegiatan perusahaan atau organisasi yang bertujuan untuk dapat memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari para karyawannya sesuai dengan keinginan perusahaan yang bersangkutan. Pelatihan dapat meningkatkan pengetahuan seorang pekerja terhadap sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaannya dalam hal ini yaitu tentang keselamatan kerja dan risiko-risiko kecelakaan dalam pekerjaannya. Leathers membuktikan bahwa pengalaman akan membantu seseorang dalam meningkatkan kemampuan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah dihadapi. Apabila pekerja sudah memiliki persepsi yang baik, maka ia mampu mengenal dengan baik risiko-risiko, faktor penyebab, serta cara pencegahan kecelakaan dalam pekerjaannya, sehingga ia dapat bekerja dengan aman dan terhindar dari kejadian kecelakaan kerja. Universitas Sumatera Utara

5.2 Persepsi Responden tentang Risiko Kecelakaan Kerja