4.3 KARAKTERISASI SELULOSA MIKROKRISTAL
4.3.1 Analisis Fourier Transform Infrared FTIR
Hasil FTIR dapat dilihat pada Gambar 4.2 di bawah ini.
Gambar 4.2 Hasil FTIR a Selulosa TKKS, bα- Selulosa, c Selulosa
Mikrokristal pada 2,5 N 75 °C
Dari Gambar 4.2b dan c dapat diketahui bahwa spektrum untuk α-
selulosa dan selulosa mikrokristal tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok.Hal ini disebabkan karena keduanya berasal dari selulosa.Analisis
gugus fungsi dengan FTIR diperoleh bahwa serapan gugus fungsi OH pada selulosa mikrokristal mengalami penurunan panjang gelombangatau puncak
serapan menjadi semakin kurang tajam 3340 cm
-1
jika dibandingkan dengan serapan gugus fungsi OH pada selulosa TKKS3446 cm
-1
dan α- selulosa 3363
cm
-1
. Ini membuktikan bahwa selulosa mikrokristal telah berbentuk kristalbila dibandingkan dengan selulosa dan
α-selulosa. Berkurangnya ikatan hidrogen disebabkan karena pada saat proses hidrolisis oleh asam, OH akan berikatan
dengan ion asam dimana asam dan air menghidrolisis bagian amorf pada makrofibril sehingga menyebabkan makrofibril berubah menjadi mikrofibril [29].
Regangan CH
2
dari kelompok metoksil aromatik yang terdapat dalam selulosa mikrokristal jika dibandingkan dengan
α-selulosa mengalami peningkatan
Universitas Sumatera Utara
absorbansi 2897cm
-1
dari sebelumnya 2892 cm
-1
. Hal ini dapat dikaitkan dengan semakin berkurangnya serapan bilangan OH menunjukkan bagian amorf pada saat
proses hidrolisis oleh asam, lepas dan OH akan berikatan dengan ion asam sedangkan CH akan berubah menjadi CH
2
[9].Serta juga terjadi regangan serapan pada daerah bilangan gelombang 1064 cm
-1
menunjukkan adanya gugus C-O.
4.3.2 Pengujian X-Ray Diffraction XRD
Untuk mengetahui terjadinya perubahan pada setiap tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi
α-selulosa dan selulosa mikrokristal dan menyimpulkan bahwa selulosa mikrokristal memang berbentuk kristal dapat
dilihat dari hasil XRD pada Gambar 4.3 berikut ini
Gambar 4.3 hasil XRD a selulosa TKKS, bα- selulosa,
c selulosa mikrokristal pada 2 N 70°C, d selulosa mikrokristal pada 2,5 N 75
°C
Dari gambar XRD dapat dilihat bahwa pada Gambar 4.3a selulosabelum terbentuk puncak yang dapat menunjukkan adanya fase kristal. Puncak yang
terlihat pada gambar cenderung lebih rendah bahkan hampir terlihat rata daripada
I
2 θ
Universitas Sumatera Utara
puncak yang terdapat pada Gambar 4.3b α-selulosa. Hal ini disebabkan karena
selulosa masih banyak mengandung fase amorf. Sedangkan pada Gambar 4.3b, mulai terbentuk dua puncak yang menunjukkan bahwa mulai terbentuknya fase
kristal. Sementara itu, pada Gambar 4.3c dan d, diperoleh tiga puncak yang diantaranya terdapat dua puncak yang lebih tajam. Pada Gambar 4.3d selulosa
mikrokristal pada HCl 2,5 N 75 °C terdapat tiga puncak yaitu berada padasudut
2 θ 12°, 20° dan 22°. Hal ini menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal memang
berbentuk kristal dengan ditandai dua puncak maksimum yangrelatif lebihtajam yaitu berada pada sudut 2
θ 20° dan 22° jika dibandingkan dengan Gambar 4.3c selulosa mikrokristal pada HCl 2 N 70
°C. Hal ini membuktikan bahwa masih terdapat sebagian fase amorf pada
α-selulosa yang disebabkan karena asam yang menghidrolisis bagian amorf pada selulosa hanya sebagian saja yang terpenetrasi
ke dalam molekul selulosa.Dari hasil XRD diperoleh indeks kristalinitas selulosa mikrokristal pada konsentrasi HCl 2,5 N 75
°C sebesar 72,9. Perhitungan indeks kristalinitas selulosa mikrokristal dapat dilihat pada Lampiran L2.5.
4.3.3 Identifikasi Morfologi SEM Selulosa Mikrokristal