puncak yang terdapat pada Gambar 4.3b α-selulosa. Hal ini disebabkan karena
selulosa masih banyak mengandung fase amorf. Sedangkan pada Gambar 4.3b, mulai terbentuk dua puncak yang menunjukkan bahwa mulai terbentuknya fase
kristal. Sementara itu, pada Gambar 4.3c dan d, diperoleh tiga puncak yang diantaranya terdapat dua puncak yang lebih tajam. Pada Gambar 4.3d selulosa
mikrokristal pada HCl 2,5 N 75 °C terdapat tiga puncak yaitu berada padasudut
2 θ 12°, 20° dan 22°. Hal ini menunjukkan bahwa selulosa mikrokristal memang
berbentuk kristal dengan ditandai dua puncak maksimum yangrelatif lebihtajam yaitu berada pada sudut 2
θ 20° dan 22° jika dibandingkan dengan Gambar 4.3c selulosa mikrokristal pada HCl 2 N 70
°C. Hal ini membuktikan bahwa masih terdapat sebagian fase amorf pada
α-selulosa yang disebabkan karena asam yang menghidrolisis bagian amorf pada selulosa hanya sebagian saja yang terpenetrasi
ke dalam molekul selulosa.Dari hasil XRD diperoleh indeks kristalinitas selulosa mikrokristal pada konsentrasi HCl 2,5 N 75
°C sebesar 72,9. Perhitungan indeks kristalinitas selulosa mikrokristal dapat dilihat pada Lampiran L2.5.
4.3.3 Identifikasi Morfologi SEM Selulosa Mikrokristal
Untuk mengetahui terjadinya perubahan morfologi pada setiap tahapan proses hidrolisis dari selulosa menjadi
α-selulosa dan selulosa mikrokristaldapat dilihat dari hasil foto SEM pada Gambar 4.4 dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
a b
c d
Gambar 4.2 SEM dengan perbesaran 500 X a selulosa TKS,
bα- selulosa,c selulosa mikrokristal pada HCl 2,5 N 75 °C, d selulosa mikrokristal pada HCl 2 N 70 °C
Pada Gambar 4.4a terlihat morfologi selulosa TKKS berupa makrofibril dengan permukaannya yang masih kasar berbentuk seperti serabut, sedangkan
pada Gambar 4.4b terlihat perubahan morfologi α-selulosa setelah dilarutkan
dengan 1 L NaOH 17,5 menunjukkan perubahan ukuran serat menjadi lebih halus bentuk ukurannya menjadi lebih kecil dan hampir seragam. Hal ini
disebabkan NaOH 17,5 telah memisahkan α-selulosa dari lignin dan
hemiselulosa. Selanjutnya perubahan morfologi terus terjadi setelah penggunaan HCl pada hidrolisis
α-selulosa yang mengakibatkan sebagian besar bagian amorf pada
α-selulosa larut dan menyisakan bagian kristal, hal ini ditunjukkan pada Gambar 4.4c dimana ukuran mikrofibril dari
α-selulosa menjadi selulosa mikrokristal menjadi semakin lebih halus. Sedangkan pada Gambar 4.4d sebagai
pembanding dari selulosa mikrokristal lain yang dihasilkan dalam penelitian ini
Universitas Sumatera Utara
yaitu selulosa mikrokristal pada HCl 2 N 70 °C terlihat bahwa masih terdapat α-
selulosa yang belum sempurna mengalami proses hidrolisis asam. Molekul selulosa merupakan makrofibril dari glukosa yang terikat satu
dengan lainnya membentuk rantai polimer yang sangat panjang, adanya lignin serta hemiselulosa di sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk
menghidrolisis selulosa [9]. Hidrolisis selulosa pada umumnya dengan menggunakan asam kuat seperti HCl. Asam kuat dapat menghilangkan bagian
amorf dari suatu rantai selulosa sehingga isolasi pada bagian kristal selulosa dapat dilakukan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN