Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA

DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis

Jack) TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT

DENGAN TEKNIK PENCELUPAN

SKRIPSI

YESTI YULIANA

110802010

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA

DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis

Jack) TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT

DENGAN TEKNIK PENCELUPAN

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

YESTI YULIANA

110802010

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(3)

PERSETUJUAN

Judul : Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari

Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis

Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit

Dengan Teknik Pencelupan

Kategori : Skripsi

Nama : Yesti Yuliana

Nomor Induk Mahasiswa : 110802010

Program Studi : Sarjana (S-1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, April 2015

Komisi Pembimbing:

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Saharman Gea, Ph.D

NIP. 197405051999032001 NIP. 196811101999031001

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr. Rumondang Bulan, MS. NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)

TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan-ringkasan masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, April 2015

YESTI YULIANA 110802010


(5)

PENGHARGAAN

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji dan syukur diucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia – Nya, serta salawat beriring salam kepada Baginda Rasulullah SAW sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sehingga selesainya penulisan skripsi ini sesuai waktu yang direncanakan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin memberikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang tulus kepada Ayahanda Kamil dan Ibunda Asdinar yang dengan doa dan kerja kerasnya telah ikhlas membesarkan, membiayai, dan mendidik penulis agar dapat menjadi manusia yang berguna bagi bangsa, agama dan negara. Abang Novri Yandi, dan adik Dasrel Effendi yang selalu memberikan semangat dan bantuan moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Bapak Saharman Gea, Ph.D sebagai dosen pembimbing I dan Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan pengarahan dan bimbingan hingga selesainya skripsi ini. Ibu Dr. Rumondang Bulan Nasution, M. S, dan Bapak Drs. Albert Pasaribu, M. Sc selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU.

Sahabat-sahabat terbaikku yang selalu memberikan semangat dan doanya. Untuk teman-teman seperjuangan Stambuk 2011 yang namanya tidak bisa disebut satu persatu, untuk kakak dan abang Stambuk 2008-2010,dan untuk adik-adik 2012-2014. Terkhusus untuk yang selalu setia memberikan semangat serta mendoakan penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah SWT akan membalasnya.


(6)

PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)

TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan nanokristal selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) pada pembuatan karet nanokomposit dengan teknik pencelupan. Penelitian ini dilakukan melalui

tiga tahapan, yaitu proses isolasi α-selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit, proses isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa dengan hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84 % pada suhu 45˚C selama 25 menit, dan proses

pembuatan karet nanokomposit. Analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa menggunakan Fourier Transform Infra-Red.Analisis ukuran nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron

Microscopy.Karet nanokomposit yang diperoleh diuji kekuatan tarik.Analisis

morfologi campuran menggunakan SEM, dan penentuan nilai swelling

indeks.Dari data FTIR α-selulosa dan nanokristal selulosa menunjukkan puncak serapan gugus O-H pada 3300-3448 cmˉ¹, dan gugus C-O pada 1050-1400 cmˉ¹ yang merupakan ciri khas molekul selulosa.Dari data TEM menunjukkan bahwa nanokristal selulosa yang diperoleh memiliki ukuran diameter berkisar 47,46nm. Kekuatan tarik dan morfologi campuran optimum diperoleh pada komposisi penambahan nanokristal selulosa 2 g dengan kekuatan tarik yaitu 5,249 MPa dan permukaan yang lebih rata dan homogen.Hasil ujiswelling menunjukkan bahwa penambahan pengisi nanokristal selulosa menyebabkan turunnya nilai swelling dimana swelling indeks yang paling rendah terdapat pada penambahan nanokristal selulosa 5 g yaitu 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan tarikdengan penambahan nanokristal selulosasampai 2 g, namun kekuatan tarik mengalami penurunan dengan penambahan nanokristal selulosa 3-5 g. Sedangkan nilai swelling indeks mengalami penurunan.


(7)

EFFECT OF IMPROVING NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM PALM EMPTY FRUIT BUNCHES (Elaeis Guineensis Jack) FOR PRODUCT OF

RUBBER NANOCOMPOSITE WITH DIPPING TECHNIQUE` ABSTRACT

Research on the effect of improving film nanocrystal cellulose from palm empty fruit bunches (Elaeis Guineensis Jack) for making nanocomposite rubber with dipping technique have been done. This research was carried out in three steps :

i.e isolation of α-cellulose from palm empty fruit bunches, isolation of

nanocrystal cellulose from α-cellulose wih hydrolysis process using H₂SO₄ 48,84 % at 45˚C for 25 minutes, nanocomposite rub ber preparation processes.

Functional groups analysis of α-cellulose and nanocrystal cellulose using Fourier

Transform Infra-Red. Size analysis using Transmission Electron Microscopy.The

nanocomposite rubber which got tested tensile strength. Morphological analysis using SEM, and value swelling index decided. From FTIR data α-cellulose and nanocrystal cellulose showed the absorption peak of the O-H group at 3350-3417 cmˉ¹, the C-H group at 2890-2945 cmˉ¹, and the C-O group at 1055-1083 cmˉ¹ which are the characteristic of cellulose molecules. From TEM data showed that nanocrystal cellulose have diameter of 47,46nm. The optimum results of tensile strength and morphological analysis indicate that the addition of nanocrystal cellulose at mass 2 gram with tensile strength of 5,249 MPa and surface is flatter and homogen. Result of swelling test show addition of nanocrystal cellulose filler can decreasing the swelling index of product while lowest swelling index is 2,02on product containing 5 g f nanocrystal cellulose. The case showed that the addition of nanocrystal cellulose as filler can improve the morphology and tensile strength of nanocomposite rubber until 2 gram, but tensile strength was descended with improving nanocrystal cellulose 3-5 g. Value swelling indexwas descended.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

Daftar Lampiran xi

Daftar Singkatan xii

Bab1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 4

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Lokasi Penelitian 5

1.7 Metodologi Penelitian 5

Bab2 Tinjauan Pustaka

2.1 Lateks Alam 7

2.1.1 Tanaman Karet Alam 7

2.1.2 Cara Memperoleh Lateks Pekat 7

2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 11

2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit 11

2.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 11

2.3 Selulosa 12

2.4 Nanokristal Selulosa 14

2.5 Nanokomposit 14

2.6 Bahan-Bahan Penyusun Kompon Karet 15

2.7 Pravulkanisasi Lateks Pekat 16

2.8 Vulkanisasi 17

2.9 Proses Pencelupan 18

2.10 Karakterisasi Produk 19

2.10.1 Fourier Transform Infrared 19

2.10.2 Transmission Electron Microscopy 19

2.10.3 Kekuatan Tarik dan Kemuluran 20

2.10.4 Morfologi Permukaan 21

2.10.5 Swelling Indeks 21


(9)

Bab3Metode Penelitian

3.1 Alat-Alat 23

3.2 Bahan-Bahan 24

3.3 Prosedur Penelitian 24

3.3.1 Pembuatan Pereaksi 24

3.3.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari TKKS 26

3.3.3 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 27

3.3.4 Karakterisasi 30

3.3.4.1 Uji Kekuatan Tarik dan Kemuluran 30

3.3.4.2 Uji Morfologi Permukaan Dengan SEM 30

3.3.4.3 ProsesSwelling Indeks 30

3.4 Bagan Penelitian 31

3.4.1 Preparasi Sampel TKKS 31

3.4.2 Isolasi α-Selulosa Dari TKKS 32

3.4.3 Isolasi Nanokristal Selulosa Dari α-Selulosa TKKS 33

3.4.4 Proses Pembersihan Plat Pencetak 33

3.4.5 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 34

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

4.1 Hasil Penelitian 35

4.1.1 Hasil Isolasi α-selulosa dari TKKS 35

4.1.2 Hasil Isolasi Nanokristal selulosa dari α-Selulosa 36 4.1.3 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FTIR 36 4.1.4 Hasil Analisis Nanokristal Menggunakan TEM 37 4.1.5 Hasil Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 38 4.1.6 Hasil Analisis Sifat Mekanik Mengunakan Uji Tarik 39 4.1.7 Hasil Analisis Morfologi Karet Nanokompoit

Menggunakan SEM 40

4.2 Pembahasan 41

4.2.1 Isolasi a-Selulosa dari TKKS 41

4.2.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dariα-Selulosa 42 4.2.3 Analisa Gugus Fungsi Dengan Menggunakan FTIR 43

4.2.4 Analisa Morfologi Dengan TEM 43

4.2.5 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 43

4.2.6 Analisis Sifat Mekanik Menggunakan Uji Tarik 44

4.2.7 Analisis Morfologi Karet Nanokomposit 45

4.2.8 Uji Swelling Indeks 45

4.2.9 Jumlah Padatan Total 46

Bab 5 Kesimpulan Dan Saran

5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

Daftar Pustaka 49


(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel

2.1 Komposisi Lateks 10

2.2 Komposisi Kimia TKKS 12

3.1 Formulasi Kompon dengan Variasi NCC 28

4.1 Bilangan gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi pada α-Selulosa

dan Nanokristal Selulosa 36 4.2 Kekuatan Tarik, Modulus Young, dan Regangan dari Lateks

Pekat dan Nanokomposit Lateks Pekat/Nanokristal Selulosa 39 4.3 Data Swelling Indeks Karet Nanokomposit Berpengisi NCC 45 4.4 Data Jumlah Padatan Total Kompon Lateks 46


(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar

2.1 Struktur cis-1,4 polisoprena 8

2.2 Struktur Kimia Selulosa 12

2.3 Reaksi Vulkanisasi Karet Alam 18

4.1 α- Selulosa yang Diisolasi dari TTKS 35

4.2 Serbuk Nanokristal selulosa 36

4.3 Spektrum FTIR α-Selulosa dan Nanokristal Selulosa 37 4.4 Hasil Analisa morfologi Nanokristal Selulosa 38

Menggunakan TEM

4.5 Lembaran Karet Nanokomposit 39

4.6 Analisa SEM dari a) morfologi lateks pekat tanpa bahan pengisi 40 b) morfologi karet nanokomposit (NCC 2 g)

4.7 Reaksi Hidrolisis α-Selulosa dengan H₂SO₄ 42 4.8 Grafik Hubungan Berat NCC dengan Kekuatan Uji Tarik 44


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

1. Serbuk TKKS 53

2. Proses Isolasi α-Selulosa 53

3. Proses Isolasi Nanokristal Selulosa 54

4. Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 54

5. Spektrum FTIR α-selulosa 55

6. Spektrum FTIR Nanokristal Selulosa 56

7. Hasil Analisis Morfologi Menggunakan TEM 57

8. Perhitungan Diameter NCC 57

9. Tabel Spesifikasi Mutu Lateks Pekat 58


(13)

DAFTAR SINGKATAN

TKKS = Tandan Kosong Kelapa Sawit NCC = Nanocrystal Cellulose

FTIR = Fourier Transform Infrared

TEM = Transmission Electron Microscopy SEM = Scanning Electron Microscopy TSC = Total Solid Content

KKK = Kadar Karet Kering MPa = Mega Pascal

ZDBC = Zinc dibutyl dithio carbamate ZDEC = Zinc dietyl dithio carbamate TMTD = Tetramethylthiuram disulfide MBTS = 2,2-mercaptodithiobenzothiazole MBT = 2-mercaptobenzothiazole

ISO = International Standart Organization

ASTM = American Society for Testing and Materials CBS = N- cyclohexylbenzothiazole

ZnO = Zinc Oxide


(14)

PENGARUH PENAMBAHAN NANOKRISTAL SELULOSA DARI TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT (Elaeis Guineensis Jack)

TERHADAP PRODUK KARET NANOKOMPOSIT DENGAN TEKNIK PENCELUPAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh penambahan nanokristal selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit (Elaeis Guineensis Jack) pada pembuatan karet nanokomposit dengan teknik pencelupan. Penelitian ini dilakukan melalui

tiga tahapan, yaitu proses isolasi α-selulosa dari serbuk tandan kosong kelapa sawit, proses isolasi nanokristal selulosa dari α-selulosa dengan hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84 % pada suhu 45˚C selama 25 menit, dan proses

pembuatan karet nanokomposit. Analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa menggunakan Fourier Transform Infra-Red.Analisis ukuran nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan Transmission Electron

Microscopy.Karet nanokomposit yang diperoleh diuji kekuatan tarik.Analisis

morfologi campuran menggunakan SEM, dan penentuan nilai swelling

indeks.Dari data FTIR α-selulosa dan nanokristal selulosa menunjukkan puncak serapan gugus O-H pada 3300-3448 cmˉ¹, dan gugus C-O pada 1050-1400 cmˉ¹ yang merupakan ciri khas molekul selulosa.Dari data TEM menunjukkan bahwa nanokristal selulosa yang diperoleh memiliki ukuran diameter berkisar 47,46nm. Kekuatan tarik dan morfologi campuran optimum diperoleh pada komposisi penambahan nanokristal selulosa 2 g dengan kekuatan tarik yaitu 5,249 MPa dan permukaan yang lebih rata dan homogen.Hasil ujiswelling menunjukkan bahwa penambahan pengisi nanokristal selulosa menyebabkan turunnya nilai swelling dimana swelling indeks yang paling rendah terdapat pada penambahan nanokristal selulosa 5 g yaitu 2,02. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kekuatan tarikdengan penambahan nanokristal selulosasampai 2 g, namun kekuatan tarik mengalami penurunan dengan penambahan nanokristal selulosa 3-5 g. Sedangkan nilai swelling indeks mengalami penurunan.


(15)

EFFECT OF IMPROVING NANOCRYSTAL CELLULOSE FROM PALM EMPTY FRUIT BUNCHES (Elaeis Guineensis Jack) FOR PRODUCT OF

RUBBER NANOCOMPOSITE WITH DIPPING TECHNIQUE` ABSTRACT

Research on the effect of improving film nanocrystal cellulose from palm empty fruit bunches (Elaeis Guineensis Jack) for making nanocomposite rubber with dipping technique have been done. This research was carried out in three steps :

i.e isolation of α-cellulose from palm empty fruit bunches, isolation of

nanocrystal cellulose from α-cellulose wih hydrolysis process using H₂SO₄ 48,84 % at 45˚C for 25 minutes, nanocomposite rub ber preparation processes.

Functional groups analysis of α-cellulose and nanocrystal cellulose using Fourier

Transform Infra-Red. Size analysis using Transmission Electron Microscopy.The

nanocomposite rubber which got tested tensile strength. Morphological analysis using SEM, and value swelling index decided. From FTIR data α-cellulose and nanocrystal cellulose showed the absorption peak of the O-H group at 3350-3417 cmˉ¹, the C-H group at 2890-2945 cmˉ¹, and the C-O group at 1055-1083 cmˉ¹ which are the characteristic of cellulose molecules. From TEM data showed that nanocrystal cellulose have diameter of 47,46nm. The optimum results of tensile strength and morphological analysis indicate that the addition of nanocrystal cellulose at mass 2 gram with tensile strength of 5,249 MPa and surface is flatter and homogen. Result of swelling test show addition of nanocrystal cellulose filler can decreasing the swelling index of product while lowest swelling index is 2,02on product containing 5 g f nanocrystal cellulose. The case showed that the addition of nanocrystal cellulose as filler can improve the morphology and tensile strength of nanocomposite rubber until 2 gram, but tensile strength was descended with improving nanocrystal cellulose 3-5 g. Value swelling indexwas descended.


(16)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkebunan besar karet baru dimulai di Sumatera pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906. Sejak saat itulah perkebunan karet mengalami perluasan yang cepat. Dewasa ini, luas areal tanaman karetmencapai 3,04 juta hektar, di mana 83,4% (2,54 juta hektar) adalah karet rakyat. Oleh karena itu, selain sebagai sumber devisa, karet rakyat juga memiliki arti sosial yang sangat penting karena mendukunglebih dari 10 juta jiwa keluarga petani yang mengusahakan komoditas ini (Setyamidjaja, 1993).

Karet alam merupakan salah satu komoditi pertanian yang penting baik untuk lingkup internasional dan terutama di Indonesia. Namun, penggunaan lateks masih terbatas. Hal ini disebabkan karena karet alam tidak tahan terhadap zat kimia(Zuhra, 2006).Namun kekurangan ini dapat diatasi dalam teknologi karet.Pada awal pengolahannya karet alam biasanya mengalami proses komponding. Karet alam dicampur dengan bahan-bahan kimia aditif seperti bahan pemvulkanisasi, akselerator, bahan penggiat, antioksidan, dan bahan pengisi.Penambahan bahan-bahan ini bertujuan untuk meningkatkan sitaf-sifat tertentu pada karet (Surya, 2006).

Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis) termasuk produk yang banyak diminati oleh investor karena nilai ekonominya cukup tinggi. Para investor menanam modalnya untuk membangun perkebunan dan pabrik pengolahan kelapa sawit. Pada tahun 1990-an luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta ha yang tersebar di berbagai sentra produksi seperti, Sumatera Utara yangmerupakan sentra produksi terbesar mencapai 2.951.537 ton/ha pada tahun 2009 (Yan, 2012).


(17)

Laju perkembangan industri kelapa sawit yang semakin pesat membutuhkan perhatian yang besar terutama dampaknya terhadap kelestarian lingkungan sekitarnya (Widhiastuti, 2001). Selama pengolahan kelapa sawit menjadi minyak sawit, 1 ton TBS akan menghasilkan minyak sawit sebesar 0,21 ton dan inti sawit 0,05 ton, sisanya merupakan limbah padat seperti TKKS, sabut, dan cangkang biji (Darnoko, 1992).

TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit. Jumlah TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan. Namun hingga saat ini, pemanfaatan TKKS belum dilakukan secara optimal (Hambali, 2008). Komponen terbesar dalam limbah padat TKKS adalah selulosa 40%, hemiselulosa 24%, lignin 21%. Ketiga komponen tersebut dapat dikonversikan menjadi berbagai bahan kimia, material, dan produk bernilai (Herawan, 2013).

Selulosa (C6H10O5)n adalah polisakarida yang merupakan pembentuk sel-sel kayu hampir 50%. Kertas saring dan kapas hampir merupakan sel-selulosa yang murni.Berat molekul selulosa kira-kira 300.000 (Sastrohamidjojo, 2009).

Nanokristal selulosa adalah suatu material yang dapat diperbarui dalam banyak aplikasi berbeda, seperti dalam bidang kimia, makanan, farmasi, dan lain-lain. Karena memiliki dimensi skala nanometer dan sifat intrinsik fisikokimia maka nanokristal selulosa dapat digunakan sebagai agen penguat yang memberikan sifat yang baik untuk nanokomposit (Peng, 2011).

Nanokomposit merupakan bidang baru di Indonesia bahkan di dunia sekalipun, apalagi nanokomposit yang seluruhnya terbuat dari bahan terbaharukan. Dikatakan nanokomposit karena salah satu komponen yang digunakan memiliki ukuran berkisar 1-100 nm. Pemanfaatan teknologi bionanokomposit dengan menggunakan bahan baku dari sumber hayati seperti selulosa dan biopolimer menjadi bidang baru yang sangat prospektif untuk dikembangkan di Indonesia.Penggunaan bionanokomposit untuk keperluan industri otomotif, elektronik,dan rumah tangga diharapkan mampu menjadi solusi


(18)

ketergantungan terhadap minyak bumi sebagai bahan baku pengganti produk plastik yang ketersediaannya terus menurun dengan harga yang relatif meningkat. Produk bionanokomposit mempunyai sifat yang biodegradable sehingga dalam penggunaannya dapat mengurangi beban pencemaran lingkungan akibat limbah plastik konvensional yang sulit terdegradasi secara biologis dan dapat menggunakan bahan yang terbarukan seperti nata decoco, limbah biomassa yang mengandung lignoselulosa yang sangat melimpah di Indonesia (Subiyanto, 2010).

Aulia (2013) telah mengisolasi nanokristal selulosa dari tandan kosong kelapa sawit dengan diameter 79 nm dengan menggunakan TEM.Dari analisa degradasi termal menggunakan TGA menunjukkan bahwa nanokristal selulosa terdegradasi pada suhu 160oC. Silverio et, al. (2012) telah mengekstraksi nanokristal selulosa dari tongkol jagung. Karakterisasi nanokristal selulosa meliputi kristalitas (83,7%), morfologi (44,2 nm ± 1,08 nm), dan stabilitas termal (185oC) memberikan hasil bahwa nanokristal selulosa mempunyai potensi yang sangat baik untuk digunakan sebagai penguat nanokomposit.

Dari uraian diatas, penulis bermaksud mengisolasi nanokristal selulosa yang berasal dari TKKS, dimana nanokristal selulosa tersebut dijadikan bahan pengisi pada pembuatan karet nanokompositdengan metode pencelupan yang akan diuji ketahanan dan morfologi melalui uji tarik,SEM, dan swelling indeks.


(19)

1.2 Permasalahan

Pada penelitian ini yang menjadi masalah adalah: 1. Bagaimana cara mengisolasiα-selulosa dari TKKS.

2. Bagaimana hasil isolasi nanokristal selulosa yang diperoleh dengan metoda hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84%.

3. Adakahpengaruh penambahan nanokristal selulosa terhadap kekuatan tarik, morfologi permukaan dan swelling indeksproduk karet nanokomposit dengan teknik pencelupan.

1.3 Pembatasan Masalah

Penelitian ini mengambil batasan-batasan sebagai berikut:

1. Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) yang digunakan berasal dari limbah PT.PP London Sumatera Indonesia tbk Desa Naga Timbul, Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang.

2. Isolasi nanokristal selulosa dari α-Selulosa dilakukan melalui hidrolisis asam dengan menggunakanH2SO4 48,84%.

3. Pencetakan film dengan menggunakan metode pencelupan dengan variasi berat nanokristal selulosa sebanyak 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 gram.

4. Karakterisasi film karet nanokomposit meliputi, analisis morfologi permukaan dengan SEM, analisis ketahanan tarik, dan Swelling indeks.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan:

1. Untuk mengetahuicara isolasi α-selulosadari TKKS.

2. Untuk mengetahui hasil isolasi nanokristal selulosa yang diperoleh dengan metoda hidrolisis menggunakan H₂SO₄ 48,84%.

3. Untuk mengetahui pengaruh penambahan nanokristal selulosa terhadap kekuatan tarik, morfologi permukaan, dan swelling indeksproduk karet nanokomposit dengan teknik pencelupan.


(20)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bahan pengisi pada nanokomposit sehingga menghasilkan karet nanokomposit yang memiliki sifat kimia dan mekanik yang lebih baik. Bahan pengisi yang digunakan berupa

nanokristal selulosa yang diisolasi dari α-selulosa yang berasal dari limbah TKKS.TKKS sampai sekarang masih merupakan limbah padat yang belum banyak dimanfaatkan sehingga menghasilkan nanokomposit yang merupakan material yang menjanjikan di masa mendatang.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu Dasar FMIPA USU Medan, Laboratorium Sentral Departemen Biologi FMIPA USU Medan, Laboratorium Farmasi USU Medan, PT. Industri Karet Nusantara Tanjung Morawa, Laboratorium Polimer Departemen Teknik Kimia USU, Pusat Laboratorium Forensik Mabes Polri (PUSLAPOR) Jakarta.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini berupa eksperimen laboratorium. Ada beberapa tahapan penelitian yaitu:

1. Tahap pertama adalah penyiapan Tandan Kosong Kelapa Sawit yang kemudian diisolasi untukmendapatkan α-Selulosa. Karaterisasi yang digunakan yaitu analisis dengan menggunakan FT-IR.

Variabel-variabel yang digunakan adalah:

- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit)

- Volume (mL) - Berat serbuk TKKS (g) - Variabel terikat: - Spektrum inframerah


(21)

2. Tahap kedua adalah isolasi nanokristal selulosa melalui hidrolisis dengan menggunakan H2SO448,84 % dan dengan menggunakan sentrifugator untuk menghilangkan bagian amorf dan sisa-sisa asam, sehingga diperoleh bentuk kristalnya. Karakterisasi yang dilakukan adalah analisis dengan menggunakan FTIR dan TEM.

Variabel-variabel yang digunakan adalah:

- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit) - Konsentrasi H₂SO₄ (%)

- Variabel terikat: - Analisis ukuran partikel menggunakan TEM (nm) - Spektrum inframerah

3. Tahap ketiga yaitu, pembuatan lembaran nanokomposit berbasis lateks dengan bahan pengisi nanokristal selulosa yaitu dengan cara membuat kompon untuk proses pravulkanisasi pada suhu 70˚C yang berupa campuran (lateks HA 60%, KOH 10%, sulfur 50%, nanokristal selulosa, wingstay 50%,ZnO 50% dan ZDBC 50%), yang disebut dengan formulasi lateks yang kemudian ditentukan tahap pematangan. Selanjutnya pembuatan lembaran nanokomposit dengan metode pencelupan yaitu dengan mencelupkan plat baja yang digunakan sebagai pencetak ke dalam kompon yang telah mengalami maturasi selama 24 jam dan vulkanisasi.Karakterisasi yang digunakan adalah analisis morfologi menggunakan SEM, uji tarik dan penentuan nilai swelling index.

Variabel-variabel yang digunakan adalah:

- Variabel tetap: - Suhu (˚C) - Waktu (menit) - Berat bahan (g)

- Variabel bebas: - Berat nanokristal selulosa (g) - Variabel terikat: - Analisis morfologi dengan SEM

- Uji kekuatan tarik


(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks Alam

2.1.1 Tanaman Karet Alam

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar.Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi dan juga mengandung getah yang dikenal dengan Lateks. Dalam dunia tumbuh-tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut :

Devisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea Brasiliensis

Karet alam adalah polimer isoprene (C5H8) yang mempunyai bobot

molekul yang besar dengan struktur kimia yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Karet Hevea yang diperoleh dari pohon Hevea Brasiliensis adalah bentuk alamiah dari 1,4–polisoprena. Lebih dari 90% cis –1,4 polisoprena digunakan dalam industri karet Hevea (Tarachiwin dkk., 2005).


(23)

mbar 2.1 Struktur cis-1,4 polisoprena (Tarachiwin dkk., 2005)

Karet alam (Hevea Brasiliensis) merupakan tanaman yang tumbuh subur di daerah iklim tropis, menghasilkan lateks sebagai bahan baku yang dapat diolah lebih lanjut untuk menghasilkan produk dalam berbagai jenis. Tahapan pengolahan selanjutnya dengan penambahan senyawa filler dan proses vulkanisasi untuk meningkatkan elastisitas dan ketahanan terhadap suhu sehingga dapat menghasilkan produk olahan yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi (Fachry, 2012).

2.1.2 Cara Memperoleh Lateks Pekat

Lateks kebun umumnya mengandung kadar karet kering (KKK) antara 25–35%. Lateks ini belum dapat dipasarkan karena masih terlalu encer dan belum sesuai untuk digunakan sebagai bahan industri karet pada umumnya. Dengan demikian, lateks perlu dipekatkan terlebih dahulu hingga memiliki kadar karet kering 60% atau lebih. Lateks dengan KKK 60% ini disebut dengan lateks pekat (concentrated latex).

Proses pembuatan lateks pekat secara garis besar dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu: pemusingan (centrifuging), pendadihan (creaming), dan penguapan (evaporating).Akan tetapi cara yang disebut terakhir ini tidak banyak dilakukan.

1. Pengolahan lateks dengan pusingan (centrifuging)

Pada umumnya pengolahan lateks pekat dengan cara pemusingan ditujukan untuk memproduksi lateks pekat amonia tinggi (HA-centrifuge).


(24)

a. Penerimaan lateks kebun

Lateks dari kebun harus dijaga kebersihannya dengan selalu menggunakan peralatan yang bersih. Lateks diterima dalam bak penerimaan melalui saringan 80 mesh. Kemudian ditentukan KKK dan kadar VFA-nya. Ke dalam lateks ditambahkan 2-3 gram ammonia per liter lateks, kemudian diaduk.

b. Pemusingan

Lateks dialirkan ke dalam alat pusingan (centrifuge) yang berputar dengan kecepatan 6000-7000 rpm, dipisahkan menjadi dua bagian yaitu lateks pekat dan serum. Lateks pekat hasil pemusingan yang mengalir menuju tangki percampur dibubuhi bahan pemantap. Bahan ini umumnya berupa larutan 10-20% NH4-laurat dengan dosis 0,05% untuk meningkatkan kemantapan lateks pekat. Selanjutnya lateks pekat ditambahkan dengan NH3 sehingga kadar NH3 dalam lateks menjadi 0,7% atau lebih.

c. Penyimpanan lateks pekat

Lateks pekat hasil pemusingan meskipun telah ditambah dengan bahan pemantap, masih belum siap dipasarkan. Lateks pekat masih perlu disimpan selama 3 minggu atau lebih, agar bahan pemantap berfungsi efektif. Selama pemeraman perlu diaduk agar tidak terjadi penggumpalan. d. Pengemasan

Pada prinsipnya pengemasan lateks pekat harus dilakukan dalam wadah yang sesuai, bersih, kering, dan tertutup rapat serta disimpan pada tempat yang sejuk demi menjaga mutu lateks tidak cepat menurun.

2. Pengolahan lateks dadih (creaming)

Metode pemekatan lateks ini menggunakan bantuan bahan kimia yang berperan sebagai bahan pendadih.

a. Penerimaan lateks

Lateks diterima dalam tangki-tangki melalui saringan yang ditambahkan bahan pengawet NH3 dengan kadar ≥ 0,7%. Untuk mendapatkan hasil pendadihan yang baik sesuai dengan mutu standar diperlukan bahan lateks kebun dengan KKK ≥ 30%.


(25)

b. Pendadihan

Lateks yang telah ditambahkan dengan bahan pengawet dimasukkan ke dalam tangki pendadihan. Kemudian ditambahkan dengan bahan pendadih yaitu 140 cc larutan tepung konyaku 1% atau 60 cc larutan ammonium alginat 1% untuk tiap liter lateks, diaduk dengan kecepatan 200-400 rpm selamam 20-60 menit. Setelah diaduk, kemudian didiamkan selama 3-4 minggu agar partikel-partikel karet berkumpul pada bagian atas dan skim di bagian bawah, dan skim dikeluarkan dan dialirkan ke dalam pengumpul skim. Pendadihan yang baik yaitu menghasilkan skim dengan kadar karet 3-5%.

c. Penyimpanan dan pengemasan

Penyimpanan dan pengemasan lateks dadih sama seperti lateks pusingan (Setyamidjaja, 1993).

Komposisi lateks yang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Komposisi Lateks

Komponen Lateks segar (%) Lateks yang dikeringkan (%)

Kandungan karet Resin

Protein dan fosfoprotein Abu Karbohidrat Air Senyawa anorganik 35,62 1,65 2,03 0,70 0,34 59,15 0,5 88,08 4,10 5,04 0,84 0,84 1,00 0,1-0,5


(26)

2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit 2.2.1 Tanaman Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineesis) berasal dari Afrika. Dalam bahasa Inggris tanaman ini dikenal dengan namaoil palm. Tanaman kelapa sawit memiliki bentuk menyerupai pohon kelapa. Di Indonesia, tanaman kelapa sawit termasuk tanaman pendatang yang mulai dikenal sejak sebelum perang Dunia II (Roosita, 2007).

Sentra utama produksi sawit Indonesia antara lain Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.Potensi areal perkebunan Indonesia masih terbuka luas untuk tanaman kelapa sawit.Pengembangan perkebunan tidak hanya diarahkan pada sentra-sentra produksi seperti Sumatera dan Kalimantan, tetapi daerah potensi pengembangan seperti Sulawesi, Jawa, Papua juga terus dilakukan (Yan, 2012).

2.2.2 Tandan Kosong Kelapa Sawit

Limbah industri kelapa sawit adalah limbah yang dihasilkan pada saat proses pengolahan kelapa sawit. Salah satu limbah padat industri adalah TKKS.TKKS merupakan limbah terbesar yang dihasilkan oleh perkebunan kelapa sawit.Jumlah TKKS mencapai 30-35% dari berat TBS setiap pemanenan (Hambali, 2008).Limbah padat TKKS jumlahnya cukup besar yaitu sebesar 6 juta ton yang tercatat pada tahun 2004 (Nuryanto, 2000).

Pemanfaatan TKKS masih sangat terbatas. Kebanyakan limbah TKKS hanya digunakan sebagai pupuk organik dan bahan serat.Melihat komposisi selulosayang cukup besar seperti yang tertera pada Tabel 2.2, maka TKKS sangat potensial untuk dimanfaatkan menjadi bentuk biopolimer(Fauzi, 2012).


(27)

Tabel 2.2 Komposisi Kimiawi TKKS

Komposisi Kadar (%)

Abu 15

Selulosa 40

Hemiselulosa 21

Lignin 24

Sumber : Yan, 2012

2.3 Selulosa

Selulosa adalah polisakarida yang terbentuk dari sisa β-D(+)-glukosa yang

bergabung dalam rantai linear dengan ikatan β-1-4 diantara satuan glukosanya seperti dapat dilihat pada Gambar 2.2. Selulosa merupakan senyawa polimer yang berlimpah di alam dan merupakan senyawa organik yang paling umum (Deman, 1997).

Gambar 2.2 Struktur kimia selulosa (Streitweiser, 1987).

Selulosa berfungsi sebagai bahan struktur dalam jaringan tumbuhan dalam bentuk campuran polimer homolog dan biasanya disertai polisakarida lain seperti lignin dalam jumlah yang beragam. Lignin dapat dihilangkan dengan cara delignifikasi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi delignifikasi yaitu:


(28)

a. Jenis bahan delignifikasi

Bahan-bahan yang dapat digunakan dalam proses delignifikasi yaitu asam phosfat, asam klorida (HCl), asam sulfat, dan yang basa seperti NaOH, natrium sulfit dan natrium sulfat.

b. Waktu delignifikasi

Pada proses delignifikasi waktu berpengaruh pada hasil delignifikasi, biasanya digunakan waktu 1-3 jam.

c. Temperatur delignifikasi

Temperatur operasi mempengaruhi kualitas dari produk delignifikasi yang dihasilkan (Widodo, 2012).

Campuran senyawa lain yang terdapat bersamaan dengan selulosa yaitu hemiselulosa. Hemiselulosa adalah polisakarida kompleks nonselulosa dan nonpati yang terdapat dalam banyak jaringan tumbuhan. Hemiselulosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang tidak larut dalam air, pentosa mengacu kepada polisakarida nonpati yang larut dalam air. Hemiselulosa tidak berperan dalam biosintesis selulosa tetapi dibuat tersendiri dalam tumbuhan sebagai komponen struktur dinding sel. Hemiselulosa dikelompokkan berdasarkan kandungan gulanya. Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan. Gugus hidroksil yang menonjol dari rantai dapat membentuk ikatan hidrogen dengan mudah, mengakibatkan kekristalan dalam batas tertentu (Deman, 1997).

Diketahui bahwa selulosa murni, ketika mengalami hidrolisis, dapat dengan mudah terurai menjadi "mikrokristal selulosa "dengan hampir tidak ada penurunan berat. Turunan selulosa dapat dibuat dengan proses eterifikasi, esterifikasi, ikat silang, atau reaksi grafting-kopolimerisasi.untuk memodifikasi struktur selulosa, ikatan hidrogen harus dihancurkan dengan cara pembengkakan atau pemutusan (Yu, 2009).


(29)

2.4 Nanokristal Selulosa

Definisi umum dari nanopartikel adalah partikel padat dengan ukuran sekitar 10– 100 nm. Metode preparasi sangat mempengaruhi pembentukan nanopartikel, baik itu dalam bentuk nanosphere, atau nanokapsul. Nanopartikel memiliki sifat yang baik karena faktor peningkatan luas permukaan dan efek kuantum yang dapat meningkatkan reaktivitas, kekuatan, dan sifat listrik.Parameter utama dari nanopartikel adalah bentuknya, ukuran dan morfologi struktur dari substansi (Liufu, 2004).

Nanokristal selulosa adalah nanopartikel kristalin terbuat dari selulosa biasanya mempunyai lebar 2-6 nm dan panjang ratusan nanometer. Nanokristal selulosa dapat diproduksi dengan menghidrolisis bagian yang amorf dari daerah selulosa dan meninggalkan kristal yang berbentuk utuh. Asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat dan asam klorida telah digunakan untuk selektif menghidrolisis bentuk yang amorf dari selulosa. Kondisi yang optimal adalah metode hidrolisis dengan menggunakan asam sulfat untuk mempersiapkan individual kristalit (Rong, 2011).

2.5 Nanokomposit

Nanokomposit polimer didefinisikan sebagai polimer yang mengandung bahan pengisi dengan ukura yang lebih kecil dari 100 nm.Berbeda dengan komposit biasa, nanokomposit polimer pada umumnya berisi sejumlah kecil bahan pengisi yang berukuran nanometer.Penggabungan material nano ini dapat meningkatkan sifat fisik, daya tahan, dan biodegradasi dari nanokomposit (Siqueira, 2010).

Potensi nanokomposit yang besar dalam berbagai sektor penelitian dan aplikasi menjadikannya sebagai peluang untuk meningkatkan investasi. Nanokomposit dapat dibuat biodegradable dengan kakuatan dan kekakuan yang besar, dan juga sebagai penguat biomaterial (Dufresne, 2010)


(30)

2.6 Bahan-Bahan Penyusun Kompon Karet

Dalam pembuatan kompon karet, diperlukan bahan-bahan penyusun sebagai berikut.

1. Bahan Vulkanisasi

Bahan vulkanisasi yang sering digunakan dalam industri pengolahan karet adalah belerang yang mempercepat kematangan kompon karet. Bahan lain untuk vulkanisasi adalah peroksida organik dan dammar fenolik (Setiawan, 2005).

Pada umumnya digunakan belerang dalam jumlah yang besar (kira-kira 6-10%) untuk ditambahkan pada karet. Proses vulkanisasi perlahan dan memakan waktu beberapa jam sebelum vulkanisasi selesai. Dengan digunakannya bahan-bahan pemercepat (accelerator), jumlah belerang dapat dikurangi dan sekarang berjumlah kurang lebih 2-3 %, berdasarkan bobot karetnya (Morton, 1987).

2. Bahan Pemercepat Dan Penggiat

Vulkanisasi dalam industri pengolahan lateks biasanya lambat, sehingga agar efisien perlu dipercepat.Banyak jenis bahan pemercepat reaksi yang bisa digunakan.Dari golongan sulfenamida, CBS dan MBS. Dari golongan dithiokarbonat antara lain ZDEC dan ZDBC. Dari golongan tiuransulfida adalah TMTD.Dari golongan Tiazol adalah MBT dan MBTS.Penggunaan bahan pemercepat reaksi ini bisa tunggal atau gabungan dari beberapa bahan tersebut.

Bahan penggiat reaksi berguna kecepatan kerja bahan pemercepat reaksi. Meskipun tidak mutlak perlu, bahan ini bisa mengefisienkan proses pengolahan karet. Bahan reaksi yang umum digunakan antara lain seng oksida, dan asam stearat (Subaer, 2007).


(31)

3. Bahan Antioksidan dan Anti Ozon

Fungsi bahan ini untuk melindungi karet dari kerusakan karena pengaruh oksigen maupun ozon yang terdapat di udara.Bahan kimia ini biasanya juga tahan terhadap pengaruh ion-ion tembaga, mangan dan besi.Selain itu juga mampu melindungi terhadap suhu tinggi, retak-retak dan lentur.

4. Bahan Pengisi

Ada dua macam bahan pengisi dalam proses pengolahan karet. Pertama bahan pengolahan yang tidak aktif.Kedua, bahan pengisi yang aktif atau bahan pengisi yang menguatkan.Pertama hanya menambah kekerasan dan kekakuan pada karet yang dihasilkan, tetapi kekuatan dan sifat lainnya menurun.

Biasanya bahan pengisi tidak aktif lebih banyak digunakan untuk menekan harga karet yang dibuat karena bahan ini berharga murah, contohnya kaolin, tanah liat, kalsium karbonat, magnesium karbonat, barium sulfat, dan barit.Bahan pengisi aktif atau penguat contohnya karbon hitam, silika, aluminium silikat, dan magnesium silikat.Bahan ini mampu menambah kekerasan, ketahanan sobek, ketahanan kikisan serta tegangan putus yang tinggi pada karet yang dihasilkan (Ompungsungu, 1997).

2.7 Pravulkanisasi Lateks Pekat

Salah satu tahap yang tidak dapat diabaikan adalah proses pravulkanisasi. Persiapannya adalah dengan memanaskan lateks pekat dengan dispersi sulfur, zink oksida, dan suatu akselerator super cepat pada temperatur kira-kira 70˚C selama 2 jam. Proses tersebut tidak membutuhkan proses pengkomponan yang rumit dan biasanya digunakan pada industri karet yang menggunakan metode pencelupan (Loganathan, 1998).


(32)

2.8 Vulkanisasi

Setelah kompon karet bercampur dengan baik, maka kompon karet dapat diubah misalnya ke bentuk bahan-bahan komposit seperti ban melalui proses vulkanisasi. Akibat vulkanisasi, perubahan-perubahan berikut terjadi:

1. Rantai panjang dari molekul karet menjadi terikat silang akibat reaksi dengan zat pemvulkanisasi, membentuk struktur tiga dimensi. Reaksi ini mengubah bahan yang bersifat plastis, lemah, dan lembut menjadi produk yang elastis namun kuat.

2. Karet kehilangan kepekatannya dan menjadi tidak larut dalam pelarut-pelarut dan lebih tahan terhadap pengaruh-pengaruh buruk yang disebabkan oleh panas, cahaya, dan proses penuaan (Morton, 1987).

Vulkanisasi/vulkanisir dikenal juga dengan istilah “cure” merupakan proses pengaplikasian tekanan dan panas terhadap campuran elastomer dan bahan kimia untuk menurunkan plastisitas dan meninkatkan elastisitas, kekuatan, dan kemantapan. Curing menyebabkan molekul karet yang panjang dan saling terkait diubah menjadi struktur 3 (tiga) dimensi melalui pembentukan crosslinking (ikatan silang) secara kimia (Morton, 1987).

Vulkanisasi karet alam dengan sulfur termasuk yang paling banyak diteliti. Awal 1920, Staudinger mengembangkan teorinya tentang struktur rantai panjang polimer. Sebelum mengalami ikat silang, karet (dalam hal ini karet alam) terdiri dari rantai lurus yang bermassa molekul tinggi, seperti yang terlihat pada reaksi berikut dimana R merupakan rantai karet yang lain.


(33)

CH2 C CH3

CH CH2 n Karet Alam

+ S Sulfur

CH2 H3C

C CH CH2

S S R

S S C

CH2 CH CH2

H3C S

S

R n

Karet Tervulkanisasi

Gambar 2.3. Reaksi Vulkanisasi Karet Alam (Sperling, 1986)

2.9 Proses Pencelupan

Proses pencelupan merupakan suatu teknik yang menghasilkan produk dari lateks yang dilakukan dengan mencelupkan suatu pembentuk yang telah dibersihkan ke dalam formulasi lateks. Sewaktu pembentuk dicelup ke dalam formulasi lateks, partikel-partikel lateks yang bersentuhan dengan permukaan pembentuk, mengalami proses penghilang kestabialan dan membentuk suatu lapisan atau film. Film yang terbentuk mempunyai bentuk yang sama dengan pembentuk yang dicelup ke dalam formulasi lateks tersebut dan apabila film ini dikeringkan maka akan menghasilkan produk lateks.

Dalam industri yang menghasilkan produk lateks, proses pencelupan merupakan suatu teknik penting dalam industri lateks karet alam. Teknik pencelupan ini selalu digunakan untuk menghasilkan produk yang tipis dan berongga seperti sarung tangan, balon, dan sebagainya (Hannam, 1973).


(34)

2.10 Karakterisasi Produk

2.10.1 Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektroskopi FTIR didasarkan pada prinsip bahwa hampir semua molekul mengabsorpsi sinar inframerah. Hanya monoatomik dan molekul diatomik homopolar yang tidak mengabsorpsi sinar inframerah. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1 diserap oleh sebuah molekul organik dan diubah menjadi energi putaran molekul. Spektrum rotasi molekul terdiri dari garis-garis yang tersendiri.

Atom molekul bergerak dengan berbagai cara tetapi selalu pada tingkat energy tertentu. Energi getaran rentang untuk molekul organik harus sesuai dngan radiasi inframerah dengan bilangan gelombang 1200-4000 cm-1. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Identifikasi pita absorpsi khas yang disebabkan oleh berbagai gugus fungsi merupakan dasar penafsiran spektrum inframerah. Ikatan O-H dari golongan karboksil diabsorpsi pada daerah 2500 sampai 3300 cm-1 dan ikatan C=O ditunjukkan diantara 1710 sampai 1750 cm-1. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwi kutub secara berirama yang teramati di dalam inframerah (Rong, 2011).

2.10.2 Transmission Electron Microscopy

Secara umum sistem penyinaran dan lensa pada mikroskop elektron sama dengan mikroskop cahaya. Pada mikroskop elektron ada “elektron gun” yang menghasilkan elektron ekivalensi dengan sumber cahaya.Elektron-elektron dipercepat dengan tegangan tinggi (40.000 sampai 100.000 volt) dan melewati sistem lensa kondensor yang terdiri dari dua lensa magnetik.


(35)

Untuk meningkatkan daya resolusi mikroskop perlu dimanfaatkan gelombang dengan panjang gelombang yang lebih pendek.Oleh karena itu, telah dikembangkan mikroskop elektron agar dapat mengamati struktur berdimensi kurang dari 1 nm.Mikroskop elektron terdiri dari senapan elektron dan susunan lensa yang terletak dalam kolom vakum.Susunan optiknya serupa dengan susunan lensa pada mikroskop cahaya tipe-proyeksi, meskipun pada mikroskop elektron digunakan beberapa tahap perbesaran.Lensa yang digunakan adalah lensa magnetik, terdiri dari kumparan yang dialiri arus.Lensa kondensor digunakan untuk menghimpun berkas elektron yang menyinari spesimen yang di lubang lensa objektif. Besar tegangan operasi normal berkisar antara 50 hingga 100 kV,

nilai λ bervariasi antara 0,0054 nm hingga 0,0035 nm. Akibatnya, resolusi mikroskop elektron terbatas dan hanya sekitar 0,2 nm (Smallman, 1999).

2.10.3 Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Secara praktis, kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks) yang dibutuhkan untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan. Karena di bawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk (deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang (Ao).

σt=Fmaks/Ao...(2.1) Selama perubahan bentuk, dapat diasumsikan bahwa volume specimen tidak berubah Perpanjangan tegangan pada saat bahan terputus disebut kemuluran. Besaran kemuluran (ε) dapat didefinisikan sebagai berikut :

ε =�−��

�� x 100 %...(2.2) Dimana : l0 = panjang spesimen mula-mula (mm)

l = panjang spesimen saat putus (mm)


(36)

2.10.4 Morfologi Permukaan

Adanya material lain dalam suatu matriks seperti dispersi material tersebut menyebabkan terjadinya perubahan pada permukaan spesimen. Untuk melihat perubahan tersebut dapat dilakukan suatu analisa permukaan, dan alat yang biasa digunakan adalah SEM.SEM adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara makroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5 - 10 nm diarahkan pada spesimen interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar-X, elektron sekunder, absorbsi elektron.Data yang diperoleh adalah data dari permukaan yang tebalnya sekitar 20 µm. Permukaan yang diperoleh merupakan gambar tofografi dengan segala tonjolan, lekukan, dan lubang permukaan.

Gambar tofografi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor dan diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas yang menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam suatu disket (Subaer, 2007).

2.10.5 Swelling Indeks

Pelarutan suatu polimer tidak sama dengan pelarutan senyawa yang mempunyai berat molekul rendah kerena adanya dimensi-dimensi yang sangat berbeda antara pelarut dan molekul polimer. Pelarutan polimer terjadi dalam dua tahap .mula-mula molekul pelarut berdifusi melewati matriks polimer untuk membentuk suatu masa menggembung dan tersolvasi yang disebut gel.


(37)

Dalam tahap kedua, gel tersebut pecah (bercerai-cerai) dan molekul-molekulnya terdispersi kedalam larutan sejati. Pelarutan sering kali merupakan proses yang lambat. Sementara beberapa jenis polimer bisa larut dengan cepat dalam pelarut-pelarut tertentu, polimer yang lainnya bisa jadi membutuhkan periode pemanasan yang lama dekat titik lebur dari polimer tersebut.Polimer-polimer jaringan tidak dapat larut, tetapi biasanya membengkak (menggelembung/mengembang/swelling) dengan hadirnya pelarut (Steven, 2001).

Swelling merupakan sifat non-mekanis, tetapi secara luas digunakan untuk

mengkarakterisasi material elastomer.Swelling merupakan pembesaran tiga dimensi dimana jaringan mengabsorpsi pelarut hingga mencapai derajat keseimbangan swelling. Pada titik ini, energi bebas berkurang diakibatkan pencampuran pelarut dengan rantai jaringan diseimbangkan oleh energi bebas yang meningkat seiring dengan meregangnya rantai. Pada prakteknya, polimer ditempatkan pada suatu wadah yang mengandung pelarut dimana polimer akan mengabsorpsi sampai peregangan rantai melebar, mencegah absorpsi yang lebih jauh lagi (Allcock, 2003).

2.10.6 Penentuan Jumlah Padatan Total (TSC)

Jumlah padatan total adalah jumlah yang menunjukan banyaknya zat padat yang terdapat di dalam lateks yang tidak dapat menguap bila dikeringkan pada suhu 70˚C selama 16 jam atau pada suhu 100˚C selama 2 jam. Lateks dengan TSC yang tinggi, akan menghasilkan karet yang memiliki nilai kekuatan tarik yang tinggi. Hal ini dapat berpengaruh pada produksi pabrik, karena akan memakan biaya yang cukup tinggi (Ompungsungu,1997).


(38)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Alat-Alat

- Alat-alat gelas Pyrex

- Neraca analitis Ohaus

- Hot plate Cimarex

- Oven Memmert

- Sentrifugator Himachi

- Seperangkat alat TEM JEOL

- Seperangkat alat SEM JSM-35 C Shumandju

- Seperangkat alat FTIR Shimadzu


(39)

3.2 Bahan-Bahan

- Tandan kosong sawit PT. PP London Sumut

- Lateks HA 60% p.a Merck

- CH₃COOH p.a Merck

- KOH 10% p.a Merck

- Ca(NO3)₂ p.a Merck

- Sulfur 50% p.a Merck

- Wingstay 50% p.a Merck

- ZDBC 50% p.a Merck

- ZnO 50% p.a Merck

- Membran dialysis Fisherbrand

- HNO3(p) p.a Merck

- NaNO2 p.a Merck

- NaOH p.a Merck

- Na2SO3 p.a Merck

- NaOCl(p) p.a Merck

- H2O2(p) p.a Merck

- H2SO4(p) p.a Merck

- CHCl₃ p.a Merck

- CaCO3 p.a Merck

- Metanol p.a Merck

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pembuatan Pereaksi

3.3.1.1 Pembuatan Larutan HNO3 3,5%

Sebanyak 53,8 mL HNO3 65% ditambahkan 10 mg NaNO2, dimasukkan dalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.


(40)

3.3.1.2 Pembuatan Larutan NaOH 2%

Sebanyak 20 gram NaOH, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.3 Pembuatan Larutan Na2SO3 2%

Sebanyak 20 gram Na2SO3, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.4 Pembuatan Larutan NaOCl 1,75%

Sebanyak 145,8 mL NaOCl 12%, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.5 Pembuatan Larutan NaOH 17,5%

Sebanyak 175 gram NaOH, dimasukkan ke dalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.6 Pembuatan Larutan H2O2 10%

Sebanyak 333,3 mL H2O2 30%, dimasukkan kedalam labu takar 1000 mL. Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.7 Pembuatan Larutan H2SO4 48,84%

Sebanyak 249 mL H2SO4 98%, dimasukkan kedalam labu takar 500 mL.Diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.3.1.8 Pembuatan Dispersi NCC

Sebanyak 10 gram dispersol dimasukkan ke dalam beaker glass, ditambahkan 5 gram NCC, ditambahkan 25 ml aquadest, dan diaduk selama 6 jam.


(41)

3.3.2 Isolasi Nanokristal Selulosa Dari TKKS

3.3.2.1 Preparasi Serbuk Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

TKKS dipisahkan dari cangkangnya. Dibersihkan dengan air. Dikeringkan di bawah sinar matahari sampai kering. Digunting-gunting hingga membentuk serat halus.

3.3.2.2 Isolasi α-Selulosa dari Tandan Kosong Kelapa Sawit(TKKS)

Sebanyak 75 g serbuk TKKS dimasukkan ke dalam beaker glass, kemudian ditambahkan 1 L campuran larutan HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2, dipanaskan di atas hot plate pada suhu 90oC selama 2 jam, kemudian disaring dan ampas dicuci hingga filtrat netral. Selanjutnya didigesti dengan 750 mL larutan yang mengandung NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50o C selama 1 jam, kemudian disaring dan ampas dicuci sampai netral. Selanjutnya dilakukan pemutihan dengan 250 mL larutan NaOCl 1,75% pada suhu 70o C selama 0,5 jam, kemudian disaring dan ampas dicuci sampai filtrat netral. Setelah itu dilakukan pemurnian α-selulosa dari sampel dengan 500 mL larutan NaOH 17,5% pada suhu 80o C selama 0,5 jam, kemudian disaring dan dicuci hingga filtrat netral. Dilanjutkan pemutihan dengan H2O2 10% pada suhu 60o C, dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 60o C kemudian disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005).

3.3.2.3 Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan Fourier Transform- Infra Red

Sampel dipreparasi dalam bentuk bubur (mull). Bubur diperiksa dalam sebuah film tipis yang diletakkan diantara lempengan-lempengan garam yang datar. Pengujian dilakukan dengan menjepit film hasil campuran pada tempat sampel. Kemudian film diletakkan pada alat ke arah sinar infra red. Hasilnyaakan direkam kertas berkala berupa aluran kurva bilangan gelombang 4000-200 cmˉ¹ terhadap intensitas.


(42)

3.3.2.4 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α – Selulosa TKKS

Sebanyak 1 g α-selulosa dihisrolisis dengan 20 mL H2SO4 48,84 % pada suhu 45o C selama 25 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan dengan 25 mL aquadest, Kemudian dibiarkan selama satu malam hingga terbentuk suspensi. Suspensi yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 15 menit hingga pH netral. Kemudian suspensi putih dimasukkan ke dalam membran dialisis yang telah direndam dalam 100 mL aquadest pada suhu 40oC, didialisis selama 1- 4 hari. Hasil dari dialisis diultrasonifikasi selama 15 menit dengan power 60%. Setelah itu aquadest diuapkan pada suhu 60oC untuk mendapatkan nanokristal selulosa (Jackson, 2011).

3.3.2.5 Uji Morfologi Menggunakan Transmission Electron Microscopy

Analisa morfolofi nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan alat TEM JEOL JEM 1400 dengan tegangan sebesar 120 kV.Pertama-tama nanokristal selulosa ditetesi dengan cairan ammonium molibdat 2%, kemudian cairan yang terbentuk di perangkap dalam resin.Selanjutnya dilakukan pemotongan dengan menggunakan microgrid untuk memperoleh nenokristal tunggal (single

nanocrystal). Nanokristal tunggal yang terbentuk dimasukkan ke dalam kisi

karbon untuk dilakukan pengujian TEM. Dari analisa permukaan menggunakan TEM dapat dihitung ukuran nanokristal selulosa menggunakan persamaan (3.1) (Chang et, al. 2010).

panjang skala

panjang diameter gambar

=

ukuran skala

X ……...……...……… (3.1)

3.3.3 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit 3.3.3.1 Pembersihan Plat Pencentak

Plat pencetak dicuci dengan asam asetat 10% dan KOH 10%, kemudian dicuci dengan air. Plat pencetak yang telah bersih dikeringkan selama 5 menit, kemudian dicelupkan ke dalam Ca(NO3)2 dan metanol, dan dikeringkan (Harahap, 2010).


(43)

3.3.3.2 Pencetakan Karet Nanokomposit

Pembuatan kompon lateks dilakukan dengan mencampurkan 161 g lateks HA 60% dengan 5 g KOH 10%, 3 g sulfur 50%, nanokristal selulosa dengan berat yang telah ditentukan, 2 g wingstay 50%, 3 g ZDBC 50%, 6 g ZnO 50% diaduk dengan pengaduk magnet selama 2 jam, kemudian kompon dipravulkanisasi pada suhu 70o C, dan ditentukan tahap pematangan kompon lateks. Kemudian kompon lateks yang telah dipravulkanisasi dimaturasi selama 24 jam. Plat pencetak yang telah dipersiapkan dicelupkan ke dalam kompon hasil maturasi. Plat yang mengandung kompon tersebut dicelupkan ke dalam larutan Ca(NO3)2 dan metanol. Lalu dikeringkan pada suhu kamar. Kemudian divulkanisasi pada suhu 100o C selama 30 menit. Lalu dilakukan pendebuan (Harahap, 2010).

Tabel 3.1 Formulasi Kompon dengan Variasi NCC

Nama Bahan

Formula (phr)

I II III IV V VI

Lateks HA 60% 100 100 100 100 100 100

KOH 10% 2,9 2,9 2,9 2,9 2,9 2,9

Sulfur 50% 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7 1,7

NKS 0 0,6 1,2 1,8 2,4 3,0

Wingstay 50% 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2 1,2

ZnO 60% 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5

ZDBC 50% 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5

Jumlah 111,8 112,4 113 113,6 114,2 114,8

Contoh perhitungan konversi formulasi I:

X = 100 + 2,9 + 1,7 + 0 + 1,2 + 3,5 + 2,5 = 111,8

Formulasi kompon akan dibuat dengan berat total 180 g, maka:

Faktor


(44)

Maka masing-masing bahan yang dibutuhkan adalah: - Lateks pekat 60%

100

111,8 X 180 g

= 161 g

- KOH 10%

2,9

111,8 X 180 g

= 5 g - Sulfur 50%

1,7

111,8 X 180 g

= 3 g

- Wingstay 50%

1,2

111,8 X 180 g

= 2 g - ZnO 60%

3,5

111,8 X 180 g

= 6 g

- ZDBC 50%

2,5

111,8 X 180 g

= 3 g

3.3.3.3 Penentuan Kandungan Padatan Total

Kompon ditimbang sebanyak 3 g. Kemudian kompon tersebut dipanaskan dalam oven selama 3 jam pada suhu 120˚C. Selanjutnya kompon didinginkan dan ditimbang kembali.


(45)

3.3.4 Karakterisasi

3.3.4.1 Uji Kekuatan Tarik Dan Kemuluran

Alat uji tarik terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dengan kecepatan penarikan 10 mm/menit, kemudian spesimen dijepit kuat dengan alat penjepit, lalu mesin dihidupkan dan spesimen akan ditarik ke atas, spesimen diamati sampai putus. Dicatat tegangan maksimum (Fmaks) dan regangannya (L). Data pengukuran

tegangan regangan diubah menjadi kekuatan tarik (σt)dan kemuluran (ε).

3.3.4.2 Uji Morfologi Permukaan dengan SEM

Proses pengamatan mikroskopis menggunakan SEM dilakukan pada permukaan patahan sampel. Mula-mula sampel dilapisi dengan emas bercampur palladium dalam suatu ruangan (vacum evaporator) bertekanan 0,2 Torr dengan menggunakan mesin JEOL JSM-6360LA-EXD JED-2200 Series. Selanjutnya sampel disinari dengan pancaran elektron bertenaga 20kV pada ruangan khusus sehingga mengeluarkan elektron sekunder dan elektron yang terpental dapat dideteksi oleh detektor Scientor yang diperkuat dengan suatu rangkaian listrik yang menyebabkan timbulnya gambar CRT (Cathode Ray Tube) selama 4 menit. Kemudian coating dengan tebal lapisan 400 Amstrong dimasukkan ke dalam spesimen Chamber pada mesin SEM (JSM-35C) untuk dilakukan pemotretan.

3.3.4.3Proses Swelling Indeks

Plat dicelupkan ke dalam kalsium nitrat dan metanol lalu dikeringkan. Plat yang telah kering dicelupkan ke dalam kompon lateks, lalu dicelupkan kembali ke dalam kalsium nitrat dan metanol, lalu dikeringkan kembali. Kompon dilepaskan dari plat dan dicetak berbentuk lingkaran dengan diameter 38 mm. Kompon direndam dalam kloroform selama 30 menit lalu diukur kembali diameternya.


(46)

3.4 Bagan Penelitian

3.4.1 Preparasi Sampel TKKS

Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS)

Serbuk TKKS

Dicuci hingga bersih Dikeringkan


(47)

3.4.2 Isolasi α - Selulosa dari TKKS

75 g serbuk TKKS

Dimasukkan ke dalam beaker glass 2000 mL Ditambahkan 1 L campuran HNO3 3,5% dan 10 mg NaNO2

Dipanaskan pada suhu 90oC sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Didigesti dengan 750 mL NaOH 2% dan Na2SO3 2% pada suhu 50oC selama 1 jam sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Diputihkan dengan 250 mL NaOCl 1,75% pada suhu 70oC selama 30 menit sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral

Filtrat Residu

Dimurnikan dengan 500 mL NaOH 17,5% pada suhu 80oC selama 30 menit sambil distirer Disaring dan residu dicuci hingga filtrat netral

Residu Filtrat

Diputihkan dengan H2O2 10% pada suhu 60oC selama 15 menit sambil distirer

Disaring dan dicuci dengan aquadest

Filtrat α-selulosa basah

Dikeringkan pada suhu 60oC di dalam oven Disimpan dalam desikator (Ohwoavworhua, 2005). α-selulosa kering


(48)

3.4.3 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α – Selulosa TKKS 1 g α-selulosa kering

Dihidrolisis dengan 20 mL H2SO4 45,84%

Dipanaskan sambil distirer pada suhu 45oC selama 25 menit

Didinginkan

Ditambahkan 25 mL aquadest Dibiarkan selama satu malam Dipisahkan suspensi yang terbentuk

Suspensi Larutan

Dimasukkan ke dalam kuvet

Disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 20 menit hingga pH netral

Dimasukkan ke dalam membran dialisis (yang telah direndam dengan 100 mL aquadest pada suhu 40°C) Distirer selamam1-4 hari

Diultrasonifikasi selama 15 menit dengan power 60% Diuapkan aquadest pada suhu 60° C

Dikarakterisasi dengan FTIR

Analisis Morfologi dengan TEM Nanokristal Selulosa

3.4.4 Proses Pembersihan Plat Pencetak Plat Pencetak

Dicuci dengan asam asetat 10% Dicuci dengan air

Dicuci denngan KOH 10% Plat pencetak yang telah bersih

Dikeringkan selama 5 menit Plat pencetak yang telah kering

Dicelupkan dengan Ca(NO3)2 Dicelupkan dalam metanol Plat pencetak untuk sampel


(49)

3.4.5 Pembuatan Film Karet Nanokomposit

161 g lateks HA 60%

Ditambahkan KOH 10% 5 g Ditambahkan Sulfur 50% 3 g

Ditambahkan nanokristal selulosa 5 g Ditambahkan Wingstay 50% 2 g Ditambahkan ZnO 50% 6 g Bahan-bahan kompon pravulkanisasi

Distirer selama 2 jam Pravulkanisasi pada suhu 70oC

Ditentukan swelling indeks Kompon pravulkanisasi

Dimasturasi selama 24 jam Uji TSC

Kompon hasil masturasi

Dicelupkan plat pencetak Kompon dalam plat pencelupan

Dicelupkan ke dalam larutan Ca(NO3)2 dan metanol

Sampel dikeringkan pada suhu kamar

Vulkanisasi pada suhu 100oC selama 30 menit Dikeringkan Pendebuan

CaCO3 Produk lembaran nanokomposit

Dikarakterisasi

Uji Tarik Swelling Indeks SEM

Ditambahkan ZDBC 50% 3 g

Variasi berat nanokristal selulosa yang digunakan adalah 0 g, 1 g, 2 g, 3 g, dan 4 g.


(50)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Isolasi α-selulosa dari TKKS

Berdasarkan serangkaian proses delignifikasi, dan proses pemutihan maka

didapatkan α-selulosa yang berwarna putih. Pada proses isolasi α-selulosa

digunakan 75 g serbuk TKKS, dan pada akhir proses dihasilkan α-selulosa murni

sebanyak 22,04 g. α-selulosa yang dihasilkan dari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.


(51)

4.1.2 Hasil Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa

α-selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan menggunakan H₂SO₄ 48,84% untuk menghasilkan nanokristal selulosa yang berbentuk kristal jarum dan berwarna

bening seperti ditunjukkan pada gambar 4.2. Dari 1 g α-selulosa yang digunakan dalam proses isolasi diperoleh nanokristal selulosa sebanyak 0,20 g.

Gambar 4.2 Serbuk Nanokristal selulosa

4.1.3 Hasil Analisis Gugus Fungsi Menggunakan FTIR

Hasil analisis gugus fungsi α-selulosa dan nanokristal selulosa dari TKKS dengan menggunakan FTIR dapat dilihat pada Tabel 4.1 dan Gambar 4.3.

Tabel 4.1 Bilangan Gelombang Dari Berbagai Gugus Fungsi Pada α- Selulosa, dan Nanokristal Selulosa

Gugus fungsi Bilangan Gelombang (cm-1)

Uluran O-H 3350, 3417

Uluran C-H 2890, 2945


(52)

Gambar 4.3 Spektrum FTIR dari α-Selulosa dan Nanokristal Selulosa

4.1.4 Hasil Analisis Nanokristal Selulosa Menggunakan TEM

Analisis morfologi nanokristal selulosa dilakukan dengan menggunakan alat TEM dengan skala 200 nm. Pada analisis menggunakan TEM ini terlihat bahwa nanokristal selulosa merupakan kristal tunggal yang saling terpisah satu dengan yang lain. Hasil analisis morfologi dari nanokristal selulosadapat dilihat pada Gambar 4.4

Dari gambar dapat dilihat partikel-partikel nanokristalin dan dapat diketahui ukuran dari partikel nanokristal yang dihasilkan, dimana nanokristal yang dihasilkan tidak memiliki ukuran yang homogen karena berdasarkan hasil perhitungan yang telah dilakukan, makadiperoleh ukuran diameter dari nanokristal selulosa memiliki ukuran sekitar 47,46 nm.

4000 3500 3000 2500 2000 1500 1000 500

20 30 40 50 60 70 80 90 100 C-O 1083 C-O 1055 C-H C-H O-H O-H 2890 2945 3417 3350 T ra ns m ita ns i ( % )

Bilangan Gelombang (cm-1) Nanokrisal Selulosa


(53)

Gambar 4.4 Hasil Analisa morfologi Nanokristal Selulosa Menggunakan TEM

4.1.5 Hasil Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit

Nanokristal selulosa dicampurkan dengan lateks beserta dengan bahan-bahan kompon dengan perbandingan massa yang telah ditentukan. Proses pencampuran dilakukan dengan cara distirer selama 2 jam. Kemudian ditentukan tahap pematangannya. Selanjutnya dimaturasi selama 24 jam dan dicetak dengan mencelupkan plat ke dalam kompon lateks dan divulkanisasi sehingga menghasilkan lembaran karet nanokomposit yang berwarna putih kekuningan. Hasil dapat dilihat pada Gambar 4.5 berikut.


(54)

Gambar 4.5 Lembaran Karet Nanokomposit

4.1.6 Hasil Analisis Sifat Mekanik Karet Nanokomposit Menggunakan UJi Tarik

Analisis sifat mekanik menggunakan uji tarik telah dilakukan terhadap lateks pekat dan nanokomposit berbasis lateks dengan bahan pengisi nanokristal selulosa.Hasil dari uji tarik tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.

Tabel 4.2 Kekuatan Tarik, Modulus Young, dan Regangan dari Lateks Pekat dan Nanokomposit Lateks Pekat/Nanokristal Selulosa

Komposisi Nanokomposit

Tegangan (MPa)

Modulus Young's (MPa)

Regangan ( % )

Lateks Pekat 0,670 0,570 117

Lateks Pekat + 1 g NCC 3,815 0,585 653

Lateks Pekat + 2 g NCC 5,249 0,615 853

Lateks Pekat + 3 g NCC 3,270 0,579 565

Lateks Pekat + 4 g NCC 1,731 0,396 437


(55)

Berdasarkan hasil uji tarik tersebut dapat diketahui bahwa penambahan berat nanokristal selulosa ke dalam matriks lateks dapat meningkatkan nilai kekuatan tarikkaret nanokomposit yang dihasilkan, yaitu dari 0,670-5,249 MPa.

4.1.7 Hasil Analisis Morfologi Karet Nanokomposit Menggunakan SEM

Gambar 4.6 Analisa SEM dari a) morfologi lateks tanpa bahan pengisi, b) morfologi karet nanokomposit (NCC 2 g)

Hasil pemeriksaan SEM (Gambar 4.6). Gambar 4.6a memperlihatkan permukaan dari lateks yang tanpa bahan pengisi memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak homogen, sedangkan Gambar 4.6b memperlihatkan permukaan dari karet nanokomposit yang lebih rata dan homogen.


(56)

4.2 Pembahasan

4.2.1 Isolasi α-Selulosa dari TKKS

Sebelum dilakukan proses isolasi α-selulosa, pertama TKKS dicuci dengan air bersih. Kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari hingga bebas air. Setelah itu digunting kecil-kecil untuk mempermudah proses delignifikasi selulosa. Ada

beberapa tahapan dalam isolasi α-selulosa yaitu delignifikasi dengan menggunakan campuran HNO3 3,5% dan NaNO2 kemudian dinetralkan. Pada pencampuran ini menyebabkan TKKS kehilangan sebagian zatnya, meninggalkan sisa padat dan berserat yang dinamakan selulosa. Proses yang kedua yaitu pulping atau pembuburan ditambahkan campuran NaOH 2% dan Na2SO3 2%. Warna dari hasil delignifikasi adalah putih kekuningan sampai putih kecoklatan kemudian disaring dan dicuci hingga netral. Untuk menghilangkan warna coklat dari

selulosa maka dilakukan pemutihan dengan NaOCl 1,75%. Agar α-selulosa yang dihasilkan benar-benar murni, maka dilakukan penambahan dengan NaOH 17,5% untuk menghilangkan β-selulosa, dimana β-selulosa akan larut dalam NaOH

17,5% kemudian disaring dan dinetralkan. Hasil dari penambahan ini α-selulosa

kembali menjadi kuning kecoklatan.Untuk menghilangkan warna coklat dari α -selulosa maka dilakukan pemutihan dengan menggunakan H2O2 10%.α-selulosa yang dihasilkan dari proses ini memiliki bentuk berupa pulp yang berwarna putih yang kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 60oC.


(57)

4.2.2 Isolasi Nanokristal Selulosa dari α-Selulosa

α-selulosa yang diperoleh dihidrolisis dengan menggunakan H₂SO₄ 48,84 %

selama 25 menit. Proses ini dilakukan untuk memecah daerah amorf pada α -selulosa. Tahap selanjutnya adalah sentrifugasi selama 20 menit dengan kecepatan 10.000 rpm untuk menetralkan dan menghilangkan sisa-sisa asam.Kemudian diultrasonifikasi selama 15 menit untuk memecah agregat nanopartikel yang terbentuk melalui ikatan hidrogen, serta untuk menghomogenkan distribusi nanopartikel selulosa yang terbentuk (Silverio et al. 2012). Proses selanjutnya yaitu disaring menggunakan membran dialisis, disertai dengan perendaman dengan aquadest sambil diaduk dengan pengaduk magnet agar nanokristal lebih cepat keluar dari membran yang dilakukan selama 8 hari. Setelah itu dilakukan penguapan agar diperoleh nanokristal. Reaksi hidrolisis α-selulosa dapat dilihat pada Gambar 4.7.

O OH HO

HOH2C OH O

O OH CH2OH

OH OH

O OH HO

HOH2C OH O

O OH CH2OH

OH OH

H H

O

OH HO

HOH2C OH O

O OH CH2OH

OH OH H

I

II′ II

C O

OH HO

HOH2C

OH O

O OH CH2OH

OH OH H H O OH HO

HOH2C OH OH CH O OH HO

HOH2C

OH

HO

O OH CH2OH

OH OH

+H2O

+H2O

HO

O OH CH2OH

OH OH

III′ +H฀ III


(58)

4.2.3 Analisa Gugus Fungsi dengan Menggunakan FTIR

Kedua spektrum α-selulosa dan nanokristal selulosa menunjukkan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang mencolok antara pita α-selulosa dan nanokristal

selulosa.Hal ini disebabkan karena keduanya berasal dari α-selulosa. Dari spectra FTIR di atas terdapat pita yang melebar pada daerah serapan 3300-3400 cm-1 yang menunjukkan adanya vibrasi regangan O-H dari alcohol dalam molekul selulosa, yang diikuti oleh vibrasi regangan C-H dari rantai alkana pada daerah serapan 2880-2890 cm-1, dan puncak vibrasi pada daerah serapan 1020-1090 cm-1 (Khalil

et al. 2001). Dari hasil analisa FTIR diperoleh kesimpulan bahwa α-selulosa dan

nanokristal selulosa merupakan senyawa α-selulosa.

4.2.4 Analisis Morfologi Nanokristal Selulosa dengan TEM

Dari hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa nanokistal selulosa merupakan kristal tunggal di mana partikel-partikel nanokristal selulosa terpisah antara satu dengan yang lain dan juga diketahui ukuran partikel nanokristal selulosa yang berbeda-beda. Menurut Subiyanto (2010), yang dikatakan sebagai nanopartikel adalah yang memiliki ukuran 1-100 nm. Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, maka diperoleh ukuran diameter dari nanokristal selulosa adalah berkisar antara 47,46 nm.

4.2.5 Pembuatan Lembaran Karet Nanokomposit

Tahap pertama pada proses pembuatan karet nanokomposit adalah pembuatan kompon pravulkanisasi yang terdiri dari lateks pekat, KOH 10%, sulfur 50%, nanokristal selulosa, wingstay 50%, ZnO 50%, dan ZDBC 50% kemudian dipravulkanisasi.Selanjutnya dimaturasi selama 24 jam untuk proses pemasakan. Tahap terakhir adalah proses pencetakan produk karet nanokomposit dengan mencelupkan plat pencetak ke dalam kompon dan dicelupkan kembali ke dalam larutan Ca(NO₃)₂ dan methanol agar mudah ditarik saat proses pelepasan karet nanokomposit dari plat pencetak. Kemudian divulkanisasi selama 30 menit.


(59)

4.2.6 Analisis Sifat Mekanik Karet Nanokomposit Menggunakan Uji Tarik

Pada penelitian ini sifat mekanik dari lembaran karet tanpa bahan pengisi dan karet nanokomposit pada beberapa variasi berat nanokristal selulosa diuji melalui uji tarik pada suhu kamar.Kurva hubungan berat NCC dan kekuatan uji tarik dilihatkan pada Gambar 4.8.Dari Gambar 4.8 memperlihatkan bahwa dengan adanya penambahan filler pada karet nanokomposit mulai dari berat 1 g dapat meningkatkan kekuatan tarik karet nanokomposit mulai dari 3,815 MPa menjadi 5,249 MPa.Akan tetapi, kekuatan tarik mulai berkurang dengan penambahan berat NCC sebesar 3-5 g.

Gambar 4.8 Grafik Hubungan Berat NCC dengan Kekuatan Uji Tarik

Dari hasil kekuatan tarik terlihat bahwa variasi berat NCC sebesar 2 g merupakan variasi berat yang optimum karena dapat meningkatkan kekuatan tarik dari produk karet nanokomposit yang dihasilkan.Akan tetapi peningkatan penambahan berat NCC mulai dari 3-5 g memberikan efek penurunan nilai uji tarik. Hal ini mungkin disebabkan karena lateks pekat dan NCC tidak dapat bercampur secara sempurna atau tidak homogen karena proses pencampuran lateks pekat dan NCC yang dilakukan secara manual sehingga nanokomposit yang dihasilkan terdegradasi pada saat proses pencampuran.

0 2 4 6

0 2 4 6

Uj

i T

ar

ik (

MP

a)

Berat NCC (Gram)


(60)

4.2.7 Analisis Morfologi Karet Nanokomposit

Berdasarkan hasil analisa morfologi menggunakan SEM menunjukkan bahwa permukaan karet nanokomposit dengan berat NCC 2 gram lebih homogen bila dibandingkan dengan permukaan karet yang tidak ditambah dengan bahan pengisi.

Pada karet nanokomposit dengan berat NCC 2 g, nanokristal selulosa tersebar hampir di seluruh bagian permukaan karet sehingga menghasilkan campuran yang lebih homogen dan menyebabkan hasil uji tarik yang optimum.Berbeda dengan karet yang tanpa filler sehingga menghasilkan permukaan yang tidak merata dan menyebabkan hasil uji tarik yang rendah.

4.2.8 Uji Swelling Indeks Karet Nanokomposit

Nilai swelling indeks karet nanokomposit dengan bahan pengisi nanokristal seluosa dapat dilihat pada Tabel 4.3

Tabel 4.3 Data Swelling Indeks Karet Nanokomposit Berpengisi NCC Berat NCC

(g)

Diameter Awal (mm)

Diameter Setelah Mengembang (mm)

Swelling Indeks

0 38 108 2,84

1 38 95 2,50

2 38 83,60 2,20

3 38 81,32 2,14

4 38 79,04 2,08

5 38 76,76 2,02

Perhitungan nilai swelling indeks dilakukan dengan rumus sebagai berikut:

Swelling Indeks =Diameter setelah mengembang (mm )


(61)

Misalkan diameter sampel setelah mengembang adalah 108 mm sedangkan diameter awalnya adalah 38 mm, maka nilai swelling indeks-nya adalah sebagai berikut :

�������������� = 108 mm 38 mm

�������������� = 2,84

Berdasarkan Tabel 4.3, nilai swelling indeks semakin berkurang dengan bertambahnya massa nanokristal selulosa sebagai bahan pengisi. Nilai swelling

indeks menunjukkan kualitas ikat silang produk karet.Menurunnya nilai swelling indeks menunjukkan bahwa kompon semakin sulit mengembang di dalam cairan

organik. Hal ini disebabkan oleh semakin tingginya kualitas ikat silang yang dihasilkan selama proses pravulkanisasi dilakukan sehingga menyebabkan kompon semakin sulit mengembang (Yuniati dkk, 2011).

4.2.9 Penentuan Jumlah Padatan Total

Hasil dari penentuan jumlah padatan total dari kompon lateks dapat dilihat pada Tabel 4.4.Tabel 4.4 Data dari Jumlah Padatan Total Kompon Lateks

Berat NCC Berat Kompon

Basah (g)

Berat Kompon Kering (g)

TSC (%)

0 3 1,77 59,03

1 3 1,84 61,60

2 3 1,86 62,24

3 3 1,85 61,89

4 3 1,82 60,70


(62)

Nilai kandungan padatan total film lateks karet alam yang berpengisi NCC ditunjukkan pada Tabel 4.4. Jumlah kandungan padatan total dari film karet nanokomposit dapat ditentukan dengan rumus :

% TSC =

Berat sampel kering (g)

Berat sampel basah (g)

x 100%

…..……..……….(4.2)

Misalnya berat sampel yang telah kering (telah dipanaskan) adalah 1,74 g sedangkan berat sampel basah (sebelum dipanaskan) adalah 3 g, maka menentukan harga %TSC adalah sebagai berikut :

%��� =1,77 � 3 � = 59,03 %

Dari data diperoleh bahwa nilai TSC yang paling tinggi yaitu pada variasi bahan pengisi nanokristal selulosa sebanyak 2 gram.Nilai TSC dari kompon lateks menetukan kualitas produk lateks yang dihasilkan. Jika harga TSC terlalu tinggi maka produk yang dihasilkan pun akan menjadi keras, dan jika harga TSC terlalu rendah produk yang dihasilkan akan mudah sobek. Menurut ASTM D 1076-80 dan ISO 2004 harga TSC minimal pada suatu kompon lateks adalah 61,5%.


(63)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Isolasi α-selulosa dari TKKS telah berhasil dilakukan. Analisa gugus fungsi dengan FTIR memperlihatkan puncak disekitar 3448 cmˉ¹ , 2900 cmˉ¹, dan 1064 cmˉ¹ menunjukkan adanya gugus O-H, C-H, dan C-O yang merupakan ciri khas molekul selulosa.

2. Hidrolisis α-selulosa untuk menghasilkan nanokristal selulosa telah berhasil dilakukan. Hasil morfologi nanokristal selulosa menggunakan TEM menunjukkan diameter dari nanokristal selulosa sekitar 47,46 nm. 3. Adanya pengaruh penambahan nanoristal selulosa terhadap kekuatan tarik,

morfologi permukaan dan swelling indeks. Dimana kekuatan tarik film karet nanomposit yang optimum terdapat pada penambahan 2 g nanokristal selulosa dengan morfologi permukaan yang lebih rata dan homogen. Dan

swelling indeks karet nanokomposit paling rendah terdapat pada

penambahan 5 g nanokristal selulosa yaitu sebesar 2,02.

5.2 Saran

1. Sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan uji DSC untuk mengetahui derajat kristalinitas dari nanokristal yang dihasilkan untuk selanjutnya digunakan pada pembuatan nanokomposit.

2. Sebaiknya peneliti selanjutnya melakukan dengan memvariasikan faktor-faktor internal lain yang mempengaruhi sifat mekanik lembaran karet nanokomposit (seperti variasi suhu dan waktu vulkanisasi).


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Allcock, H.R. 2003. Contemporary Polymer Chemistry. New Jersey: Pearson Education International.

Aulia, F. 2013. Studi penyediaan nanokristal selulosa dari tandan kosong sawit (TKS) .Jurnal Saintis Kimia.1(2): hal. 1-7.

Chang, R.P., Ruijuan Jian., Jiugao Yu and Xiaofei Ma. 2010. Fabrication and Characterisation of Chitosan Nanoparticles/Plasticised-Starch Composites.Food Chemistry. 120: 736-740.

Darnoko. 1992. “Potensi Pemanfaatan Limbah Lignoselulosa Kelapa Sawit Melalui Biokonversi”. Berita penelitian perkebunan Vol 2 (2).Medan :

Puslitbun (RISPA).

Deman, M.J.1997. Kimia Makanan. Edisi Kedua. Bandung : ITB Bandung.

Dufresne, A. 2010. Processing of Polymer Nanocomposite Reinforced with Polysaccharide Nanocrystals. Journal of Molecules. 15:4111-4128

Fachry, A. R. 2012. Pengaruh penambahan filler koalin terhadap elastisitas dan

kekerasan produk souvenir dari karet alam (Hevea

Brasiliensis).Jurnal.Palembang :Universitas Sriwijaya.

Fauzi, Y. 2012. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swadaya.

Hambali, E. 2008.Teknologi Bioenergi. Cetakan Kedua. Jakarta: Agro Media Pusaka.

Hannam, P.H. 1973. An Introduction To Latex Dipping. NR Technology. Vol. 4:2

Harahap, H., Azahari, B. 2010. Pemanfaatan Tepung Kulit Pisang sebagai

Pengisi pada Produk Lateks Karet Alam dengan Teknik Pencelupan.Laporan Penelitian. Medan : Universitas Sumatera Utara.

Herawan, T. 2013. Pembuatan Mikrokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit Sebagai Bahan Pengisi Tablet Karoten Sawit.Medan :Jurnal Farmasi.

Jackson, J.K., Letchford, K., Wasserman, B.Z., Ye, L., Hamad, W.Y., Burt, H.M. 2011. The Use of Nanocrystalline Cellulose for The Binding and Controlled Release of Drugs.International Journal of Nanomedicine. Canada: University of British Columbia.


(65)

Khalil, H.P.A., Ismail, H., Rozman, H.D., and Ahmad, M.N. 2001. The Effect of Acetylation on Interfacial Shear Strength Between Plant Fiber and Various Matrices. EuropeanPolymer Journal. 37(5): 1037-1045

Liufu, S.C. 2004. Adsorption of Cationic Polyelectrolyte at the Solid/liquid interface and dispersion of nanosized Silica in water.Jcoll interface Sci. 285:33-40.

Loganathan, K.S. 1998. Rubber Engineering. Indiana Rubber Institute. New Delhi : Mc Graw Hill.

Morton, M. 1987. Rubber Technology. New York : Van Nostrand Reinhold

Nuryanto, E. 2000.Pemanfaatan Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Sumber

Bahan Kimia.Volume 8. Medan: Warta Pusat Penelitian Kelapa.

Ohwoavworhua, F. 2005. Phosphoric Acid-Mediated Depolymerization and

Decrystallization of α-Cellulose Obtained from Corn Cob: Preparation of Low Crystallinity Cellulose and Some Physicochemical Properties.

Tropical journal of pharmaceutical Research, 4: 509-516.

Ompungsungu, M. 1997. Penanganan Bahan Baku Lateks dan Pengolahan SIR-3

CV dan SIR-3L.Medan: BPP Sei Putih. hal 6-8

Peng. B, L., Dhar, N., Liu. H, L and Tam. K,C. 2011. Chemistry And Applications of Nanocrystalline Cellulose and Its Derivatives : A Nanotechnology Perspective. Canada : The Canadian Journal of

Chemical Engineering. Vol. 89.1191-1206.

Qianxiang, Y., Y. Lee., Par O. Petterson and Robbert W., 2003.Heterogeneous Aspect of Acid Hydrolysis of α-Cellulose.Auburn: University Auburn. Rong, L.T. 2011. Manufacture of Cellulose Nanocrystals by cation exchange

Resin-Catalyzed Hydrolysis of Cellulose. Bioresource technology. 102:

10973-10977.

Roosita, H. 2007. Panduan Penyusunan dan Pemeriksaan Dokumen UKL-UPL

Perkebunan Kelapa Sawit. Jakarta: Deputi Bidang Tata Lingkungan

Kementrian Negara Hidup.

Sastrohamidjojo, H. 2009. Kimia Organik Stereokimia, Karbohidrat, Lemak, dan

Protein. Cetakan Kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Setiawan, D. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Setyamidjaja, D. 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan. Cetakan Kedua. Yogyakarta:Kanisius.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 7. Hasil Analisis Morfologi Menggunakan TEM

Lampiran 8. Perhitungan Diameter NCC

Rumus: ������� �����

������� �������� ������ =

������ ����� ������ ������ ����������

Diketahui: Panjang skala = 2,1 cm Ukuran skala = 200 nm

1. panjang diameter gambar = 0,5 cm

2,1 �� 0,5 �� =

200 ��

�= 47,62 ��

2. panjang diameter gambar = 0,49 cm

2,1 �� 0,49 �� =

200 ��

�= 46,67 ��

3. panjang diameter gambar = 0,51 cm

2,1 ��

�� =

200 ��

1 3


(4)

Lampiran 9. Tabel Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

Tabel 1. Spesifikasi Mutu Lateks Pekat

No Parameter ASTM D.1076-80 ISO 2004

HA LA HA LA

1 Kandungan padatan

total (TSC) min %

61,5 61,5 61,5 61,5

2 Kandungan karet kering 60 60 60 60

3 Kandungan bukan karet 2,0 2,0 2,0 2,0

4 Kadar amonia Min 1,6 Min 1,0 Min 1,0 Min 0,8

5 Waktu ketetapan

mekanik (MST) min detik

650 650 650 650

6 Koagulasi maks 0,08 0,08 0,08 0,08

7 Bilangan KOH 0,8 0,8 1,0 1,0

8 Asam lemak eteris - - 0,2 0,2

9 Tembaga maks ppm 8 8 8 8

10 Mangan maks ppm 8 8 8 8

11 Kandungan sludge

maks %

0,1 0,1 0,1 0,1


(5)

Lampiran 10. Hasil Analisa Sifat Mekanik

Kekuatan Tarik Lembaran Karet Nanokomposit Komposisi Nanokomposit Load (Kgf/mm²) Width (mm) Thick (mm) Kekuatan Tarik (MPa)

Lateks Pekat 0,07 6 0,17 0,670

Lateks Pekat + 1 g NCC 0,42 6 0,18 3,815

Lateks Pekat + 2 g NCC 0,61 6 0,19 5,249

Lateks Pekat + 3 g NCC 0,36 6 0,18 3,270

Lateks Pekat + 4 g NCC 0,18 6 0,17 1,731

Lateks Pekat + 5 g NCC 0,13 6 0,19 1,119

Rumus Kekuatan Tarik (MPa) :

�� = ������0

Hasil Analisa Regangan Lembaran Karet Nanokomposit Komposisi Nanokomposit Extenssion (mm) Gauge (mm) Regangan ( % )

Lateks Pekat 70,931 60 117

Lateks Pekat + 1 g NCC 424,242 65 653

Lateks Pekat + 2 g NCC 597,355 70 853

Lateks Pekat + 3 g NCC 367,087 65 565

Lateks Pekat + 4 g NCC 305,853 70 437

Lateks Pekat + 5 g NCC 219,54 60 338

Rumus Regangan (%) :


(6)

Hasil Analisa Modulus Young's Lembaran Karet Nanokomposit Komposisi

Nanokomposit

Tegangan (MPa)

Regangan ( % )

Modulus Young's (MPa)

Lateks Pekat 0,670 117 0,570

Lateks Pekat + 1 g NCC 3,815 653 0,585

Lateks Pekat + 2 g NCC 5,249 853 0,615

Lateks Pekat + 3 g NCC 3,270 565 0,579

Lateks Pekat + 4 g NCC 1,731 437 0,396

Lateks Pekat + 5 g NCC 1,119 338 0,331

Rumus Modulus Young's (MPa) :

=


Dokumen yang terkait

Penentuan Kadar Kalium Dalam Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guinensis Jack ) Dengan Metode Flame Photometry

38 192 52

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

4 39 89

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 0 15

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 0 2

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 0 7

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 0 21

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 1 5

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Tandan Kosong Sawit (Elaeis guineens Jack) Terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Produk Lateks Karet Alam

0 0 10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Alam 2.1.1 Tanaman Karet Alam - Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 16

Pengaruh Penambahan Nanokristal Selulosa Dari Tandan Kosong Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jack) Terhadap Produk Karet Nanokomposit Dengan Teknik Pencelupan

0 0 13