Faktor Retensi Efisiensi Selektivitas Resolusi Faktor Asimetri

mengukur luas sebagai hasil kali tinggi puncak dan lebar pada setengah tinggi W 12 Johnson dan Stevenson, 1991. Tinggi dan luas puncak berkaitan secara proporsional dengan kadar atau jumlah analit tertentu yang terdapat dalam sampel memiliki informasi kuantitatif. Namun demikian, luas puncak lebih umum digunakan dalam perhitungan kuantitatif karena lebih akuratcermat daripada perhitungan menggunakan tinggi puncak Ornaf dan Dong, 2005.

2.5.2.2 Faktor Retensi

Faktor retensi k merupakan satuan pengukuran retensi senyawa tertentu pada pada sistem kromatografi tertentu. Didefenisikan sebagai : Dimana V R adalah volume retensi analit, V adalah volume fase cairan pada sistem kromatografi, t R adalah waktu retensi analit, dan t adalah waktu yang didefenisikan sebagai waktu retensi analit yang tidak tertahan. Faktor retensi ini sangatlah tepat sekali karena tidak tergantung pada ukuran kolom dan laju alir fase gerak. Perlu diperhatikan bahwa kondisi kromatografi lainnya secara signifikan mempengaruhi faktor retensi Kazakevich dan LoBrutto, 2007.

2.5.2.3 Efisiensi

Menurut Rohman 2007, tujuan umum pada kromatografi adalah pemisahan yang cukup dari suatu campuran yang akan dipisahkan. Untuk kolom kromatografi, jumlah lempeng atau plate number N yang didasarkan pada konsep lempeng teoritis pada distilasi kolom disgunakan sebagai ukuran efisiensi. Universitas Sumatera Utara Dengan menganggap profil puncak kromatogram adalah sesuai kurva Gaussian, maka N didefenisikan: N = 2 t R t     σ = 16 2 b R W t     = 5,54 2 h2 R W t     , Yang mana: t R : waktu retensi solut σ t : standar deviasi lebar puncak W b : lebar puncak W h2 : lebar setengah puncak Gambar 3. Pengukuran efisiensi kromatografi dari puncak Gaussian

2.5.2.4 Selektivitas

Kemampuan sistem kromatografi dalam memisahkanmembedakan analit yang berbeda dikenal sebagai selektifitas α. Selektifitas ditentukan dengan rumus sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara Selektifitas umumnya tergantung pada sifat analit itu sendiri, interaksinya dengan permukaan fase diam serta jenis fase gerak yang digunakan Kazakevich dan LoBrutto, 2007.

2.5.2.5 Resolusi

Resolusi R merupakan derajat pemisahan dari dua puncak analit yang bersebelahan Ornaf dan Dong, 2005. Dirumuskan sebagai:

2.5.2.6 Faktor Asimetri

Profil konsentrasi solut yang bermigrasi akan simetris jika rasio distribusi solut konstan selama di kisaran konsentrasi keseluruhan puncak. Meskipun demikian, kurva akan berubah menjadi 2 jenis puncak asimetris yakni membentuk puncak yang berekor tailing dan adanya puncak pendahulu fronting jika ada perubahan rasio distribusi solut ke arah yang lebih besar. Baik tailing maupun fronting tidak dikehendaki karena dapat menyebabkan pemisahan kurang baik dan data retensi kurang reprodusibel Rohman, 2007. Menurut Rohman 2007, adanya puncak, yang asimetri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut: 1. Ukuran sampel yang dianalisis terlalu besar. Jika sampel terlalu besar maka fase gerak tidak mampu membawa solut dengan sempurna karenanya akan terjadi pengekoran atau tailing. Universitas Sumatera Utara 2. Interaksi yang kuat antara solut dengan fase diam dapat menyebabkan solut sukar terelusi sehingga dapat menyebabkan terbentuknya puncak yang mengekor. 3. Adanya kontaminan dalam sampel yang dapat muncul terlebih dahulu sehingga menimbulkan puncak mendahului fronting. Untuk menentukan tingkat asimetri puncak dilakukan dengan menghitung faktor asimetris atau disebut juga dengan tailing factor TF yang dinyatakan dengan rasio antara lebar setengah tinggi puncak. Kromatogram yang memberi harga TF = 1 menunjukkan bahwa kromatogram tersebut bersifat setangkup atau simetris. Harga TF 1 menunjukkan bahwa kromatogram mengalami pengekoran tailing. Semakin besar harga TF maka kolom yang dipakai kurang efisien Rohman, 2007. Gambar 4. Menghitung besarnya tailing factor pada kromatogram

2.5.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi