Model generalis terintegrasi

4. Model generalis terintegrasi

Suatu keinginan profesional untuk menyatukan ketiga metode pekerjaan sosial yaitu casework, group work, dan community organization mendorong pencarian suatu landasan umum praktek. Pendekatan praktek multimetode atau kombinasi semakin populer setelah publikasi laporan Hollis-Taylor pada tahun 1951. Pada dasawarsa tahun 1970-an dan 1980-an, pendekatan generalis dalam praktek memperoleh pengakuan dan penerimaan. Karya-karya terdahulu oleh Meyer (1970), Goldstein (1973), Pincus dan Minahan (1973), Middleman dan Goldberg (1974), dan Siporin (1975) berfokus pada suatu penyatuan perspektif, sesuatu yang tidak dibatasi oleh metode, tetapi lebih dibentuk oleh parameter situasi atau lingkungan.

Pendekatan generalis terkini memadukan metodologi- metodologi intervensi tradisional ke dalam suatu kerangka yang sudah disatukan. Pendekatan ini memperluas konsep klien untuk mencakup semua sistem sosial berikut ini di dalam arena lingkungan. Klien, yaitu sistem manusia yang berunding atau berkonsultasi dengan pekerja sosial, dapat berupa masyarakat, RT/RT, perusahaan, kelompok, atau

Ada orang berpendapat bahwa efektivitas metode-metode spesialis yaitu casework, group work, dan community organization kehilangan orientasi generiknya. Akan tetapi, para pendukung pendekatan generalis yakin bahwa perspektif penyatuan mendorong perluasan potensi intervensinya. Pendekatan generalis dalam praktek pekerjaan sosial berorientasi kepada penemuan solusi-solusi atas masalah- masalah dan tantangan-tantangan. Kegiatan-kegiatan praktek pekerja sosial generalis lebih diarahkan oleh isu-su yang dihadapi oleh klien pada saat ini, bukan oleh suatu metode tertentu. Ini tidak berarti bahwa pekerja sosial generalis tidak menguasai suatu metode tertentu, tetapi ia adalah pakar dalam pemecahan masalah. Pekerja sosial mengusahakan solusi di dalam banyak struktur sosial. Dengan demikian, bahkan dalam praktek generalis, intervensi pekerjaan sosial berlangsung secara serentak pada level individu, keluarga, kelompok, organisasi, masyarakat, dan sistem sosial.

Dari perspektif penyatuan ini, Goldstein (1979, dalam DuBois & Miley, 2005: 76) mendefinisikan perubahan sebagai suatu proses penyesuaian dengan lingkungan kehidupan yang nampak dalam perilaku individu. Perubahan menuntut penyesuaian diri dengan orang lain di dalam lingkungan sosial. Dengan kata lain, perubahan pada suatu sistem cenderung mwndorong perubahan pada sistem lain.

Pada dasarnya, pada tingkat awal atau dasar pendidikan profesi, pekerja sosial dewasa ini ialah praktisioner generalis. Pekerja sosial generalis bekerja secara langsung dengan sistem klien yang mengalami beragam masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan, berpraktek di dalam beragam setting pelayanan sosial, dan menerapkan beragam model-model dan metode-metode. Sebagai generalis, pekerja sosial memiliki suatu pandangan terpadu tentang interaksi antara manusia dan sumber-sumber di dalam jejaring relasi yang membentuk lingkungan manusia. Oleh karena pekerja sosial generalis juga berintervensi secara tidak langsung, atau atas nama klien,

Bab 4

Sistem Penyelenggaraan Pelayanan Sosial

Sistem penyelenggaraan pelayanan sosial sebagai arena praktek pekerjaan sosial sangatlah kompleks dan berwajah banyak. Sistem didefinisikan secara berbeda-beda oleh fungsinya, klien yang dilayani, atau bidang pelayanan. Dalam kaitan dengan fungsi, sistem dapat dibedakan oleh fungsi seperti konseling keluarga, rehabilitasi vokasional, perencanaan kota, dan relokasi perumahan. Dalam kaitan dengan klien yang dilayani, sistem dapat dideskripsikan sebagai remaja nakal, orang lanjut usia, penyalah guna napza (narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif), dan orang cacat. Dalam kaitan dengan bidang pelayanan, sistem meliputi bidang-bidang praktek seperti peradilan kriminal, kesejahteraan anak, dan pemeliharaan penghasilan.

Fokus utama dari masing-masing konseptualisasi mencerminkan dimensi sistem penyelenggaraan pelayanan sosial yang berbeda-beda. Dimensi yang berbeda-beda itu terdiri atas unsur-unsur yang membentuk skema klasifikasi. Unsur-unsur itu dibentuk oleh kebutuhan-kebutuhan manusia, kondisi-kondisi masyarakat, dan iklim sosial-budaya-politik-ekonomi yang mencakup setting dimana pelayanan diselenggarakan, opsi pemrograman dan pelayanan, staffing, dan sumber-sumber pendanaan. Maka, untuk memudahkan para pembaca memahami isinya, buku ini diorganisasikan dalam lima subbab.

Subbab A Setting Pelayanan Sosial, memuat lembaga dan asosiasi, ranah publik dan privat, lembaga-lembaga sektarian, lembaga-lembaga sukarela, lembaga-lembaga waralaba, praktek independen, lokasi geografis, setting perkotaan, dan setting pedesaan.

Subbab B Pola-pola Staffing memuat profesional pekerjaan sosial, para profesional, kelompok tolong menolong, dan relawan.

Subbab C Pendanaan Pelayanan Sosial memuat pendanaan pusat dan kabupaten/kota, yayasan, dana masyarakat, dana lembaga, biaya pelayanan sosial, biaya pengganti asuransi, penjualan kontrak sosial, isu dalam pendanaan, dan privatisasi.

Subbab D Pemberian Pelayanan Sosial, Sanksi Pekerja Sosial, dan Isu dalam Penyelenggaan Pelayanan Sosial memuat prinsip-prinsip pemberian pelayanan sosial, sanksi atau kewenangan pekerja sosial dalam pelayanan sosial, dan isu dalam penyelenggaraan pelayanan sosial.

Subbab E Implikasi Pelayanan Sosial dalam Praktek memuat pandangan terhadap sistem penyelenggaraan pelayanan sosial dan faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sistem penyelenggaraan pelayanan sosial.