Intervensi level makro

3. Intervensi level makro

Intervensi level makro meliputi bekerja dengan rukun tetangga (RT/RW), komunitas (kelurahan, kecamatan), dan masyarakat untuk mencapai perubahan sosial. Praktek sistem makro mencerminkan warisan reformasi sosial dari pekerjaan sosial yaitu pencapaian perubahan sosial untuk memperbaiki kualitas kehidupan.

Secara tradisional, pekerja social berpartisipasi dalam reformasi social untuk bekerja demi kepentingan orang-orang yang tertindas, kurang beruntung, atau tidak berdaya. Seiring dengan perubahan tekanan profesi paad ekmiskinan dan gerakan-gerakan social pada tahun 1960-an untuk hak-hak sipil dan perdamaian, pekerja social sekali lagi menjadi aktivis. Perubahan ini mencerminkan suatu pendekatan baru yaitu bekerja dalam kemitraan dengan orang-orang yang tertindas dan yang kurang beruntung.

Para teorisi perencanaan sosial menggunakan label partisipasi masyarakat untuk menggambarkan pendekatan baru ini yaitu membantu orang lain untuk mengetahui, memilih, dan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan-keputusan tentang isu-isu yang menyangkut kehidupan mereka. Selain itu, gerakan-gerakan seperti orang-orang yang berurusan dengan persoalan-persoalan keselamatan produk menekankan keterlibatan masyarakat. Prakarsa perlindungan konsumen mengarah kepada pembentukan berbagai organisasi hak-hak konsumen yang memberikan informasi, perlindungan, dan bantuan hukum yang berkaitan dengan keselamatan produk (Tracy & DuBois, 1987).

Tujuan historis advokasi sosial berlangsung terus untuk mendorong usaha-usaha dalam mempromosikan keadilan sosial melalui perubahan komunitas dan masyarakat. Pada level intervensi ini, sistem klien adalah komunitas atau masyarakat itu sendiri. Contoh-contoh dari klien level mikro ialah ketetanggaan (RT/RW, kelurahan), kota, daerah pedesaan, pemerintah kota/kabupaten, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat. Sasaran utama perubahan ialah komunitas atau masyarakat itu sendiri; akan tetapi, karena hakekat transaksional dari perubahan, perubahan-perubahan

Dalam bekerja pada level makro, pekerja sosial membantu mengatasi ketegangan-ketegangan antarkelompok dan masalah-masalah masyarakat dengan memprakarsai aksi sosial dan perubahan sosial. Usaha-usaha mereka mencakup aktivitas-aktivitas seperti pengorganisasian masyarakat, pengembangan ekonomi, tindakan hukum, dan perumusan kebijakan.

Praktek level makro menyaratkan pengetahuan tentang standard-standard dan nilai-nilai komunitas, serta keterampilan-keterampilan dalam menggerakkan komunitas dibutuhkan bagi usaha-usaha pemecahan masalah. Dalam kaitan dengan intervensi pada level masyarakat, pekerja sosial ialah “kesadaran masyarakat” yang sedang beraksi. Pekerja sosial berusaha untuk mengatasi masalah-masalah sosial yang mempengaruhi keberfungsian sosial warga masyarakat, menghancurkan kualitas kehidupan, atau melemahkan struktur masyarakat. Pekerja sosial harus memiliki suatu pemahaman sosiologis dan budaya atas institusi-institusi sosial primer dan sekunder, serta populasi yang rentan dan tertindas di dalam masyarakat. Mereka harus memiliki keterampilan-keterampilan dalam melakukan tindakan- tindakan yang benar untuk mewujudkan hak-hak hukum, sipil, dan azasi manusia.

Suatu perspektif internasional sedang muncul dalam pekerjaan sosial seiring dengan makin besarnya pengakuan bahwa masalah-masalah melampaui batas-batas masyarakat. Keprihatinan bersama akan hak-hak manusia, kesehatan, kemiskinan dunia, perkembangan sosial dan ekonomi, lingkungan, dan pertumbuhan penduduk menuntut kerjasama internasional melalui federasi-federasi internasional di negara-negara industri dan berkembang. Untuk mengembangkan landasan pengetahuan mereka tentang pendekatan pandangan dunia, pekerja sosial membutuhkan informasi tentang organisasi-organisasi kesehatan dan pelayanan internasional, persoalan-persoalan dunia, politik, keberagaman budaya, atau barangkali yang bahkan lebih fundamental, geografi dunia. Lihat Tabel 3.3.

Berikut ini adalah kasus level makro dan intervensinya. Erik bekerja sebagai anggota suatu forum masyarakat yang merencanakan pelayanan-pelayanan pemrograman kerja bagi orang-orang tuna netra. Orientasi tradisional dari program bantuan kerja bagi orang-orang tuna netra ialah keterampilan- keterampilan pelatihan dan pengajaran yang dapat dialihkan kepada penempatan kerja. Baru-baru ini forum mendesakkan suatu perubahan kebijakan dalam pembiayaan pelayanan- pelayanan bantuan kerja kepada Pemerintah DKI Jakarta bagi orang-orang tuna netra sehingga pemrograman akan lebih mencerminkan kebutuhan-kebutuhan yang khas dari kelompok populasi ini.

Tabel 3.3

Faktor-faktor yang mempengaruhi keberfungsian sosial komunitas, masyarakat, dan komunitas dunia

Komunitas Masyarakat Komunitas

Nilai-nilai sosial