Praktek independen

6. Praktek independen

Praktek independen pekejaan sosial adalah cara lain memperluas bisnis waralaba. Pekerja sosial independen ialah seseorang yang mempraktekkan keseluruhan atau sebagian profesinya di luar lembaga pemerintah atau sukarela, yang bertanggung jawab atas prakteknya sendiri dan menciptakan kondisi pertukarannya sendiri dengan klien dan mengidentifikasikan dirinya sebagai praktisioner pekerjaan sosial dalam menawarkan pelayanannya (NASW, 1974, h. 39-40 dalam DuBois & Miley, h. 82). Penyelenggaraan pelayanan sosial secara independen telah menjadi bagian dari jejaring penyelenggaraan pelayanan sosial sejak era Mary Richmond, karena Richmond itu sendiri sebenarnya bekerja dalam praktek privat. Akan tetapi, praktek independen belum diberi sanksi atau kewenangan secara formal oleh Ikatan Pekerja Sosial Amerika Serikat (NASW, National Association of Social Workers) hingga tahun 1958, dan standard belum dirumuskan hingga tahun 1962 (Wallace, 1982 dalam DuBois & Miley, h. 82). Ruang lingkup praktek independen semakin meluas seiring dengan meluasnya lisensi negara bagian, peraturan, dan usaha-usaha lobi untuk mengembangkan hak-hak khusus lembaga-lembaga pelayanan sosial ((Stoesz, 1989, dalam DuBois & Miley, h. 82).

Praktek independen pekerjaan sosial dapat bersifat proprietary dan/atau klinis. Praktek proprietary meliputi kegiatan-kegiatan nonklinis seperti memberi konsultasi, memimpin workshop, mengontrakkan penelitian, dan pelayanan profesional terkait lainnya. Praktek privat atau pekerjaan sosial klinis ialah berorientasi teraputik dan pada umumnya berkaitan dengan isu dalam kesehatan jiwa (Barker, 1984 dalam DuBois & Miley, h. 82). Setting praktek independen bagi pekerja sosial meliputi kemitraan dengan pekerja sosial lain atau rekan antardisiplin dalam suatu praktek kelompok; pelayanan-pelayanan yang dikontrakkan oleh setting tuan rumah seperti klinik

Ada beberapa poin yang menarik perhatian tentang perbandingan antara pekerja sosial yang bekerja di lembaga dan praktisioner (Barker, 1984 dalam DuBois & Miley, h. 82). Pekerja sosial dalam praktek pribadi memandang kliennya sebagai tanggung jawab utamanya. Sementara hal ini diberi sanksi atau mandat dalam kode etik bagi semua pekerja sosial, pekerja sosial yang bekerja di lembaga dapat mengalami kesetiaan yang terbagi antara kebijakan lembaga dan kebutuhan-kebutuhan klien. Sementara praktisioner independen lebih otonom dalam memilih kliennya, pekerja sosial lembaga memiliki pilihan terbatas karena klien dan tugas seringkali diberikan kepadanya oleh pimpinan lembaga. Praktisioner independen menentukan teknik dan metode yang akan digunakan dalam memberikan pelayanan kepada klien dan dapat menghasilkan berbagai macam metodologi teoritis dan praktis. Pekerja sosial yang bekerja di lembaga, pada sisi lain, diatur oleh misi lembaga dan oleh aturan dalam memilih teknik-teknik praktek. Pekerja sosial di praktek privat berfungsi dalam setting nonorganisasi, sementara pekerja sosial lembaga dipandu secara operasional oleh prinsip-prinsip birokrasi. Praktisioner independen menerima uang atas pelayanan yang dikontrakkan secara langsung kepadanya, sementara penghasilan pekerja sosial lembaga berasal dari pemasukan lembaga. Karena pekerja sosial di praktek privat bekerja secara independen dan tanpa supervisi, mereka harus memiliki kredensial yang tepat dan memiliki pengalaman praktek yang signifikan.

Selanjutnya, mereka harus memiliki lisensi, sertifikasi, atau registrasi (licensed, certified, or registered) untuk berpraktek secara independen. Pekerja sosial di berbagai setting harus tunduk kepada nilai-nilai, standard-standard, dan etika pekerjaan sosial. Praktisioner privat bertanggung jawab (responsible) dan bertanggung gugat (accountable) secara profesional terhadap klien dan terhadap profesinya sendiri. Mereka tidak mengalami jejaring dukungan dan ”safety net” (jejaring keselamatan) yang diberikan di bawah naungan lembaga, dalam relasi kolegial, dan melalui bimbingan supervisi.

Sejumlah rincian bisnis berlaku dalam praktek independen pekerjaan sosial yang antara lain meliputi memiliki ruang kantor, menerima rujukan, dan aturan konsultasi. Selain itu, praktisioner independen pekerjaan sosial harus mengembangkan ukuran-ukuran efektivitas praktek dan dukungan kolegial serta mengelola krisis seperti klien bunuh diri atau psikotik dan potensi penyelidikan malpraktek (Motorin, Rosenberg, Levitt, & Rosenblum, 1987 dalam DuBois & Miley, h. 83). Ada juga resiko kejenuhan (burnout) sebagai akibat dari isolasi relatif dan terlalu banyak pekerjaan yang harus diselesaikan sesuai jadwal. Akhirnya, perhatian harus diberikan kepada konsultasi dengan kolega, perkembangan profesional, dan kegiatan- kegiatan pemulihan atau restoratif yang memadai (Barker, 1984 dalam DuBois & Miley, h. 83).

Praktek privat adalah suatu opsi yang tersedia bagi profesional yang memiliki kredensial yang baik dan pengalaman yang sesuai setelah meraih pendidikan strata dua pekerjaan sosial (di Indonesia strata satu pekerjaan sosial). Banyak negara bagian sekarang mengatur praktek privat pekerjaan sosial melalui peraturan lisensi. Para pendukung pekerjaan sosial klinis mengatakan bahwa praktek privat memberi pilihan yang lebih besar kepada konsumen, jam lebih longgar, otonomi lebih besar, dan keuntungan ekonomis (Neale 1983, Kelly & Alexander 1985 dalam DuBois & Miley, h. 83).

Praktek klinis privat seringkali menjadi tujuan mahasiswa pekerjaan sosial. Akan tetapi, sementara praktisioner privat memberi suatu sumbangan yang penting bagi kesejahteraan dan keberfungsian sosial, praktek privat bukanlah tanpa kontroversi. Kritik mencirikan praktek privat sebagai elitis, berfokus pada mikro, dan tersedia hanya bagi mereka yang mampu membayar.