b. Uji Multikolinearitas
Pengujian multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai tolerance dan variation inflation factor VIF. Nilai yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya gejala multikolinearitas adalah nilai tolerance 0,1 atau sama dengan nilai VIF 10.
Tabel 4.4 Uji Multikolinearitas
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standa
rdized Coefficients
t S
ig. Collinearity
Statistics B
Std. Error
Beta Tol
erance V
IF Co
nstant -
2,693 8,773
- 0,307
,762 LN
_X1 0,026
0,130 0,043
,201 ,842
0,9 42
1 ,061
LN _X2
0,303 0,316
0,206 ,959
,348 0,9
42 1
,061 a. Dependent Variable: LN_Y
Sumber : Output SPSS
Dari tabel 4.4 dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinearitas antara variabel bebas yang diindikasikasikan dari nilai
tolerance setiap variabel bebas 0,1 dan nilai VIF 10.
c. Uji Autokorelasi
Gejala autokorelasi dapat dideteksi dengan menggunakan uji Durbin- Watson D-W. Kriteria yang dapat digunakan untuk melihat besaran
Durbin-Watson adalah sebagai berikut: 1. Angka D-W dibawah -2, berarti ada autokorelasi positif.
2. Angka D-W diantara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi. 3. Angka D-W diatas +2, berarti ada autokorelasi negatif.
Tabel 4.5 Uji Autokorelasi
Model Summary
b
odel R
R Square
Adjust ed R Square
Std. Error of the
Estimate Durbin
-Watson ,
200
a
,0 40
-0,047 1,192
1,850 a. Predictors: Constant, LN_X2, LN_X1
b. Dependent Variable: LN_Y
Sumber : Output SPSS Dari tabel 4.5 diatas dapat diketahui bahwa nilai D-W adalah sebesar
1,850 yang menunjukkan bahwa nilai D-W termasuk pada kriteria kedua dan dapat disimpulkan bahwa model regresi terbebas dari masalah
autokorelasi.
d. Uji Heteroskedastisitas
Salah satu cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat
dengan residualnya. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Gambar 4.5 Uji Heteroskedastisitas
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y serta tidak membentuk pola
tertentu atau tidak teratur. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi.
2. Pengujian Hipotesis
Hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linear berganda. Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Uji hipotesis menggunakan uji signifikansi parsial dan uji signifikansi simultan.
Sebelum melakukan pengujian hipotesis, perlu diketahui nilai koefisien determinasi R
2
yaitu untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dalam hal ini yang
digunakan sebagai pengukuran adalah adjusted R. Nilai Adjusted R
2
tidak seperti R
2
yang akan bias terhadap jumlah variabel independen. Nilai Adjusted R dapat naik atau turun apabila satu variabel independen
ditambahkan ke dalam model regresi. Hasil pengolahan data terlihat dibawah ini:
Tabel 4.6 Koefisien Determinasi
Model Summary
b
odel R
R Square
Adjust ed R Square
Std. Error of the
Estimate ,
200
a
0, 040
-0,047 1,192
a. Predictors: Constant, LN_X2, LN_X1 b. Dependent Variable: LN_Y
Sumber : Output SPSS
Berdasarkan hasil model summary dapat diketahui bahwa nilai adjusted R
2
adalah sebesar -0,047. Angka ini menunjukkan bahwa variabel independen yaitu total accrual dan total asset dapat menjelaskan variabel
dependennya yaitu harga saham sebesar 0. Menurut Gujarati 2003 dalam Ghozali, 2006 jika dalam uji empiris didapat nilai adjusted R
2
negatif, maka nilai adjusted R
2
dianggap bernilai 0. Sedangkan sisanya
100 dijelaskan oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan dalam model regresi.
a. Uji Signifikansi Parsial
Uji signifikansi parsial atau uji t digunakan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara individu terhadap variabel dependen.
Hipotesis yang digunakan adalah: Ho = Variabel independen tidak berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen. Ha = Variabel independen berpengaruh secara parsial terhadap
variabel dependen. Uji ini dilakukan dengan membandingkan signifikansi t hitung dengan
ketentuan: 1. Jika t
hitung
t
tabel
pada α = 0,05 maka Ho diterima dan Ha ditolak. 2. Jika t
hitung
t
tabel
pada α = 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Hasil uji t dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.7 Uji Signifikansi Parsial
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standar
dized Coefficients
S ig.
B Std.
Error Beta
Constant -
2,693 8,773
0,307 ,762
LN_X1 0,02
6 0,130
0,043 ,201
,842 LN_X2
0,30 3
0,316 0,206
,959 ,348
a. Dependent Variable: LN_Y
Sumber : Output SPSS Hasil uji parsial dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai t
hitung
variabel manajemen laba adalah sebesar 0,201 sedangkan nilai t
tabel
pada α = 0,05 diketahui sebesar 2,014. Dengan demikian t
hitung
t
tabel
sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Maka Manajemen Laba secara parsial tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap harga saham. 2. Nilai t
hitung
variabel Ukuran Perusahaan adalah sebesar 0,959 sedangkan nilai t
tabel
pada α = 0,05 diketahui sebesar 2,014. Dengan demikian t
hitung
t
tabel
sehingga Ho diterima dan Ha ditolak. Maka Ukuran Perusahaan secara parsial tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap harga saham.
Berdasarkan tabel 4.7, maka persamaan regresi dapat disusun sebagai berikut:
Y = -2,693 + 0,026X1 + 0,303X2 Keterangan:
1. Konstanta sebesar -2,693 menunjukkan bahwa harga saham adalah sebesar -2,693 apabila variabel independen ditiadakan.
2. Manajemen Laba memiliki koefisien bertanda positif sebesar 0,026 yang berarti apabila terjadi kenaikan manajemen laba total
accrual sebesar 1 maka akan diikuti dengan kenaikan harga saham sebesar 0,026 dengan asumsi variabel lain tetap.
3. Ukuran Perusahaan memiliki koefisien bertanda positif sebesar 0,303 yang berarti apabila terjadi kenaikan ukuran perusahaan
total asset sebesar 1 maka akan diikiti dengan kenaikan harga saham sebesar 0,303 dengan asumsi variabel lain tetap.
b. Uji Signifikansi Simultan