Analisis Data Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Di Medan)

26 beberapa narasumber yang diwawancara adalah Penetua Adat Batak Toba, Pendeta dan Hakim Pengadilan Negeri Medan.

7. Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar-dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapta dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. 36 Analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif, yaitu proses penyusunan, mengkategorikan data kualitatif, mencari pola atau tema dengan maksud memahami maknanya. Penyusunan karya tulis ilmiah ini menggunakan data yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka dimana pengolahan, analisi, dan konstuksinya dilaksanakan dengan cara penelitian yang menggunakan metode kualitatif yang merupakan suatu cara penelitian yang menghasilkan dua data deskriptif dan komparatif. Penelitian ini melakukan kegiatan inventarisasi bahan-bahan hukum sekaligus juga mengidentifikasikan berbagai peraturan dibidang Hukum Adat khususnya mengenai perlindungan hukum terhadap anak akibat perceraian orangtuanya. Analisis data dilakukan dengan cara yaitu data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif, kesimpulan diambil dengan menggunakan cara berpikir induktif 36 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Roskdakarya, Bandung, 1991, hal. 103. Universitas Sumatera Utara 27 yaitu cara berpikir yang mendasar kepada hal-hal yang bersifat umum dan kemudian ditarik kesimpulan yang bersifat khusus sesuai dengan pokok permasalahannya. 37 Setelah analisi data selesai maka hasilnya kemudian akan disajikan secara deskriptif, yaitu dengan menuturkan dan menggambarkan apa adanya sesuai dengan permasalahan yang diteliti. 38 Dari hasil tersebut kemudian ditariklah kesimpulan yang merupakan jawaban atas permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini. 37 Surakhmad Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar Metode Tekhnik, Tarsito, Bandung, 1994, hal. 17. 38 H. B. Sutopo, Metodologi Penelitian Hukum Kualitatif Bagian II, UNS Press, Surakarta, hal. 37. Universitas Sumatera Utara 28

BAB II HAK ASUH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM HAL

TERJADI PERCERAIAN PADA MASYARAKAT BATAK TOBA KRISTEN DI MEDAN

A. Perceraian dan alasan-alasan Perceraian

Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kehidupan perkawinannya dapat berlangsung dan bertahan sampai selama-lamanya. Namun kenyataan sering kali tidak sesuai dengan harapan. Adakalanya antara suami istri tidak saling memahami hak dan kewajiban masing-masing dalam berumah tangga dan hal ini dapat menyebabkan pertengkaran bahkan perceraian. Di zaman modern ini kita semakin sering mendengar perceraian dalam rumah tangga yang diakibatkan salah satunya adalah ketidakcocokan suami istri, dimana tragisnya yang menderita adalah justru anak-anak hasil pernikahan tersebut. Anak- anak menjadi kurang diperhatikan karena orang tuanya sibuk mengurus perceraiannya. Perceraian merupakan masalah keluarga yang tidak hanya melibatkan suami istri saja, melainkan pada kebiasaannya seluruh keluarga ikut serta menyelesaikannya. 39 Keluarga merupakan satu kesatuan yang tidak hanya menyangkut suami istri saja tetapi juga menyangkut anak-anaknya. Adapun yang menjadi alasan-alasan perceraian pada umumnya adalah kerena adanya perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu pihak sehingga menimbulkan 39 Lili Rasjidi, Aneka Hukum Malaysia dan Indonesia, Alumni, Bandung, 1982, hal. 9. 28 Universitas Sumatera Utara 29 pertengkaran terus menerus yang tidak dapat dihindarkan, tidak adanya keturunan, suami suka mabuk-mabukan, serta alasan lainnya yaitu suami tidak memberikan uang belanja dan uang sekolah anak. Menurut pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, menetapkan bahwa perkawinan yang telah di bentuk dapat putus, antara lain oleh karena : 40 1. Kematian 2. Perceraian dan 3. Atas Keputusan Pengadilan. Penyebab putusnya perkawinan karena kematian disebabkan oleh karena salah satu dari suamiisteri atau bahkan kedua-duanya telah meninggal dunia terlebih dahulu, sehingga pernikahan menjadi putus. Putusnya perkawinan oleh karena perceraian disebabkan oleh karena adanya ketidakcocokan diantara para pihak suamiisteri dalam melanjutkan kehidupan rumah tangganya. Sehingga salah satu pihak mengajukan gugatan ke pengadilan, diantaranya oleh karena salah satu pihak meninggalkan pihak yang lainnya selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin, salah satu pihak berbuat zinah, pemabuk, penjudi, penganiayaan, serta perselisihan terus menerus. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan merupakan putusan perkawinan berdasarkan keputusan yang ditetapkan oleh hakim pengadilan. Selain itu juga disebabkan oleh karena salah satu pihak dalam perkara perceraiannya tidak hadir dalam putusan perceraiannya. 40 Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Universitas Sumatera Utara 30 Menurut Pasal 209 Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan 4 empat alasan perceraian, terdiri atas : 1. Zinah 2. Meninggalkan pihak yang lain tanpa alasan yang sah dari salah satu pihak selama 5 lima tahun berturut-turut pasal 211 KUHPerdata 3. Dihukum penjara selama 5 lima tahun lamanya atau lebih setelah perkawinan terjadi 4. Menimbulkan luka berat atau melakukan penganiayaan, yang membahayakan hidup pihak yang lain. Kemudian 4 empat alasan dalam pasal 209 KUHPerdata ini diperluas oleh yurisprudensi Mahkamah Agung tanggal 12 Juni 1968 Nomor 105 KSip1968, tentang diterimanya onheelbare tweespalt, sebagai alasan perceraian, yaitu dalam hal terjadi perceraian atau pertengkaran antara suami istri secara terus menerus dan tidak mungkin didamaikan lagi. 41 Menurut pasal 39 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 jo pasal 19 PP Nomor 91975, alasan terjadinya perceraian adalah : 1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan 2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa ijin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya. 41 Djaja Meliala, Perkembangan Hukum Perdata Tentang Orang dan Hukum Keluarga, Penerbit Nuansa Aulia, Bandung, hal.124. Universitas Sumatera Utara 31 3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 lima tahun atau hukuman lebih berat setelah perkawinan berlangsung. 4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain. 5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiistri. 6. Antara suamiistri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga. Bagi masyarakat Indonesia sudah menjadi pegangan hidup mereka sejak dahulu bahwa mengenai perkawinan, kelahiran dan kematian adalah sangat dipengaruhi oleh ketentuan-ketentuan agama. 42 Orang yang taat pada agamanya tidak mudah berbuat sesuatu yang melanggar larangan agamanya dan kepercayaannya. Selain larangan-larangan, agamanya juga mempunyai peraturan-peraturan yang memuat perintah-perintah yang wajib dan harus ditaati. 43 Perkawinan dalam masyarakat adat Batak Toba adalah sakral dan suci maksudnya perpaduan hakekat kehidupan antara laki-laki dan perempuan menjadi satu dan bukan sekedar membentuk rumah tangga dan keluarga. 44 Adanya kesatuan antara suami istri akan menghasilkan keturunannya kelak. Perkawinan pada masyarakat Batak Toba pada umumnya menganut perkawinan monogami dan prinsip 42 Rusdi Malik, Peranan Agama Dalam Hukum Perkawinan di Indonesia, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, 1990, hal. 11. 43 Chainur Arrasid, Dasar-dasar Ilmu Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2004, hal.5. 44 Raja Marpondang Gultom, Dalihan Na Tolu Nilai Budaya Suku Batak, Penerbit CV. Armanda, Medan, hal.377. Universitas Sumatera Utara 32 keturunan masyarakat Batak Toba adalah patrilineal, maksudnya garis keturunan dari anak laki-laki. 45 Pada masyarakat Batak Toba tidak dianjurkan bercerai karena sifat perkawinan dalam masyarakat Batak Toba adalah monogami, yaitu hanya ada satu istri dan satu suami. Namun pada jaman dahulu seorang suami diperbolehkan untuk mempunyai istri lebih dari satu disebabkan karena alasan-alasan tertentu yaitu oleh karena tidak memiliki keturunan. Dalam masyarakat Batak Toba, anak merupakan penerus keturunan yang akan membawa marga keluarganya di tengah-tengah masyarakat. 46 Menurut Bapak Sakti Silaen, tidak satupun hal yang mendukung namanya cerai, kecuali karena zinah. Oleh karena adanya zinah seorang istri bisa ditinggalkan, kalau tidak karena zinah maka ia tetap dianggap sebagai istri sah dalam adat. Dan apabila suami menikah lagi dengan orang lain, maka dalam adat Batak dianggap memiliki 2 dua istri. Pada jaman dahulu masyarakat Batak Toba banyak memiliki istri lebih dari satu, hal ini bisa dilakukan oleh karena tidak ada larangan dalam adat dan pada jaman dahulu ada anggapan bahwa banyak anak banyak rejeki, istilahnya “maranakhon sapuluh pitu marboru sapuluh onom memiliki 17 anak laki-laki dan 16 anak perempuan.” Namun hal ini terjadi sebelum kekristenan masuk ketanah Batak, setelah kekristenan masuk banyak orang Batak yang tidak melakukannya lagi. 47 45 Iman Sudiyat, Hukum Adat Sketsa Asas, Penerbit Liberry, Yogyakarta, 1981, hal. 107. 46 Hasil wawancara dengan Belsink Sihombing, Pendeta HKBP Sudirman Medan, pada tanggal 25 Juli 2012, pukul 16.00 WIB. 47 Hasil wawancara dengan Sakti Silaen, Panatua Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 33 Dalam adat Batak Toba kata cerai disebut sirang. Kata sirang atau marsirang dikenal sebagai terjemahan cerai atau bercerai. Arti asli kata sirang adalah lepas. Sirang dalam bahasa batak toba tidak sepenuhnya sama dengan cerai menurut arti dari Undang-Undang. Kesamaan sirang dengan cerai menurut undang-undang ialah bahwa antara suami istri hidup terpisah tidak serumah, suami istri tidak ada ikatan lagi, dan perbedaanya ialah cerai menurut undang-undang akan dikeluarkan bukti autentik yaitu akta cerai sementara sirang tidak ada dikeluarkan bukti apapun karena hanya berupa ucapan diantara para pihak, sehingga dengan demikian anak otomatis akan ikut dengan bapaknya kecuali anak yang masih menyusui akan ikut dengan ibunya dan begitu dia lepas menyusui dengan ibunya maka anak itu akan diambil kembali oleh bapaknya. Dan dalam batak toba sangat dimungkinkan sekali apabila suatu saat mereka kembali lagi menjadi suami istri. 48 Ada juga kata dipaulak yang artinya dipulangkan atau dikembalikan. Dalam hal ini isteri dipulangkan kepada orang tuanya. Dipaulak maksudnya adalah seorang istri dikembalikan lagi kepada orang tuanya dengan maksud agar orang tuannya menasehati kelakuan dan mengajari lagi anak perempuannya tersebut untuk bersikap dan melakukan perbuatan yang menghormati suami dan keluarga suaminya. Umumnya dipaulak dilakukan karena istri tersebut sudah tidak menghormati dan mendengar kata-kata suami, misalnya istri yang suka keluyuran sehingga menelantarkan suami dan anak-anaknya di rumah. Dan apabila si istri sudah menyadari dan menerima kesalahannya serta mau berubah maka ia bisa kembali 48 Ibid. Universitas Sumatera Utara 34 pulang ke rumahnya serta tinggal dengan suami dan anak-anaknya lagi. Hal ini hampir sama dengan pisah meja dan ranjang tetapi perbedaanya dalam sirang tidak ditentukan berapa lama batas waktu sirang supaya dapat kembali lagi. 49 Adapun alasan perceraian dalam adat yang diperbolehkan diantaranya adalah adanya pertengkaran antara suamiistri secara terus menerus, dan karena tidak memiliki keturunan. 50 Masyarakat Batak Toba pada umumnya kebanyakan menganut agama Kristen. Agama dan budaya itu dalam Batak Toba hampir tidak dapat dipisahkan. Seperti halnya dengan adat perkawinan, setelah adanya pemberkatan dari gereja ada lagi acara yang meriah berupa pesta adat. Dalam perkawinan ini semua ikatan keluarga baik dari pihak laki-laki, perempuan, tulang paman, dan semua keluarga memberikan berupa nasihat agar kelak nantinya keluarga itu menjadi keluarga yang rukun dan keluarga yang gabe menjadimendapatkan anak laki-laki dan anak perempuan yang baiksehat. Dalam suku Batak Toba khususnya yang beragama Kristen, ikatan adat atau budaya itu masih melekat dan agama itu masih dijunjung tinggi. 51 Dalam adat Batak Toba perceraian itu jarang terjadi, di mana dalam adat Batak Toba ada istilah “apapun akan dilakukan agar perceraian itu tidak terjadi”, ikatan budaya itu masih kuat. Namun dalam perkembangannya, banyak di temukan sekarang ini keluarga Batak Toba khususnya yang beragama Kristen sudah 49 Op.Cit, Belsink Sihombing. 50 Ibid. 51 Ibid Universitas Sumatera Utara 35 melakukan perceraian, kebanyakan orang memilih melakukannya dengan menempuh jalur hukum di pengadilan. Sehingga dengan demikian tiap tahun semakin bertambah orang Batak Toba yang melakukan perceraian. 52 Dengan adanya adat yang mengikat diharapkan akan mempersempit kesempatan orang untuk bercerai. Adat dalam Batak Toba itu sangat di junjung tinggi sehingga perceraian itu sangat rendah. Agama juga yang sangat mendukung untuk menolak terjadinya perceraian. Dalam agama Kristen, bahwa sahnya suatu perkawinan harus diberkati digereja oleh Pendeta. 53 Acara pemberkatan nikah tersebut dilakukan untuk memberi kepastian bahwa perkawinan itu sah menjadi suatu hubungan suami isteri antara kedua mempelai. Hal ini sesuai dengan Pasal 1 ayat 1 Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974. Dalam acara pemberkatan tersebut, kedua mempelai sama-sama berjanji untuk sehidup semati, baik dalam suka maupun duka, seperti tertulis, “Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia Markus 10 : 9.” Pernikahan Kristen di pandang sebagai kontrak publik dihadapan para saksi dengan seorang laki-laki dan seorang perempuan yang dengan saling setuju dan dilakukan secara bebas membuat janji-janji tak bersyarat untuk setia seumur hidup satu kepada satu kepada yang lain dengan pertolongan Tuhan. 54 Setelah adanya pemberkatan nikah di gereja maka perkawinan tersebut harus disahkan lagi dalam administrasi Negara yaitu di hadapan Pegawai Catatan Sipil yang 52 Ibid 53 Ibid 54 Ibid Universitas Sumatera Utara 36 biasanya di laksanakan di salah satu ruangan gereja yang biasa disebut ruang biduk perhobasan ruang persiapan. Kedua mempelai dan orang tuanya sebagai saksi dalam pencatatan perkawinan tersebut. 55 Setelah adanya pemberkatan yang dilakukan di gereja, selanjutnya dilaksanakan upacara adat. Dalam upacara adat sebagaimana kebiasaaan pada masyarakat Batak Toba yang tujuannya untuk mensahkan perkawinan itu secara hukum adat. Dengan dilaksanakan adat tersebut, maka perkawinan tersebut telah sah dan kedua mempelai telah mempunyai kedudukan dalam masyarakat adat. Dalam upacara tersebut dilakukan untuk manggarar utang membayar utang kepada kerabat yang bersangkutan sesuai dengan adat Batak Toba. Dalam hal ini peran dari Dalihan Na Tolu sangat di butuhkan. Perkawinan orang Batak haruslah diresmikan secara adat berdasarkan adat Dalihan Na Tolu, dan upacara agama serta Catatan Sipil. Artinya segala perkawinanyang telah dilaksanakan, selanjutnya dilakukan pencatatn dikantor catatan sipil untuk mendapat kelengkapan administrasi negara. 56 “Dalihan Na Tolu adalah filosofis atau wawasan sosialkulturan yang menyangkut masyarakat dan budaya Batak. Dalihan Na Tolu menjadi kerangka yang meliputi hubungan-hubungan kerabat darah dan hubungan perkawinan yang mempertalikan satu kelompok. Dalam adat Batak, Dalihan Na Tolu ditentukan dengan adanya tiga kedudukan fungsional sebagai suatu konstruksi sosial yang terdiri dari tiga hal yang menjadi dasar bersama. Ketiga tungku tersebut adalah : 57 55 Ibid 56 Ibid 57 http;id.wikipedia.orgwikiDalihan_Na_Tolu, diakses pada tanggal 1 Nopember 2012 pukul 10.05 wib. Universitas Sumatera Utara 37 1. Somba Marhula-hula : ada yang menafsirkan pemahaman ini menjadi “menyembah hula-hula, namun ini tidak tepat. Memang benar kata Somba, yang tekananya pada som berarti menyembah, akan tetapi kata Somba di sini tekananya ba yang adalah kata sifat dan berarti hormat. Sehingga Somba marhula-hula berarti hormat kepada Hula-hula. Hula-hula adalah kelompok marga istri, mulai dari istri kita, kelompok marga ibu istri bapak, kelompok marga istri opung, dan beberapa generasi, kelompok marga istri anak, kelompok marga istri cucu, kelompok marga istri saudara dan seterusnya dari kelompok dongan tubu. Hula-hula ditengarai sebagai sumber berkat. Hula-hula sebagai sumber hagabeonketurunan. Keturunan diperoleh dari seorang istri yang berasal dari hula-hula. Tanpa hula-hula tidak ada istri, tanpa istri tidak ada keturunan. 2. Elek Marborulemah lembut tehadap boruperempuan. Berarti rasa sayang yang tidak disertai maksud tersembunyi dan pamrih. Boru adalah anak perempuan kita, atau kelompok marga yang mengambil istri dari anak kita anak perempuan kita. Sikap lemah lembut terhadap boru perlu, karena dulu borulah yang dapat diharapkan membantu mengerjakan sawah di ladang tanpa boru, mengadakan pesta suatu hal yang tidak mungkin dilakukan. 3. Manat mardongan tubusabutuha, suatu sikap berhati-hati terhadap sesama marga untuk mencegah salah paham dalam pelaksanaan acara adat. Hati-hati dengan teman semarga. Kata orang tua-tua “hau na jonok do na boi marsiogoson” yang berarti kayu yang dekatlah yang dapat bergesekan. Ini menggambarkan bahwa begitu dekat dan seringnya hubungan terjadi, hingga dimungkinkan terjadi konflik, konflik kepentingan, kedudukan dll. Inti ajaran Dalihan Na Tolu adalah kaidah moral berisi ajaran saling menghormati masipasangapon dengan dukungan kaidah moral : saling menghargai dan menolong”. Masyarakat Batak Toba menganut sistem kekarabatan patrilineal atau garis kebapakan atau mempertahankan garis keturunan laki-laki yang melakukan perkawinan dalam bentuk perkawinan jujur sinamot, dimana isteri setelah kawin masuk dalam kekerabatan suami dan termasuk anak-anak berada dibawah kekuasaan suamibapak. Setiap perkawinan yang dilaksanakan seperti yang telah dijelaskan diatas, mengharapkan hubungan perkawinan itu kekal sampai selama-lamanya. Akan Universitas Sumatera Utara 38 tetapi tidaklah mudah untuk menjalaninya. Diperlukan usaha dan kerja sama yang baik antara pihak suami dan pihak isteri. Setiap orang pasti menginginkan keluarganya tetap harmonis sampai beranak cucu, tidak jarang dalam kehidupan nyata banyak keluarga yang gagal di tengah jalan. Dengan berbagai alasan yang diyakini bisa menjadi syarat untuk melakukan perceraian. Dalam hal putusnya perkawinan akibat perceraian, suami istri tidak leluasa untuk menentukan sendiri syarat-syarat untuk memutuskan hubungan perkawinan tersebut, melainkan terikat juga pada peraturan hukum dan adat yang berlaku. Dalam masyarakat Batak Toba terjadinya perceraian sama halnya dengan perkawinan. Di mana dalam upacara perkawinan agar kedua mempelai tersebut sah menjadi keluarga dan kekerabatan dalam adat Batak Toba maka disahkan dengan cara adat yang berlaku dalam Batak Toba. Begitu juga halnya dengan perceraian yang terjadi pada masyarakat Batak Toba, apabila terjadi perceraian, maka akan diselesaikan terlebih dahulu secara adat. Maka terlebih dahulu dikumpulkan pengetua-pengetua adat dan juga kekerabatan dari Dalihan Na Tolu untuk membicarakan hal-hal yang terjadi diantara kedua belah pihak. Disini Dalihan Na Tolu menanyakan kedua belah pihak yang berperkara dan berusaha untuk mendamaikannya, akan tetapi apabila tidak dapat lagi didamaikan dan kedua belah pihak berkeras untuk bercerai, maka para penetua adat tersebut memutuskan Universitas Sumatera Utara 39 untuk bercerai. Perceraian secara hukum adat tetap dianggap sah sepanjang hukum adat tersebut masih berlaku pada masyarakat setempat. 58 Pada dasarnya masyarakat Batak Toba tidak menyetujui adanya perceraian, namun kenyataannya bahwa kerapkali terjadi ketidakcocokan antara suami istri yang berlangsung terus menerus. Tidak ada satupun alasan yang memperbolehkan terjadinya cerai kecuali karena zinah. 59 Jika seorang suami atau istri meninggalkan suatu perkawinan karena sesuatu alasan selain perzinahan, mereka harus tetap membujang tidak boleh kawin. Ada dalam Alkitab, “Terhadap mereka yang sudah kawin, inilah perintah saya: Seorang wanita yang sudah kawin janganlah meninggalkan suaminya. Tetapi kalau ia sudah meninggalkannya, ia harus tetap tidak bersuami, atau kembali kepada suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan istrinya” 1 Korintus 7:10-11. Kalau sudah kawin dengan seseorang yang tidak beriman kepada Tuhan bukanlah alasan yang dapat diterima untuk perceraian. 60 Alasan perceraian pada masyarakat Batak Toba beragama Kristen di Kota Medan disebabkan oleh karena beberapa faktor yaitu : 61 1. Faktor ekonomi Adapun faktor ekonomi menjadi suatu faktor penyebab perceraian oleh karena adanya berbagai kebutuhan keluarga yang harus terpenuhi, sementara mata 58 Ibid 59 Op.Cit. Sakti Silaen. 60 Op.Cit. Belsink Sihombing 61 Ibid Universitas Sumatera Utara 40 pencaharian dari suami tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari rumah tangga. Kehidupan dan pergaulan dikota menyebabkan keinginan istri untuk memiliki barang-barang seperti perhiasan, makan di mall, belanja di mall sementara untuk kebutuhan sehari-hari saja sudah tidak terpenuhi. Istri sering menuntut lebih, sulit mengatur keuangan rumah tangga, sehingga hal inilah menyebabkan percekcokan di dalam keluarga. Selain itu, adanya kesenjangan penghasilan yang di dapat oleh suami dan istri turut menjadi penyebab gagalnya perkawinan. Hal ini disebabkan oleh karena istri memiliki penghasilan lebih tinggi daripada suaminya. Suami penghasilannya kecil, atau bahkan tidak memiliki pekerjaan alias pengangguran juga menjadi penyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga. 2. Faktor perselingkuhan zinah Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing dapat diketahui bahwa perceraian yang disebabkan oleh karena perselingkuhanperzinahan banyak terjadi. Untuk alasannnya perselingkuhanperzinahan itu sendiri Amang Pendeta tidak dapat mejelaskannya secara rinci, karena hal tersebut menyangkut masalah pribadi dari pasangan suami istri. Namun hal itu banyak terjadi, hal ini dapat dilihat dalam kenyataannya bahwa ada pasangan suami istri yang bertengkar, tidak lama berpisah, suami sudah jalan dengan wanita lain. Hal inilah yang menyebabkan suami istri terus bertengkar, dan menyebabkan istri meminta gugatan cerai kepada suaminya. Universitas Sumatera Utara 41 3. Faktor cara berpikir dan pertengkaran Adapun cara berpikir turut menjadi penyebab perceraian, pemikiran yang negatif mengenai kelakuan pasangannya, mengenai pekerjaannya dan apa yang dilakukannya hingga larut malam menjadi bahan pertengkaran. Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing bahwa kebanyakan orang selalu berpikir negatif duluan daripada berpikir positif. Hal inilah yang menyebabkan pertengkaran dalam rumah tangga. Misalnya suami pulang hinga larut malam tiap harinya dalam kondisi mabuk, alasannya kerja namun tidak membawa duit sementara anak dan istri dirumah menunggu dan tidak makan. Saat pulang kerumah, hal inilah yang menyebabkan terjadilah pertengkaran terus menerus dan tidak dapat terhindarkan, bahkan kadang kala si suami karena dalam kondisi mabuk dan emosi yang tinggi memukul istri. 4. Intervensi orangtua Dari hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing, dapat diketahui bahwa intervensi orangtua dalam rumah tangga anaknya sangat sering terjadi, umumnya intervensi ini berasal dari orangtua suami. Banyak alasan yang menyebabkan masuknya intervensi orangtua yaitu karena orangtua suami tidak menyukai kelakuan dari istri anaknya. Orangtua dari pihak suami inginnya bahwa menantu perempuannya harus hormat dan tunduk kepada mertuanya juga, misalnya menantu harus membuatkan kopi atau teh kepada martuanya. Selain itu intervensi orangtua dalam rumah tangga anaknya adalah dalam hal anak dan menantunya tidak mampu memberikan seorang cucu kepada mereka. Universitas Sumatera Utara 42 Kehidupan tanpa hadirnya seorang anak yang ditunggu-tunggu kehadirannya tak kunjung datang, sementara dalam masyarakat Batak Toba anak adalah penerus keturunan. Banyak hal yang menyebabkan tidak adanya keturunan, diantaranya karena kemandulan, pihak istri menderita penyakit yang tidak dapat di sembuhkan. Fenomena yang terjadi dalam masyarakat Batak Toba Kristen yaitu perceraian pada Batak Toba Kristen itu sekarang ini yang telah banyak ditemui. Kebanyakan orang Batak Toba Kristen sekarang ini melakukan perceraian lewat jalur hukum yaitu dengan mendaftarkan gugatannya ke pengadilan. Dapat dilihat dari data yang diperoleh dari Pengadilan Negeri Medan yang melakukan perceraian secara hukum. Berdasarkan hasil penelitian di Pengadilan Negeri Medan diperoleh data mengenai perkara yang diterima dan diputus adalah sebagai berikut : Tabel 1 Perkara Perdata yang Diterima dan Diputus di Pengadilan Negeri Medan dari Tahun 2010 sd 2012 No Tahun Jumlah Diputus Sisa Sisa Baru Jumlah 1 2010 302 580 882 557 325 2 2011 352 42 394 90 304 3 2012 304 358 662 - - Sumber : Laporan Register Perkara Perdata Pengadilan Negeri Medan Universitas Sumatera Utara 43 Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa perkara perdata yang diterima tahun 2010 berjumlah 882 perkara, yang diputus berjumlah 557 perkara, tahun 2011 perkara yang diterima berjumlah 394 perkara dan diputus 90 perkara. Dan pada tahun 2011 oktober berjumlah 662 perkara. Tabel 2 Perkara Perceraian yang Diterima di Pengadilan Negeri Medan dari Tahun 2010 sd 2012 Tahun Batak Toba Perceraian Umum Jumlah 2010 88 kasus 142 kasus 230 kasus 2011 75 kasus 187 kasus 262 kasus 2012 30 Oktober 74 kasus 215 kasus 289 kasus Sumber : Laporan Register Perkara Perdata Pengadilan Negeri Medan Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa perkara perceraian yang diterima tahun 2010 berjumlah 230 perkara, 142 perkara perceraian non Batak Toba dan 88 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Tahun 2011 berjumlah 262 perkara, 187 perkara non Batak Toba dan 75 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Tahun 2012 berjumlah 289 perkara, 215 perkara non Batak Toba dan 74 perkara adalah perkara perceraian pada masyarakat Batak Toba Kristen. Selain wawancara yang dilakukan terhadap informan yaitu hakim di Pengadilan Negeri Medan maka penelitian juga dilakukan terhadap beberapa putusan Pengadilan Negeri Medan yang dapat di jadikan sampel penelitian. Penelitian ini dilakukan terhadap keluarga Batak Toba yang telah bercerai dan mempunyai anak di Universitas Sumatera Utara 44 bawah umur dengan menyebarkan kuesioner pada responden, sehingga terpilih 5 lima orang tua laki-laki yang telah bercerai, 5 lima orang orang tua yang telah bercerai dan 5 lima orang anak-anak di bawah umur yang orang tuanya telah bercerai. Dari hasil penelitian yang diperoleh dari jawaban responden atas pertanyaan kuesioner perlindungan hukum terhadap hak asuh dan nafkah anak setelah perceraian dalam praktek dan pengadilan dapat diketahui bahwa : Tabel 3 Karakteristik responden yang bercerai menurut umur n=10 No Umur Orang tua Laki-laki Orang tua Perempuan Frekuensi Persen 1 26 - 30 - - - - 2 31 - 35 2 2 4 40 3 36 - 40 - 1 1 10 4 41 - 45 1 1 2 20 5 46 - 50 1 1 2 20 6 51 - 55 1 - 1 10 Jumlah 5 5 10 100 Sumber : Data Primer Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa orang tua laki-laki dan orang tua perempuan yang yang bercerai yang paling banyak berusia 31-35 tahun 40, dan diikuti masing-masing usia 36-40 tahun dan 51-55 tahun masing-masing 10, berusia 41-45 tahun sebesar 20 dan usia 46-50 tahun sebesar 20 . Tabel 4 Karakteristik responden yang bercerai menurut tingkat pendidikan n = 10 No Umur Orang tua Laki-laki Orang tua Perempuan Frekuensi Persen 1 SD - - - - 2 SMP - - - - 3 SMASMKSTM 2 1 3 30 4 Sarjana 3 4 7 70 Jumlah 5 5 10 100 Sumber : Data Primer Universitas Sumatera Utara 45 Berdasarkan tabel tersebut, menunjukkan bahwa tingkat pendidikan Sarjana merupakan tingkat pendidikan yang paling tinggi yaitu sejumlah 70, kemudian diikuti oleh tingkat pendidikan SMA yaitu 30.

B. Akibat Perceraian

Putusnya perkawinan yang terjadi antara suami isteri dapat menimbulkan akibat terhadap perkembangan dan penghidupan anak. Akibat putusnya perkawinan karena perceraian diatur dalam Pasal 41 Undang-undang Perkawinan. Ada tiga akibat putusnya perkawinan karena perceraian, yaitu : 1. Terhadap anak-anak 2. Terhadap harta bersama harta yang diperoleh selama dalam perkawinan 3. Terhadap nafkah pemberian bekas suami kepada bekas isterinya yang dijatuhi talak berupa benda atau uang dan lainnya. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata, akibat perceraian ialah : a. Bahwa istri mendapatkan kembali statusnya sebagai wanita yang tidak kawin. Persatuan harta perkawinan menjadi terhenti, dan dapat dilakukan pemisahan dan pembagiannya. Harta besama dibagi dua pasal 128 KUHPerdata, b. Kekuasaan orang tua juga menjadi terhenti. Untuk anak dibawah umur diserahkan kepada pengadilan, siapa yang ditunjuk menjadi wali pasal 229 ayat 1 KUHPerdata c. Kewajiban memberi nafkahpun akan terhenti kecuali apa yang diatur dalam pasal 225 KUHPerdata bila suami atau istri yang atas permohonannya dinyatakan Universitas Sumatera Utara 46 perceraian, tidak mempunyai penghasilan yang mencukupi untuk biaya penghidupan, maka Pengadilan Negeri akan menetapkan pembayaran tunjangan hidup baginya dari harta pihak yang lain. Dengan demikian akibat perceraian menurut KUHPerdata, seorang istri yang telah bercerai akan kembali statusnya menjadi tidak kawin, harta bersama menjadi tidak ada oleh karena telah dibagi diantara suamiistri, kekuasaan orang tua menjadi terhenti oleh karena pengadilan telah menunjuk salah satu menjadi wali anak. Akibat perceraian menurut Pasal 41 Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 adalah : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberikan keputusannya. b. Bapak yang bertanggungjawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan anak-anak itu, bilamana bapak dalam kenyataan tidak dapat memberi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut, c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan suatu kewajiban bagi bekas istri. Dengan demikian baik ayah maupun ibu tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak berdasarkan kepentingan anak, ayah bertanggung jawab atas nafkah namun bilamana ayah tidak dapat memenuhinya maka ibu juga ikut memikulnya. Dalam hal terjadi perselisihan mengenai penguasaan anak maka pengadilan yang akan memutus, dan juga pengadilan dapat mewajibkan bekas suami memberikam penghidupan bagi bekas istrinya. Universitas Sumatera Utara 47 Tabel 5 Karakterisitik responden yang bercerai menurut Pekerjaan n = 10 No Umur Orang tua Laki-laki Orang tua Perempuan Frekuensi Persen 1 PNS 1 3 4 40 2 Pegawai BUMN - - - - 3 Pegawai Swasta - - - - 4 Pegawai Honorer - - - - 5 Petani - - - - 6 Berdagang - - - - 7 Wiraswasta 3 - 3 30 8 Bekerja tidak tetap 1 - 1 10 9 Ibu Rumah Tangga - 2 2 20 Jumlah 5 5 10 100 Sumber : Data Primer Dari tabel diatas, dapat diketahui bahwa pekerjaan responden yang paling banyak adalah sebagai Pegawai Negeri Sipil yaitu 40, diikuti pekerjaan sebagai wiraswasta sebesar 30 kemudian diikuti dengan responden Ibu Rumah Tangga sebesar 20 dan bekerja tidak tetap 10. Tabel 6 Tanggung jawab suamiistri dalam memenuhi biaya hidup anak n=10 No Yang bercerai Memenuhi Tidak memenuhi Kadang - kadang Persentase Suami Mem- nuhi Tidak meme- nuhi Kadng- kadang 1 EM -  - 30 50 20 2 RS -  - 3 RM - -  4 BM  - - 5 A -  - 6 JM  - - 7 BM  - - 8 FS - -  9 DP -  - 10 FS -  - Jumlah 3 5 2 100 Sumber : Data Primer Universitas Sumatera Utara 48 Dari tabel di atas diketahui setelah terjadi perceraian ternyata banyak suami yang tidak memenuhi tanggung jawabnya untuk membiayai kehidupan anak-anaknya. Dari tabel diatas suamiisteri yang telah bercerai diketahui jumlah terbesar ada 5 lima orang 50 suami yang tidak memenuhi tanggung jawab terhadap biaya hidup anak, 3 tiga orang yang memenuhi 30 dan 2 dua orang atau sebesar 20 juga yang memenuhi namun tidak rutin. Tabel 7 Biaya Hidup nafkah untuk anak n=10 No Uraian Jumlah Persen 1 Ditanggung seluruhnya oleh suami 3 30 2 Kadang-kadang suami memberikan 2 20 3 Ditanggung oleh istri karena : - - a. Suami kurang mampu secara ekonomi - - b. Istri mampu dan sanggup membiayai kehidupan anaknya 2 20 c. Suami tidak memberikan biaya hidup anak sama sekali 3 30 Jumlah 10 100 Sumber : Data Primer Dalam hal mengenai biayai hidup dibebankan kepada aorang tua laki-laki ayah. Dari tabel diatas terlihat bahwa hanya 30 suami yang memberikan biaya hidup kepada anaknya. Ada suami yang kadang-kadang saja memberikan biaya hidup bagi anaknya 20 dan adapula bapak tidak memberikan biaya hidup anak dibawah umur disebabkan karena suami sekali tidak mau tahu mengenai keadaan anak yaitu sebanyak 30. Kemudian ditanggung oleh isteri karena suami isteri mampu dan sanggup membiayai kehidupan anak yang masing-masing sebanyak 20. Universitas Sumatera Utara 49 Dalam hal putusnya perkawinan karena perceraian dapat menimbulkan akibat terhadap anak. Keluaga yang pecah ialah keluarga dimana terdapat ketiadaan salah satu dari orang tua karena kematian, perceraian, hidup berpisah, untuk masa yang tak terbatas ataupun suami meninggalkan keluarga tanpa memberitahukan kemana ia pergi. 62 Hal ini menyebabkan yaitu : a. Anak kurang mendapatkan perhatian, kasih sayang dan tuntutan pendidikan orang tua, terutama bimbingan ayah, karena ayah dan ibunya masing-masing sibuk mengurus permasalahannya. b. Kebutuhan fisik dan psikis anak remaja menjadi tidak terpenuhi, keinginan harapan anak-anak tidak tersalur dengan memuaskan, atau tidak mendapatkan kompensasinya. c. Anak-anak tidak mendapatkan latihan fisik dan mental yang sangat diperlukan untuk hidup susila. Mereka tidak dibiasakan hidup disiplin dan kontrol diri yang baik. Jadi akibat yang timbul dari perceraian menyebabkan anak merasa terabaikan. Berbagai macam alasan perceraian akan membawa dampak yang tidak baik bukan hanya terhadap hubungan antara mantan suami isteri saja, namun juga terhadap hubungan dengan anak-anaknya. Anak merupakan korban utama akibat perceraian orang tuanya, anak yang seharusnya mendapat perhatian dan kasih sayang orang tuanya menjadi terabaikan, selain itu juga mengganggu perkembangan psikis dari anak-anaknya. 62 Yani Trizakia, Latar Belakang dan Dampak Perceraian,UNS, Semarang, hal.29. Universitas Sumatera Utara 50 Pada umumnya masyarakat Batak Toba menginginkan perkawinan yang telah dilangsungkan dapat terus berjalan dan bertahan untuk selama-lamanya sebab dalam masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen tidak mengenal istilah perceraian. Masyarakat Batak Toba sebagian besarnya beragama Kristen, oleh karenanya kehidupannya dipengaruhi oleh unsur-unsur agama, dimana agama Kristen melarang perceraian sebab yang dapat memisahkan pasangan suami istri hanya maut. Namun dalam kenyataan kehidupan masyarakat sekarang, khususnya masyarakat Batak Toba yang tinggal di kota Medan, perceraian dapat terjadi. Hal ini disebabkan oleh karena pengaruh dan di dorong oleh berbagai kepentingan kerabat dan orangtua yang tidak mempunyai hubungan yang baik dengan kerabat istrinya. 63 Perceraian yang terjadi antara suami istri menimbulkan akibat terhadap anak- anak di bawah umur yaitu adanya pertanggungjawaban suami istri atas kelangsungan hidup anak-anaknya. Perceraian orangtua tidak boleh mengabaikan kepentingan si anak. Dengan adanya perceraian maka akan menimbulkan hak asuh anak, pernyelesaian perselisihan mengenai hak asuh anak diputuskan oleh Hakim Pengadilan dengan berbagai pertimbangan apakah hak asuh akan jatuh ketangan ayah atau ibunya. Umumnya dalam masyarakat Batak Toba, hak pengasuhan anak akan jatuh ketangan suami, hal ini dikarenakan masyarakat Batak Toba menganut garis keturunan patrilineal. Namun dalam hal terdapat anak balita yang masih menyusui, 63 Hasil wawancara dengan Belsink Sihombing, Pendeta HKBP Sudirman Medan, pada tanggal 25 Juli 2012, pukul 16.00 WIB. Universitas Sumatera Utara 51 maka anak tersebut akan tinggal bersama dengan ibunya sampai cukup usia untuk di pisah menyusui sirang susu yaitu 2-3 tahun. Suami berkewajiban menafkahi anak- anaknya tersebut. Namun berdasarkan hasil wawancara dengan Amang Pendeta dalam perkembangannya sekarang hak pengasuhan anak tidak selamanya jatuh ketangan suami, hal ini disebabkan oleh karena anak memiliki hak asasi yang harus didengar dimana ia berhak untuk memilih kepada siapa dia akan tinggal, apakah dengan ayahnya atau dengan ibunya. Dalam hal anak ikut ibunya, maka ayah berkewajiban untuk tetap memberikan nafkah kepada anak-anaknya tersebut. Berapa besarnya nafkah yang diberikan kepada anak-anaknya adalah merupakan dari hasil kesepakatan bersama antara suami istri dengan melihat kepada kemampuan finansial dari suami terlepas dari penyebab perceraian adalah kesalahan siapa. Apabila suami bekerja dan memiliki penghasilan sudah wajiblah baginya untuk menafkahi, harus dengan hati bukan matematis. 64 Sementara menurut Bapak Sakti Silaen, dalam hal terjadi perceraian antara suami istri menimbulkan akibat yaitu dalam gereja mereka mendapat hukum Siasat Gereja dan dalam adat sanksinya berupa pengucilan oleh masyarakat adat Batak Toba. Salah satu bentuk pengucilannya adalah bahwa mereka tidak diundang dalam acara-acara adat. Sedangkan akibat perceraian terhadap anak ialah bahwa anak-anak wajib ikut dengan ayahnya. Hal ini disebabkan oleh karena hal tersebut merupakan 64 Ibid. Universitas Sumatera Utara 52 budaya adat Batak yang menganut sistem kekerabatan patrilineal. Anak-anak dalam masyarakat adat Batak dianggap sebagai penerus keturunan. 65 Dalam hal terjadi perceraian maka berakibat hubungan suami istri menjadi putus, begitu juga hubungan suamiistri dengan kerabat suamiistrinya dahulu. Hanya hubungan orang tua dengan anak-anaknya yang tetap terjalin. Umumnya suamiistri yang cerai mendapatkan hukum Siasat Gereja yaitu sanksi pengucilan. 66

C. Tanggungjawab PemeliharaanHak Asuh dan Nafkah Anak

Keluarga yang harmonis dan bahagia menjadi dambaan setiap keluarga, namun dalam kenyataannya tidak selamanya dapat diwujudkan. Dalam kehidupan berumah tangga antara suami istri mengharapkan agar perkawinan yang telah dibina dapat berjalan dengan langgeng dan menjadi suatu keluarga yang bahagia dan harmonis. Keharmonisan keluarga mempunyai peranan yang cukup besar dalam perkembangan dan pertumbuhan jiwa anak kearah yang lebih baik, sebaiknya hubungan yang kurang harmonis akan menimbulkan perkembangan dan pertumbuhan anak yang tidak baik dan tidak terkendali. Anak kelak akan menjadi penerus keturunan yang mana anak mempunyai hak untuk dipelihara dan dididik dengan baik dan penuh kasih sayang oleh kedua orang tuanya. Kepribadian seorang anak akan tumbuh dengan baik apabila pendidikan yang 65 Hasil wawancara dengan Sakti Silaen, Panatua Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul 20.00 WIB. 66 Hasil wawancara dengan Rosliana br Hutapea, Masyarakat Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul 20.30 WIB. Universitas Sumatera Utara 53 diberikan kepada anak tersebut dibarengi dengan perhatian dan kasih sayang yang dicurahkan secara harmonis oleh kedua orang tuanya, sebaliknya apabila hubungan antara kedua orang tuanya tidak berjalan dengan harmonis maka perhatian dan kasih sayang terhadap anak akan menjadi berkurang bahkan tidak diperhatikan dan diperdulikan sama sekali. Sehingga dengan demikian hubungan antara anak dengan kedua orang tuanya tidak berjalan dengan baik. Kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua tentu akan mengakibatkan dampak yang kurang baik, anak yang tidak mendapat perhatian akan mencoba mencari perhatian diluar. Anak menjadi tidak terurus dan dapat melakukan hal-hal apapun sesukanya tanpa adanya pengawasan orang tua sibuk mengurus perceraiannya. Permasalahan mengenai anak pasca perceraian orangtuanya tidak akan terjadi sepanjang orangtuanya sama-sama mempunyai iktikad yang baik untuk menjalankan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Ibu memegang hak pemeliharaan anak-anak sedangkan ayah memberikan nafkah. 67 UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dalam Pasal 30 menyebutkan bahwa “suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat”. Selanjutnya dalam Pasal 45 disebutkan sebagai berikut : 1 Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik- baiknya. 67 Op.Cit, Belsink Sihombing Universitas Sumatera Utara 54 2 Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat 1 pasal 1 berlaku sampai anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban mana berlaku terus meskipun perkawinan antara keduanya putus. Kewajiban mendidik dan memelihara anak-anak dilakukan oleh kedua orang tua terhadap anak-anaknya, sampai anak-anaknya menjadi dewasa dan mampu berdiri sendiri walaupun kedua orang taunya telah bercerai. Selanjutnya dalam Pasal 47 dinyatakan sebagai berikut : 1 Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 2 Orang tua mewakili anak tersebut mengenai perbuatan hukum di dalam dan di luar pengadilan. Kekuasaan orang tua ini dapat saja dicabut akan tetapi orang tua tidak dibebaskan dari kewajiban memberi biaya nafkah anak hal tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 49 UU No.1 tahun 74 tentang Perkawinan, sebagai berikut : “Salah seorang atau kedua orang tua dapat dicabut kekuasaannya terhadap seorang anak atau lebih untuk waktu tertentu atas permintaan orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang dengan keputusan pengadilan dalam hal-hal : a. Ia sangat melalaikan kewajibannya terhadap anaknya. b. Ia berkelakuan sangat buruk.” Universitas Sumatera Utara 55 Meskipun orang tua dicabut kekuasaannya mereka masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anaknya tersebut. Hal ini dilakukan agar kebutuhan anak-anak akan penghidupan dan perkembangannya tetap terjamin sampai anak-anak tumbuh menjadi dewasa. Untuk semakin memperjelas tentang prinsip hukum yang mengatur tentang biaya nafkah anak setelah terjadinya perceraian, dalam hal ini perlu pula dikemukakan ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Hal tersebut diatur dalam Pasal 41 sebagai berikut : a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bila mana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, pengadilan menentukan keputusannya ; b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bila mana bapak dalam kenyataannya tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya tersebut. Kewajiban akan pemeliharaan hidup anak bukan hanya sekedar mencukupi kebutuhan sehari-harinya saja, akan tetapi juga yang paling penting dan terutama ialah bahwa ayah dan ibu tersebut mampu untuk mengurus dan membina kepribadian anaknya dengan benar dan baik sehingga anak tersebut nantinya akan menjadi manusia yang berguna bagi masa depannya sendiri, keluarganya, dan dalam kehidupan masyarakat. Universitas Sumatera Utara 56 Permasalahan mengenai pemeliharaan anak dan biaya nafkah, ayah dan ibu wajib melaksanakannya. Ibu berdasarkan hak pengasuhannya berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anak dibawah umur sampai dewasa sedangkan ayah berkewajiban untuk memberkan nafkah anak dalam hal untuk pendidikan, makanan, dan segala kebutuhan lain yang menunjang perkembangan anak-anaknya sampai anak-anak tersebut dewasa. Tindakan orang tua yang mengabaikan pemeliharaan anak ini dapat terjadi karena orang tua tidak menyadari bahwa walaupun telah bercerai, anak tetap mempunyai hak untuk mendapatkan perhatian, pemeliharaan dan perlindungan dari kedua orang tuanya bukan nenek dan kerabat ayahnya. Pertanggungjawaban mengenai pemeliharaan yaitu hak asuh anak dan nafkah merupakan bentuk perlindungan hukum terhadap anak. Namun dalam kenyataannya ayah yang sudah diwajibkan untuk menafkahi anak-anaknya, dikemudian hari ayah tersebut sudah tidak perduli lagi akan kewajibannya. Ayah seringkali mengabaikan kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada anak-anaknya. Oleh karenanya hal ini menyebabkan anak-anak menjadi terlantar. Putusnya hubungan perkawinan karena perceraian akan menimbulkan akibat hukum yang harus diperhatikan oleh para pihak yang bercerai, karena dengan putusnya perkawinan maka bukan berarti juga akan memutus kewajiban para pihak sebagai ayah dan ibu dalam hal pemeliharaan, pengasuhan dan pemberian nafkah anak-anaknya. Kewajiban ini dalam lingkungan masyarakat adat di dasarkan pada sistem kekeluargaan yang berlaku dalam masyarakat. Universitas Sumatera Utara 57 Pada masyarakat Batak Toba di Medan menganut sistem kekerabatan patrilineal yaitu dalam hal orang tuanya bercerai maka yang lebih berhak atas pemeliharaanhak asuh hidup anak adalah pihak suamikerabat suami karena masyarakat dengan sistem kekerabatan patrilineal semua anak-anak akan mengikuti dan meneruskan marga ayahnya, dan kedudukan ini tidak akan berubah walaupun orang tuanya sudah bercerai. Namun dalam hal anak masih balita masih menyusui, hak pemeliharaan dan pendidikan anak-anak yang di bawah umur umumnya akan jatuh ketangan ibunya. 68 Hal ini sesuai dengan ketentuan agama, adat dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku sekarang khususnya dalam Undang- undang Perkawinan, hal ini disebabkan oleh karena anak-anak di bawah umur masih sangat memerlukan perhatian dari ibunya. Namun dalam prakteknya dilapangan, berdasarkan hasil wawancara dengan Amang Pendeta Belsink Sihombing, bahwa ternyata tidak selamanya pengasuhan anak diberikan kepada ayahnya. Anak diberikan hak untuk memilih ikut dengan siapa ia tinggal. Orang Batak jaman sekarang sudah berpikiran maju, sehingga hak kebebasan anak harus didengar. Dan bicara soal nafkah anak, banyak ayah yang melalaikan kewajibannya tersebut dengan berbagai alasan-alasan tertentu. Kebanyakan dari orang tua laki-lakiayah menyatakan bahwa mereka tidak mau dibebani tugas untuk mengurus anak sehingga akhirnya anak diserahkan pemeliharaannya kepada nenek ataupun kerabat ayahnya. 69 68 Op.Cit, Sakti Silaen 69 Op.Cit, Belsink Sihombing Universitas Sumatera Utara 58 Menurut Bapak Sakti Silaen, ayah berkewajiban menafkahi dan memelihara anak-anak. Sementara untuk anak-anak yang masih di bawah umur, masalah mengenai nafkah adalah merupakan kesepakatan bersama antara suami istri. Umumnya suami memberikan nafkah karena ia merasa bertanggungjawab atas kelangsungan hidup anak-anaknya. 70 Sementara berdasarkan hasil wawancara dengan salah seorang masyarakat Adat Batak Toba yang tinggal di Medan mengatakan bahwa hak pengasuhan anak hendaknya diberikan kepada ibu, karena ibu lebih memiliki kedekatan dan lebih sayang dengan anak-anak dibanding dengan ayah yang lebih sibuk bekerja dan umumnya rata-rata ayah menikah kembali, dan kalaupun anak jatuh ketangan ayah, hal itu akan sangat menyiksa anak-anak dari pernikahan pertama, karena sedikit banyaknya ibu tiri pasti lebih menyayangi anak kandung dibanding anak tiri. Dan mengenai nafkah anak adalah merupakan kesepakatan bersama. Hendaknya ayah bertanggungjawab terhadap anak walaupun hak asuh anak ada pada istrinya. Namun dalam hal suami tidak mau menafkahi, hendaknya istri berusaha sendiri untuk banting tulang buat menafkahi anak juga. 71 70 Op.Cit, Sakti Silaen 71 Hasil wawancara dengan Rosliana br Hutapea, Masyarakat Adat Batak Toba, pada tanggal 25 Oktober 2012, pukul 20.30 WIB. Universitas Sumatera Utara 59

BAB III TANGGUNGJAWAB ORANG TUA YANG TELAH BERCERAI TERHADAP

NAFKAH ANAK DI BAWAH UMUR DALAM PUTUSAN PENGADILAN

A. Pengertian Anak Sah

Anak merupakan harapan orang tua yang diharapkan kelak akan memberikan kebahagiaan bagi orang tuanya. Kehadiran seorang anak di engah-tengah keluarga akan mempererat hubungan antara suami istri dalam mengarungi kehidupan rumah tangga karena anak adalah merupakan anugerah Tuhan yang harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya. Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. 72 Dengan demikian, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 delapan belas tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut adalah demi kepentingannya. 73 Undang-undang Kesejahteraan Anak menyebutkan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 dua puluh satu tahun dan belum pernah kawin. Sedangkan dalam Undang-undang Pengadilan Anak menyatakan bahwa anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai usia 8 delapan tahun tetapi belum mencapai 18 delapan belas tahun dan belum pernah kawin. 74 72 Lihat pasal 1 angka 1 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak 73 Lihat pasal 1 angka 5 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia 74 Lihat Pasal 1 ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak , Lihat juga Pasal 1 angka 1 UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak. 59 Universitas Sumatera Utara 60 Undang-undang Perkawinan menyatakan bahwa anak adalah Anak yang belum mencapai umur 18 tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan ada dibawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. 75 Menurut Ter Haar sebagaimana dikutip Soetojo Prawirohamidjojo menyatakan bahwa Anak yang masih menyusui dibawah 2 sampai 3 tahun akan mengikuti ibunya, sesudah itu tempat mereka tergantung pada sistem kekerabatan masing-masing. 76 Hukum perdata menjamin hak-hak dasar anak sejak lahir bahkan sejak dalam kandungan. Dalam hukum perdata, pengertian anak dimaksudkan pada pengertian “kebelum dewasaan” karena dalam hukum perdata seorang anak yang belum dewasa sudah bisa mengurus kepentingan-kepentingan keperdataannya. Untuk memenuhi keperluan ini, maka diadakan peraturan hendliching yaitu suatu pernyataan tentang seseorang yang belum dewasa sepenuhnya atau untuk beberapa hal yang sama saja dipersamakan dengan seorang yang telah dewasa. 77 Namun, dalam praktek hal ini jarang dipergunakan dalam masyarakat terlebih karena telah ditetapkannya batas usia dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga hendliching telah kehilangan arti dan pada akhirnya dicabut karena sudah tidak sesuai dan tidak mengikuti perkembangan jaman sekarang ini. 75 Lihat Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. 76 Soetojo Prawirohamidjojo, Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia, Airlangga, University Press, Surabaya, 1988, hal.142. 77 R. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Cetakan 31, Jakarta, PT Intermasa, 2003, hal 55. Universitas Sumatera Utara 61

1. Penggolongan Anak dan Kedudukan Anak