Kerangka Teori Perlindungan Hukum Terhadap Anak Di Bawah Umur Akibat Putusnya Perkawinan Karena Perceraian (Studi Pada Masyarakat Batak Toba Kristen Di Medan)

12 c. Apakah yang menyebabkan kesulitan melaksanakan putusan pengadilan yang telah mewajibkan orang tua untuk membiayai anaknya setelah perceraian? 2. Tessy NIM 097011100, Mahasiswa Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Tanggungjawab Hukum Suami Istri dalam Perceraian Terhadap Anak Studi Kasus Putusan No. 209Pdt.G2007PN.Mdn” dengan permasalahan yang diteliti adalah : a. Apa yang merupakan dasar pertimbangan hakim dalam menentukan tanggung jawab pengasuhan anak setelah perceraian? b. Bagaimanakah upaya hukum dari tidak terlaksananya hak dan kewajiban terhadap anaknya setelah perceraian kedua orang tuanya? c. Bagaimanakah upaya yang dapat dilakukan oleh suami atau istri apabila salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya terhadap anak sesuai putusan pengadilan?

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori merupakan alur penalaran atau logika flow of reasoninglogic, terdiri dari seperangkat konsep atau variabel, defenisi dan proposisi yang disusun secara sistematis. 11 Teori adalah seperangkat gagasan yang berkembang disamping untuk mencoba secara maksimal untuk memenuhi kriteria tertentu, meski mungkin saja 11 J.Supranto MA, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta, 2003, hal.194. Universitas Sumatera Utara 13 hanya memberikan kontribusi parsial bagi keseluruhan teori yang lebih umum. 12 Teori diperlukan untuk menerangkan atau menjelaskan gejala spesifik atau proses tertentu terjadi. 13 Dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta- fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. 14 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk mensistimasikan penemuan- penemuan penelitian, memuat ramalan atau prediksi atas dasar penemuan dan menyajiakn penjelasan yang dalam hal ini untuk menjawab pertanyaan. Artinya teori merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesesuaian dengan objek yang dijelaskan dan harus didukung oleh fakta empiris untuk dinyatak benar. 15 Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis. 16 Adapun kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Perlindungan Hukum. Munculnya teori perlindungan hukum ini bersumber dari teori hukum alam atau aliran hukum alam. Aliran ini dipelopori oleh Plato, Aristoteles murid Plato, dan Zeno pendiri aliran Stoic. Menurut aliran hukum alam menyebutkan bahwa hukum itu bersumber dari Tuhan yang bersifat universal dan abadi, serta antara hukum dan moral tidak boleh dipisahkan. Para penganut aliran ini memandang bahwa hukum dan moral adalah cerminan dan aturan secara internal dan eksternal dari kehidupan manusia yang diwujudkan melalui hukum dan moral. Menurut Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah ketentuan akal yang bersumber dari Tuhan yang bertujuan untuk 12 Otje Salman dan Anton F Susanto, Teori Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2005, hal. 21. 13 Wuisman dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, jilid I, Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1996, hal. 203 14 Ibid, hal. 16. 15 Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 17. 16 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Penerbit Mandat Maju, Bandung, 1994, hal.80. Universitas Sumatera Utara 14 kebaikan dan dibuat oleh orang yang mengurus masyarakat untuk disebarluaskan. 17 Eksistensi dan konsep hukum alam selama ini masih banyak dipertentangkan dan ditolak oleh sebagian besar filsuf hukum, tetapi dalam kenyataan justru dalam tulisan-tulisan pakar yang menolak itu, banyak menggunakan faham hukum alam yang kemungkinan tidak disadarinya. Salah satu alasan yang mendasari penolakan sejumlah filsuf hukum terhadap hukum alam, karena mereka masih menganggap pencarian terhadap sesuatu yang absolut dari huk alam, hanya merupakan suatu perbuatan yang sia-sia dan tidak bermanfaat. 18 Menurut Von Thomas Aquinas mengatakan bahwa hukum alam adalah cerminan undang-undang abadi lex naturalis. Jauh sebelum lahirnya aliran sejarah hukum, ternyata aliran hukum alam tidak hanya disajikan sebagai ilmu pengetahuan, tetapi juga sebagai prinsip-prinsip dasar dalam perundang- undangan. Keseriusan umat manusia akan kerinduan terhadap keadilan, merupakan hal yang esensi yang berharap adanya suatu hukum yang lebih tinggi dari hukum positif. Hukum alam telah menunjukkan, bahwa sesungguhnya hakikat kebenaran dan keadilan merupakan suatu konsep yang mencakup banyak teori. Berbagai anggapan dan pendapat para filosof hukum bermunculan dari masa kemasa. Pada abad ke-17, substansi hukum alam telah menempatkan suatu asas yang bersifat universal yang biasa disebut Hak Asasi Manusia HAM. 19 Menurut Satijipto Raharjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia HAM yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum. 20 Pendapat Sunaryati Hartono mengatakan bahwa hukum dibutuhkan untuk mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial, ekonomi dan politik untuk memperoleh keadilan sosial. 21 Sementara pendapat Philipus M. Hardjon bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat 17 http:hnikawawz.blogspot.com201111kajian-teori-perlindungan-hukum.html, diakses pada tanggal 15 April 2012, pukul 20.00 WIB. 18 Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Ghalia Indonesia, Bogor, 2004, hal. 116. 19 Ibid. 20 Satijipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, hal. 53. 21 Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum Nasional, Alumni, Bandung, 1991, hal 55. Universitas Sumatera Utara 15 preventif dan represif. 22 Perlindungan hukum preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan hukum represif bertujuan untuk menyelesaikan sengketa, termasuk penangannya di lembaga peradilan. 23 Dengan demikian masalah mengenai perlindungan sangat erat kaitannya dengan kehidupan yang terjadi didalam masyarakat, perlindungan meliputi perlindungan terhadap orang tua, anak, dan orang lain. Dalam hal perlindungan di dalam sebuah keluarga, anak merupakan prioritas utama yang harus mendapatkan perlindungan dan perhatian. Anak lahir dari sebuah perkawinan antara suami istri. Perkawinan adalah salah satu peristiwa penting yang sangat penting dalam penghidupan masyarakat kita, sebab perkawinan itu tidak hanya menyangkut wanita dan bakal mempelai saja, tetapi juga orangtua kedua belah pihak, saudara- saudaranya, bahkan keluarga-keluarga mereka masing-masing. 24 Perkawinan bertujuan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal merupakan tujuan ideal yang mencakup pengertian jasmani dan rohani ysng melahirkan keturunan 25 , sehingga perkawinan merupakan suatu hal yang berlangsung seumur hidup. 22 Philipus M. Hardjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, PT bina Ilmu, Surabaya, 1987, hal. 2. 23 Maria Alfons, Implementasi Perlindungan Geografis Atas Produk-produk Masyarakat Lokal Dalam Perpektif Hak Kekayaan Intelektual, Ringkasan Disertasi Doktor, Universitas Brawijaya, Malang, 2010, hal 18. 24 Soerojo Wignjodipoero, Op.Cit, hal. 122. 25 Yahya Harahap, Hukum Perkawinan Nasional, CV. Rajawali, Medan, 1986, hal.3. Universitas Sumatera Utara 16 Beragamnya kepentingan antar manusia dapat terpanuhi secara damai, tetapi juga menimbulkan konflik jika tata cara pemenuhan kepentingan tersebut dilakukan tanpa ada keseimbangan sehingga akan melanggar hak-hak orang lain. 26 Perceraian kadangkala dianggap sebagai salah satu upaya penyelesaian untuk menghapus perkawinan dengan putusan hakim yang diajukan oleh salah satu pihak dalam perkawinan tersebut. Dalam hal terjadi perceraian maka akibatnya juga berdampak terhadap anak-anak dari perkawinan. Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 pasal 19, ada 6 enam alasan tentang perceraian, yaitu: Perceraian dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan: a. Salah satu pihak berbuat zinah atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan; b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya; c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 lima tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung; d. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain; e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suamiisteri; 26 SP. Wasis, Pengantar Ilmu Hukum, UMM Press, Malang, 2002, hal.7. Universitas Sumatera Utara 17 f. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukunlagi dalam rumah tangga. Putusnya perkawinan antara para pihak dalam perkawinan tidak memutuskan hubungan ayah atau ibunya dengan anak-anaknya, sebab dengan tegas telah diatur bahwa suami dan istri yang telah bercerai tetap mempunyai kewajiban sebagai orang tua yaitu untuk memelihara dan mendidik anak-anaknya yaitu dengan memberikan hak asuh yang berpidah kesalah satu pihak apakah beralih ke ayah atau ke ibunya sehingga terdapat suatu perlindungan hukum bagi kepentingan anak-anak yang perkawinan orang tuanya putus karena perceraian. Menurut pasal 41 Undang-undang Perkawinan menyebutkan : Akibat putusnya perkawinan karena perceraian ialah: a. Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya, semata-mata berdasarkan kepentingan anak, bilamana ada perselisihan mengenai penguasaan anak-anak, Pengadilan memberi keputusan. b. Bapak yang bertanggung jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu, bilaman bapak dalam kenyataannya tidak dapt memberi kewajiban tersebut pengadilan dapat menentukan bahwa ikut memikul biaya tersebut. c. Pengadilan dapat mewajibkan kepada bekas suami untuk memberikan biaya penghidupan danatau menentukan sesuatu kewajiban bagi bekas isteri. Adanya perceraian memberi dampak terhadap hubungan orang tua dan anak- anaknya. Dengan adanya pasal 41 UUP jelas hal tersebut memberikan perlindungan Universitas Sumatera Utara 18 hukum terhadap anak dimana orang tua di bebani kewajiban untuk bertanggungjawab dalam hal pemeliharaan anak-anaknya kelak sampai dewasa. Berdasarkan pasal 1 Undang-undang tentang Perlindungan Anak yang dimaksud dengan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 delapan belas tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Dan yang menjadi hak dari seorang anak adalah “Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi pasal 4 Undang-undang Perlindungan Anak.” “Dikalangan Batak Toba Kristen keputusan untuk bercerai itu adalah merupakan pilihan rasional yang dianggap merupakan solusi yang tepat dalam mengakhiri setiap permasalahan yang terus-menerus yang tidak mempunyai harapan lagi untuk bisa dipertahankan. Berbagai faktor yang membuat sebuah keluarga Batak Toba Kristen memutuskan untuk bercerai diantaranya : terjadinya konflik dimana dalam sebuah keluarga tersebut tidak dikaruniai anak, faktor perselingkuhan yang dilakukan isteri, salah satu pihak telah meninggalkan keluarga tanpa ijin dalam waktu yang sangat lama, kehadiran pihak ketiga seperti mertua dalam keluarga sehingga memicu konflik, ketidakhadiran seorang anak laki-laki dalam rumah tangga tersebut, dan pertengakaranperselisihan yang terus menerus, hingga mengambil keputusan dengan melakukan perceraian. Dari hasil penelitian juga terdapat yang menceraikan bukan hanya perempuan saja, tetapi laki-laki atau suami juga menceraikan isterinya. Terjadinya perceraian dikalangan Batak Toba Kristen itu didasari oleh faktor intern dan faktor ekstern. Dimana faktor interndari dalam rumah tangga tersebut yaitu terjadinya konflik, perselisihan, pertengkaran yang terus menerus sehingga sulit untuk dipertahankan lagi. Sedangkan faktor dari luar yaitu masuknya budaya barat yang banyak diadopsi masyarakat, kekuatan hukum yang semakin tegas, kurangnya bimbingan konseling dari gereja kepada keluarga, dan terjadinya perubahan dalam masyarakat dengan masuknya budaya barat sehingga terjadi memudarnya budaya, nilai-nilai agama, adat. Faktor dari luar ini memberi peluang kepada sebuah keluarga untuk mengambil keputusan dengan perceraian. dari berbagai media juga dapat dilihat bahwa perceraian itu mudah Universitas Sumatera Utara 19 untuk dilakukan, masyarakat Batak Toba Kristen terpengaruh dengan fenomena yang terjadi disekitarnya”. 27 Akibat perceraian terhadap anak adalah hakim akan memutuskan dengan melihat dan menimbang kepada suami atau istri diberikan hak asuh anak di bawah umur tersebut. Pada umumnya hak asuh anak di bawah umur akan jatuh ketangan istri ibu anak di bawah umur, namun dalam masyarakat batak anak-anak dari hasil pernikahan akan jatuh ke tangan ayahnya. Hal ini di sebabkan oleh karena masyarakat Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilineal. Selain hak asuh perceraian juga berakibat terhadap kewajiban nafkah orang tua terhadap anak di bawah umur. Anak yang tidak tahu apa-apa mengenai perceraian orang tuanya menjadi korban sehingga anak yang seharusnya hidup bersama kedua orang tuanya menjadi terpisah, anak harus ikut dengan ayah atau ibunya. Ia akan menjadi kurang perhatian dan kasih sayang dari salah satu orang tuanya, dan jangan sampai mengganggu perkembangan mental anak. Oleh karena itu, dengan adanya teori perlindungan hukum ini akan memberikan perlindungan terhadap anak, dimana anak berhak untuk menentukan dengan siapa ia tinggal kelak dan ia tetap berhak mendapatkan pengasuhan dan biaya nafkah sebagaimana seharusnya kewajiban orang tuanya untuk kelangsungan hidupnya kelak, karena hal tersebut merupakan salah satu bentuk Hak Asasi Manusia seorang anak. 27 http:www.researchgate.netpublication44709368_Fenomena_Perceraian_Dikalangan_Bata k_Toba_Kristen, diakses pada tanggal 20 Juli 2012, pukul 16.30 WIB. Universitas Sumatera Utara 20

2. Konsepsi