Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota Di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH KABUPATEN/KOTA DI SUMATERA UTARA ERA

OTONOMI DAERAH

SKRIPSI OLEH JUMASI PURBA

070501033

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Ekonomi 2010


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PENANGGUNG JAWAB SKRIPSI Nama : Jumasi Purba

NIM : 070501033

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Kemampuan Keuangan Daerah : Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota : Di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah

Tanggal, Pembimbing Skripsi

NIP. 19671111 200212 1 001 (Kasyful Mahalli, Msi)


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTRA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

BERITA ACARA UJIAN

Hari :

Tanggal :

Nama : Jumasi Purba

NIM : 070501033

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Kemampuan Keuangan Daerah : Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota : Di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah

Ketua Departemen Pembimbing Skripsi

(Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

NIP. 19730408 199802 1 001 NIP. 19671111 200212 1 001 (Kasyful Mahalli, Msi)

Penguji I Penguji II

(Inggr ita Gusti Sari, Msi)

NIP. 19801110 200812 2003 NIP. 19630907 198803 2 002 (Dra.RainaLinda Sari,Msi)


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

PERSETUJUAN ADMINISTRASI AKADEMIK Nama : Jumasi Purba

NIM : 070501033

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Perencanaan Pembangunan

Judul Skripsi : Analisis Kemampuan Keuangan Daerah : Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota : Di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah

Tanggal, Ketua Departemen

NIP. 19730408 199802 1 001 (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)

Tanggal, Dekan

NIP. 19550810 198303 1 004 (Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec)


(5)

ABSTRACT

This research, analize the influence of the financial ability the regional financing capability to the regional expenditure in 25 Regency and City in North Sumatera, During the period 2001-2008. The independent variabel of this research are PAD and DAU.

This research used Panel Data or Pool Data in the estimation by combining crossection and time series, and using software Eviews 6.0 in analyzis the data.

The result of Panel Data and REM shows that PAD and DAU has a positive and significant in statistic at α = 1% effects to the lokal goverment expendituries in the Regency / City in North Sumatera.

Key Word: PAD, DAU, Local Goverment Expenditure


(6)

ABSTRAK

Penelitian ini membahas tentang kemampuan keuangan daerah terhadap belanja daerah di Provinsi Sumatera Utara pada 25 kabupaten/Kota era Otonomi Daerah pada Kurun Waktu 2001-2008 adapun variabel bebas dalam penelitian ini adalah PAD dan DAU.

Metode yang digunakan dalam Estimasi adalah Pool Data atau data panel yang menggabungkan data crossection dan time series dengan menggunakan alat analisis untuk mengolah data yaitu dengan menggunakan eviews 6,0.

Hasil estimasi data panel dengan mengunakan metode Random Effect Model (REM) menunjukkan bahwa PAD, DAU mempunyai pengaruh positif dan signifikan pada α1% terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara.


(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat, kasih dan pertolongan-Nya yang luar biasa dan tak pernah berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah”.

Pada kesempatan ini penulis sangat mengucapkan terima kasih dan rasa sukacita serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada Orangtuaku yang sangat kusayangi M. Purba (Alm) dan H. Silaban yang selalu mendukung, memberikan semangat dan materi serta doa yang tak pernah putus membimbing tiap langkah penulis untuk tetap kuat dalam segala hal dan tetap berjalan dalam kebenaran. Dan kepada keluarga besar yang banyak memberikan dorongan dan bantuan yang tidak tenilai khususnya abang, kakak,adik dan semua keponakan penulis (Bang Parsaulian, Kak santa, eda M.Panggabean, abang ipar D.sihite, adikku Alex Korban dan keponakanku semua Angel purba, Tasya purba, Daud Frans purba dan Kristi Sihite, Dian sihite, Cahaya sihite) dan kepada semua pihak yang mendukung dalam penyelesaian skripsi ini terutama kepada :

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M. Ec sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M. Ec sebagai ketua Departemen Ekonomi Pembanganan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Kasyful Mahalli, Msi selaku dosen pembimbing yang telah memberi inspirasi, bersedia meluangkan waktu, memberikan masukan dan bimbingan dari awal pengerjaan sampai dengan selesainya skripsi ini.


(8)

4. Ibu inggrita Gusti Sari, Msi dan Ibu Dra. Raina Linda Sari, Msi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan petunjuk dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.

5. Seluruh staf pengajar dan pegawai di Fakultas Ekonomi terkhusus Departemen Ekonomi Pembangunan atas pengajaran, bimbingan, jasa-jasanya dan bantuannya kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

6. Teman-teman seperjuangan Penulis di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2007 (ade, yan, merlince, kak titin, kak agnes,bona, Antonius, era, mira kak riris, sharly, yakin dan yang lainnya), di Jalan Terompet khususnya Terompet 45, Ikatan Mahasiswa Humbang Hasundutan USU (IMHU), Kumpulan Mahasiswa Kristen (KMK) terutama BdLight4C (k,marsel, k,titin, ade, yan, merlince), seseorang yang pesial (b,erlijhon) yang selalu menemani dan member semangat buat penulis, Serta buat jemaat Gereja Siloam Injili (GSI) di Dolok Sanggul yang selalu menopang dalam doa. dan teman-teman yang lainnya yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang selalu memberikan semangat dan bantuan serta kebersamaan yang kuat selama perkuliahan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna mengingat keterbatasan penulis. Penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang berguna bagi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermamfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Medan, Mei 2010 Penulis


(9)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... . i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTARGAMBAR ………. viii

DAFTAR LAMPIRAN ...x

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Perumusan masalah ...6

1.3 Hipotesis ...6

1.4 Tujuan Penelitian ...6

1.5 Manfaat Penelitian ...7

BAB II URAIAN TEORITIS 2.1 Otonomi Daerah ...8

2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah ...8

2.1.2 Tujuan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia ...8

2.2 Derajat Otonomi Fiskal Daerah ...10

2.3 Keuangan Pusat dan Daerah ...12

2.3.1 Teori Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah ...12

2.3.2 Kemandirian Keuangan Daerah ...13

2.4 Sumber Pendapaatan Pemerintah ...14

2.4.1 Pendapatan Asli Daerah ...15

2.4.2 Dana Perimbangan sebagai Salah Satu Kesatuan ...16

2.4.3 Dana Alokasi Umum ...18

2.5 Teori Pengeluaran Umum ...18

2.5.1 Klasifikasi Pengeluaran Pemerintah ...25

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...27

3.2 Jenis dan Sumber Data ...28

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...29

3.4 Pengolahan Data ...29

3.5 Model Analisis Ekonometrika ...29

3.6 Metode Analisis Data Panel...30

3.6.1 Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square) ...31

3.6.2 Uji fixed effect model (FEM) ...31

3.6.3 Uji Random Effect Model (REM) ...32

3.7 Pengujian Model ...32

3.7.1 Pendapat Pakar ( Pemilihan FEM atau REM )...32

3.7.2 Uji Hausman ( Hausment Test ) ...33

3.8 Test Of Goodness Of Fit ( Uji Kesesuaian ) ...33

3.8.1 Koefisien Determinasi ( R – Square ) ...33


(10)

3.8.3 Uji F – statistic ...35

3.9 Defenisi Variabel Penelitian ...36

BAB IV PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Sumatra Utara ...37

4.1.1Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara ...37

4.1.2Kondisi Alam dan Topografi ...38

4.1.3 Kondisi Demografis ...39

4.1.4 Pemerintahan ...41

4.2 Gambaran Umum PAD dan DAU ...41

4.2.1 Gambaran Umum Pendapatan Asli Daerah ...41

4.2.2 Gambaran Umum Dana Alokasi Umum ...44

4.2.3 Gambaran Umum Belanja Daerah ...47

4.3 Analisis Hasil dan Pembahasan ...50

4.3.1 Uji Hausman ...51

4.3.2 Hasil Estimasi dengan menggunakan Ren ...52

4.3.3 Interpretasi Model ...53

4.4 Test Of Goodness Of Fit ( Uji Kesesuaian ) ...53

4.4.1 Koefisien Determinasi (R2) ...53

4.4.2 Uji t – statistik ( Uji Parsial ) ...54

4.4.3Uji F – statistik ( Uji Keseluruhan ) ...56

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ...58

5.2 Saran ...58 DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR TABEL

No. Table Judul Halaman

4.1 Pembagian Wilayah Administrasi Provinsi Sumatera Utara 41

4.2 Pendapatan Asli Daerah Tahun 2001 – 2008 44

4.3 Dana Alokasi Umum Tahun 2001 – 2008 47

4.4 Belanja Daerah Tahun 2001 – 2008 50

4.5 Hasil Hausmant Test 52


(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Waqner 21

2.2 Teori Peacock dan Wiseman 23

2.3 Perkembangan Pengeluaran Pemerintah 24

3.1 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t- statistik 35 3.2 Kurva Pengambilan Keputusan Uji F- statistic 36 4.1 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t-Statistik X1 55 4.2 Kurva Pengambilan Keputusan Uji t-Statistik X2 56 4.3 Kurva Pengambilan Keputusan Uji F-Statistik 57


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

1 Hasil Regresi Persamaan REM

2 Hasil Regresi FEM

3 Hasil Regresi Hausman Test 4 Data Belanja Daerah, PAD, DAU


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Era reformasi merupakan titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di Indonesia kearah yang nyata. Reformasi juga memberikan hikmah yang sangat besar kepada daerah- daerah untuk menikmati otonomi daerah. Dengan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan suatu daerah yang selama ini tersimpan akan dapat terlaksana sesuai dengan prosedur kebijakan yang telah ditetapkan.

Kebijakan otonomi daerah diyakini memberikan peluang bagi daerah untuk lebih maju. Namun demikian, oleh sebagian kalangan kebijakan ini dianggap dimulai terlalu cepat. Pelaksanaan desentralisasi dianggap sebagai pendekatan yang mengejutkan karena pendeknya waktu persiapan untuk setiap wilayah yang cukup besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan. Hal ini bisa berarti kebijakan otonomi ini dimulai justru pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda satu dengan lainnya.

Dalam pelaksanaannya kelihatannya sederhana, namun mengandung pengertian yang cukup rumit, karena didalamnya juga terkandung pendewasaan politik daerah, pemberdayaan masyarakat dan sekaligus bermakna mensejahterakan rakyat. Sebab sebagaimanapun juga tuntutan pemerataan, tuntutan keadilan yang sering dilancarkan baik menyangkut ekonomi maupun politik akan menjadi relative dan dilematis apabila tergantung pada tinjauan perspektif yang berbeda antara pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sudah dipandang cukup merata, tetapi persfektif daerah meninjau lain


(15)

menganggap bahwa hasil dari sumber-sumber kekayaan daerah ditarik kepusat jauh tidak seimbang dengan hasil yang diberikan ke daerah.

Pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, bukan hanya terkait dengan pembiayaan, tetapi juga terkait dengan kemampuan pengelolaan daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan) publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan daerah termasuk didalamnya pengelolaan keuangan.

Pengelolaan keuangan daerah, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota mengalami perubahan yang sangat berarti seiring dengan diterapkannya otonomi daerah sejak awal tahun 2001. Hal ini ditandai dengan di berlakukannya UU yang menyangkut otonomi daerah yaitu UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (dalam perkembangan kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No.32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004).

Kedua UU ini memberikan suatu kewajiban bahwa suatu daerah itu harus mampu untuk mengembangkan daerahnya secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Daerah diberikan kewenangan dari pemerintah pusat untuk mengurus


(16)

rumah tangganya sendiri. Hal ini juga bertujuan agar pemerintah daerah itu agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam pembangunan di daerah. Pemerintah Daerah mempunyai pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar memungkinkan mereka untuk berharap untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar memiliki landasan politik yang lebih kuat dalam mempertahankan hak-hak mereka dalam mengelola pelayanan-pelayanan utama daerah. Disamping itu pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya untuk menggalakkan dan mengadakan investasi (direct investment) pada sektor-sektor tertentu. Apabila pendapatan daerah mencukupi, maka pendapatan asli daerah tersebut akan memungkinkan pemerintah daerah untuk merencanakan kegiatan-kegiatan yang efektif untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan didaerah.

Anggaran belanja operasi untuk kegiatan rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan di daerah.

Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang


(17)

dilakukan oleh aparat tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.

Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yang selanjutnya disebut dengan Permendagri 13, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka setiap pemerintah daerah harus dapat mempersiapkan diri untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses pengelolaan keuangan daerah secara keseluruhan. Sedangkan keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.

Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati yaitu dana alokasi umum (DAU) yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai belanja daerah (block grant) masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah.

Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD


(18)

digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit pelaksana.

Untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik (public money) telah dilakukan sebagaimana mestinya sesuai konsep (value for money) yang mana, perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun oleh eksternal auditor, misalnya auditor independen. Untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas publik, pemerintah daerah perlu membuat laporan keuangan yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan pada pihak pemerintah agar otonomi yang diberikan kepada daerah tidak dialokasikan pada arah yang salah dan dapat mencapai tujuannya.

Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah”.


(19)

1.2. Perumusan Masalah

Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian dapat terlaksana secara terarah. Selain itu, perumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini.

Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah:

1. Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah ?

2. Bagaimana pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap Belanja Daerah?

1.3. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau di uji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja daerah.

2. Dana alokasi umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja daerah.

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah( PAD) terhadap Belanja Daerah.


(20)

2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum( DAU) terhadap Belanja Daerah.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan studi atau tambahan bagi mahasiswa/ mahasiswi fakultas ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang keuangan daerah terhadap belanja daerah, yang nantinya akan berguna dimasa yang akan datang.

3. Sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi penulis dalam hal menganalis dan berfikir.


(21)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Otonomi Daerah

2.1.1 Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi daerah berasal dari kata “autonomy” dimana “auto” artinya sedia dan “nomy”artinya aturan atau undang-undang, jadi autonomy artinya hak untuk mengatur dan memerintah daerah sendiri atas inisiatif sendiri dan kemampuan sendiri dimana hak tersebut diperoleh dari pemerintah pusat.

Dalam ketentuan umum undang-undang no.22 tahun 1999, pengertian otonomi daerah adalah pemberian kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemamfaatan sumberdaya nasional serta serta perimbangan keuangan pusat dan daerah sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta potensi dan keanekaragaman daerah yang dilaksanakan dalam kerangka negara kesatuan republik Indonesia.

Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

2.1.2 Tujuan Desentralisasi dan Otonomi Daerah di Indonesia

Tujuan desentralisasi dan otonomi berdasarkan dua sudut pandang kepentingan, yaitu kepentingan pemerintah pusat dan kepentingan pemerintah


(22)

daerah. Dilihat dari sudut pandang pemerintah pusat sedikitnya ada 4 (empat) tujuan utama dari kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah yaitu:

1. Pendidikan politik 2. Pelatihan kepemimpinan 3. Menciptakan stabilitas politik

4. Mewujudkan demokratisasi sistem pemerintahan di daerah.

Sementara bisa dilihat dari sisi kepentingan daerah otonomi daerah adalah mewujudkan yang disebut dengan :

1. Politik quality, ini berarti bahwa melalui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah, diharapkan akan lebih membuka kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam bebagai aktivitas politik ditingkat lokal.

2. Local accountability, ini berarti akan meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam memperhatikan masyarakatnya.

3. Local responsiveness, pemerintah daerah dianggap lebih banyak mengetahui berbagai masalah yang dihadapi oleh masyarakatnya, maka kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah diharapkan akan mempermudah antisipasi terhadap berbagai masalah yang muncul dan sekaligus meningkatkan percepatan pembangunan Sosial dan ekonomi. Dan lebih jauh lagi, tujuan utama dari konsep desentralisasi dan otonomi daerah dengan tidak hanya membatasinya pada konteks hubungan kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, maka semuanya bermuara pada pengaturan mekanisme hubungan antara Negara dan masyarakat. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah bertujuan untuk membuka akses yang lebih besar kepada


(23)

masyarakat sipil untuk berpartisipasi baik pada proses pengambilan keputusan di daerah maupun didalam pelaksanaannya.

Gambaran umum tentang tujuan ideal dari kebijakan desentralisasi dan otonomi darah diatas, keberhasilan akan sangat bervariasi serta relative dan konseptual sifatnya pada tiap-tiap daerah. Seperti dari perspektif ekonomi politik, salah satu faktor penting yang dapat mengganggu pencapaian tujuan desentralisasi dan otonomi daerah. Kenyataan ini tidak dapat dipungkiri, karena potensi sumberdaya, kelengkapan prasarana sosial ekonomi dan kemampuan kelembagaan daerah (masyarakat) masih sangat terbatas. Kemajuan antar daerah,antar kelompok pendapatan, dan antar sektor kegiatan ekonomi belum sepenuhnya berimbang. Sehingga pemerintah daerah dalam hal ini harus tetap berpegang pada koridor bahwa pembangunan daerah yang ada harus dilakukan dari, untuk dan oleh pelaku-pelaku pembangunan daerah yang bersangkutan.

2.2 Derajat Otonomi Fiskal Daerah

Hubungan fiskal pemerintah daerah dan pusat dapat diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur bagaimana caranya sejumlah dana dibagi antar berbagai tingkat pemerintah, serta bagaimana cara mencari sumber-sumber pembiayaan daerah untuk menunjang kegiatan- kegiatan sector publiknya (Devas, 1989: 179). Menurut Davey (1989:14) ada empat criteria yang perlu diperhatikan untuk menjamin adanya sistem hubungan pusat dan daerah, yaitu:

1. Sistem tersebut seharusnya memberikan kontribusi kekuasaan yang rasional diantara tingkat pemerintahan mengenai penggaliaan


(24)

sumber-sumber dana pemerintah dan kewenangannya, yaitu suatu pembagian yang sesuai dengan pola umum desentralisasi.

2. Sistem tersebut seharusnya menyajikan suatu bagian yang memadai dari sumber-sumber dana masyarakat secara keseluruhan untuk membiayai pelaksanaan fungsi-fungsi penyediaan pelayanan dan pembangunan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah.

3. Sistem tersebut seharusnya sejaur mungkin mendistribusikan pengeluaran pemerintah secara adil diantara daerah – daerah atau sekurang - kurangnya memberikan prioritas pada pemerataan pelayanan kebutuhan dasar tertentu.

4. Pajak atau retribusi yang dikenakan oleh pemerintah daerah harus sejalan dengan distribusi yang adil atas beban keseluruhan dari pengeluaran pemerintah dalam masyarakat.

Ciri utama yang menunjukkan suatu daerah otonom mampu berotonomi terletak pada kemampuan keuangan daerahnya. Artinya, daerah otonom harus memiliki kewenangan dan kemampuan untuk menggali sumber- sumber keuangan sendiri, mengelola dan menggunakan keuangan sendiri yang cukup memadai untuk membiayai penyelengaraan pemerintah daerahnya. Ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga pendapatan asli daerahnya (PAD) harus menjadi sumber keuangan yang lebih besar, yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah sebagai prasyarat mendasar dalam sistem pemerintahan negara. Kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah akan mengatur secara pasti pengalokasian “ dana perimbangan “ yaitu


(25)

bagian dari penerimaan negara yang dihitung menurut kriteri atau formula berdasarkan obyektifitas, pemerataan dan keadilan.

2.3 Keuangan Pusat dan Daerah

2.3.1 Teori Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah

Dalam undang-undang Nomor undang-undang 22 tahun 1999 terdapat dasar dan sistem hubungan pusat dan daerah yang dirangkum dalam 3(tiga) hal prinsip utama yaitu:

a. Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah tingkat atas ke pemerintah daeh.

b. Dekonsentrasi yang berarti perlimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertical tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat daerah.

c. Tugas pembantuan yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa tunggal didaerah dan wakil pemerintah pusat didaerah. Akibat prinsip ini dikenal daerah otonom dan wilayah administratif.

Selanjutnya menurut Menurut Kuncoro (1997), berpijak pada tiga azas di atas (desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan ), pengaturan hubungan keuangan pusat dan daerah didasarkan atas prinsip-prinsip sebagai berikut: a. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah dalam rangka


(26)

b. Urusan yang merupakan tugas-tugas pemerintah daerah sendiri dalam rangka desentralisasi dibiayai dari atas APBD.

c. Urusan yang merupakan tugas pemerintah pusat atau pemerintah daerah tingkat atasnya, yang dilaksanakannya dalam rangka tugas pembantuan, dibiayai oleh pemerintah pusat atas beban APBN atau pemerintah daerah tingkat atasnya atas baban APBD-nya sebagai pihak yang menugaskan. Sepanjang potensi sumbeer-sumber keuangan daerah belum mencukupi, pemerintah pusat memberikan sejumlah sumbangan.

2.3.2 Kemandirian Keuangan daerah

Ketergantungan fiskal pemerintah daerah dari pemerintah pusat adalah realitas yang tidak bisa dipungkiri, realitas tersebut ditandai dengan adanya hubungan fiskal antara pusat dan daerah yang memberlakukan adanya control pusat terhadap proses pembangunan daerah yang tinggi. Hubungan ini jelas terlihat dari rendahnya proporsi PAD (Pendapatan Asli Daerah ) terhadap total pendapatan daerah disbanding besarnya subsidi yang diterima dari pemerintah pusat. Untuk mengukur indicator kemampuan fiskal daerah sebagai cara mengetahui kemandirian pemerintah daerah dapat digunakan perbandingan antara kemampuan dalam menggali dana melalui sumber-sumber PAD terhadap total penerimaan daerah (kuncoro). Apabila rasio tersebut semakin besar.

Persoalan kecilnya PAD ini menjadi sangat relevan ketika dikaitkan dengan otonomi daerah. Dengan kata lain, masih cukup banyak pemerintah kabupaten yang tidak siap menghadapi otonomi, jika otonomi itu dimaknai dengan kemampuan keuangan daerah membiayai pembangunan dari


(27)

sumber-sumber penerimaan daerah (PAD). Tetapi ketergantugan tersebut justru semakin tinggi terjadi pada daerah dimana titik berat otonomi dilaksanakan sesuai dengan undang-undang Nomor 22/1999. Tingkat kemandirian yang rendah tersebut dapat dicermati kembali dalam sumber-sumber pembiayaan pembangunan dalam suatu daerah.

2.4 Sumber Pendapatan Pemerintah

Pendapatan daerah adalah semua hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan. Pembentukan undang- undang tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dimaksudkan untuk mendukung pendanaan atas penyerahan urusan kepada pemerintah daerah. Pendanaan tersebut menganut prinsip money follows function, yang mengandung makna bahwa pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Kadjatmiko (dalam Halim, 2007:194) mengatakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat yang didasarkan pada azas desentralisasi, daerah diberikan kewenangan untuk memungut pajak dan retribusi (tax assignment) serta bantuan keuangan (grant transfer) atau dikenal dengan dana perimbangan. Undang – undang no 33tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pasal 5 ayat 2 menjelaskan, pendapatan daerah bersumber dari: 1) pendapatan asli daerah ;2) dana perimbangan.


(28)

2.4.1 Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan asli daerah yang disebut dengan PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang undangan (uu no. 33 tahun 2004 pasal 1 ayat 18). Sumber pendapatan asli daerah, di peroleh dari:

a) pajak daerah

Pajak daerah adalah iuran wajib yang dilakukan oleh daerah tanpa memberikan timbal balik langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan undang – undang yang berlaku yang digunakan untuk membiayai penyeleggaraan pemerintah dalam pembangunan daerah. Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentan pajak daerah yaitu:

1. pajak yang dipungut oleh pemerintah daerahdengan peraturan pemerintah daerah sendiri.

2. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional tapipendapatan tarifnyadilakukan oleh pemda.

3. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh pemda.

4. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh pemerintah pusat tetapi pungutannya kepada, dibagi hasilkan dengan atau dibebani pungutantambahan(opsen) oleh pemda.

b) Retribusi daerah

Retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa pemberian ijin tertentu terkhusus disediakan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan pribadi atau badan. Jenis – jenis dari retribusi daerah adalah pajak jasa umum, pajak jasa usaha, retribusi perijinan tertentu.


(29)

Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut davey adalah:

1. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan pelayanan yang disediakan.

2. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan pada total cost daripada pelayanan-pelayanan yang disediakan.

Disamping itu menurut kaho, ada beberapa cirri-ciri retribusi yaitu: 1. Retribusi dipungut oleh Negara.

2. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis. 3. Adanya kontraprestasiyang secara langsung dapat ditunjuk.

4. Retribusi yang dikenakankepada setiap orang atau badan yang menggunakan atau mengenyam jasa-jasa yang dikeluarkan oleh Negara.

Pendapatan asli daerah tidak seluruhnya memiliki kesamaan terdapat pula sumber-sumber pendapatan lain yaitu penerimaan lain-lain yang sah, namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantungpada potensi daerah itu sendiri.

2.4.2 Dana Perimbangan sebagai salah satu kesatuan

Menurut undang – undang No 33 Tahun 2004 pasal 1 ayat 19, 20, 21, dan 23 dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan pada daerah untuk menandai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dapat digaris bawahi bahwa seyogianya semua pihak melihat dana perimbangan sebagai suatu kesatuan, yakni transfer pusat untuk


(30)

mengatasi sekaligus ketimpangan vertikal (pusat-daerah) dan ketimpangan horizontal (antar-daerah).

Dana perimbangan terdiri dari:

1. Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk menandai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 2. Bagi hasil sumber daya alam, yang meliputi sector kehutanan,

pertambangan umum, perikanan, minyak bumu, gas alam, dan panas bumi.

3. Dana alokasi umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai pengeluarannya dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar.

4. Dana alokasi khusus(DAK), selanjutnya disebut DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. Daerah penerima DAK wajib menyediakan dana pendamping sekurang–kurangnya 10% dari alokasi DAK (UU Otonomi Daerah 2004:221-222 ).


(31)

2.4.3.Dana Alokasi Umum

Diera otonomi daerah, distribusi DAU adalah transfer bersifat umum yang jumlahnya sangat signifikan, dimana penggunaannya menjadi kewenangan daerah. Oleh karena itu DAU dapat dilihat sebagai respon pemerintah terhadap aspirasi daerah untuk mendapatkan bagian dan control yang lebih besar terhadap keuangan Negara. Jumlah yang sangat signifikan itu menyebabkab DAU menjadi sumber penerimaan terpenting bagi hampir semua pemerintah daerah di Indonesia.

2.5 Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan Biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk melakukan kebijakan tersebut. Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu teori makro dan teori mikro (Guritno, 2001).

1. Teori Mikro

Tujuan teori mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisa faktor-faktor yang menimbulkan permintaan akan barang publik dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyediaan barang publik tersebut. Interaksi antara permintaan dan penawaran barang public untuk menentukan jumlah barang publik yang harus disediakan melalui anggaran belanja. Jumlah barang publik yang harus disediakan selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain.

Sebagai contoh apabila pemerintah menetapkan akan membangun sebuah pelabuahan yang baru. Pembangunan pelabuhan akan menghasilkan permintaan


(32)

barang lain yang dihasilkan oleh sector swasta seperti, semen, baja, alat-alat angkutan dan sebagainya.

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa factor:

a. Perubahan pemerintah akan barang publik

b. Perubahan aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang public dan juga perubahan dari kombinasi yang digunakan dalam proses produksi.

c. Perubahan kualitas barang public

d. Perubahan harga-harga faktor-faktor produksi. 2. Teori Makro

a) Model Pembangunan Tentang Pembangunan Pemerintah

Model ini dikembangkan oleh W.W Rostow dan RA Musgrave yang menghubungkan pengeluaran pemerintah dengan tahapan-tahapn ekonomi. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, menurut mereka pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pendapatan nasional cukup besar. Hal ini dikarenakan pada tahap ini pemerintah harus menyediakan berbagai sarana dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi penbangunan tetap diperlukan guna memacu pertumbuhan dan mencapai tahap lepas landas. Bersamaan dengan itu porsi investasi yang dilakukan swasta juga akan meningkat. Tetapi besarnya peranan pemerintah adalah pada tahap ini tidak seimbang dengan adanya banyak kegagalan pasar yang ditimbulkan oleh perkembangan pasar itu sendiri, yaitu kasus eksternalitas yang ditimbulkan misalnya pwencemaran lingkungan. Dalam suatu proses pembangunan, menurut Musgrave rasio investasi total terhadap


(33)

pendapatan nasional semakin besar, tetapi rasio antara investasi pemerintah dan pendapatan nasional akan semakin kecil.

a. Hukum Wagner

Pengamatan Adolf Wagner terhadap Negara-negara Eropa Amerika, dan Jepang pada abad ke -19 menunjukkan bahwa aktivitas pemerintah dalam perekonomian semakin meningkat. Wangner mengukur perbandingan pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional. Wagner menamakan hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat(the Low of increasing state of activity).

Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk hukum, akan tetap dalam pandangannya tidak disebutkan dengan jelas apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pertumbuhan secara relative ataukah secara absolute. Apabila yang dimaksud oleh wagner adalah perkembangan pengeluaran secara relative sebagaimana teori Musgrae, maka hukum wagner adalah sebagai berikut “ dalam suatu perekonomian, apabila pendapat perkapita meningkat, secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan menigkat.

Wagner menyadari bahwa dengan bertumbuhnya perekonomian hubungan antara industri dengan industri, hubungan industri dan masyarakat dan sebagainya akan semakin kompleks. Dalam hal ini wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul bagi masyarakat , hokum pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

Kelemahan hukum Wangner adalah karena hukum tersebut didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik hokum wagner dapt di formulasikan sebagai berikut(Guritno,2001):


(34)

<

<…..<

Hukum wagner dapat ditunjukkan dengan kurva sebagai berikut:

1

2

3

4

PPK

PkPP

0

Kurve 1

Kurve 2

Gambar 2.1 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner

c. Teori Peacock dan Wiseman

Peacock dan Wiseman adalah dua ahli yang mengemukakan teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Pandangan mereka mengenai pengeluaran pemerintah adalah bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluarannya sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang lebih besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut.


(35)

Menurut Peacock dan Wiseman, perkembangan ekonomi menyebabkan pungutan pajak akan semakin besar meskipun tariff pajaknya tetap (tidak berubah)yang pada gilirannya mengakibatkan peningkatan pengeluaran pemerintah pula. Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan nasional akan menaikkan pula penerimaan dan pengeluaran pemerintah (Guritno, 2001).

Apabila jadi terganggu, katakanlah karena perang eksternalitas lain, maka pemerintah-pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Konsekuensinya timbul tuntutan untuk memperoleh penerimaan pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dan swasta ikut untuk investasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek pengalihan (Displacement effect), yaitu adanya gangguan sosial dalam perekonomian menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah.

Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian,maka sesudah gangguan berakhir akan timbul efek lain yang disebut efek infeksi (inspection effect), yang menyatakan gangguan sosial menumbuhkan kesadaran masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditangani oleh pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut. Kesadaran semacam inilah menggugah kesadaran masyarakat untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan pemerintah untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar pula. Inilah yang dimaksud dengan analisis sialetika pengeluaran pemerintah.


(36)

C D

A G

t t-1

Pengeluaran Pemerintah (GDP)

F 1)

B 2)

Tahun

Gambar 2.2 Teori Peacock dan Wiseman

1) Pengeluaran pemerintah 2) Pengeluaran Swasta


(37)

Wagne, Solow, Musgrave

Peacock and wiseman

Gambar 2.3 kurva perkembangan pengeluaran pemerintah

Hipotesis Peacock dan Wiseman ini dikritik oleh Bird. Bird mengatakan bahwa selama ada gangguan sosial memang ada peralihan aktivitas pemerintah dari sebelum gangguan kreativitas yang berhubungan dengan gangguan tersebut. Hal menyebabkan kenaikan pengeluaran pemerintah dalam presentasenya dalam GNP, akan tetap setelah terjadinya gangguan. Jadi menurut Bird efek pengalihan merupakan hanya gejala jangka pendek. Tetapi tidak terjadi dalam jangka panjang. Suatu hal yang perlu diperhatikan dalm teori Peacock dan Wiseman adalah mereka mengemukakan adanya toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan akan tetap mereka tidak mengatakan pada tingkat berapakah toleransi perpajakan tersebut.


(38)

2.5.1 Klasifikasi pengeluaran pemerintah

Sebelum tahun 2004 belanja daerah dapat diklasifikasikan menjadi: 1. Pengeluaran rutin

Pengeluaran rutin untuk pemeliharaan atau penyelenggaraan roda pemerintahan sehari-hari, meliputi: belanja pegawai, belanja barang, berbagai macam subsidi (subsidi daerah dan subsidi harga), angsuran dan bunga utang pemerintah, serta sejumlah pengeluaran pemerintah lainnya.

Anggaran belanja rutin memegang peranan penting untuk menunjang kelancaran mekanisme sistem pemerintahan serta upaya peningkatan efisien dan produktivitas pada gilirannya akan menunjang tercapainya sasaran dan tujuan tiap tahap pembangunan. Penghematan dan efisiensi pengeluaran rutin perlu dilakukan untuk menambah besarnya tabungan pemerintah yang diperlukan untuk pembiayaan pembangunan nasional. Penghematan dan efisiensi itu antara lain diupayakan melalui penjaminan lokasi pengeluaran rutin, pengendalian dan koordinasi pelaksanaan dan pembelian barang dan jasa kebutuhan/departemen/ lembaga Negara non departemen, dan pengurangan berbagai macam subsidi secara bertahap.

2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik dan non fisik. Dibedakan atas pengeluaran pembangunan yang dibiayai dengan dana rupiah dan bantuan proyek. Pengeluaran pembangunan merupakan pengeluaran yang ditujukan untuk membiayai program-program pembangunan sehingga anggaranya selalu disesuaikan dengan mobilisasi. Dana ini kemudian


(39)

dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritasyang telah direncanakan.

Namun setelahtahun 2004, pada periode 2004-2006 belanja daerah terdiri dari :

1. Belanja Aparatur Daerah

Belanja aparatur daerah adalah bagian belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat.

2. Belanja Pelayanan Publik

Belanja pelayanan publik adalah bagian belanja administrasi, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil, mamfaat dan dampaknya secara langsung dinikmati oleh masyarakat.


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau imformasi empiris guna memecahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian.

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis kemampuan keuangan daerah terhadap belanja daerah pada 25 kab/kota di Sumatera Utara setelah adanya otonomi daerah tahun 2001.

Adapun 25 kabupaten/kota tersebut terdiri dari: 1. Kabupaten Nias

2. Kabupaten Mandailing Natal 3. Kabupaten Tapanuli Selatan 4. Kabupaten Tapanuli Tengah 5. Kabupaten Tapanuli Utara 6. Kabupaten Toba Samosir 7. Kabupaten Labuhan Batu 8. Kabupaten Asahan 9. Kabupaten Simalungun 10.Kabupaten Dairi 11.Kabupaten Karo


(41)

13.Kabupaten Langkat 14.Kabupaten Nias Selatan

15.Kabupaten Humbang Hasundutan 16.Kabupaten Pakpak Barat

17.Kabupaten Samosir

18.Kabupaten Serdang Bedagai 19. Kota Sibolga

20.Kota Tanjung Balai 21.Kota Pematang Siantar 22.Kota Tebing Tinggi 23.Kota Medan

24.Kota Binjai

25.Kota Padang Sidempuan

3.2 Jenis Dan Sumber Data

Adapun data yang digunakan adalah data sekunder dengan jenis data panel, yaitu data gabungan dari time series dan cross section, selama kurun waktu 2001-2008 (8 tahun). Objek penelitian ini adalah wilayah penelitian yang meliputi 25 kab/kota yang ada disumatera utara karena adanya otonomi daerah. Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara dan berbagai data yang mendukung penelitian.


(42)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penulisan yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan ilmiah, jurnal dan laporan-laporan penelitian ilmiah yang berhubungan dengan topik yang diteliti. Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan secara langsung data keuangan daerah dan belanja daerah di 25 kabupaten/kota di Provinsi sumatera utara pada kurun waktu 2001-2008(8 tahun).

3.4 Pengolahan Data

Penulis menggunakan program computer eviews 6.0 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5 Model Analisis Ekonometrika

Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas yakni keuangan daerah, pendapatan asli daerah (PAD), dana alokasi umum (DAU) terhadap belanja daerah digunakan model ekonometrika dengan meregresikan data panel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS). Variabel-variabel tersebut ditransformasikan kedalam bentuk fungsi dan selanjutnya dibuat dalam bentuk persamaan regresinya, yaitu:

Y = f(X1, X2)………..(1)

Kemudian model tersebur di transformasi kedalam model persamaan regresi linier berganda dengan spesifikasi menggunakan model sebagai berikut:


(43)

Dimana :

i = Kabupaten/ kota (1,2,………….,25) t = Tahun (2001, 2002…….……..,2008) Y = Belanja Daerah ( Rupiah)

α = Intercept /Konstanta β1β2 β3 = Koefisiae Regresi

X1 =Pendapatan Asli Daerah ( Rupiah)

X2 = Dana Alokasi Umum ( Rupiah)

μ = Term of Error

Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah:

> 0, Artinya jika terjadi kenaikan pada X1(Pendapatan Asli Daerah), maka

Y (Belanja Daerah) mengalami kenaikan, cateris paribus.

> 0, Artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (Dana Alokasi Umum),

maka Y(Belanja Daerah) mengalami kenaikan, cateris paribus.

3.6 Metode Analisis Data Panel

Data panel merupakan suatu model yang menggabungkan antara data deret waktu (time series) dengan data kerat lintang ( cross section ). Oleh sebab itu pada data panel terdapat deret waktu T > 1 dan kerat lintang N >1.

Dalam menganalisis data pada skripsi ini, penulis menggunakan analisis metode data panel. Data panel merupakan data campuran cross section dan time series (wahyu A. Pratomo, 2007). Pengunaan data panel didasarkan pada kenyataan bahwa data yang tersedia, seriesnya tidak mencukupi untuk dilakukan analisis.


(44)

Dengan menggunakan data panel, jumlah observasi yang dilakukan menjadi sebesar 200 data, yaitu jumlah data time series sebanyak 8 tahun dikalikan dengan banyaknya kabupaten/kota yang di observasi yaitu 25 kabupaten/kota. Dengan data panel dapat pula ditangkap dinamika yang lebih baik dari hubungan antara belanja daerah dengan faktor - faktor yang mempengaruhinya.

Menurut gujarati(2003), yang menemukan bahwa mengestimasi jenis data panel dengan metode OLS tidak konsisten dan efisien, sehingga disarankan untuk menggunakan metode Generalized Least Square (GLS). Dimana dalam metode ini dapat dianalisis dengan tiga model pendekatan yaitu:

3.6.1 Pendekatan Kuadrat Terkecil (Pooled Least Square)

Pada metode ini, penggunaan data panel dilakukan dengan mengumpulkan semua data cross section dan time series dan selanjutnya dilakukanlah pendugaan pada metode ini, model mengasumsikan bahwa nilai intercept dari masing-masing variabel adalah sama dan slope koefisien dari variabel-variabel yang digunakan adalah identik untuk semua unit cross section. Persamaan yang digunakan adalah:

Yit = α + βX1it + βX2it ++ βX3 + eit

3.6.2 Uji fixed effect model (FEM)

Model ini memiliki intercept persamaan yang tidak konstan atau terdapat perbedaan pada setiap individu (data cross section). Sementara itu, slope koefisien dari regresi tidak berbeda pada setiap individu dan waktu. Model FEM digunakan apabila data time series lebih besar dari data cross section.


(45)

Secara sistematis model FEM dinyatakan sebagai berikut: Yit = α + βX1it + βX2it + + μi + eit

Dimana:

Yit = Variabel terikat untuk kabupaten/kota ke-I dan waktu ke-t

Xit = Variabel bebas untuk kabupaten/kota ke-I dan waktu ke-t

3.6.3 Uji Random Effect Model (REM)

Pada model ini, perbedaan antara individu terdapat di error term dari persamaan. Model ini memperhitungkan bahwa error term mungkin berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Model REM digunakan apabila data time series lebih kecil dari data cross section.

Secara sistematis model REM dinyatakan sebagai berikut:

Yit = α + βXit + εit ; εit = ui + vt + wit

Dimana :

ui = Komponen error cross section

vt = Komponen error time series

wit = Komponen error gabungan

3.7 Pengujian Model 3.7.1 Pendapat pakar

Beberapa pakar ekonometrika membuat pembuktian untuk menentukan model apa yang paling sesuai untuk digunakan dalam data panel. Adapun kesimpulan dari pembuktian tersebut adalah (Nachrowi, 2006):


(46)

1. Jika pada data panel jumlah data time series lebih besar dibandingkan jumlah data crossection, maka disarankan untuk mengunakan model Fixed Efffect Model (FEM ).

2. Jika pada data panel jumlah data time series lebih sedikit dibanding jumlah data cross section, maka disarankan untuk menggunakan model Random Effect Model (REM).

3.7.2 Uji Hausman(Hausmant Test)

Uji Hausman dilakukan untuk menentukan penggunaan FEM ataukah REM. Ide dasar Hausman test adalah adanya hubungan yang berbanding terbalik antara model yang bias dengan model yang efisien. Pada FEM, hasil estimasi tidak bias dan tidak efisien, sebaliknya pada REM hasil estimasi bias dan efisien. Nachrowi (2005) menyatakan bahwa karena metode efek tetap diduga menggunakan OLS, maka dalam data panel, uji hausman dapat digunakan untuk melihat kelayakan penggunaan model panel.

Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya atau hasil dari Hausman test signifikan maka H0 ditolak, berarti model yang tepat adalah FEM.

Dan sebaliknya apabila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah REM (Widarjono, 2005)

3.8. Test of Goodness of Fit(Uji Kesesuaian) 3.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1(0 ≤ R2 ≤1).


(47)

3.8.2 Uji t- statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependent dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipótesis sebagai berikut:

Ho : bi = b

Ha : bi ≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter

hipótesis, biasanya b dianggap = 0. Artinya tidak ada variabel X terhadap Y. bila nilai t- hitung > t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini

berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t-hitung =

dimana :

bi = koefisien variabel independen ke-i

b = Nilai hipótesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

Kriteria pengambilan keputusan :

H0: β = 0 H0 diterima ( t-hitung<t-tabel ) artinya variabel independen secara

parsial tidak berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen.

Ha: βi≠ 0 H0 diterima (t-hitung > t-tabel ) artinya variabel independen secara

parsial berpengaruh nyata atau signifikan terhadap variabel dependen.


(48)

Ha diterima Ha diterima H0 diterima

t-hitung t-hitung

Gambar 3.1 : Uji t Statistik

3.8.3. Uji F-statistik

Uji F-statistik ini adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 :b1 = b2= 0………..bk ≠ 0 (tidak ada pengaruh)

Ha : b1 =b2 = 0……… …………i = 1(ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel. Jika F- dihitung > F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti variabel independen

secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F

- hitung =

Dimana :

R2 = koefisien determinasi


(49)

Kriteria pengambilan keputusan:

Ho : β1 = β2 = 0 Ho diterima (F <F-tabel) artinya variabel independen

secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha: β1 ≠ β2 ≠ 0 Ha diterima (F >F-tabel) artinya variabel independen

secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha diterima Ho diterima

0 F-hitung

Gambar 3.2 : Uji F-statistik

3.9. Defenisi Variabel Penelitian

1. Belanja Daerah merupakan pengeluaran pemerintah Daerah yang dilakukan dalam 1 periode tertentu dalam rupiah.

2. Pendapatan Asli Daerah, yaitu hasil pajak daerah, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan pendapatan lain yang sah dalam rupiah. 3. Dana alokasi umum yakni bagian dari dana perimbangan yang merupakan sumber pendapatan daerah dalam rupiah.


(50)

BAB IV PEMBAHASAN 4.1Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara 1. Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian Barat Indonesia, terletak pada garis 1- 4 LU dan 98-100 BT dengan luas 71.680 km2 atau terbesar ketujuh wilayah Republik Indonesia. Secara persentase nasional adalah 3,72% dari seluruh Indonesia. Provinsi Sumatera utara lebih dari 419 pulau.berdasarkan luas daerah menurut kab/ kota diSumatera Utara , luas daerah terbesar adalah kabupaten tapanuli selatan dengan luas 12.163,65 km2 atau 16,97% diikuti kabupaten labuhan batu dengan luas 9,223,18 km2 atau 12,87% kemudian diikuti oleh kabupaten mandailing natal dengan luas 6.620,70 km2 atau sekitar 9,23%. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota sibolga dengan luas 10,77% km2 atau sekitar 0,02% dari total luas wilayah Sumatera utara.

Letak provinsi ini sangat strategis karena berada pada jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan malasya dan singapura dengan batas – batas sebagai berikut:

a) Sebelah utara berbatasan dengan provinsi daerah istimewa aceh b) Sebelah selatan berbatasan dengan sumatera barat dan riau c) Sebelah barat berbatasan dengan samudra hindia

d) Sebelah timur berbatasan dengan selat malaka

Berdasarkan letak kondisi alamnya, provinsi Sumatera Utara terbagi dalam tiga kelompok wilayah, yaitu :


(51)

1. Pantai barat terdiri dari Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Sibolga dan Nias.

2. Pantai Timur terdiri dari Medan, Binjai, Langkat, Tebing Tinggi, Asahan, Tanjung Balai,dan Labuhan Batu.

3. Dataran tinggi terdiri dari Tapanuli Utara, Simalungun, Pematang Siantar dan karo.

Pantai timur merupakan wilayah didalam provinsi yang paling pesat perkembangannya karena persyaratan infrastruktur yang lebih lengkap daripada wilayah lainnya. Wilayah pantai timur juga merupakan wilayah yang relative padat pada konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Didaerah tengah provinsi berjajar pegunungan bukit barisan. Dipegunungan ini ada beberapa dataran tinggi yang merupakan kantong-kantong konsentrasi penduduk daerah disekitar danau toba dan pulau samosir juga menjadi tempat tinggal penduduk yang menggantungkan hidupnya dari danau ini.

2. Kondisi Alam dan Topografi

Provinsi Sumatera Utara terletak dengan Khatulistiwa dan mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin pasat dan angin muson. Kelembapan udara rata-rata 78%-91% pertahun. Curah hujan kurang lebih 1800-4000 mm pertahun. Ketinggian dataran Provinsi Sumatera Utara sangat bervariasi sebagian datarannya hanya beberapa meter dari permukaan laut, beriklim yang cukup panas dan yang suhunya bisa mencapai 350 C, sedangkan sebagian daerahnya lagi berbukit dengan kemiringan landai, beriklim sedang dan berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 140.


(52)

Provinsi Sumatera Utara mengalami dua musim yakni musim kemarau yang terjadi pada bulan juni sampai bulan September dan musim hujan yang terjadi pada bulan November sampai maret. Diantara kedua musim ini diselingi dengan musim pancaroba. Curah hujan mencapai 1.965 mm per tahun,dimana yang tertinggi terdapat didaerah karo dan terendah didaerah tapanuli utara. Kelembapan rata-rata per tahun = 82,9% temperatur rata-rata pertahun 26,070C.

3. Kondisi Demografis

Penduduk memiliki dua peranan penting dari pembangunan yang dilihat dari sudut ekonomi, yaitu bertindak sebagai produsen dan juga sebagai konsumen. Sumatera utara merupakan provinsi keempat terbesar jumlah penduduknya diindonesia setelah Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah yang dihuni oleh beberapa penduduk dari beragam suku seperti Batak, Melayu, Nias, Aceh, Minangkabau, Jawa, dan menganut berbagai macam agama yaitu Kristen, Islam, Hindu, Budha,dan beberapa aliran kepercayaan lainnya. Menurut hasil pencacahan lengkap sensus penduduk 2000, penduduk Sumut berjumlah 11,5 juta jiwa( seperlima dari 200,35 juta jiwa penduduk Indonesia) dengan pertumbuhan 1,20 % pertahun sejak tahun 1990. Jumlah tersebut bertambah menjadi 11.9 juta jiwa pada tahun 2003 berdasarkan hasil sementara pendaftaran pemilih dan pendaftaran penduduk. Dari jumlah tersebut lebih banyak bertempat tinggal dikabupaten Deliserdang (2.05juta jiwa) dan kota Medan (1,98juta jiwa). Berdasarkan hasil sensus penduduk 2000, etnis terbesar yang mendiami Sumut adalah suku yang berasal dari Jawa(Betawi, Banten, sunda, Jawa, Madura) sebanyak 33,40% kemudian suku batak Tapanuli / Toba 25,65 % dan Mandailing


(53)

Natal 11,02%. Sebagian besar penduduk Sumut menganut agama islam (65,45%), Kristen Protestan (31,40%) dan agama yang lain (3.15%).

Tabel 4.1

Pembagian wilayah administrasi Provinsi Sumatera Utara

No

KABUPATEN/ KOTA

JUMLAH

KECAMATAN DESA/KELURAHAN

1. Nias 32 443

2. Mandailing Natal 22 378

3. Tapanuliselatan 11 311

4. Tapanuli Tengah 19 172

5. Tapanuli Utara 15 243

6. Toba Samosir 14 193

7. Labuhan Batu 22 242

8. Asahan 13 176

9. Simalungun 31 351

10. Dairi 15 169

11. Karo 17 262

12. Deli Serdang 22 394

13. Langkat 20 260

14. Nias Selatan 8 214

15. Humbang Hasundutan 10 144

16. Pakpak Barat 8 52

17. Samosir 9 117

18. Serdang Bedagai 17 243

19. Batubara 7 100

20. Padanglawas Utara 8 379

21. Padang Lawas 9 303

22. Sibolga 4 17

23. Tanjung Balai 6 31

24. Siantar 7 43

25. Tebing Tinggi 5 35

26. Medan 21 151

27. Binjai 5 37

28. Padang Sidempuan 6 37

Jumlah Sumatera Utara 383 5.736


(54)

4. Pemerintahan

Seiring dengan laju perkembangan pemekaran wilayah kab/kota di wilayah sumatera utara yang begitu pesat, sampai tahun 2008 jumlah kabupaten kota telah bertambah menjadi 28 kab/kotayang terdiri dari 21 kabupaten dan 7 kota, 383 kecamatan, desa kelurahan 5736 dengan ibukota provinsinya dikota medan dengan luas265km2dan jumlah penduduk 2.083.156 jiwa.

4.2 Gambaran Umum Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum 4.2.1. Gambaran Umum PAD

Pendapatan asli daerah merupakan tulang punggung pembiayaan daerah, oleh karenanya kemampuan melaksanakan ekonomi diukur dari besarnya kontribusi yang diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap total APBD. Semakin besar kontribusi yang dapat diberikan oleh pendapatan asli daerah terhadap APBD berarti semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap bantuan pemerintah pusat sehingga otonomi daerah dapat terwujud.

Berdasarkaan laporan statistik keuangan untuk tahun 2001 sampai dengan tahun 2008 untuk setiap kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara , maka dapat disimpulkan bahwa untuk kabupaten yang memiliki nilai/ jumlah Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang tertinggi adalah terdapat pada kota medan dimana pada setiap tahunya terdapat peningkatan yang sangat drastis yang ditunjukkan pada tahun 2001 sebesar Rp 88.262.844.000,- demikian juga pada tahun 2002 sebesar Rp.146.930.659.000,- tetapi pada tahun 2003 PAD kota medan mengalami penurunan menjadi Rp.33.786.690,- namun pada tahun 2004 naik menjadi Rp. 271,618.428.000,- hal ini terus naik hingga pada tahun 2008 menjadi Rp. 334,509


(55)

313.000,- . Sebaliknya untuk nilai Pendapatan Asli Daerah(PAD) yang terendah terdapat pada kabupaten pakpakbarat pada tahun 2004 sebesar Rp.283.355.000 juta,- namun perubahan kenaikannya sangat bagus karena setiap tahunnya mengalami kenaikan dan tidak terjadi penurunan ditujukkan pada tahun 2005 naik menjadi Rp1.373.000.000,- pada tahun 2006 naik menjadi Rp2.988.976.000,- tahun 2007 naik menjadi Rp 3.970.484.000,- hingga pada tahun 2008 naik menjadi Rp5.531.777.000,- . dan pada kabupaten nias selatan merupakan kabupaten yang pendapatan asli daerahnya (PAD) merupakan yang terendah kedua hal ini ditunjukkan pada tahun 2005 sebesar Rp.945.055.000,- pada tahun 2006 naik menjadiRp1.796.000.000,- dan pada tahun 2007 naik menjadi Rp5.937.817.000,- hingga pada tahun 2008 menjadi Rp8.383.125.000,-. Demikian juga pada kabupaten Humbang Hasundutan merupakan Kabupaten yang PAD nya pada urutan terendah ke tiga yang ditunjukkan pada tahun 2004 sebesar Rp2.668,151.000,- tahun 2005 naik sebesar Rp3.087.312.000,- tahun 2006 naik menjadi Rp.6.332.872.000,- ,tahun 2007 sebesar Rp7.576.209.000,- hingga pada tahun 2008 menjadi Rp9.145.245.000,- hal ini dikarenakan ketiga kabupaten ini merupakan kabupaten yang baru pemekaran sehingga biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembangunan tinggi hal ini juga terjadi karena anggaran belanja serta potensi wilayahnya yang kurang mendukung, hal ini juga dapat dilihat dari sumberdaya alamnya yang kurang mendukung pula. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat tabel berikut dimana terjadi kenaikan dan penurunan tiap kab/kota pada tahun 2001-2008. Agar lebih jelas dapat ditunjukkan dalam tabel dibawah ini.


(56)

Tabel 4.2

Pendapatan Asli Daerah Tahun 2001-2008 PENDAPATAN ASLI DAERAH (000)

Kab/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Nias 5.469.232 6.152.160 10.929.945 10.565.029 6.698.432 10.306.879 21.840.248 18.319.182 Mandailing Natal 1.943.576 6.533.546 6.551.823 7.250.000 5.801.500 9.295.720 11.311.080 12.165.818 Tapanuli Selatan 4.305.466 6.893.936 7.879.346 8.574.660 7.547.546 18.389.383 21.752.835 23.425.463 Tapanuli Tenggara 3.020.770 4.972.028 5.433.747 5.288.398 5.697.235 8.598.345 10.544.158 11.231.152 Tapanuli Utara 4.342.558 8.881.839 11.252.649 5.733.443 6.954.793 9.665.704 9.718.210 9.000.282 Toba Samosir 10.661.957 13.755.147 12.164.909 11.604.842 8.617.024 13.588.094 7.268.449 10.527.467 Labuhan Batu 8.383.322 13.356.657 25.630.556 21.152.751 25.454.818 38.976.417 36.771.409 39.842.558 Asahan 15.569.195 19.015.242 22.626.588 21.684.666 23.100.001 29.143.500 31.030.123 22.642.871 Simalungun 11.796.209 14.359.269 17.493.101 17.857.576 18.822.379 26.803.259 31.560.621 30.544.580 Dairi 2.678.580 3.987.533 4.742.508 4.354.230 5.243.095 8.043.422 8.788.285 11.441.646 Karo 4.688.606 7.498.708 9.310.352 10.459.592 12.750.000 17.007.157 1.8191160 28.172.533 Deli Serdang 26.996.853 32.315.515 51.910.663 43.528.205 59.145.801 62.301.849 76.696.878 97.895.194 Langkat 9.361.131 12.398.486 14.831.910 16.570.134 16.834.743 18.640.503 32.122.090 25.056.750 Nias Selatan - - - - 945.055 1.796.000 5.937.817 8.383.125 Humbang Hasundutan - - - 2.668.151 3.087.312 6.332.872 7.576.209 9.145.245 Pakpak Bharat - - - 283.355 1.373.000 2.988.976 3.970.484 5.531.777 Samosir - - - - 5.210.897 10.302.191 13.366.295 9.360.300 Serdang Bedagai - - - - 12.896.921 13.073.219 10.275.010 21.468.431 Sibolga 2.463.313 4.257.492 7.135.535 5.782.969 6.057.446 7.831.431 8.521.967 11.677.675 Tanjung Balai 4.140.494 8.305.288 9.933.585 8.712.055 9.574.573 10.319.734 11.698.025 12.636.177 Pematang Siantar 9.468.203 10.086.969 11.563.236 13.603.647 14.923.315 16.207.940 18.789.657 23.591.867 Tebing Tinggi 4.188.449 5.715.580 6.263.263 6.230.879 6.851.238 13.385.946 15.255.982 18.463.969 Medan 88.262.844 146.930.659 33.786.690 271.618.428 282.228.792 312.862.351 324.263.785 344.509.313 Binjai 3.909.632 5.705.555 8.312.932 12.962.969 13.002.786 11.132.852 10.312.323 13.842.575 Padang Sidempuan - 2.177.434 3.483.637 3.918.450 4.682.000 7.262.135 9.039.773 9.654.591


(57)

Dalam era otonomi diharapkan pemerintah daerah mampu menggali potensi-potensi yang didapat didaerahnya sehingga tidak lagi tergantung kepada pemerintah pusat dan pada sumber keungan lainnya, semakin berkurang dan otonomi dapat dikatakan berhasil dilaksanakan.

Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi, maka sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal tentu saja dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama.

4.2.2 Gambaran Umum DAU

Berdasarkan laporan Statistik keuangan untuk tahun 2001-2008 untuk disetiap kabupaten/ Kota di Sumatera Utara maka, disimpulkan bahwa untuk kabupaten yang memiliki jumlah DAU yang tertinggi terdapat pada kabupaten deliserdang pada tahun 2003 sebesar Rp.501.049.820.000,- terjadi penurunan pada tahun 2004 menjadi Rp485.416.000.000,- hingga pada tahun 2005 menjadi Rp 330.429.000.000,- namun pada tahun 2006 kembali naik menjadiRp 637.495.000.000,- naik terus hingga pada tahun 2008 mencapai Rp779.762.110.000,- dana alokasi umum (DAU) tahun 2008 untuk kota Medan lebih tinggi yaitu sebesar Rp808.664.570.000,- Adanya sebagian kabupaten yang tiap tahunnya berturut-turut menurun yaitu pada kabupaten simalungun yaitu pada tahun 2002 sebesarRp276.260.000 ,pada tahun 2003 sebesar Rp24.947.457.000,- tahun 2004 Rp12.910.000.000,- dan pada tahun 2005 sebesar Rp.4.000.000,- juta,namun mengalami kenaikan yang sangat tinggi mulai tahun 2006-hingga pada


(58)

tahun 2008 menjadi Rp645.790.130.000,-. Sebaliknya untuk nilai DAU yang terendah terdapat pada kabupaten pakpak barat dapat dilihat dari perubahannya yang dimulai pada tahun 2004 sebesar Rp25.942.000.000 tahun 2005 sebesar Rp 43.399.000.000,- namun mulai tahun 2006 sudah mulai naik menjadi Rp.127.756.000.000,- hingga pada tahun 2008 menjadi Rp155.875.045.000,- untuk memperjelas dapat kita lihat tabel seperti dibawah ini:


(59)

Tabel 4.3

Dana Alokasi Umum(DAU) Tahun 2001-2008 DANA ALOKASI UMUM( 000)

Kab/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Nias 195.384.703 209.440.975 230.874.303 155.786.000 172.962.000 315.773.000 34.3779.000 393.414.349

Mandailing Natal 132.044.304 140.420.000 165.890.000 168.000.000 183.020000 298.969.000 33.8364.000 394.434.140

Tapanuli Selatan 225.998.218 253.984.186 271.621.476 252.889.000 265.560.000 455.036.000 50.1085.000 528.954.580

Tapanuli Tenggara 105.499.740 123.377.181 129.090.000 12.210.000 12.571.380 226.435.000 25.9019.000 290.589.335

Tapanuli Utara 178.415.390 211.663.645 227.813.893 139.276.000 149.607.000 286.227.000 32.0942.000 338.051.601

Toba Samosir 119.473.788 141.909.998 156.550.000 159.848.000 108.378.000 210.442.000 23.9982.000 252.143.902

Labuhan Batu 173.647945 218.440.000 263.300.000 268.127.000 286.548.000 471.211.000 53.6778.000 578.103.405

Asahan 215.625.644 237.505.000 292.739.191 274.447.000 292.231.000 493.236.000 54.6637.000 426.271.896

Simalungun 276.264.379 276.260.000 24.947.457 12.910.000 4.000.000 528.358.000 58.6985.000 645.790.130

Dairi 103.929.336 132.130.000 161.265.720 131.494.000 138.511.000 272.430.000 30.4080.000 327.408.430

Karo 92.494.416 142.470.000 173.460.000 190.230.000 194.397.000 334.102.000 37.3639.000 395.779.328

Deli Serdang 334.267.292 411.812.625 501.049.820 485.416.000 330.429.000 637.495.000 70.8480.000 779.762.110

Langkat 69.370.875 210.446.309 238.840.000 290.714.345 293.755.000 484.070.000 55.1230.978 589.366.556

Nias Selatan - - - 69.138.068 82.051.000 194.107.000 23.1315.000 258.078.780

Humbang Hasundutan - - - 7.136.800 114.926.835 119.863.000 23.4493.000 251.601.130

Pakpak Bharat - - - 25.942.000 43.399.000 127.756.000 14.5900.000 155.875.045

Samosir - - - - 62.082.000 184.943.000 20.3947.237 219.458.180

Serdang Bedagai - - - - 188.714.000 303.501.000 34.4516.000 381.432.253

Sibolga 37.179.120 87.950.000 94.313.522 931.21.000 101.569.000 163.020.000 18.4634.000 209.457.471

Tanjung Balai 43.503.812 100.174.316 4.215.796 55.20.000 6.880.000 174.380.000 19.7642.000 224.503.915

Pematang Siantar 97.902.598 129.724.883 145.029.356 1.402.29.000 149.682.000 251.255.000 27.8407.000 312.042.983

Tebing Tinggi 74.999.572 111.315.938 114.961.000 1.100.41.000 114.200.000 179.085.000 20.0708.000 221.913.915

Medan 283.116.623 351.378.074 433.041.453 4.049.89.980 420.500.000 574.568.000 74.8707.000 808.664.570

Binjai 109.085.448 128.830.000 3.832.564 1.320.50.000 146.640.000 226.847.000 25.4241.000 276.442.519


(60)

4.2.3 Gambaran Umum Belanja Daerah

Pengeluaran pemerintah yang mencerminkan kebijakan pemerintah.belanja daerah mencerminkan adanya biaya yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakannya tersebut seperti biaya untuk pembangunan, untuk belanja pegawai dan yang lainnya yang dibelanjakan didaerah.dapat kita lihat berdasarkan tabel di bawah menjelaskan adanya belanja daerah yang paling besar berada di Kota Medan setiap tahunnya mengalami peningkatan yang paling Nampak terdapat pada tahun 2007 sebesar Rp.1.751.826.295.000,-, naik pada tahun 2008 menjadi Rp.1.872.915.721.000,- hal ini menandakan bahwa biaya yang dikeluarkan pemerintah sangat besar untuk wilayah ini. Dan untuk belanja daerah terendah terdapat pada pakpak barat, pakpak barat merupakan wilayah yang baru pemekaran pembangunan sangat banyak namun untuk setiap Kabupaten/Kota masih merupakan belanja daerahnya yang terendah setiap tahunnya mengalami peningkatan namun yang memperoleh perkembangan tertinggi terdapat pada tahun 2007 Rp. 206.421.459.000,- meningkat pada tahun 2008 menjadi Rp.240.383.161.000,-

Pengeluaran pemerintah dapat juga dipakai sebagai indikator dalam pelaksanaan program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah didalam suatu wilayah itu,yang mana kegiatan pemerintah tersebut dibiayai oleh pengeluaran pemerintah itu.semakin banyak kegiatan yang akan dilakukan atau program-program pemerintah maka semakin besar pula pengeluaran yang akan dikeluarkan oleh pemerintah. Pada prinsipnya pemerintah pemerintah selalu memperbesar pengeluarannya agar supaya suatu daerah tersebut perkembangannya dapat secara cepat namun karena masyarakat terkadang enggan


(61)

untuk berpartisipasi membayar pajak yang lebih tinggi untuk membiayai pengeluaran tersebut sehingga pemerintah sering tidak dapat melaksanakan program-program yang telah dilaksanakan. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional menaikkan juga pengeluaran dan dan penerimaan pemerintah.


(62)

Tabel 4.4

Belanja Daerah Tahun 2001-2008 BELANJA DAERAH (000)

Kab/Kota 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

Nias 117.364.618 155.979.894 178.519.569 153.824.339 174.490.399 213.535.855 559.324.811 606.883.998 Mandailing Natal 78.139.157 92.186.537 132.972.568 147.757.771 166.356.296 240.692.058 493.904.892 546.029.071 Tapanuli Selatan 211.774.766 214.996.216 184.808.002 246.901.171 132.056.804 172.625.814 665.038.335 778.314.883 Tapanuli Tenggara 72.877.325 86.384.289 43.057.397 47.510.285 66.252.929 68.970.905 391.092.773 421.282.732 Tapanuli Utara 95.602.074 107.122.455 77.744.102 62.700.995 88.855.965 117.898.450 434.539.206 499.734.367 Toba Samosir 135.061.071 161.047.155 55.689.934 58.382.442 54.305.005 72.261.997 339.221.876 400.570.675 Labuhan Batu 170.136.869 205.608.463 255.908.077 258.104.587 277.128.801 328.601.724 782.649.377 786.630.389 Asahan 204.610.845 224.887.195 256.246.227 285.566.233 378.864.439 349.418.938 710.925.007 673.121.331 Simalungun 238.660.089 251.423.182 302.767.617 327.257.110 338.641.301 412.644.824 739.310.785 957.140.773 Dairi 102.531.444 112.608.140 172.514.529 154.619.492 137.471.443 177.093.882 370.418.428 467.291.950 Karo 114.268.749 139.460.701 62.113.490 177.732.421 185.247.973 231.281.130 544.146.889 473.372.300 Deli Serdang 347.584.505 392.091.597 444.912.309 503.735.991 387.082.835 446.790.452 994.240.087 1.184.495.089 Langkat 205.203.567 239.242.167 245.507.859 295.344.877 300.018.100 165.284.777 786.373.023 831.759.112 Nias Selatan - - - - 46.400.326 88.627.359 262.680.271 428.918.934 Humbang Hasundutan - - - 21.518.752 40.993.720 110.576.108 341.682.041 381.073.112 Pakpak Bharat - - - 24.509.907 33.277.659 54.934.533 206.421.459 240.383.161 Samosir - - - - 33.320.995 57.805.653 226.824.657 375.149.771 Serdang Bedagai - - - - 198.406.825 210.532.375 458.119.866 503.033.147 Sibolga 45.121.873 62.069.421 51.273.668 58.664.837 70.425.429 88.581.993 294.477.851 304.259.601 Tanjung Balai 40.248.200 59.503.740 64.769.036 76.588.146 93.978.886 101.284.481 251.350.949 339.169.855 Pematang Siantar 94.315.819 112.505.447 127.255.448 155.800.460 157.707.574 199.868.605 394.993.944 463.653.304 Tebing Tinggi 53.509.599 76.071.815 88.234.231 84.001.191 99.606.069 108.547.087 292.630.519 329.821.636 Medan 414.268.914 542.695.599 582.564.247 628.679.209 691.392.251 1322.425.419 1.751.826.295 1.872.915.721 Binjai 77.566.580 108.806.135 109.310.398 134.403.709 144.600.156 191.014.340 355.758.687 393.514.430 Padang Sidempuan - 67.806.264 89.335.881 110.368.206 119.221.324 161.784.042 334.964.313 371.128.329


(63)

4.3 Analisis Hasil dan Pembahasan

Dalam analisis data panel yang dilakukan, yang berfungsi sebagai variabel terikat adalah Belanja Daerah sedangkan variabel bebas adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Hubungan fungsional antara variabel terikat dengan variabel bebas dapat dinyatakan sebagai berikut:

Belanja Daerah=f(Pendapatan Asli Daerah,Dana Alokasi Umum)

Untuk pengolahan datanya, maka digunakan sfesifikasi model-model ekonometrika seperti dibawah ini:

Y = Yit = α + βX1it + βX2it + εit

Dimana:

i = Kabupaten/ kota (1,2,………….,25) t = Tahun (2001, 2002…….…….,2008) Y = Belanja Daerah

α = Intercept /Konstanta β1 β2 β3 = Koefisian Regresi

X1 = Pendapatan Asli Daerah (PAD)

X2 = Dana Alokasi umum ( DAU)

μ = Term of Error

Menurut Nachrowi,2006 terdapat beberapa pendapat pakar untuk menentukan model yang paling sesuai yang digunakan dalam analisis data panel yang mana telah dibuktikan oleh beberapa pakar ekonometrika dimana hasil dalam pembutian tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:


(64)

1. Jika pada data panel jumlah data time series lebih besar dibandingkan jumlah data cross section, maka disarankan untuk menggunakan model Fixed Effect Model (FEM).

2. Jika pada data panel jumlah data time series lebih sedikit dibandingkan jumlah data cross section, maka disarankan untuk menggunakan model Random Effect Model (REM).

Berdasarkan ketentuan ini maka analisis yang digunakan untuk ketiga model persamaan adalah dengan menggunakan metode REM.

4.3.1 Uji Hausman

Untuk memilih metode yang digunakan dilakukanlah uji Hausman test. Uji Hausman akan memberikan penilaian dengan menggunakan Chi-Square statistic sehingga keputusan pemilihan model dapat ditentukan secara tepat.

HAUSMAN TEST

Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: PANEL

Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 18.585632 2 0.0001

Berdasarkan hasil Uji Hausman test di atas menunjukkan bahwa jika nilai Chi-Square statistik pada Uji Hausman tidak signifikan, berarti model diestimasi dengan model Ramdom Effek Model. Hasil ini menunjukkan bahwa nilai Chi-Square


(1)

Lampiran 4

Kab/Kota Belanja Daerah PAD DAU

NIAS-2001 117364618 5469232 195384703

2002 155979894 6152160 209440975

2003 178519569 10929945 230874303

2004 153824339 10565029 155786000

2005 174490399 6698432 172962000

2006 213535855 10306879 315773000

2007 559324811 21840248 343779000

2008 606883988 18319182 393414349

MADINA-2001 78139157 1943576 132044304

2002 92186537 6533546 140420000

2003 132972568 6551823 165890000

2004 147757771 7250000 168000000

2005 166356296 5801500 183020000

2006 240692058 9295720 298969000

2007 493904892 11311080 338364000

2008 606883988 12165818 394434140

TAPSEL-2001 211774766 4305466 225998218

2002 214996216 6893936 253984186

2003 184808002 7879346 271621476

2004 246901171 8574660 252889000

2005 132056804 7547546 265560000

2006 172625814 18389383 455036000

2007 665038335 21752835 501085000

2008 778314883 23425463 528954580

TAPTENG-2001 72877325 3020770 105499740

2002 86384289 4972028 123377181

2003 43057397 5433747 129090000

2004 47510285 5288398 12210000

2005 66252929 5697235 12571380

2006 68970905 8598345 226435000

2007 391092773 10544158 259019000

2008 421282732 11231152 290589335

TAPUT-2001 95602074 4342558 178415390

2002 107122455 8881839 211663645

2003 77744102 11252649 227813893

2004 62700995 5733443 139276000


(2)

2006 117898450 9665704 286227000

2007 434539206 9718210 320942000

2008 499734367 9000282 338051601

TOBASA-2001 135061071 10661957 119473788

2002 161047155 13755147 141909998

2003 55689934 12164909 156550000

2004 58382442 11604842 159848000

2005 54305005 8617024 108378000

2006 72261997 13588094 210442000

2007 339221876 7268449 239985000

2008 400570675 10257467 252143902

LABUHANBATU-2001 170136869 8383322 173647945

2002 205608463 13356657 218440000

2003 255908077 25630556 263300000

2004 258104587 21152751 268127000

2005 277128801 25454818 286548000

2006 328601724 38976417 471211000

2007 782649377 36771409 536778000

2008 786630389 39842558 578103405

ASAHAN-2001 204610845 15569195 215625644

2002 224887195 19015242 237505000

2003 256246227 22626588 292739191

2004 285566233 21684666 274447000

2005 278864439 23100001 292231000

2006 349418938 29143500 493236000

2007 710925007 31030123 546637000

2008 673121331 22642871 426271896

SIMALUNGUN-2001 238660089 11796209 276264379

2002 251423182 14359269 276260000

2003 302767617 17493101 24947457

2004 285566233 17857576 12910000

2005 338641301 18822379 4000000

2006 412644824 26803259 528358000

2007 739310785 31560621 586985000

2008 957140773 30544580 645790130

DAIRI-2001 102531444 2678580 103929336

2002 112608140 3987533 132130000

2003 172514524 4742508 161265720

2004 327257110 4354230 131494000


(3)

2006 177093882 8043422 272430000

2007 370418428 8788285 304080000

2008 467291950 11441646 327408430

KARO-2001 114268749 4688606 92494416

2002 139460701 7498708 142470000

2003 62113490 9310352 173460000

2004 154619492 10459592 190230000

2005 185247973 12750000 194397000

2006 231281130 17007157 334102000

2007 514146889 18191160 373639000

2008 473372300 28172533 395779328

DELISERDANG-2001 347584505 26996853 334267292

2002 392091597 32315515 411812625

2003 444912309 51910663 501049820

2004 177732421 43528205 485416000

2005 387082835 59145801 330429000

2006 446790452 62301849 677495000

2007 994240087 76696878 708480000

2008 1184495089 97895194 779762110

LANGKAT-2001 205203567 9361131 210446309

2002 239242167 12398486 238840000

2003 245507859 14831910 290714345

2004 503735991 16570134 273583000

2005 300018100 16834743 293755000

2006 165284777 18640503 484070000

2007 786373023 32122090 551230978

2008 831759112 25056750 589366556

NIASSELATAN-2001 - - -

2002 - - -

2003 - - -

2004 - - 69138068

2005 46400326 945055 82051000

2006 88627359 1796000 194107000

2007 262680271 5937817 231315000

2008 428918934 8383125 258078780

HUMBAHAS-2001 - - -

2002 - - -

2003 - - -

2004 295344877 2668151 7136800


(4)

2006 110576108 6332872 199863000

2007 341682041 7576209 234493000

2008 381073112 9145245 251601130

PAKPAKBARAT-2001 - - -

2002 - - -

2003 - - -

2004 24509907 283355 25942000

2005 33277659 1373000 43399000

2006 54934533 2988976 127756000

2007 206421459 3970484 145900000

2008 240383161 5531777 155875045

SAMOSIR-2001 - - -

2002 - - -

2003 - - -

2004 - - -

2005 33220995 5210897 62082000

2006 57805653 10302191 184943000

2007 226824657 13366295 203947237

2008 375149771 9360300 219458180

SERDANGBEDAGAI-2001 - - -

2002 - - -

2003 - - -

2004 - - -

2005 198406825 12896921 188714000

2006 210532375 13073219 303501000

2007 458119866 10275010 344516000

2008 503033147 21468431 381432253

SIBOLGA-2001 45121873 2463313 37179120

2002 62069421 4257492 87950000

2003 51273668 7135535 94313522

2004 58664837 5782969 93121000

2005 70425429 6057446 101569000

2006 88581993 7831431 163020000

2007 294477851 8521967 184634000

2008 304259601 11677675 209457471

TANJUNGBALAI-2001 40248200 4140494 43503812

2002 59503740 8305288 100174316

2003 64769036 9933585 4215796


(5)

2005 93978886 9574573 6880000

2006 101284481 10319734 174380000

2007 251350949 11698025 197642000

2008 339169855 12636177 224503915

PEMATANGSIANTAR-2001

94315819 9468203 97902598

2002 112505447 10086969 129724883

2003 127255448 11563236 145029356

2004 58664837 13603647 140229000

2005 157707574 14923315 149682000

2006 199868605 16207940 251255000

2007 394993944 18789657 278407000

2008 403653304 23591867 312042983

TEBINGTINGGI-2001 53509599 4188449 74999572

2002 76071815 5715580 111315938

2003 88234231 6263263 114961000

2004 84001191 6230879 110041000

2005 99606069 6851238 114200000

2006 108547087 13385946 179085000

2007 292630519 15255982 200708000

2008 329821636 18463969 221913915

MEDAN-2001 414268914 88262844 283116623

2002 542695599 14693069 351378074

2003 582564247 23378660 433041453

2004 628679209 271618428 404989980

2005 691392251 28222872 420570000

2006 1322425419 31286231 574568000

2007 1751826295 32426375 748707000

2008 1872915721 34450933 808664570

BINJAI-2001 77566580 3909632 109085448

2002 108806135 5705555 128830000

2003 109310398 8312932 3832564

2004 134403709 12962969 132050000

2005 144600156 13002786 146640000

2006 191014340 11132852 226847000

2007 355758687 10312323 254241000

2008 393514430 13842575 276442519

PADANGSIDIMPUAN-2001 - - -

2002 67806264 2177434 70155137


(6)

2004 110368206 3918450 110115000

2005 119221324 4682000 128044000

2006 161784042 7262135 200749000

2007 334964313 9039773 225865000