Kaitan Penyimpangan Perilaku Homoseksual Dengan Tindak Pidana

menyembunyikan dan menghilangkan mayat, 96 Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa kategori tindak pidana terhadap jiwa manusia seperti pembunuhan memang sudah lama di kenal oleh hukum nasional kita melalui kitab undang-undang hukum pidana bab 19 sembilan belas buku ke-2 dua yang menggolongkan beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap nyawa. Jenis pembunuhan yang di atur dalam bab ini meliputi pembunuhan dengan sengaja pasal 338, pembunuhan dengan rencana pasal 340, pembunuhan anak setelah lahir oleh ibu pasal 341- 342, menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri pasal 344 dan pengguguran kandungan pasal 346-349. Sama sekali tidak terdapat satu pasal pun yang mengatur tentang tindak pidana pembunuhan yang diikuti pemotongan tubuh korban. Keadaan ini tentu saja dapat menimbulkan masalah hukum tentang kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat. proses menghilangakan mayat dengan mana dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah dengan jalan mutilasi yaitu pemotongan bagian tubuh korban sehingga susah untuk diidentifikasikan

B. Kaitan Penyimpangan Perilaku Homoseksual Dengan Tindak Pidana

Mutilasi Dalam mempelajari hal-hal yang memilki keterkaitan antara adanya bentuk perilaku seksual menyimpang seperti homoseksual dengan terjadinya suatu 96 R. Soesilo, Ibid, hlm. 151 Universitas Sumatera Utara bentuk tindak pidana seperti tindak pidana mutilasi, ada enam pendekatan teoritis dari psikologi yaitu, pendekatan perilaku, pendekatan psikodinamika, pendekatan humanistik, pendekatan kognitif, pendekatan sosial dan pendekatan biologi dalam mengidentifikasikan permasalahan tersebut. 97 Dengan menggunakan pendekatan psikologi perilaku, menyatakan bahwa bentuk perilaku homoseksual terbentuk karena individu memperoleh pembelajaran mengenai homoseksual ketika usia anak-anak, hal tersebut membekas dan tetap terbawa pada diri individu tersebut hingga dewasa. Dalam kasus tertentu pembelajaran homoseksual dapat di peroleh melalui pengalaman yang dapat menimbulkan sisi traumatis dalam diri individu, sehingga individu cenderung melampiaskan pengalamannya tersebut kepada orang lain sebagai bentuk pencapaian kepuasan secara psikologis. 98 Berdasarkan pendekatan psikologi perilaku tersebut maka dapat diketahui bahwa seorang homoseksual yang terbentuk oleh karena adanya pengalaman dalam bentuk kekerasan homoseksual di masa anak-anak memilki suatu kecenderungan untuk berbuat hal yang serupa dengan yang dialaminya terhadap orang lain. Dengan demikian terbentuk suatu pola kekerasan seksual yang dikenal dengan homosadomasokisme, yaitu pencapaian kepuasan sesksual sesama jenis dengan cara memberikan rasa sakit melalui cara mengganiaya atau menyiksa pasangannya atau satu sama lain hingga tercapai suatu bentuk pencapaian kepuasan seksual. 99 97 Matt Jarvis, Log.Cit, hlm. 3 98 James Rowan, Transpersonal Psychology, London : Routledge, 1990, hlm. 15 99 James Rowan, Ibid, hlm. 16 Universitas Sumatera Utara Proses pencapaian kepuasan seksual dengan melalui cara menyiksa menimbulkan penyimpangan perilaku orientasi seksual yang mengarah kepada kekerasan. Menurut Skinner perilaku tersebut dibedakan menjadi dua yaitu : 100 a. Perilaku yang di tuntut respondent behaviour, didasarkan pada refleks individu b. Perilaku operan operant behaviour, adalah perilaku hasil belajar, mengamati atau terlibat terhadap suatu situasi tertentu Sehingga terjadi suatu proses transmisi kekerasan yang diteruskan dan di anggap suatu kondisi wajar oleh individu tersebut. Lebih jauh menurut skinner proses transmisi kekerasan tersebut dengan cara melaui proses operan operant behaviour, yang diidentifikasikan kedalam tiga bentuk, yaitu : 101 a. Operan netral neutral operant, yaitu respons dari lingkungan yang tidak dapat menambah atau mengurangi probabilitas perilaku yang diulang-ulang b. Penguat reinforces, yaitu respons dari lingkungan yang menambah probabilitas perilaku yang diulang-ulang c. Penghukum punishers, respons dari lingkungan yang mengurangi probabilitas perilaku yang diulang-ulang Adanya suatu proses pengulangan perilaku tersebut secara berkelanjutan menimbulkan bentuk kepribadian tetap pada diri individu, sehingga kecenderungan untuk melakukan kekerasan seksual lebih tinggi. 100 Matt Jarvis, Op.Cit, hlm. 24 101 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 25 Universitas Sumatera Utara Proses transmisi kekerasan seksual yang didapatkan pada masa anak-anak yang merupakan fase terpenting dalam perkembangan individu menimbulkan terhambatnya proses perkambangan psikoseksual dalam bentuk kemunduran regretion seperti kekerasan, alkoholisme, dan pemahaman keliru terhadap makna seksual yang sebenarnya. Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan psikodinamika terhadap hubungan antara perilaku homoseksual dengan terjadinya kekerasan yang mengarah ke dalam bentuk penganiayaan atau bahkan mutilasi, menurut Winnicoft dapat dipelajari melalui asumsi-asumsi berikut : 102 a. Pembentukan perilaku homoseksual yang berorientasi kekerasan berasal dari perasaan dan pengalaman yang tidak menyenangkan di masa anak-anak b. Perilaku kekerasan terbentuk dari adanya pengaruh kejadian dalam fikiran bawah sadar dan motif-motif bawah sadar c. Adanya gejala-gejala tingkah laku yang tidak masuk akal oleh karena faktor alam bawah sadar lebih mendominasi Berdasarkan asumsi-asumsi yang dikemukakan oleh Winnicof tersebut menimbulkan orientasi kekerasan sebagai bentuk kepribadian perilaku individu yang secara sadar dilakukan dan dipahami terhadap akibat yang ditimbulkan dari perbuatan individu tersebut. Selanjutnya dalam menganalisa faktor-faktor perilaku kekerasan yang tergolong maladatif tersebut, Sigmund Freud menggunakan pendekatan psikologi 102 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 46 Universitas Sumatera Utara kedalaman depth psychology, yang membagi model topografikal kesadaran manusia kedalam : 103 a. Pikiran sadar conscious mind, yaitu berisi semua proses mental yang kita sadari dalam aktifitas kehidupan manusia b. Pikiran prasadar preconscious mind, yaitu berisi memori-memori yang dapat di ingat kembali pada fikiran sadar dalam kondisi tertentu c. Pikiran bawah sadar unconscious mind, bagian pikiran yang berisi naluri-naluri instincs biologis, terutama dorongan-dorongan primitif seperti seks, dan agresi dalam bentuk pemuasan pemenuhan secara individualis tanpa memperdulikan kepentingan individu lain sehingga sering kali berbenturan dengan kekerasan Walaupun manusia benar-benar mengetahui apa yang terjadi dalam pikiran sadar tetapi perasaan, motif, dan keputusan kita sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu yang tersimpan dalam alam prasadar dan naluri dari alam bawah sadar yang memiliki pengaruh yang cukup dominan terhadap manusia. Dalam perkembangannya individu yang mengalami proses kekerasan seksual menggunakan mekanisme bawah sadar untuk melindungi dirinya dari rasa bersalah dan menyakitkan, sehingga individu cenderung bersifat introvert terhadap dunia luar sehingga menimbulkan beberapa bentuk perilaku sebagai wujud mekanisme pertahanan sebagai berikut : 104 a. Represi penahanan ingatan, terjadi pada saat ingatan seperti kejadian traumatis atau kekerasan seksual yang memimbulkan perasaan 103 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 48 104 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 52 Universitas Sumatera Utara bersalah, di blokir paksa agar tidak teringat kembali. Dengan demikian individu tidak punya ingatan sadar tentang kejadian atau fantasi tersebut walaupun ingatan tersebut masih sangat berpengaruh pada diri individu bahkan menimbulkan gejala serius b. Formasi reaksi reaction formation, terjadi saat individu benar-benar menyangkal dan mengambil sikap yang sama sekali bertolak belakang dengan perasaan kita yang sebenarnya. Seperti homophobia, yaitu kecemasan individu yang memilki orientasi homoseksual untuk bersikap keras terhadap sikap antihomoseksual sebagai bentuk pencarian jati diri terhadap orientasi seksualnya c. Salah penempatan displacement, terjadi pada saat individu mengalihkan emosi berupa kemarahan dari mereka yang menjadi penyebabnya kepada pihak lain. Slah satu perspektif psikodinamika tentang kekerasan rasial menyebutkan bahwa individu yang di didik secara keras dan kasar mencari sasaran yang cocok untuk melampiaskan kemarahannya itu d. Sublimasi sublimation, terjadi pada saat individu mengelola emosinya untuk dialihkan kedalam kegiatan yang bersifat destruktif daripada kegiatan konstruktif, seperti kekerasan, alcohol, seks bebas dan semacamnya Hal-hal sebagaimana dijelaskan mengenai mekanisme pertahanan individu tersebut menimbulkan pengalihan atau pelampiasan emosi kemarahan dengan mencari sasaran orang lain dan cenderung untuk bersifat destruktif. Universitas Sumatera Utara Selanjutnya dengan menggunakan pendekatan psikologi humanistik menjelaskan bahwa, perilaku kekerasan yang berkaitan dengan traumatis seksual menyimpang seperti homoseksual karena diketahui bahwa manusia memilki satu motif dasar yaitu untuk mengaktualisasikan diri. Kecenderungan ini adalah keinginan untuk memenuhi potensi yang dimilki dan mencapai tahap “human beingness” yang setinggi-tingginya. Menurut Rogers, proses ini bisa terganggu apabila individu dihadapkan pada aturan-aturan sosial yang terlalu keras dan konsep diri yang buruk, hal ini mengakibatkan manusia berprilaku destruktif terhadap individu lain maupun dengan lingkungannya. 105 Menurut pendekatan psikologi kognitif, keterkaitan antara perilaku homoseksual dengan tindakan dalam bentuk kekerasan, penganiayaan, atau bahkan mutilasi adalah dipengaruhi oleh adanya beberapa sikap yang terekam di dalam ingatan individu seperti, kecemasan anxiety, dan sikap defensif devensiveness yang disebabkan oleh beberapa faktor yang sangat mempengaruhi seperti : 106 a. Traumatis pengalaman kekerasan seksual; b. Kekhawatiran akan kehilangan pasangan homoseksualnya; c. Tanggapan lingkungan akan orientasi seksualnya yang bertentangan dengan masyarakat dan cenderung mendapatkan perlakuan diskriminitaif dari masyarakat; Ketiga faktor tersebut mengarah kepada pelarian dengan jalan kekerasan secara kejam psychopat misalnya seperti kejahatan mutilasi. 105 Matt Jarvis, Ibid, hlm. 88 106 James Rowan, Op.Cit, hlm. 125 Universitas Sumatera Utara Dalam mengidentifikasikan permasalahan homoseksual dengan mutilasi berdasarkan pendekatan psikologi sosial yang secara tradisonal menggunakan dua buah pemahaman yaitu: 107 a. Psikologi sosial psikologis psychological social psychology, yaitu pemahaman akan respons individu dalam situasi-situasi social tertentu b. Dekstrusifisme social dekstruktive constructionism, yaitu sifat-sifat individu yang cenderung merusak Kedua hal tersebut merupakan suatu kesatuan yang mempelajari akan sifat individu yang cenderung ingin melakukan pemusnahan terhadap individu lain yang cenderung dikategorikan sebagai lawan atau rival dalam memperoleh suatu hal tertentu. 108 Secara tradisional, psikologi cenderung mengabaikan masyarakat homoseksual dan cenderung menganggap mereka sebagai orang abnormal. Bahkan sampai tahun 1974, Diagnostic and statistical manual of mental disorder sistem untuk menjelaskan dan mendiagnosa gangguan mental, memasukkan homoseksual sebagai gangguan mental. Meskipun demikian, banyak penelitian telah diteruskan seputar mengapa individu dapat memilki sifat homoseksual. 109 107 James Rowan, Ibid, hlm. 172 108 James Rowan, Ibid, hlm. 180 109 Matt Jarviss, Op.Cit, hlm. 200 Adapun yang menyebakan mengapa individu homoseksual dapat melakukan tindakan-tindakan yang bersifat agresif adalah adanya pengaruh homophobia yang merupakan sumber utama stress dan kegelisahan kaum homoseksual sehingga cenderung bersikap agresif, bahkan dalam tataran emosi yang diakibatkan stress Universitas Sumatera Utara yang tidak terkontrol seorang homoseksual dapat melakukan tindakan yang tergolong kejam baik secara sadar atau pun tidak. 110

C. Kajian Psikologi Kriminal Terhadap Aspek Kejiwaan Pelaku Mutilasi

Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridi Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak Yang Menyebabkan Kematian (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.791/Pid.B/2011/PN.SIM)

5 130 108

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 64 103

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Tinjauan Kriminologi Dan Hukum Pidana Tentang Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Terhadap Anak Kandungnya (Studi Putusan Pengadilan Negeri Tulungagung Nomor : 179/Pid.Sus/2012/PN.Ta)

5 134 138

Tinjauan Psikologi Kriminal Penyimpangan Perilaku Seksual Terhadap Tindak Pidana Mutilasi (Studi Kasus Putusan Pengadilan Negeri Depok Nomor 1036/PID.B/2009/PN.DEPOK)

18 111 171

Analisis Terhadap Putusan Hakim Dalam Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkoba (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Medan)

3 130 140

Penegakan Hukum Terhadap Oknum Polri Sebagai Pelaku Tindak Pidana Narkotika (Studi Putusan Pengadilan Negeri Medan Nomor 479/Pid.B/2011/Pn.Mdn)

1 50 102

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

3 82 103

Analisis Putusan Pengadilan Terkait Penerapan Pidana Bersyarat Terhadap Anak Sebagai Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan (Studi Kasus Putusan Nomor 227/Pid.Sus/2013/Pn.Bi)

0 0 9

Tinjauan Kriminologi Terhadap Tindak Pidana Penganiayaan Yang Dilakukan Oleh Anak (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Medan)

0 11 90