tidak mendapat tekanan atau intimidasi dari pihak-pihak tertentu dan lain sebagainya;
b. Dengan demikian sebagai penasihat hukum tidak boleh melakukan
pembelaan dengan cara mengingkari atau menutupi fakta atau keadaan sebenarnya;
c. Pembelaan sebaiknya dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan
antara kepentingan tersangka, kepentingan masyarakat dan kepentingan hukum secara luas dalam rangka menegakkan hukum dan
keadilan; Berdasarkan hal-hal tersebut maka di dalam melakukan proses pembelaan
terhadap terdakwa, juga harus memahami mengenai koridor atau mekanisme umum yang harus dipedomani oleh penasihat hukum.
6. Analisa Putusan Vonnis dan Kaitan Terhadap Teori Pemidanaan
Bahwa akhir dari seluruh proses persidangan perkara pidana adalah pengambilan keputusan atau sering di sebut juga dengan istilah putusan
pengadilan atau putusan akhir.
215
Di dalam pasal 1 butir 11 KUHAP menyebutkan bahwa, putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang
diucapkan dalam sidang peradilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang di
atur dalam undang-undang ini.
216
215
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana DI Indonesia, Jakarta : Arikha Media Cipta, 1993, hlm. 339
216
Muhammad Karjadi, Op.Cit, hlm. 4
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat bahwa setiap keputusan merupakan salah satu dari tiga kemungkinan yaitu :
217
a. Pemidanaan atau penjatuhan pidana dan atau tindakan tata tertib;
b. Putusan bebas vrijspraak;
c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum.
Pasal 193 ayat 1 KUHAP menyebutkan bahwa, jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindakan pidana yang
didakwakan kepadanya, maka pengadilan menjatuhkan pidana.
218
Oleh sebab itu harus dapat dibuktikan dua hal yaitu :
219
a. Semua unsur pidana yang didakwakan terbukti ;
b. Adanya unsur kesalahan kesengajaan atau kealpaan dalam arti
terdakwa mampu mempertanggungjwabkan perbuatannya ; Dengan kata lain tidak terdapat alasan pembenar maupun alasan pemaaf yang
dapat menghapus tuntutan terhadap terdakwa. Terhadap kasus tindak pidana mutilasi dengan terdakwa very idham
henyansyah, setelah melalui proses pemeriksaan di persidangan, maka oleh majelis hakim menjatuhkan putusan sebagai berikut :
220
a. Menyatakan terdakwa very idham henyansyah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana
217
Wishnubroto, Log.Cit, hlm. 123
218
Muhammad Karjadi, Op.Cit, hlm. 171
219
Wishnubroto, Op.Cit, hlm. 123
220
Putusan No. 1036Pid.B2009PN.Depok, Depok : Pengadilan Negeri Depok, 2009, hlm. 109
Universitas Sumatera Utara
sebagaimana diuraikan dalam dakwaan kesatu primair jaksa penuntut umum;
b. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana hukuman mati
sebagaimana yang tercantum di dalam pasal 340 KUHP; c.
Menyatakan barang bukti berupa: -
Dua buah kartu kredit BNI, satu buah kartu kredit ANZ dan sebuah kartu ATM BCA beserta sebuah telepon genggam dikembalikan
kepada ahli waris korban dan untuk sewaktu-waktu dapat dipergunakan kembali sebagai proses pembuktian di kemudian
hari; -
Sebuah koper besar, sebuah kantong palstik, pisau dan sebatang besi ditempatkan sebagai barang bukti pada penyidik;
- Surat yang berupa V.e.R. No. 99-SK.II3571-93-08 tanggal 19
november 2008 atas nama korban heri santoso yang di buat dan ditandatangani oleh dr. Guntur Suryadinata,Spf, tetap dilampirkan
dalam berkas perkara ini; -
Surat yang berupa pemeriksaan psikologi terdakwa No. 83- PSI.VI6722-P32-02-08 atas nama terdakwa very idham
henyansyah yang dibuat dan ditandatangani oleh Untung Laksono,S.psi,Psikolog, tetap dilampirkan dalam berkas perkara
ini; d.
Menyatakan terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 1.000,- seribu rupiah;
Universitas Sumatera Utara
Putusan terhadap perkara tersebut diperoleh berdasarkan adanya persesuaian antara fakta yuridis dengan ketentuan unsur pidana yang didakwakan terhadap
terdakwa di muka persidangan setelah melalui musyawarah majelis hakim. Konsep pemidanaan dalam putusan perkara tersebut selalu berkait dengan
pemberian pidana berupa stelsel sanksi yang diberikan atau dijatuhkan kepada terdakwa seperti yang terdapat dalam pasal 10 KUHP, sampai saat ini banyak
mengalami perubahan dan perdebatan yang dilakukan oleh para ahli hukum pidana maupun penology serta kriminologi. Stelsel sanksi merupakan bagian dari
permasalahan pokok dalam membicarakan hukum pidana. Bahkan stelsel sanksi merupakan hal yang sentral karena sering sekali tidak lepas dari format politik
bangsa yang bersangkutan.
221
Sanksi harus dipandang sebagai salah satu unsur yang esensial, bila kita melihat hukum sebagai kaidah. Hampir semua yang
berpandangan dogmatik, memandang hukum sebagai kaidah bersanksi yang di dukung oleh otoritas tertinggi di dalam masyarakatnya.
222
Pada dasarnya kepada seorang pelaku suatu tindak pidana harus dikenakan suatu akibat hukum. Akibat hukum itu pada umumnya berupa pidana.
223
Pidana adalah suatu penderitaan yang sengaja dijatuhkan negara kepada seseorang yang
telah melakukan suatu tindakan pidana.
224
221
Sholehuddin, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana Berupa Ide-Ide Dasar Double Track System Dan Implementasinya, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,2004, hlm. 1
222
Sholehuddin, Ibid, hlm 3
223
S.R.Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia, Jakarta : Alumni,1996, hlm. 442
224
Sofjan Sastrawidjaja, Hukum Pidana Asas Hukum Pidana Sampai Dengan Alasan Peniadaan Pidana, Bandung : Armico, 1995, hlm. 25
Rumusan lain menyebutkan pidana
Universitas Sumatera Utara
adalah reaksi atas delik yang banyak berwujud suatu nestapa yang dengan sengaja ditimpahkan Negara kepada pembuat delik.
225
Dalam sistem hukum Indonesia yang menganut asas praduga tak bersalah presumption of inocent, pidana sebagai reaksi atas delik yang dijatuhkan harus
berdasarkan pada vonis hakim melalui sidang peradilan atas terbuktinya perbuatan pidana yang dilakukan, apabila tidak terbukti bersalah maka tersangka harus
dibebaskan.
226
Putusan atau vonis suatu perkara pidana apabila di tinjau dari sudut kerugian terpidana hukuman, pidana dapat mengenai :
227
a. Jiwa pelaku berupa pidana mati;
b. Badan pelaku berupa hukuman cambuk, pemotongan bagian tubuh,
dan lain sebagainya; c.
Kemerdekaan pelaku berupa pidana penjara, pidana tutupan, pidana kurungan, pembuangan verbanning, pengasingan deportatie,
pengusiran, penginterniran, penawanan dan sebagainya yang bersifat pengucilan;
d. Kehormatan pelaku berupa pencabutan hak-hak tertentu, pengumuman
keputusan hakim, teguran dan lain sebagainya; e.
Harta benda atau kekayaan berupa pidana denda, perampasan barang tertentu, membayar harga suatu barang yang tidak atau belum di
rampas sesuai taksiran dan lain sebagainya;
225
Sofjan Sastrawidjaja, Ibid, hlm. 9
226
S.R. Sianturi, Op.Cit, hlm. 27
227
S.R Sianturi, Ibid, hlm 443
Universitas Sumatera Utara
Penjatuhan pidana dalam suatu putusan perkara pidana memuat salah satu atau beberapa hal di antara bagian stelsel pemidanaan yang berupa kerugian terhadap
pelaku.
228
Salah satu cara untuk mencapai tujuan hukum pidana adalah memidana seseorang yang telah melakukan suatu tindak pidana. Alasan pemidanaan dapat
digolongkan dalam tiga golongan pokok, yaitu teori pembalasan, teori tujuan dan teori gabungan, sebagaimana di uraikan sebagai berikut :
229
a. Teori Pembalasan, membenarkan pemidanaan karena seseorang telah
melakukan suatu tindak pidana. Terhadap pelaku tindak pidana mutlak harus diadakan mutlak harus diadakan pembalasan berupa pidana.
Tidak dipersoalkan akibat dari pemidanaan bagi terpidana. Bahan pertimbangan untuk pemidanaan hanyalah masa lampau, maksudnya
masa terjadinya tindak pidana itu, masa yang akan datang yang bermaksud untuk memperbaiki pelaku tidak dipersoalkan;
b. Teori Tujuan, membenarkan pemidanaan berdasarkan tujuan
pemidanaan berdasarkan tujuan pemidanaan yaitu untuk perlindungan masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan, serta memperbaiki
penjahat; c.
Teori gabungan, mendasarkan pemidanaan kepada perpaduan teori pembalasan dengan teori tujuan. Dengan demikian penjatuhan suatu
pidana harus memberikan rasa kepuasan baik bagi hakim maupun kepada penjahat itu sendiri disamping kepada masyarakat;
228
Sofjan Sastrawidjaja, Op.Cit, hlm. 14
229
Rena Yulia, Log.Cit, hlm. 141
Universitas Sumatera Utara
Apabila diperhatikan, amar putusan perkara pidana dengan terdakwa very idham henyansyah tersebut lebih berorientasi terhadap adanya unsur pembalasan berupa
pidana hukuman mati. Oleh karena dengan penjatuhan pidana mati terhadap pelaku tidak bermaksud mempersoalkan usaha untuk memperbaiki diri pelaku
tindak pidana. Pengacancaman dan penjatuhan pidana mati harus memperhatikan
beberapa hal sebagaimana yang tercantum dalam KUHP dan perundang-undangan lainnya, yaitu :
230
a. Hukuman mati tidak pernah diancamkan secara tersendiri, bahkan
tidak pernah diancamkan secara alternatif hanya dengan pidana penjara seumur hidup;
b. Kecuali dengan pidana tambahan, pidana mati KUHP selalu dijatuhkan
secara tunggal. Tidak boleh berbarengan dengan pidana pokok lainnya penjara, kurungan, tutupan, denda;
c. Pidana mati selalu hanya untuk kejahatan yang berat pengkhianatan,
pembunuhan kepala negara, pembunuhan berencana, pembajakan laut yang berakibat matinya dan hancurnya pesawat atau kapal yang di
bajak, dan sebagainya; Sehingga stelsel pidana mati dalam penjatuhannya harus memenuhi ketentuan
tertentu dan sebisa mungkin tidak dijatuhkan apabila tidak sesuai dengan criteria terhadap kejahatan yang diancamkan.
230
Mompang Panggabean, Hukum Penitensia Di Indonesia, Jakarta : Alumni Ahaem, 1996, hlm. 69
Universitas Sumatera Utara
Menurut Mompang Panggabean, terhadap pidana mati di dalam penjatuhannya terhadap terdakwa perlu untuk diadakan dengan alasan-alasan
sebagai berikut yang harus diperhatikan oleh hakim :
231
a. Dalam keadaan damai pidana mati harus ditiadakan, kecuali jika
kualitas kejahatan tersebut setidak-tidaknya dirasakan sama dengan suatu kejahatan yang di ancam dengan pidana mati dalam keadaan
bahaya, terutama dalam keadaan perang; b.
Dalam keadaan bahaya, untuk kejahatan tertentu pidana mati perlu dipertahankan;
c. Syarat-syarat untuk pengancaman dan pelaksanaan pidana mati
tersebut adalah; -
Tidak diancamkan secara tunggal, melainkan secara alternatif dengan pidana penjara terbatas;
- Antara waktu putusan hakim yang sudah mempunyai kekuatan
hukum yang tetap dengan pelaksanaan pidana mati tersebut harus ada tenggang waktu yang cukup lama untuk mempertimbangkan
reaksi masyarakat yang nantinya dapat ditampung dalam keputusan presiden mengenai hal itu;
Dengan demikian penjatuhan pidana mati itu sedemikian rupa harus memperhatikan unsur keadilan secara umum, kepastian secara hukum dan
kemanfaatan secara menyeluruh terhadap pelaku secara khusus dan masyarakat secara umum.
231
Mompang Panggabean, Ibid, hlm. 73
Universitas Sumatera Utara
Banyak aspek yang harus dipertimbangkan hakim dalam menjatuhkan putusan, namun dari segi teknis ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu
bagaimana hakim dengan rasionalnya dan hati nuraninya mampu mengungkapkan fakta berdasarkan bukti-bukti yang diajukan dipersidangan dan mencari,
menemukan dan menerapkan hukum yang tepat sesuai dengan rasa keadilan individu pelaku, masyarakat korban, dan Negara undang-undang.
232
7. Analisa Psikologi Kriminal