Pengertian Pajak Dasar Hukum Penagihan Pajak Ketentuan Umum Pelaksanaan Penyitaan

BAB III GAMBARAN DATA PKLM

A. Pengertian Pajak

Menurut Undang-Undang No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan bahwa Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

B. Penagihan Pajak 1. Pengertian Penagihan

Salah satu kunci keberhasilan penerimaan pajak adalah kepatuhan wajib pajak dalam membayar pajak. Hanya saja, apabila wajib pajak tidak membayar pajak, maka perlu diberikan tindakan tegas untuk dapat memaksa wajib pajak tersebut melunasi utang pajaknya. Hal ini diwujudkan dalam bentuk penagihan pajak terhadap wajib pajak yang tidak atau belum melunasi utang pajaknya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Oleh karena itu, tindakan penagihan pajak merupakan hal yang sangat penting guna menunjang keberhasilan pemungutan pajak. Berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa Nomor 19 Tahun 2000 yang berbunyi : Universitas Sumatera Utara “ Penagihan Pajak merupakan serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur sekaligus memperingatkan, melaksanakan Penagihan Seketika dan Sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.” Tujuan pelaksanaan penagihan pajak adalah guna pelunasan utang pajak oleh wajib pajak. Dalam ketentuan perundang-undangan perpajakan, bagi setiap wajib pajak yang telah memenuhi ketentuan perpajakannya diwajibkan untuk membayar pajak terutangnya. Dalam hal ini dibutuhkan kesadaran masyarakat wajib pajak akan ketentuan perpajakan tersebut. Namun kenyataannya yang terjadi dilapangan masih banyak wajib pajak yang tidak menghiraukan ketentuan perpajakan tersebut. Maka atas dasar inilah pihak Direktorat Jenderal Pajak melakukan penagihan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya, dengan cara menerbitkan STPSKP. Kemudian apabila wajib pajak tidak juga menghiraukan atas diterbitkannya surat tersebut maka aparatur pajak akan menenrbitkan Surat Teguran atau surat peringatan lainnya. Selanjutnya apabila wajib pajak tidak juga menghiraukan Surat Teguran tersebut, pihak aparatur pajak akan menerbitkan Surat Paksa guna mencairkan tunggakan pajak.

2. Penagihan Utang Pajak

Tindakan penagihan utang pajak secara teoritis dapat dilakukan dengan 2 dua langkah : Universitas Sumatera Utara 2.1 Penagihan Pasif Penagihan Pajak Pasif dilakukan dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, Surat Keputusan Banding yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam jangka waktu 30 tiga puluh hari belum dilunasi, maka 7 tujuh hari setelah jatuh tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan menerbitkan Surat Teguran. 2.2 Penagihan Aktif Penagihan Pajak Aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim Surat Tagihan atau Surat Ketetapan Pajak, tetapi akan dilanjutkan dengan tindakan penyitaan dan bahkan pelaksanaan lelang.

3. Surat Tagihan Pajak STP

3.1 Pengertian Surat Tagihan Pajak STP Yang dimaksud dengan Surat Tagihan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 20 adalah surat untuk Universitas Sumatera Utara melakukan tagihan pajak danatau sanksi administrasi berupa bunga danatau denda. Surat Tagihan Pajak dapat diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak melalui pemeriksaan atau penelitian. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak. 3.2 Penerbitan Surat Tagihan Pajak STP Surat Tagihan Pajak diterbitkan apabila antara lain : a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar. b. Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis atau salah hitung. c. Wajib Pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda danatau bunga. d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tidak membayar faktur pajak atau membuat faktur pajak tetapi tidak tepat waktu.

4. Surat Ketetapan Pajak SKP

4.1 Pengertian Surat Ketetapan Pajak Yang dimaksud dengan Surat Ketetapan Pajak menurut Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 15 adalah surat ketetapan yang meliputi Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Universitas Sumatera Utara Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar. 4.2 Penerbitan Surat Ketetapan Pajak SKP Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan karena berdasarkan pemeriksaan atau penelitian atas data wajib pajak, bahwa pajak yang dihitung atau dilaporkan dalam SPT tidak benar, sehingga masih terdapat pajak yang tidak atau kurang dibayar dan pajak yang tidak atau kurang dipotong atau dipungut. Surat Ketetapan Pajak dapat diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak sampai dengan jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya pajak, atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak atau Tahun Pajak, yang disebabkan oleh : a. Pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. b. SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya. c. Kewajiban pembukuan dan meminjamkan buku pada saat diperiksa tidak dipenuhi, sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. 4.3 Macam-macam Ketetapan Pajak Universitas Sumatera Utara Menurut Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan pasal 1 angka 15 Surat Ketetapan pajak terbagi atas : a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menetukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar pasal 1 angka 16 UU KUP. b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah Surat Ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan pasal 1 angka 17 UU KUP. c. Surat Ketetapan Pajak Nihil SKPN Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah Surat Ketetapan Pajak yang menetukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak pasal 1 angka 18 UU KUP. d. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar SKPLB Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah Surat Ketetapan Pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah Universitas Sumatera Utara kredit pajak lebih besar dari pada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang pasal 1 angka 19 UU KUP .

5. Surat Teguran

Tindakan pelaksanaan penagihan pajak dengan Surat Paksa diawali dengan penerbitan surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis oleh pejabat yang berwenang yang diterbitkan oleh pejabat tersebut setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pembayaran. Surat teguran, surat peringatan, atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau guna memperingatkan wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya. Surat teguran, surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran. Namun surat teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak. 5.1 Dasar Hukum Surat Teguran Ketentuan Hukum yang mengatur Surat Teguran adalah sebagai berikut : a. Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 24PMK.032008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya. Universitas Sumatera Utara b. Pasal 8 Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 24PMK.032008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya. 5.2 Penerbitan Surat Teguran Penerbitan Surat Teguran dilakukan sebagai berikut : a. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dan wajib pajak tidak mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, kepada wajib pajak disampaikan Surat Teguran setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan keberatan. b. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib pajak tidak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, kepada wajib pajak disampaikan Surat teguran, setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pengajuan banding. c. Dalam hal wajib pajak tidak menyetujui sebagian atau seluruh jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil Universitas Sumatera Utara pemeriksaan, dan wajib pajak mengajukan permohonan banding atas keputusan keberatan sehubungan dengan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, kepada wajib pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan pajak yang masih harus dibayar berdasarkan Putusan Banding. d. Dalam hal wajib pajak menyetujui jumlah pajak yang masih harus dibayar dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, kepada wajib pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan. e. Dalam hal wajib pajak mencabut pengajuan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar SKPKB atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, setelah tanggal jatuh tempo pelunasan tetapi sebelum tanggal diterima Surat Pemberitahuan untuk hadir oleh wajib pajak, kepada wajib pajak disampaikan Surat Teguran, setelah 7 tujuh hari sejak tanggal pencabutan pengajuan keberatan tersebut. f. Surat Teguran dalam rangka Penagihan Pajak atas utang Pajak Bumi dan Bangunan danatau Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana tercantum dalam STPPBB, SKBKB, SKBKBT, STB, atau Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, atau Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar Universitas Sumatera Utara bertambah, disampaikan kepada wajib pajak, setelah 7 tujuh hari sejak saat jatuh tempo pelunasan. Penyampaian Surat Teguran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dan Pasal 10 dapat dilakukan secara langsung, melalui pos, atau melalui perusahaan jasa eskpedisi atau jasa kurir dengan Bukti Pengiriman Surat.

C. Penerbitan dan Pemberitahuan Surat Paksa 1. Dasar Hukum

1.1 Pasal 8 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak Dengan Surat Paksa 1.2 Pasal 12 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24PMK.032008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan Dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

2. Penerbitan Surat Paksa

Surat paksa diterbitkan oleh Kepala KPPKPPBB yang menerbitkan STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah yang menjadi dasar penagihan, apabila : Universitas Sumatera Utara 2.1 Penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo pembayaran dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis; 2.2 Terhadap penanggung pajak telah dilaksanakan penagihan pajak seketika dan sekaligus; 2.3 Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Surat Paksa diterbitkan paling cepat setelah lewat waktu 21 dua puluh satu hari dari penerbitan Surat Teguran, kecuali apabila terhadap Penanggung pajak telah diterbitkan Surat Penagihan Seketika dan Sekaligus, Surat Paksa dapat segera diterbitkan tanpa menunggu lewat tenggang waktu 21 hari sejak saat Surat Teguran diterbitkan.

3. Pemberitahuan Surat Paksa

Pemberitahuan Surat Paksa dilakukan oleh Jurusita dengan pernyataan dan penyerahan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak. 3.1 Wajib Pajak Orang Pribadi Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi Surat Paksa diberitahukan kepada : a. Penanggung Pajak di tempat tinggal, tempat usaha, atau di tempat lain yang memungkinkan penyitaan dapat berlangsung. Universitas Sumatera Utara b. Orang dewasa yang bertempat tinggal bersama ataupun yang bekerja di tempat usaha Penanggung Pajak, apabila Penanggung Pajak yang bersangkutan tidak dapat dijumpai. c. Salah seorang ahli waris atau pelaksana wasiat atau yang mengurus harta peninggalannya, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan belum dibagi ; atau d. Para ahli waris, apabila wajib pajak telah meninggal dunia dan harta warisan telah dibagi. 3.2 Wajib Pajak Badan Terhadap Wajib Pajak Badan Surat Paksa diberitahukan kepada : a. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan badan yang bersangkutan, ditempat tinggal mereka maupun di tempat lain yang memungkinkan ; atau b. Pegawai tingkat pimpinan di tempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila Jurusita tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana dimaksud pada point di atas. 3.3 Wajib Pajak Pailit Apabila Wajib Pajak dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga, Surat Paksa diberitahukan kepada Kurator atau Balai Harta Peninggalan dan Hakim Pengawas yang ditetapkan. Sedangkan terhadap Wajib Pajak Badan yang Universitas Sumatera Utara dinyatakan bubar atau dalam likuidasi, Surat Paksa diberitahukan kepada orang atau badan yang dibebani untuk melakukan pemberesan, atau Likuidator, atau Penerima Kuasa. 3.4 Keadaan Khusus Apabila Surat Paksa tidak dapat diberitahukan kepada Wajib Pajak orang pribadi atau badan, Surat Paksa disampaikan melalui aparat pemda sekurang-kurangnya setingkat Sekretaris Kelurahan atau Sekretaris Desa di mana Wajib Pajak bertempat tinggal atau melakukan kegiatan usahanya. Apabila Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, atau tempat kkedudukannya, pemberitahuan Surat Paksa dilaksanakan dengan cara menempelkan Surat Paksa pada papan pengumuman Surat KPPKPPBB yang menerbitkannya dan atau mengumumkan Surat Paksa tersebut melalui media massa. 3.5 Wajib PajakPenanggung Pajak di Luar Wilayah Kerja Pejabat a. Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa mengirimkan permintaan bantuan pelaksanaan Surat Paksa disertai salinan Surat Paksa dan informasi mengenai Wajib PajakPenanggung Pajak kepada Pejabat lokasi pelaksanaan Surat Paksa, dengan tembusan kepada masing-masing Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan. b. Pejabat lokasi pelaksanaan Surat Paksa memberitahukan Surat Paksa kepada Wajib PajakPenanggung Pajak dimaksud sesuai prosedur baku, Universitas Sumatera Utara dan selanjutnya memberitahukan tindakan yang telah dilakukan disertai salinan atau fotocopi Berita Acara Pemberitahuan Surat Paksa dan Laporan Pelaksanaan Surat Paksa.

D. Penagihan Seketika dan Sekaligus 1. Dasar Hukum

Dasar hukum yang mengatur tentang Penagihan Seketika dan Sekaligus yakni : 1.1 Pasal 20 ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. 1.2 Pasal 13 dan 14 Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 24PMK.032008 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus, untuk hak dan kewajiban perpajakan untuk Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak 2008 dan sesudahnya.

2. Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus

Perlu diketahui bahwa dalam penagihan pajak dikenal adanya penagihan seketika dan sekaligus. Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh utang Universitas Sumatera Utara pajak dari semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika : a. Penanggung Pajak bermaksud ataupun akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk pergi. b. Penanggung Pajak memindah tangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan, atau pekerjaan yang diakukannya di Indonesia. c. Terdapat tanda-tanda bahwa Penanggung Pajak akan membubarkan, memindahtangankan, menggabungkan, memerkarkan atau melakukan perubahan bentuk usahanya. d. Badan usaha akan dibubarkan oleh Negara. e. Terjadi penyitaan atas barang-barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan. Mungkin saja terjadi bahwa Penanggung Pajak mempunyai itikad yang kurang baik, sebagaimana dicerminkan oleh berbagai indicator tersebut. Adanya itikad kurang baik tersebut mungkin disebabkan karena yang bersangkutan bermaksud agar ketika terjadi penyitaan terhadap kekayaannya untuk kemudian di lelang kekayaan tersebut sudah tidak ada lagi atau tidak ditemukan lagi. Hal semacam ini tentu perlu diwaspadai dan diantisipasi sekaligus dihindarkan kejadiannya, sehingga keadilan dapat diwujudkan dan Negara tidak dirugikan. Universitas Sumatera Utara Oleh karena itu, dalam keadaan tertentu Jurusita Pajak dapat melakukan penagihan seketika dan sekaligus. Dalam hal terjadinya penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak, dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak. Ketika Jurusita Pajak mengetahui bahwa barang milik penanggung pajak akan disita oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan atau penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau memindahtangankan perusahaan yang dimilikinya atau dikuasainya, maka Jurusita Pajak segera melakukan tindakan penagihan seketika dan sekaligus dengan mmelaksanakan penyitaan terhadap sebagian besar barang milik Penanggung Pajak tersebut. Tanda-tanda indicator tersebut merupakan petunjuk yang kuat bahwa Penanggung Pajak berniiat mengurangi atau menjual memindahtangankan barang-barangnya sehingga tidak ada lagi barang yang dapat disita. Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus sekurang-kurangnya memuat : a. nama wajib pajak, atau nama wajib pajak dan penanggung pajak; b. besarnya utang pajak c. perintah untuk membayar; dan d. saat pelunasan pajak. Universitas Sumatera Utara Penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus a. sebelum tanggal jatuh tempo pembayaran; b. tanpa didahului Surat Teguran; c. sebelum jangka waktu 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan; d. sebelum penerbitan Surat Paksa.

E. Dasar Hukum Penagihan Pajak

1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2. Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20 1 dan 2, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 24 UU KUP. 3. Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

F. Penyitaan Pajak 1. Pengertian Penyitaan

Undang-Undang penagihan pajak pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan surat paksa menyebutkan “ Penyitaan adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh jurusita pajak untuk menguasai barang Universitas Sumatera Utara penanggung pajak guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perUndang-Undangan.” Tujuan penyitaan adalah memperoleh jaminan pelunasan utang pajak dan penanggung pajak. Penyitaan dapat dilaksanakan terhadap semua barang penanggung pajak. Penyitaan merupakan tindakan penagihan lebih lanjut setelah surat paksa yang hanya dapat dilakukan setelah batas waktu 2x24 jam sebagaimana dimaksud dalam surat paksa. Artinya apabila penanggung pajak Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajak sebagaimana tercantum dalam surat paksa, barulah penyitaan dapat dilaksanakan. Dalam hal penyitaan Wajib Pajak penanggung pajak tidak dapat mengakibatkan penundaan kewajibannya membayarmelunasi pajak terutangnya atau kurang bayar. Penyitaan adalah salah satu sengketa yang diperbuat oleh Wajib Pajak penanggung pajak yang tidak melaksanakan keputusannya sebagai Warga Negara IndonesiaWNI, dimana menganut perpajakan sebagai penerimaan pendapatan kas Negara, oleh karena itu Negara mempunyai hak, mempunyai kewajiban kepada warga untuk menjamin keselamatan jiwa dan harta warganya. Walaupun wajib pajak penanggung pajak dikenakan terhadap barang- barang sitaan, wajib pajak dapat melakukan pembayaran yang masih ada pajak yang terutang atau upaya hukum. Karena dalam melaksanakan kewajiban perpajakan, wajib pajak sering kali merasa puas atas pelaksanaan Undang-Undang yang berlaku. Terhadap hal demikian, Undang-Undang perpajakan itu sendiri Universitas Sumatera Utara menegaskan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh wajib pajak untuk menyelesaikan sengketa pajak yang timbul Pada prinsipnya penyitaan dalam hukum pajak tidak mengubah status kepemilikan atas suatu barang, bahkan yang telah disita atau dititipkan pada penanggung pajak atau dapat disimpan ditempat lain. Pemilik barang, pada dasarnya masih tetap dapat mempergunakan barang yang telah disita atas barang yang telah disita tersebut tidak dialihkan. Hukumnya kepada pihak lain yang merusak barang atau menghilangkan barang adalah merupakan tindakan pidana sesuai pasal 31 KUH Pidana. Pelaksanaan penyitaan atau penyanderaan barang penanggung pajak dapat dilakukan, apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan, maka pejabat dapat menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan SPMP. Penyitaan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, jika penanggung pajak tidak melunasi utang pajaknya lewat dari 2x24 jam setelah surat paksa diberitahukan.

2. Dasar Hukum Penyitaan

2.1 Undang-Undang Nomor 19 tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. 2.2 Peraturan Pemerintah Nomor 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Universitas Sumatera Utara 2.3 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24PMK.032008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penagihan dengan Surat Paksa dan Pelaksanaan Penagihan Seketika dan Sekaligus. G. Pemberitahuan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan SPMP 1. Dilakukan oleh Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa Apabila utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x24 jam terhitung sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada wajib pajakpenanggung pajak, maka Surat Perintah Melakukan Penyitaan SPMP diterbitkan oleh Kepala KPPKPPBB yang telah menerbitkan Surat Paksa. Dengan kata lain, SPMP paling cepat diterbitkan setelah lewat waktu 2x24 jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.

2. Dilakukan oleh Pejabat Lain

2.1 Dalam hal Objek Sita berada diluar wilayah kerja Pejabat yang menerbitkan Surat Paksa, Pejabat tersebut meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya meliputi tempatlokasi objek sita untuk menerbikan SPMP terhadap objek sita dimaksud. Selanjutnya Pejabat yang diminta bantuan segera menerbitkan SPMP tersebut. 2.2 Apabila objek sita letaknya berjauhan dengan tempat kedudukan pejabat yang menerbitkan Surat paksa, tetapi masih dalam wilayah kerja KPP Khusus, Pejabat dimaksud dapat meminta bantuan kepada Pejabat yang wilayah kerjanya juga meliputi tempat objek sita berada untuk menerbitkan SPMP. Universitas Sumatera Utara

H. Ketentuan Umum Pelaksanaan Penyitaan

Adapun yang menjadi ketentuan dalam pelaksanaan penyitaan antara lain : 1. Dalam melaksanakan penyitaan, Jurusita Pajak harus : a. Memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Jurusita Pajak. b. Memperlihatkan SPMP. c. Memberitahukan maksud dan tujuan penyitaan kepada Subjek penyitaan yang adalah wajib pajak ataupun penanggung pajak bahwa nantinya barang yang disita akan dijual melalui pelelangan dengan perantaraan Kantor Lelang Negara, bilamana wajib pajak juga tetap tidak melunasi utang pajaknya. 2. Objek Sita adalah Barang Bergerak maupun Barang tidak Bergerak milik wajib pajak atau penanggung pajak, yaitu atas barang milik perusahaan, pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemilik modal, baik di tempat kedudukan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka maupun di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dibebani dengan hak tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, berupa : a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening Koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi saham atau surat berharga lainnya, piutang dan penyertaan modal pada perusahaan lain dan atau Universitas Sumatera Utara b. Barang Tidak Bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu. 3. Penyitaan dilaksanakan dengan mendahulukan barang bergerak kecuali dalam keadaan tertentu dapat dilaksanakan langsung terhadap barang tidak bergerak. Urutan barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita ditentukan oleh Jurusita dengan memperhatikan jumlah utang pajak dan biaya penagihan pajaknya, maupun kemudahan penjualannya atau pencairannya. 4. Pelaksanaan penyitaan dilaksankan oleh Jurusita Pajak yang disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang yang telah dewasa, penduduk Indonesia, dikenal baik oleh Jurusita Pajak dan dapat dipercaya. 5. Setiap pelaksanaan penyitaan Jurusita harus membuat Berita Acara Pelaksanaan Sita yang ditandatangani oleh Jurusita, penanggung pajak dan saksi-saksi. 6. Dalam hal penanggung pajak menolak untuk menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Sita, Jurusita Pajak harus mencantumkan penolakan tersebut dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita yang selanjutnya ditandatangani oeh Jurusita Pajak dan saksi-saksi sehingga Berita Acara dimaksud tetap sah dan mempunyai kekuatan mengikat. 7. Penyitaan tetap dapat dilaksanakan sekalipun penanggung pajak tidak hadir, sepanjang terdapat 2 dua orang saksi sebagaimana dimaksud Universitas Sumatera Utara dalam ketentuan 4 di atas berasal dari Pemda setempat, sekurang- kurangnya setingkat Kepala Kelurahan atau Kepala Desa. 8. Salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita ditempelkan pada barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita, atau ditempat barang bergerak dan atau barang tidak bergerak yang disita berada. 9. Jurusita tidak dapat melaksanakan penyitaan terhadap barang-barang penanggung pajak yang terlebih dahulu disita oleh Pengadilan Negeri, Kejaksaan, Kepolisian atau instansi lain yang telah lebih dahulu melakukan penyitaan. 10. Penyitaan Objek Sita dilaksanakan sampai dengan barang yang disita diperkirakan cukup oleh Jurusita Pajak untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak. 11. Apabila wajib pajakpenanggung pajak sudah melunasi utang pajaknya sebelum permintaan penetapan tanggal pelelangan diajukan, maka Kepala KPPKPPBB harus mengeluarkan Surat Pencabutan Sita. 12. Sebelum melaksanakan penyitaan terhadap Objek Sita wajib pajakpenanggung pajak atau aktiva milik perusahaan, maka Jurusita hendaknya mengumpulkan dan mempelajari data mengenai harta kekayaanaktiva yang akan disita tersebut. Data ini dapat diperoleh, antara lain dari : a. Surat Pemberitahuan. Universitas Sumatera Utara b. Laporan Keuangan Wajib Pajak Neraca dan daftar RL. c. Laporan Pemeriksaan Pajak. d. Laporan Pelaksanaan Surat Paksa. 13. Barang Bergerak yang dapat disita 13.1 Semua barang bergerak yang ada di rumah Penanggung Pajak seperti : a. Perkakas rumah tangga lemari, meja, kursi, dan sebagainya b. Barang-barang mewah tv, lemari es, tape recorder, kompor gas dan sebagainya c. Barang-barang perhiasan kalung, cincin, gelang dari emas, berlian dan batu permata lainnya d. Uang Tunai surat-surat berharga e. Kendaraan mobil, sepeda motor dan sebagainya f. Lain-lainnya jam dinding, lukisan dan sebagainya 13.2 Semua barang bergerak yang ada di toko Penanggung Pajak, seperti : a. Barang dagangan baik yang berada di toko tersebut maupun yang ada digudang b. Barang-barang inventaris toko lemari, meja, mesin fotocopy, printer, kendaraan bermotor dan sebagainya Universitas Sumatera Utara 13.3 Semua barang yang ada di tempat usaha Penanggung Pajak, yaitu : a. Perhiasan, uang tunai, deposito berjangka, tabungan, saldo rekening, giro, atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham, atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain. b. Persediaan barang jadi maupun bahan baku, barang-barang inventaris perusahaan lainnya termasuk kendaraan bermotor, mesin fotocopy, printer dan sebagainya. 13.4 Semua barang bergerak yang ada di kantor Penanggung Pajak, seperti : a. Inventaris kantor mesin tik, mesin fotocopy, meja, kursi, lemari besi, dan alat kantor lainnya. b. Kendaraan bermotor mobil, sepeda motor, vespa, dan sebagainya. 14. Barang Tak Bergerak yang dapat disita Objek sita yang meliputi barang tak bergerak, yaitu : a. Rumah tinggal, bangunan kantor, bangunan perusahaan, gudang, dan sebagainya, baik yang ditempati sendiri maupun yang disewakan dikontrakkan kepada orang lain. b. Kebun, sawah, bungalow, dan sebagainya baik yang ditempati dikerjakan sendiri maupun yang disewakan dikerjakan orang lain. Universitas Sumatera Utara c. Kapal dengan isi kotor tertentu dan khususnya kapal yang bobotnya lebih dari 20M 3 dua puluh meter kubik terlebih dahulu didaftarkan di Direktorat Jenderal Perhubungan Laut dengan cara menyampaikan salinan Berita Acara Pelaksanaan Sita. 15. Barang-barang yang Dikecualikan dari penyitaan Berdasarkan ketentuan pasal 15 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 adalah sebagai berikut : a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta peralatan memasak yang berada di rumah. c. Perlengkapan penanggung pajak yang bersifat dinas. d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan penanggung pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan. e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp 20.000.000 dua puluh juta rupiah. f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh penanggung pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Universitas Sumatera Utara

I. Jurusita Pajak

Dalam pasal 1 ayat 6 Nomor 19 tahun 2000 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa menyatakan Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi Penagihan Seketika dan Sekaligus, Pemberitahuan Surat Paksa, Penyitaan dan Penyanderaan. Jurusita Pajak diangkat dan diberhentikan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 1. Syarat-syarat diangkat menjadi Jurusita Pajak : 1.1 Berizajah serendah-rendahnya Sekolah Menengah Umum atau yang setingkat dengan itu. 1.2 Berpangkat serendah-rendahnya Pengatur MudaGolongan I. 1.3 Berbadan sehat. 1.4 Lulus pendidikan dan latihan Jurusita Pajak. 1.5 Jujur, bertanggung jawab dan penuh pengabdian terhadap kepentingan Negara. 2. Pemberhentian Jurusita Pajak Jurusita Pajak diberhentikan apabila : 2.1 Meninggal dunia 2.2 Pensiun Universitas Sumatera Utara 2.3 Karena alih tugas atau tidak cakap dalam menjalankan tugas, melakukan perbuatan tercela, melanggar sumpah atau janji Jurusita Pajak. 2.4 Sakit jasmani atau rohani yang terus menerus 3. Tugas Jurusita Pajak Berdasarkan pasal 5 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 Jurusita Pajak mempunyai tugas yaitu : 3.1 Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. 3.2 Memberitahukan Surat Paksa. 3.3 Melaksanakan penyitaan atas barang penanggung pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan. 3.4 Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan. 4. Wewenang Jurusita Pajak Disamping menyandang tugas, Jurusita Pajak juga memiliki wewenang seperti : 4.1 Memasuki dan memeriksa semua ruangan termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menemukan Objek Sita. 4.2 Meminta bantuan kepada Kepolisian, Kejaksaan, Departemen Hukum dan Perundang-undangan, Pemerintah Daerah setempat, BPN dan Dirjen Universitas Sumatera Utara Perhubungan Laut dalam rangka pelaksanaan penagihan dan penyitaan pajak. 4.3 Menjelaskan tugasnya serta memberitahukan maksud dan tujuan penyitaan. Universitas Sumatera Utara BAB IV ANALISA DAN EVALUASI DATA

A. Prosedur Penyitaan Oleh Jurusita Pajak Pada Saat Melaksanakan Penyitaan