Upaya Paksa yang dapat Dilakukan Penyidik dalam Tindak Pidana

KPK dalam undang-undang ini dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi tumpang tindih kewenangan dengan berbagai instansi lain terkait. 106

E. Upaya Paksa yang dapat Dilakukan Penyidik dalam Tindak Pidana

Korupsi Wewenang melakukan penyidikan dalam tindak pidana korupsi telah dijelaskan sebelum ini. Wewenang ini di berikan kepada Lembaga Kepolisian, Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Wewenang yang diberikan kepada penyidik tindak pidana korupsi sedemikian rupa luasnya. Bersumber atas wewenang yang diberikan undang- undang, penyidik berhak mengurangi kebebasan dan hak asasi seseorang, asal hal itu masih berpijak pada landasan hukum. Wewenang pengurangan kebebasan dan hak asasi itu, harus dihubungkan dengan landasan prinsip hukum yang menjamin terpeliharanya harkat martabat kemanusiaan seseorang serta tetap berpedoman pada landasan orientasi keseimbangan masyarakat antara perlindungan kepentingan tersangka pada satu pihak, dan kepentingan masyarakat sarta penegakan ketertiban hukum pada pihak lain. 107 Upaya paksa yang diatur dalam KUHAP masih berlaku dalam tindak pidana korupsi selama beum ada ketentuan yang baru yang mengaturnya. Ada beberapa upaya paksa yang masih diberlakukan untuk tindak pidana korupsi karena undang-undang tindak pidana korupsi tidak mengatur atau mengubahnya seperti penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan. Namun untuk 106 Ibid. hlm. 174-175. 107 M. Yahya Harahap, op.cit, hlm. 157. pengaturan tentang penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, dan pemeriksaan surat tidak ada diatur yang baru oleh undang-undang tindak pidana korupsi sehingga ketentuan tentang upaya paksa menurut KUHAP tadi masih berlaku dalam tindak pidana korupsi.

6. Penangkapan

6.1. Pengertian Penangkapan

Menurut Pasal 1 butir 20 KUHAP menyatakan : “Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” Pasal 1 butir 20 di atas jika dibandingkan dengan bunyi Pasal 16 yang mengatur tentang penangkapan, maka nyata tidak cocok. Pasal 16 KUHAP menyatakan : 1 Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan. 2 Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan. Kedua pasal ini menjadi tidak cocok karena ternyata bukan saja penyidik yang dapat melakukan penangkapan sesuai dengan Pasal 1 butir 20 tetapi juga penyelidik dapat melakukan penangkapan. Bahkan setiap orang dalam hal tertangkap tangan dapat melakukan penangkapan. 108 108 Hal ini diungkapkan oleh Andi Hamzah dalam bukunya Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Cahaya Artha Jaya, Jakarta,1996, Hlm. 131. Lebih lanjut M. Yahya Harahap, dalam bukunya pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP;Penyidikan dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta, 2007, hlm. 159, juga menyatakan dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak melakukan penangkapan. Juga alasan penangkapan, ternyata bukan saja untuk kepentingan penyidikan tetapi juga untuk kepentingan penyelidikan. 109

6.2. Alasan Penangkapan

Mengenai alasan penangkapan atau syarat penangkapan tersirat dalam Pasal 17 KUHAP yaitu: 110 a. Seorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana, dan b. Dugaan yang kuat itu didasarkan pada permulaan bukti yang cukup. Kalimat bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan Pasal 17 ialah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. 111 Selanjutnya penjelasann Pasal 17 menyatakan “Pasal ini menentukan bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betu-betul melakukan tindak pidana.” 112

6.3. Cara Penangkapan

Cara pelaksanaan penangkapan diatur dalam Pasal 18, menentukan : 113 a. Pelaksanaan penangkapan dilakukan petugas kepolisian Negara Republik Indonesia. b. Petugas yang diperintahkan melakukan penangkapan harus membawa surat tugas penangkapan. Surat penangkapan ini harus ada dan jika tidak ada, maka seseorang yang akan ditanggap oleh polisi dapat menolak untuk memenuhi perintah penangkapan. 109 Andi Hamzah, op.cit, hlm. 131. 110 M.Yahya Harahap Buku II op.cit, hlm. 154 111 Pasal 1 butir 14 berbunyi : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.” 112 M.Yahya Harahap Buku II, op.cit, hlm. 154. 113 M.Yahya Harahap Buku II, op.cit, hlm 155. c. Petugas memperlihatkan surat perintah penangkapan. Surat perintah penangkapan tersebut memberi penjelasan dan penegasan tentang: i. Identitas tersangka, nama, umur, dan tempat tinggal. ii. Menjelaskan atau menyebut secara singkat alasan penangkapan. iii. Menjelaskan uraian singkat perkara kejahatan yang disangkakan terhadap tersangka. iv. Menyebut dengan terang di tempat mana pemeriksaan dilakukan. Pasal 18 ayat 2 mengenai tertangkap tangan perlu mendapat pengecualian yaitu penangkapan dilakukan terhadap tersangka tanpa surat perintah penangkapan. Selain tembusan dari surat perintah penangkapan harus diberikan kepada keluarga tersangka setelah penangkapan dilakukan. Pemberian tembusan surat perintah penangkapan ini merupakan kewajiban. 114

7. Penahanan

7.1. Pengertian Penahanan

Penahanan merupakan salah satu bentuk perampasan kemerdekaan bergerak seseorang. Jadi terdapat di sini pertentangan antara dua asas, yaitu hak bergerak seseorang yang merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati di satu pihak dan kepentingan ketertiban umum di lain pihak yang harus dipertahankan untuk orang banyak atau masyarakat dari perbuatan jahat 114 M.Yahya Harahap Buku II, op.cit, hlm. 156. tersangka. Terkenallah ucapan Larnaude dalam redenya tahun 1901 : “C’est l’eternel conflit entre la liberte et l’autorite.” 115 Hukum acara pidana memiliki keistimewaan yaitu mempunyai ketentuan- ketentuan yang menyingkirkan asas-asas yang diakui secara universal yaitu hak- hak asasi manusia khususnya hak kebebasan seseorang. 116 Berkaitan dengan ini Mr. S.M. Amin berpendapat bahwa penahanan atas diri seseorang, merupakan penyimpangan daripada ketentuan-ketentuan mengenai hak asasi kebebasan bergerak, dan hanya dapat dilakukan oleh ketentuan dalam undang-undang. 117 Menurut KUHAP pengertian penahanan diatur di dalam Pasal 1 butir 2 yang berbunyi : “Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat terteentu oleh penyidik atau penuntut umum atau hakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang- undang ini”

7.2. Wewenang Dan Jangka Waktu Penahanan

Penahanan bukan hanya wewenang yang dimiliki oleh penyidik saja, tetapi meliputi wewenang yang diberikan undang-undang kepada semua instansi tingkat peradilan. 118 Yang berhak mengajukan penahanan adalah : 119 a. Penyidik atau penyidik pembantu. b. Penuntut umum. c. Hakim. 115 Hamzah, Andi. op.cit, hlm. 132. 116 Ibid. 117 Hari Sasangka,op.cit. hlm. 111. 118 ibid 119 ibid, hlm. 52. Tersangka yang ditahan dalam dalam waktu 1 satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, maka ia harus diperiksa oleh penyidik Pasal 122 KUHAP. Maksud pasal tersebut berkaitan dengan Pasal 50 ayat 1 KUHAP yakni asas peradilan cepat speedy trial, contante justitie. 120 Adapun jangka waktu penahanan dalam setiap tingkat pemeriksaan menurut KUHAP : Tebel 1. No. Tingkat Pemeriksaan Lama Penahanan Perpanjangan Penahanan Yang memberikan Penahanan Jumlah 1. Penyidikan 20 hari Psl. 24 1 40 hari Psl. 24 2 JPU 60 hari 2. Kejaksaan 20 hari Psl. 25 1 30 hari Psl.25 2 Ketua PN 50 hari 3. PN 30 hari Psl.26 1 60 hari Psl.26 2 Ketua PN 90 hari 4. PT 30 hari Psl.27 1 60 hari Psl.27 2 Ketua PT 90 hari 5. MA 50 hari Psl.28 1 60 hari Psl.28 2 Ketua MA 110 hari 400 hari Keterangan : JPU : Jaksa Penuntut Umum PN : Pengadilan Negeri PT : Pengadilan Tinggi MA : Mahkamah Agung Jangka waktu penahanan yang telah diatur secara limitatif seperti yang diuraikan di atas namun tidak menutup kemungkinan bahwa tersangka atau 120 Pasal 122 KUHAP berbunyi “ Dalam hal tersangka ditahan dalam waktu satu hari setelah perintah penahanan itu dijalankan, ia harus mulai diperiksa oleh penyidik”. Pasal 50 ayat 1 berbunyi : “Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan kepada penuntut umum”. terdakwa di keluarkan sebelum waktu penahanan tersebut berakhir jika pemeriksaan sudah terpenuhi. 121 Untuk kepentingan pemeriksaan penahanan terhadap tersangka atau terdakwa dapat diperpanjang berdasar alasan yang patut dan tidak dapat dihindarkan karena : Namun juga terdapat pengecualian yang memungkinkan aparat penegak hukum dalam setiap tingkat pemeriksaan melakukan perpanjangan penahanan. hal ini diatur dalam Pasal 29 ayat 1 KUHAP : a. Tersangka atau terdakwa menderita gangguan fisik atau mental yang berat yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Dokter, atau b. Perkara yang sedang diperiksa diancam dengan pidana penjara sembilan tahun atau lebih. Perpanjangan penahanan tersebut diberikan untuk paling lama 30 hari dan dapat diperpanjang lagi selama paling lama 30 hari. 122 Alasan terdakwa menjadi gila dalam Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.14-P.W.07.03. Tahun 1983 TPP-KUHAP lampiran angka 28, apakah penahana masih perlu diperpanjang lagi diberi ketentuan lebih lanjut sebagai berikut : 123 a. Jika ternyata bahwa terdakwa yang bersangkutan menjadi gila, maka hakim dengan penetapannya berwenang untuk menangguhkan 121 Lihat Pasal 25 ayat 3 KUHAP. Menurut O.C Kaligis, dirinya belum pernah mengalami keadaan dimana seorang tersangka yang ditahan dan telah selesai disidik, dibebaskan dengan alasan penyidikan telah selesai. 122 Hari Sasangka, op.cit, hlm. 124. 123 ibid, hlm. 125. pemeriksaan persidangan sampai terdakwa sembuh dengan menangguhkan masa penahanannya. b. Alasan terdakwa mengalami gangguan mental atau fisik yang berat dan perlu mendapat perawatan di rumah sakit di luar RUTAN, seringkali dipergunakan tidak semestinya, yang mengakibatkan pula waktu penahanan menjadi habis sehingga terdakwa harus dikeluarkan demi hukum.

7.3. Alasan penahanan

Undang-undang memberikan batasan-batasan tentang keadaan-keadaan bagaimana seseorang yang dapat dilakukan penahanan. Penegak hukum dapat melakukan penahanan terhadap diri seseorang apabila telah terpenuhinya syarat- syarat antara lain : 124 a. Alasan yuridis Pasal 21 ayat 4 KUHAP. b. Alasan kekhawatiran Pasal 21 ayat 1 KUHAP Untuk dilakukannya penahanan, maka harus terpenuhinya syarat yang pertama yaitu alasan yuridis. Penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau terdakwa yang melakukan tindak pidana dan atau percobaan maupun pemberian bantuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal : a. Tindak pidana yang diancam pidana penjara lima tahun atau lebih. b. Disamping aturan umum tersebut diatas penahanan juga dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana yang disebut pada pasal KUHP dan 124 Untuk alasan kekhawatiran, pada pasal 21 ayat 1 KUHAP menyatakan : “Perintah penahanan atau penahanan lanjutan dilakukan terhadap seorang terangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana”. Undang-Undang Pidana Khusus sekalipun ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun. Pertimbangannya pasal-pasal tersebut dianggap sangat mempengaruhi terhadap ketertiban masyarakat pada umumnya serta ancaman terhadap keselamatan badan orang pada khususnya. 125 Tindak pidana tersebut antara lain: 126 2. Di dalam KUHP 1. Pasal 282 ayat 3 KUHP terbukti bersalah melakukan Tindak Pidana menyebarluaskan, mempertunjukkan, dan lain-lain suatu tulisan, gambar atau benda yang menyinggung kesusilaan . 2. Pasal 296 KUHP Tindak Pidana membuat kesengajaan menyebabkan atau memudahkan dilakukannya tindakan-tindakan melanggar kesusilaan dengan orang ketiga sebagai mata pencaharian atau sebagai kebiasaan. 3. Pasal 335 ayat 1 Tindak Pidana memaksakan orang lain untuk melakukan sesuatu, tidak melakukan sesuatu, atau membiarkan sesuatu. 4. Pasal 351 ayat 1 KUHP Tindak Pidana penganiayaan. 5. Pasal 353 ayat 1 KUHP Tindak Pidana Penganiayaan yang direncanakan lebih dahulu. 6. Pasal 372 KUHP Tindak Pidana Penggelapan 7. Pasal 378 KUHP Tindak Pidana Penipuan dalam bentuk pokok. 8. Pasal 379a KUHP Tindak Pidana kebiasaan membeli barang tanpa membayar lunas harganya. 125 Bahan kuliah hukum acara pidana 126 Hari Sasangka,op.cit, hlm.113-115. 9. Pasal 453 KUHP Tindak Pidana yang dilakukan nahkoda kapal Indonesia dengan sengaka dan melawan hukum menghindarkan diri memimpin kapal. 10. Pasal 454 KUHP Tindak Pidana melarikan diri dari kapal bagi awak kapal. 11. Pasal 455 KUHP Tindak Pidana melarikan diri bagi pelayan kapal. 12. Pasal 459 KUHP Tindak Pidana yang dilakukan oleh penumpang kapal yang menyeraang nahkoda. 13. Pasal 480 KUHP Tindak Pidana Penadahan. 14. Pasal 506 KUHP Tindak Pidana sebagai germo mengambil keuntungan dari perbuatan melanggar kesusilaan oleh seorang wanita. 3. Tindak Pidana di luar KUHP 1. Pelanggaran terhadap ordonansi Bea dan Cukai, terakhir diubah dengan Staatblad Tahun 1931 Nomor 471 Rechten Ordinantie Pasal 25 dan 26. 2. Undang-Undang Nomor 8 Drt Tahun 1955 Tentang Tindak Pidana Imigrasi Pasal 1,2 dan 4. 3. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika, Pasal 36 ayat 7, Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 47 dan Pasal 48. Untuk alasan kekhawatiran, penahanan harus memenuhi syarat bahwa tersangka atau terdakwa diduga keras sebagai pelaku tindak pidana dan dugaan keras tersebut harus didasarkan pada bukti yang cukup Pasal 21 ayat 1 KUHAP. Disamping syarat tersebut, penahanan dilakukan karena alasan adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran, yakni : 127 127 Bahan kuliah Hukum Acara Pidana 1. Jika seorang tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri. 2. Jika seorang tersangka atau terdakwa dikhawatirkan menghilangkan bukti. 3. Jika seorang tersangka atau terdakwa dikhawatirkan akan mengulangi tindak pidana untuk kepentingan pemeriksaan. Moeljatno, membagi syarat penahanan menjadi dua macam : 128 1. Syarat objektif, yaitu karena syarat tersebut dapat diuji ada atau tidaknya oleh orang lain. 2. Syarat subjektif, yaitu karena hanya tergntung pada orang yang memerintahkan penahanan tadi apakah syarat itu ada atau tidak. Syarat subjektif ini dalam praktiknya dapat memberikan kesempatan kepada penegak hukum untuk melakukan pelanggaran hak asasi tersangka atau terdakwa. Karena disini penegak hukum yang menilai subjektif tersangka atau terdakwa layak dilakukan penahanan atau tidak. 129 Apabila pembagian tersebut diatas dihubungkan dengan syarat penahanan yang ada didalam KUHAP, maka yang dimaksud dengan syarat subjektif penahanan adalah Pasal 21 ayat 1. 130 128 Hari Sasangka, op.cit, hlm.113. 129 Seperti kasus Nurdin Halid. Terdakwa nurdin halid terlibat dalam 3 tiga perkara yaitu: tindak pidana kepabeanan impor beras, tindak pidana korupsi impor gula dan tindak pidana korupsi pengadaan minyak goreng. Nurdin halid tidak pernah dikenakan penahanan dalam perkara tindak pidana kepabeanan impor beras, baik tingkat penyidikan, penuntutan maupun setelah pemeriksaan perkara berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun hakim memerintahkan JPU untuk menahan Nurdin Halid. Tidak ada alasan hukum yang sah untuk menahan Nurdin Halid di tengah-tengah pesidangan perkara karena selama penyidikan, penuntutan maupun persidangan terdakwa sudah membuktikan dirinya tidak bermaksud melarikan diri. Dasar penahanan hakim hanya suatu kekhawatiran yang subjektifitas sifatnya. Lihat buku OC. Kaligis, Perlindungan Hukum Atas Hak Asasi Tersangka, Terdakwa dan Terpidana, Alumni, Bandung, 2006, hlm.384. 130 ibid. Syarat objektif penahanan tercantum dalam Pasal 21 ayat 4 KUHAP. Disamping aturan umum tersebut diatas penahanan juga dapat dikenakan terhadap pelaku tindak pidana yang disebut pada pasal KUHP dan Undang-Undang Pidana Khusus sekalipun ancaman hukumannya kurang dari 5 tahun.Pertimbangannya pasal-pasal tersebut dianggap sangat mempengaruhi terhadap ketertiban masyarakat pada umumnya serta ancaman terhadap keselamatan badan orang pada khususnya. Dalam praktik yang terpenting adalah syarat objektif, sedangkan syarat subjektif hanya bersifat memperkuat syarat ojektif. Penahanan hanya dilakukan apabila memenuhi syarat ojektif, yakni Pasal 21 ayat 4 KUHAP. 131 Sedangkan didalam Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia nomor : M.01.PW.07.03 TH.1982 tentang Pedoman Pelaksana KUHAP disebutkan dasar bagi diperkenankannya suatu penahanan terhadap seseorang seperti juga diatur dalam HIR, ialah harus adanya dasar menurut hukum dan dasar menurut keperluan. Dasar menurut hukum adalah harus adanya dugaan keras berdasarkan bukti yang cukup bahwa orang itu melakukan tindak pedana, dan bahwa ancaman pidana terhadap tindak pidana itu adalah 5 tahun ke atas, atau tindak pidana- tindak pidana tertentu yang ditentukan oleh undang-undang, meskipun ancaman pidananya kurang dari lima tahun. Dasar menurut hukum saja belum cukup untuk menahan seseorang, kerena disamping itu harus ada dasar menurut keperluannya, yaitu adanya kekhawatiran 131 ibid. bahwa terangka atau terdakwa akan melarikan diri, atau merusakmenghilangkan barang bukti, atau akan mengulangi tindak pidana. Sifat dari alasan menurut keperluan adalah alternatif berarti cukup apabila terdapat salah satu hal daripada ketiga syarat-syarat tersebut diatas. 132 Dalam hal dilakukan penahanan terhadap diri seorang tersangka, baik tersangka sendiri, keluarga, atau penasehat hukum tersangka dapat mengajukan keberatan dengan alasan kepada : 133 a. Penyidik Pasal 123 ayat 1 KUHAP Dan apabila dalam waktu 3 hari belum dikabulkan, keberatan tersebut dapat diajukan kepada : b. Atasan Penyidik Pasal 123 ayat 3 KUHAP Baik penyidik atau atasan penyidik dapat mengabulkan atau menolak permintaan tersebut dengan mempertimbangkan perlu atau tidaknya tersangka tetap ditahan atau tetap dalam penahan jenis tertentu Pasal 123 ayat 2 dan 4 KUHAP. Penahanan yang dikenakan kepada seseorang kemudian ia berpendapat bahwa penahanan dilakukan secara tidak sah, yaitu tidak memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang maka tersangkaterdakwa atau keluarganya atau pihak lain yang dikuasakan misalnya penasehat hukumnya, dapat meminta pemeriksaan dan putusan hakim tentang sahnya penahanan atas dirinya tersebut. 132 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PW.07.03.TH.1982 tentang pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. 133 Hari Sasangka, op.cit. hlm. 52. Pemeriksaan tersebut menurut hukum acara pidana ini dilakukan oleh pengadilan, ialah dalam KUHAP ini dikenal sebagai Pra-Peradilan. 134

2.4. Tata cara penahanan

Menurut Pasal 21 ayat 2 dan ayat 3, tata cara penahanan yaitu: 1. Dengan surat perintah penahanan atau surat penetapan. Dalam ketentuan ini terdapat perbedaan sebutan. Kalau penyidik atau penasehat umum yang melakukan penahanan dilakukan dengan mengeluarkan atau memberikan surat perintah penahanan, dan apabila yang melakukan penahanan itu hakim, perintah penahanan berbentuk surat penetapan. Surat perintah penahanan atau surat penetapan harus memuat hal-hal: a. Identitas terdakwaterdangka, nama, umur, pekerjaan, jenis kelamin, dan tempat tinggal, b. Menyebut alasan penahanan. Umpamanya untuk kepentigan penyidikan atau pemeriksaan siding pengadilan. c. Uraian singkat kejahatan yang disangkakan atau yang didakwakan. Maksudnya agar yang bersangkutan tahu mempersiapkan diri melakukan pembelaan dan juga untuk kepastian hukum. d. Menyebutkan dengan jelas di tempat mana ia ditahan, untuk member kepastian hukum bagi yang ditahan dan keluarganya. 2. Tembusan harus diberikan kepada keluarganya. Pemberian tembusan surat perintah penahanan atau penahanan lanjutan maupun penetapan yang dikeluarkan oleh hakim, wajib disampaikan kepada 134 Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.01.PW.07.03.TH.1982 tentang pedoman pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. keluarga orang yang ditahan. Hal ini dimaksudkan disamping memberi kepastian kepada keluarga, juga sebagai kontrol dari pihak keluarga untuk menilai apakah tindakan penahanan sah atau tidak. Pihak keluarga diberi hak oleh karena undang- undang untuk meminta kepada praperadilan memeriksa sah tidaknya penahanan. 135

2.5. Jenis penahanan

Klasifikasi jenis tahanan dalam KUHAP merupakan hal baru dalam kehidupan penegakan hukum di Indonesia. HIR tidak mengenal berbagai jenis penahanan, yang ada hanya penahanan rumah tahanan kepolisian, atau penyebutan jenis tahanan berdasar instansi yang melakukan sehingga klasifikasi yang signifikan pada waktu itu, tahanan polisi, tahanan jaksa, atau tahanan hakim. Lain halnya dalam KUHAP, telah memperkenalkan dengan resmi macam jenis penahanan. 136 Menurut Pasal 22 ayat 1 KUHAP jenis-jenis penahanan dapat dibedakan dalam : 137 1. Penahanan rumah tahanan negara 2. Penahanan rumah 3. Penahanan kota Untuk lebih jelasnya dibawah ini diuraikan satu persatu mengenai jenis penahanan tersebut. 1. Penahanan Rumah Tahanan Negara RUTAN 135 M. Yahya Harahap buku II, op.cit. hlm.164-165. 136 ibid , hlm. 165. 137 Hari Sasangka. op.cit, hlm. 117. Menurut Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 jo. Pasal 1 Peraturan Menteri Kehakiman Nomor. M.04.UM.01.06 Tahun 1983 mengatur tentang siapa saja yang ditempatkan dalam Rutan, yakni: 138 a. Di dalam rutan ditempatkan tahanan yang masih dalam proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung, dan b. Semua tahanan yang berada dan ditempatkan dalam Rutan tanpa kecuali, tetapi tempat tahanan dipisahkan berdasarkan: i. Jenis kelamin, ii. Umur, dan iii. Tingkat pemeriksaan. 2. Penahanan Rumah Penahanan dilakukan di rumah tempat tinggal atau rumah kediaman tersangka atau terdakwa. Selama tersangka atau terdakwa berada dalam tahanan rumah, dia harus diawasi. Menurut Pasal 22 ayat 2 dan 3, tersangka atau terdakwa hanya boleh keluar rumah dengan izin dari penyidik, penuntut umum, atau hakim yang memberi perintah penahanan. izin keluar rumah dimintakan dari pejabat penyidik, jika tahanan secara yurudis berada dalam tanggung jawabnya dan kalau yang memerintahkan penahanan rumah itu hakim, izin keluar rumah harus atas persetujuan hakim yang bersangkutan. 139 138 M. Yahya HarahapBuku II, op.cit, hlm. 167. Karena masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, maka untuk penahanan 139 ibid, hlm. 178. rumah dikurangkan sepertiga dari lamanya waktu penahanan Pasal 22 ayat 4 dan 5 KUHAP. 140 3. Penahanan Kota Pelaksanaan kota dilakukan di kota tempat kediaman tersangka atau terdakwa. Pengertian kota dalam pasal ini, meliputi pengertian desa atau kampung. Sebab kalau pengertian kota ditafsirkan sempit, peraturan penahanan kota hanya berlaku untuk warga negara yang tinggal di kota saja. Sedang terhadap yang tinggal di desa atau dusun, peraturan ini tidak berlaku. Hal yang seperti ini jelas ditentang KUHAP karena tidak sesuai dengan prinsip unifikasi yang melarang adanya diskriminasi hukum bagi warga negara di seluruh wawasan nusantara. Jadi pengertian penahanan kota meliputi penahanan desa atau kampung maupun dusun. 141 Penahanan kota berbeda dengan penahana rumah seperti yang telah diuraikan terdahulu. Penahanan kota tidak dilakukan pengawasan secara langsung. Terhadap mereka undang-undang hanya memberi kewajiban melapor pada waktu- waktu yang telah ditentukan Pasal 22 ayat 3 KUHAP. Tentang penjadwalan kewajiban melaporkan diri tidak ditentukan oleh undang-undang. Dengan demikian diserahkan kebijakan sepenuhnya kepada pejabat yang mengeluarkan perintah penahanan kota tersebut. Sama halnya denga penahanan rumah, dalam penahanan kota juga tersangka atau terdakwa harus mendapat izin terlebih dahulu dari yang mengeluarkan perintah penahanan kota sebelum keluar kota. 142 140 Hari Sasangka, op.cit. hlm. 120. 141 M. Yahya Harahap Buku II, op.cit, hlm. 178. 142 Ibid. Masa penahanan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan, maka untuk penahanan kota dikurangkan seperlima dari lamanya waktu penahanan. Pasal 22 ayat 4 dan 5 KUHAP. 143 1. Pidana yang dijatuhkan = 12 bulan Di dalam lampiran Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.14.PW.07.03 Tahun 1983 angka 22 memberikan contoh pengurangan masa tahanan kota : 2. Penahanan kota = 10 bulan 3. Perhitungannya : 12 – 15 x 10 bulan = 10 bulan

8. Penggeledahan

8.1. Pengertian Penggeledahan

Pasal 1 butir 17 menyatakan : “Penggeledahan rumah adalah tindakan penyidik untuk memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk melakukan tindakan pemeriksaan dan atau penyitaan dan atau penangkapan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.” dan menurut Pasal 1 butir 18 menyatakan: “Penggeledahan badan adalah tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan atau pakaian tersangka untuk mencari benda yang didup keras ada pada badannya atau dibawanya serta, untuk disita.” Kedua penjelasan ini, ditinjau dari segi hukum, maka penggeledahan adalah tindakan penyidik yang dibenarkan undang-undang untuk memasuki dan melakukan pemeriksaan di rumah tempat kediaman seseorang atau untuk melakukan pemeriksaan terhadap badan dan pakaian seseorang. Bahkan tidak hanya melakukan pemeriksaan, tapi bisa juga sekaligus melakukan penangkapan dan penyitaan. Itu sebabnya, ditinjau dari segi hak adadi, tindakan ini merupakan 143 Hari Sasangka, op.cit, hlm. 120. pelanggaran hak asasi manusia 144 “Tiada seorang jua pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perorangannya, keluarganya, rumah tetangganya atau hubungan surat-menyuratnya, juga tak diperkenankan pelanggaran atas kehormatannya dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan undang-undang terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran-pelanggaran demikian.” seperti yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Right Pasal 12 yang jika telah diartikan dalam bahasa Indonesianya adalah : Pelanggaran terhadap hak asasi ini sebenarnya telah diatur dalam KUHP Pasal 176 dan Pasal 429 dan di dalam pasal tersebut ditentukan ancaman pidana pelanggarannya. Pasal 167 KUHP berbunyi sebagai berikut : “Barang siapa memaksa masuk ke dalam rumah, ruangan atau pekarangan tertutup yang dipakai orang lain dengan melawan hukum atau berada di situ dengan melawan hukum, dan atas permintaan yang berhak atau suruhannya tidak pergi dengan segera, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.” Pasal 429 KUHP berbunyi : “Seorang pejabat yang melampaui kekuasaan atau tanpa mengindahkan cara-cara yang ditentukan dalam peraturan umum, memaksa masuk ke dalam rumah atau ruangan atau pekarangan terututup yang dipakai oleh orang lain, atau jika berada di situ secara melawan hukum, tidak segera pergi atas permintaan yang berhak atau atas nama orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah.” Maksud dan tujuan penggeledahan ini adalah demi untuk kepentingan penyelidikan atau penyidikan agar dpat dikumpulkan fakta dan bukti yang menyangkut suatu tindak pidana atau untuk menangkap seseorang yang sedang 144 M. Yahya Harahap buku II, op.cit, hlm. 245. berada di dalam rumah atau suatu tempat yang diduga keras tersangka melakukan tindak pidana. 145

8.2. Tata cara penggeledahan

1. Penggeledahan dengan cara biasa

Adapun tata cara penggeledahan yaitu: 146 a. Harus ada surat izinperintah penggeledahan dari Ketua Pengadilan Negeri setempat. b. Petugas polri membawa dan memperlihatkan surat tugas tersebut. c. Didampingi: i. Dua orang saksi jika penggeledahan disetujui oleh tersangka atau penghuni rumah yang digeledah menyetujui ii. Oleh Kepada Desa atau Kepala Lingkungan dan dua orang saksi jika penggeledahan tidak tisetujui oleh tersangka atau penghuni rumah yang digeledah atau tersangka atau penghuni tidak ada menghadiri penggeledahan. d. Membuat berita acara penggeledahan paling lama 2 dua hari setelah melakukan penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas meupun tersangka atau keluarganya atau penghuni rumah yang digeledah dan atau kepala desalingkungan dengan 2 orang saksi. Apabila tidak mau menandatangani berita acara penggeldahan tersebut maka hal penolakan dicatat dalam berita acara dengan menyebutkan alasannya.

2. Penggeledahan dalam keadaan mendesak

145 M.Yahya Harahap Buku II, op.cit, hlm 245. 146 Bahan kuliah Hukum Acara Pidana. Keadaan yang sangat perlu dan mendesak ialah bilamana ditempat patut dikhawatirkan segera melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dikhawatirkan segera dimusnahkan atau dipindahkan sedangkan surat izin dari ketua pengadilan negeri tidak mungkin diperoleh dengan cara yang layak dan dalam waktu yang singkat. 147 Keadaan yang sangat perlu dan mendesak bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin Ketua Pengadilan Negeri terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penggeledahan pada halaman rumah tersangka bertempat tinggal atau berdiam, di tempat tindak pidana dilakukan atau terdapat bekasnya, di tempat penginapan dan tempat umum lainnya. 148 Setelah melakukan penggeledahan wajib segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. 149 Ukuran keadaan yang sangat perlu dan mendesak ini perlu diperhatikan, bahwa ukuran ini dapat berbeda antara penyidik dengan Ketua Pengadilan Negeri. Oleh karena itu, ada kemungkinan Ketua Pengadilan Negeri tidak hanya harus menyetujui malainkan juga bertindak selaku pengawas apakah penggeledahan sudah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 150

9. Penyitaan

9.1. Pengertian Penyitaan

147 Penjelasan Pasal 34 KUHAP 148 OC. Kaligis Buku I, op.cit, hlm. 388. 149 Bahan kuliah Hukum Acara Pidana. 150 OC. Kaligis buku I, op.cit.hlm. 389. Penyitaan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. 151 Definisi agak panjang, tetapi terbatas penegrtiannya, karena hanya untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan. Dalam Pasal 134 Ned Sv. Juga diberikan definisi penyitaan yang lebih pendek tetapi lebih luas pengertiannya. 152 Terjemahannya kira-kira sebagai berikut : “Dengan penyitaan sesuatu benda diartikan pengambilalihan atau penguasaan benda itu guna kepentingan acara pidana”. 153 Selain itu Andi hamzah mengutip pendapat J.M Van Bemmelen, bahwa benda yang dapat disita selain yang berguna untuk mencari kebenaran pembuktian, juga benda-benda yang dapat diputus untuk dirampas, dirusakkan atau dimusnahkan. 154 Tujuan penyitaan adalah untuk kepentingan pembuktian di hadapan sidang pengadilan kerena tanpa barang bukti, perkara sulit diajukan ke hadapan pengadilan 155 . Barang yang disita ada kalanya adalah milik orang lain yang dikuasai oleh tersangka 156 atau merupakan barang milik tersangka yang diperoleh secara melawan hukum. 157

9.2. Tata Cara Penyitaan

151 Pasal 1 Butir 16 KUHAP. 152 OC.Kaligis Buku II, op.cit, hlm.390. 153 Andi Hamzah, op.cit. hlm. 151. 154 Ibid. 155 O.C. Kaligis buku I, op.cit, hlm. 391. 156 Misalnya dalam tindak pidana pencurian dan penggelapan. 157 Misalnya uang hasil Korupsi. Tata cara penyitaan menurut KUHAP adalah sebagai berikut : 158 a. Penyitaan harus dilakukan dengan izin dari Ketua Pengadilan Negeri kecuali dalam hal tersangka tertangkap tangan melakukan suatu tindak pidana. Dalam suatu keadaan yang perlu dan mendesak, bilamana penyidik harus segera bertindak dan tidak mungkin untuk mendapatkan surat izin terlebih dahulu, penyidik dapat melakukan penyitaan terhadap benda bergerak dengan memiliki kewajiban untuk segera melaporkan kepada ketua pengadilan negeri setempat guna memperoleh persetujuannya. 159 b. Penyidik sebelum melakukan penyitaan terhadap benda bergerak terlebih dahulu menunjukkan tanda pengenal. 160 c. Penyitaan harus disaksikan oleh Kepala Desa atau Kepala Lingkungan dan dua orang saksi. 161 d. Penyidik harus membuat berita acara yang kemudian dibacakan, ditanda tangani dan salinannya disampaikan kepada atasan penyidik, orang yang disita, keluarganya dan kepala desa. 162 Dalam hal tersangka atau keluarganya tidak mau membubuhkan tanda tangan, hal tersebut dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya. 163 e. Benda sitaan harus dibungkus, dirawat, dijaga, serta dilak dan diberi cap jabatan. 164 158 O.C. Kaligis buku I, Loc.cit. Bila benda tidak mungkin dibungkus, penyidik memeberi 159 Pasal 40 KUHAP. 160 Pasal 128 KUHAP 161 Pasal 129 ayat 1 KUHAP 162 Pasal 129 ayat 2 KUHAP 163 Pasal 129 ayat 3 KUHAP 164 Pasal 130 ayat 1 KUHAP catatan yang ditulis di atas label yang ditempelkan dan atau dikaitkan pada benda tersebut. 165

9.3. Penyimpanan Benda Sitaan

Pasal 44 KUHAP mengatur bahwa benda sitaan disimpan dalam Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara atau disingkat Rupbasan. Rupbasan adalah satu-satunya tampat penyimpanan segala macam jenis benda sitaan. Secara struktural dan fungsional, berada di bawah lingkungan departemen kehakiman yang akan menjadi pusat penyimpanan segala barang sitaan dari seluruh instansi. 166 Pasal 44 ayat 1 KUHAP menentukan tempat penyimpanan benda sitaan, mesti disimpan di Rupbasan. Siapa pun tidak diperkenankan menggunakannya, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 44 ayat 2 KUHAP. Maksudnya untuk menghindari penyalahgunaan wewenang dan jabatan. 167

10. Pemeriksaan Surat

Pasal 41 KUHAP menyatakan dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda penerimaan. 165 Pasal 130 ayat 2 KUHAP 166 M. Yahya Harahap buku II, op.cit, hlm. 273. 167 Ibid, hlm. 274. Pasal 47 KUHAP lebih lanjut menyatakan bahwa penyidik berhak membuka, memeriksa dan menyita surat lain yang dikirim melalui kantor pos dan. telekemunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkutan jika benda tersebut dicurigai dengan alasan yang kuat mempunyai hubungan dengan perkara pidana yang sedang diperiksa, dengan izin khusus yang diberikan untuk itu dari ketua pengadilan negeri. Surat lain yng dimaksud dalam Pasal 47 KUHAP ini adalah surat yang tidak langsung mempunyai hubungan dengan tindak pidana yang diperiksa akan tetapi dicurigai dengan alasan yang kuat. 168 Menurut M.Yahya Harahap, yang dimaksud dengan surat pada Pasal 47 KUHAP adalah surat yang mempunyai hubungan dengan tindak pidana atau perkara yang sedang diperiksa, akan tetapi hubungannya tidak langsung, namun diharapkan memberi petunjuk terhadap pemeriksaan perkara. 169 Pemeriksaan surat dapat dilakukan pada semua tingkat pemeriksaan masing-masing instansi mulai dari penyidikan, penuntutan, dan persidangan pengadilan. Pemeriksaan surat bukan hanya monopoli instansi penyidik, seperti halnya penggeledahan dan penyitaan. Akan tetapi melakukan tindakan pemeriksaan atau penyidikan atas surat, masih menjadi wewenang tunggal penyidik. Seoerti menyita dan menggeledah surat, tindakan penyitaan dan penggeledahan surat tersebut hanya terdapat pada wewenang penyidik. 170 Surat yang sudah diperiksa dan dibuka ternyata surat itu ada hubungannya dengan perkara , surat tersebut dilampirkan pada berkas perkara. Akan tetapi bila diperiksa ternyata surat itu tidak ada hubungannya dengan perkara tersebut, surat 168 Penjelasan Pasal 47 KUHAP 169 M.Yahya Harahap buku II, op.cit, hlm. 311. 170 ibid. itu ditutup rapi dan segera diserahkan kembali ke kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi atau pengangkut lain setelah dibubuhi cap yangbertuliskan telah dibuka oleh penyidik dengan dibubuhi tanggal, tanda tangan, serta identitas penyidik. Penyidik dan para pejabat pada semua tingkat pemeriksaan dalam proses peradilan wajib merahasiakan dengan sungguh- sungguh atas kekuatan sumpah jabatan isi surat yang dikembalikan. 171 Transaksi menggunakan elektronik memang sudah lazim terjadi sekarang. Bukti elektronik pun sudah mulai diakui dalam perundang-undangan Indonesia. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi UU No. 20 Tahun 2001, UU Pemberantasan Pencucian Uang UU No. 15 Tahun 2002, dan UU Pemberantasan Terorisme UU No. 15 Tahun 2003 sudah menyebutkan informasi elektronik atau bukti elektronik. Informasi yang bersifat elektronik dijadikan sebagai alat bukti. 172 Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 menyebutkan bahwa Informasi Elektronik 173 danatau Dokumen Elektronik 174 171 Pasal 48 ayat 1, 2, 3 KUHAP. danatau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Informasi 172 http:pmg.hukumonline.comberitabacahol20772uu-ite-jadi-payung-hukum- iprint-outi-sebagai-alat-bukti- . judul artikel : UU ITE jadi payung hukum print out sebagai alat buti. Diakses pada tanggal 20 Januari 2012. 173 Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange EDI, surat elektronik electronic mail, telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pasal 1 butir 1 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 174 Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, danatau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Pasal 1 butir 4 Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. elektronik danatau Dokumen Elektronik danatau hasil cetaknya merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia. Informasi Elektronik danatau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. 175 Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan tambahan-tambahan kewenangan penyidik dalam tindak pidana korupsi yaitu kewenangan yang dapat dilakukan oleh KPK yaitu tercantum dalam Pasal 12 berupa : a. Melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan; b. Memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; c. Meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang sedang diperiksa; d. Memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang terkait; e. Memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya; f. Meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi yang terkait; 175 Pasal 5 ayat 1, 2, 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008. g. Menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; h. Meminta bantuan interpol indonesia atau instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; i. Meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

F. Upaya Praperadilan sebagai Sarana Kontrol dan Melindungi Hak