71 dengan menggunakan program eviews, maka didapat persamaan regresi sebagai
berikut : persamaan :
LNKM = 18.48103-0.102939LNPDB + 0.018790TPAK+ 0.337423DM + ε
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Hasil Uji t-Statistik Uji Parsial
Uji-t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dan variabel- variabel independen. Uji t dilakukan dengan cara membandingkan t hitung dengan
t table. t table diperoleh dengan melihat tabel distribusi t pada alpha = 5 hipotesis :
Ho = Koefesien regresi tidak signifikan Ha = Koefesien regresi signifikan
Keputusan : Jika t hitung t table, maka Ho diterima Jika t hitung t table, maka Ho ditolak
Berdasarkan hasil analisis data dengan menggunakan regresi dapat dilihat pada tabel 4.1 diketahui bahwa t hitung untuk masing-masing variabel didapat
α =5 , 0,05 tingkat kesalahan, n = 26 jumlah observasi, k= 4 jumlah
variabel, dan df= n - k = 22 derajat bebas. Dengan keterangan tersebut maka t- tabel yang diperoleh adalah 1,717144. Maka hasill uji-t dapat dijelaskan sebagai
berikut: 1.
Produk Domestik Bruto PDB PDB memeiliki nilai t-statistik sebesar -2.744363 t tabel 1,717144
artinya Ho ditolak dan Ha diterima, artinya berpengaruh secara negatif dan signifikan. Dan nilai probabilitas t-statistik PDB memiliki probabilitas sebesar
72 0.0124, karena probbilitas lebih kecil dari tingkat kesalahan sebesar 5 atau 0,05
maka hasilnya signifikan.
Hasil analisa regresi tersebut menunjukan bahwa variabel PDB berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kemiskinan, ini menunjukan bahwa
kemiskinan yang terjadi di Indonesia akan semakin rendah jika terjadi pertumbuhan ekonomi pada tahun-tahun sebelumnya meningkat. Semakin tinggi
pertumbuhan PDB, semakin cepat turunnya kemiskinan, dengan melihat bahwa penurunan kemiskinan hampir selalu dibarengi peningkatan pendapatan rata-rata
perkapita atau standar kehidupan, dan sebaliknya kemiskinan bertambah jika terjadi penurunan PDB.
Pertumbuhan ekonomi yang prokemiskinan merupakan pertumbuhan ekonomi yang membuat penurunan kemiskian yang signifikan. Dimana orang-
orang miskin pasti mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi walaupun tidak proposional. Artinya pertumbuhan ekonomi memihak kepada
orang miskin dengan suatu pengurangan kesenjangan pendapatan. Hasil tersebut sesuai dengan teori dan penelitian terdahulu yang menjadi
landasan teori dalam penelitian ini. Yang mana menurut Kuznet dalam Tulus Tambunan 2001, pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat
kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang
miskin berangsur-angsur berkurang. Selanjutnya menurut Hermanto S. dan Dwi W. 2006 mengungkapkan pentingnya mempercepat pertumbuhan ekonomi
73 untuk menurunkan jumlah penduduk miskin. Karena dengan pertumbuhan
ekonomi yang cepat maka kemiskinan di suatu daerah dapat ditekan jumlahnya.
2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK
TPAK memiliki nilai t-statistik sebesar 1.447575 t table 1.717144 artinya Ho diterima dan Ha ditolak, artinya tidak berpengaruh signifikan. Dan
Tpak memiliki nilai probabilitas t-statistik memliki probabilitas sebesar 0. 0.1618, karena probabilitasnya lebih dari 5 atau 0,05 maka hasilnya tidak signifikan.
Sehingga dapat disimpulkan TPAK secara parsial tidak berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan.
Hasil analisa regresi menunjukan bahwa variabel TPAK terhadap kemiskinan tidak berpengaruh dan tidak signifikan. Hasil ini sangat bertolak
belakang dengan teori Michael P.Todaro, menurut teori ini salah satu mekanisme yang utama dalam mengurangi kemiskinan adalah menanggulangi masalah
pengangguran dan tenaga kerja. Dalam teori tersebut dijelaskan bahwa tingginya angkatan kerja memiliki pengaruh dalam pertumbuhan ekonomi. Dimana
tingginya partisipasi angkatan kerja akan mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengurangi kemiskinan.
Tenaga kerja yang diwakili oleh tingkat partisipasi angkatan kerja tidak berpengaruh dan tidak signifikan pada α=0.05 terhadap kemiskinan dengan nilai
probabilitas 0.1618. Hal tersebut bertolak belakang dengan hipotesis peneliti dimana TPAK dapat mengurangi kemiskinan. Berdasarkan pengamatan yang
dilakukan peneliti pada tahun obeservasi, tidak berpengaruh TPAK terhadap
74 kemiskinan dapat disebabkan salah satunya adalah belum mampu memenuhi
kebutuhan lapangan pekerjaan yang diharapkan. Dimana pertumbuhan penduduk terus meningkat, bahkan sempat atau masih sering terjadi peledakan penduduk
khususnya di daerah terpencil yang masih jauh dari keinginan untuk menggalakan program KB, hal tersebut menjadikan meningkatnya usia kerja. Semakin besarnya
jumlah penduduk yang bukan angkatan kerja masih bersekolah dan mengurus rumah tangga semakin kecil jumlah angkatan kerja, yang membuat persentase
TPAK juga mengecil. Semakin sedikitnya masyarakat yang produktif, maka akan menghasilkan output yang rendah. Begitupun pada pendapatan perkapita.
Menurunnya TPAK suatu daerah, berarti menurunnya pendapatan perkapita dan tingkat konsumsi yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Selain itu,
meningkatnya jumlah angkatan kerja walaupun tingkat pendidikan mengalami peningkatan, tanpa diiringi dengan bertambahnya lapangan kerja yang tersedia,
hanya akan meningkatkan pengangguran, yang secara langsung meningkatkan kemiskinan.
3. Krisis Ekonomi Dummy Crisis
Kerisis ekonomi memliki nilai t-statistik sebesar 2.562366 t table 1.717144 artinya Ho ditolak dan Ha diterima, artinya berpengaruh positif dan
signifikan. Dan krisis ekonomi memiliki nilai probabilitas t-statistik memiliki probabilitas sebesar 0.0178, karena probabilitasnya lebih kecil dari tingkat
kesalahan sebesar 5 atau 0,05 maka hasilnya signifikan. Sehingga dapat
75 disimpulkan krisis ekonomi secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
kemiskinan. Pada hasil regresi ini diperoleh bahwa krisis ekonomi DM berpengaruh
terhadap kemiskinan. Hal ini sesuai dengan hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini, yaitu krisis ekonomi dan kemiskinan mempunyai pengaruh yang
positif. Jadi adanya krisis ekonomi akan meningkatkan jumlah penduduk miskin. Krisis ekonomi berpengaruh positif terhadap jumlah penduduk miskin.
Terjadinya krisis memperlihatkan pada pertengahan 1997 pondasi perekonomian Indonesia yang sudah dibangun sekian lama mengalami guncangan hebat. Krisis
ekonomi yang diawali dengan krisis moneter telah “memporak-porandakan” perekonomian Indonesia. Pertumbuhan ekonomi berkontraksi pada tahun 1997,
kemudian merosot tajam pada tahun 1998. krisis ini juga berimbas pada indikator makro lainnya seperti inflasi yang meningkat tajam yang menyebabkan tingkat
harga terutama harga barang kebutuhan pokok melonjak drastis sehingga menurunkan daya beli masyarakat. Situasi ini semakin memperparah kemiskinan
yang pada masa sebelum krisis belum teratasi secara berarti. Selain itu, menggeser titik aman perekonomian dan iklim usaha kearah yang kurang aman, sehingga
banyak perusahaan investor baik swasta domestik maupun asing yang mempersempit wilayah usahanya dan mengurangi pekerja bahkan sampai gulung
tikar. Hal tersebut berdampak pada meningkatnya pengangguran dan kemiskinan, maupun menurunkan output hasil dari berkurangnya kegiatan ekonomi yang
menurunkan PDB
76
b. Hasil Uji F-Statistik Uji Simultan