LANDASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DAEARAH TENTANG STOK PEMERINTAHAN DESA DI KABUPATEN BADUNG.

LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 94 LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. LANDASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Validitas norma hukum adalah keabsahan norma hukum supaya norma hukum bersangkutan mempunyai kekuatan hukum mengikat. Secara teoritik, pada dasarnya ada 3 tiga aspek yang mesti dipenuhi supaya norma hukum itu absah, yakni filosofis, sosiologis, dan yuridis, yang masing-masing berkaitan dengan nilai-nilai dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum. 43 Uraian tentang validitas hukum atau landasan keabsahan hukum dalam kaitannya dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat ditemukan dalam sejumlah buku yang ditulis oleh sarjana Indonesia, antara lain Jimly Assiddiqie, 44 Bagir Manan, 45 dan Solly Lubis. 46 Pandangan ketiga sarjana itu dapat disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4.1. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan menurut Para Sarjana Indonesia LANDASAN JIMLY ASSHIDDIQIE BAGIR MANAN M. SOLLY LUBIS Filosofis Bersesuaian dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu Negara. Contoh, nilai-nilai filosofis Negara Republik Indonesia terkandung dalam Pancasila sebagai Mencerminkan nilai yang terdapat dalam cita hukum rechtsidee , baik sebagai sarana yang melindungi nilai-nilai maupun sarana mewujudkannya dalam Dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan pemerintahan ke 43 Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum , Bandung: Penerbit PT Citra Aditya Bakti, hlm. 19. 44 Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang , Jakarta: Konstitusi Press, hlm. 169-174, 240-244. 45 Bagir Manan, 1992, Dasar-Dasar Perundang-undangan Indonesia , Jakarta: Penerbit Ind-Hill.Co, hlm. 14-17. 46 M. Solly Lubis, 1989, Landasan dan Teknik Perundang-undangan , Bandung: Penerbit CV Mandar Maju, hlm. 6-9. BAB IV LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 95 staatsfunda- mentalnorm . tingkah laku masyarakat. dalam suatu rencana atau draft peraturan Negara. Sosiologis Mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri akan norma hukum. [Juga dikatakan, keberlakuan sosiologis berkenaan dengan 1 kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; 2 kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan 3 kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat]. Mencerminkan kenyataan yang hidup dalam masyarakat. Kenyataan itu dapat berupa kebutuhan atau tuntutan atau masalah-masalah yang dihadapi yang memerlukan penyelesaian. - Yuridis Norma hukum itu sendiri memang ditetapkan 1 sebagai norma hukum berdasarkan norma hukum yang lebih tinggi; 2 menunjukkan hubungan keharusan antara suatu kondisi dengan akibatnya; 3 menurut prosedur pembentukan hukum yang berlaku; dan 4 oleh lembaga yang memang berwenang untuk itu. Keharusan 1 adanya kewenangan dari pembuat peraturan perundang-undangan; 2 adanya kesesuaian bentuk atau jenis peraturan perundang- undangan dengan materi yang diatur; 3 tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi; dan 4 mengikuti tata cara tertentu dalam pembentukannya. Ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan, yaitu: 1 segi formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan 2 segi materiil, yaitu landasan yuridis untuk mengatur hal-hal tertentu. Politis Harus tergambar adanya cita-cita dan norma dasar yang terkandung dalam UUD NRI 1945 sebagai politik hukum yang melandasi pembentukan undang- undang [juga dikatakan, pemberlakuannya itu memang didukung oleh faktor-faktor kekuatan Garis kebijaksanaan politik yang menjadi dasar bagi kebijaksanaan- kebijaksanaan dan pengarahan ketatalaksanaan pemerintahan. Misalnya, garis politik otonomi dalam GBHN Tap MPR No. IV Tahun LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 96 politik yang nyata dan yang mencukupi di parlemen]. 1973 memberi pengarahan dalam pembuatan UU Nomor 5 Tahun 1974. Berdasarkan pandangan para sarjana tersebut tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan, maka landasan keabsahan filosofis, sosiologis, dan yuridis dapat dirangkum dalam tabel sebagai berikut: 47 Tabel 4.2. Pandangan teoritik tentang landasan keabsahan peraturan perundang-undangan LANDASAN URAIAN Filosofis Mencerminkan nilai-nilai filosofis atau nilai yang terdapat dalam cita hukum rechtsidee . Diperlukan sebagai sarana menjamin keadilan. Sosiologis Mencerminkan tuntutan atau kebutuhan masyarakat yang memerlukan penyelesaian. Diperlukan sebagai sarana menjamin kemanfaatan. Yuridis Konsistensi ketentuan hukum, baik menyangkut dasar kewenangan dan prosedur pembentukan, maupun jenis dan materi muatan, serta tidak adanya kontradiksi antar-ketentuan hukum yang sederajat dan dengan yang lebih tinggi. Diperlukan sebagai sarana menjamin kepastian hukum. B. LANDASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERDA BADUNG TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH DESA Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengadopsi validitas tersebut sebagai 1 muatan menimbang, yang memuat uraian singkat mengenai pokok pikiran yang menjadi pertimbangan dan alasan pembentukan Peraturan Perundang undangan, ditempatkan secara berurutan dari filosofis, 47 Gede Marhaendra WiJa Atmaja, Politik Pluralisme Hukum ...., hlm. 28-29. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 97 sosiologis, dan yuridis; dan 2 harus juga ada dalam naskah akademis rancangan peraturan perundang-undangan. Tabel 4.3. Pertimbangan Pembentukan Peraturan Perundang undangan Menurut UU 122011 KATEGORI DALAM NASKAH AKADEMIS DALAM KONSIDERAN MENIMBANG Landasan Filosofis Landasan filosofis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Unsur filosofis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Landasan Sosiologis. Landasan sosiologis merupakan pertimbangan atau alas an yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan sosiologis sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Unsur sosiologis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek. Landasan Yuridis. Landasan yuridis merupakan pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. Landasan yuridis menyangkut persoalan hukum yang berkaitan Unsur yuridis menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum atau mengisi kekosongan hukum dengan mempertimbangkan aturan yang telah ada, yang akan diubah, atau yang akan dicabut guna menjamin kepastian hukum dan rasa keadilan masyarakat. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 98 dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang- Undangan yang baru. Beberapa persoalan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Merujuk pada pandangan teoritik dari para sarjana yang telah dikemukakan di atas, dikaitkan dengan ketentuan tentang teknik penyusunan peraturan perundang-undangan 48 dan teknik penyusunan naskah akademik 49 yang diadopsi Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 UU No 122011, ketiga aspek dari validitas tersebut dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 4.4. Landasan Keabsahan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Pandangan Teoritik dan UU No. 122011 LANDASAN URAIAN Filosofis Menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, pada dasarnya berkenaan dengan keadilan yang mesti dijamin dengan adanya peraturan perundang-undangan. Sosiologis Menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya 48 Angka 18 dan 19 TP3 vide Pasal 64 ayat 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. 49 Pasal 57 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 99 menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan. Yuridis Menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain, peraturan yang sudah ketinggalan, peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih, jenis peraturan yang lebih rendah dari Undang-Undang sehingga daya berlakunya lemah, peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai, atau peraturannya memang sama sekali belum ada. Permasalahan hukum yang akan diatasi itu, dengan pembentukan peraturan perundang-undangan, guna menjamin kepastian hukum. Sumber: Diolah dari berbagai sumber B.1. Landasan Filosofis Landasan filosofis menggambarkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu, teruraikan dalam Pembukaan UUD 1945, pada alinia keempat: Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 100 PermusyawaratanPerwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum itu berkenaan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Hukum Tata Negara Indonesia menganut paham bahwa Pemerintah Negara Indonesia tidak hanya Pemerintah Pusat, tapi juga mencakup pemerintahan daerah. Ini ditunjukkan oleh Pasal 18 ayat 1 dan ayat 5 UUD 1945: 1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang Pasal 18 ayat 1 UUD 1945. 2. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat Pasal 18 ayat 5 UUD 1945. Sekalipun Pasal 18 UUD 1945 tidak menentukan Desa sebagai Daerah Otonom, namun praktik pembentukan undang-undang mengenai pemerintahan daerah dan desa serta konteks kelahiran Pasal 18 UUD 1945 menunjukkan Desa merupakan satuan pemerintahan terendah yang berada di kabupatenkota, yang dicakup dalam Pasal 18 ayat 7 UUD 1945, sebagaimana telah diuraikan dalam Bab III di atas. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 101 Desa, yang memiliki pemerintahan desa dalam sistem pemerintahan Negara Indonesia, memiliki hak untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Pemerintah Negara Indonesia. Ini sejalan dengan dasar pertimbangan UU 62014, yang dalam Menimbang huruf a dan huruf menyatakan: a. bahwa Desa memiliki hak asal usul dan hak tradisional dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat dan berperan mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa dalam perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia, Desa telah berkembang dalam berbagai bentuk sehingga perlu dilindungi dan diberdayakan agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis sehingga dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan menuju masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera; Intinya, pemerintahan desa memiliki peran mewujudkan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pemerintahan desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Artinya, Pemerintah Desa memiliki tanggung jawab untuk berperan mewujudkan tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam kerangka inilah diperlukan pengaturan komponen-komponen pemerintah desa, yakni kepala desa dan perangkat desa, tepatnya diperlukan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa menurut prinsip professional, efisien dan efektif, terbuka, serta bertanggung jawab. Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 102 dapat mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dalam upaya berperan serta mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. B.2. Landasan Sosiologis Landasan sosiologis menggambarkan kebutuhan masyarakat dalam berbagai aspek yang memerlukan penyelesaian, yang sesungguhnya menyangkut fakta empiris mengenai perkembangan masalah dan kebutuhan masyarakat dan negara. Kebutuhan masyarakat pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan adanya peraturan perundang-undangan. Pasca reformasi kebijakan tentang desa sebagaimana diimuat dalam UU 62014 dan PP 432014, maka Peraturan Daerah Kabupaten Badung Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa Lembaran Daerah Kabupaten Badung Tahun 2007 Nomor 3, Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Badung Nomor 1 selanjutnya disebut Perda Badung 32007, telah kehilangan dasar hukumnya. Oleh karena Perda Badung 32007 dibentuk berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah lama, sebagaimana dikemukakan dalam Menimbang huruf a Perda Badung 32007: bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, dimana dalam Pasal 13 ayat 1 menyebutkan Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah; Ketidakberlakuan pengaturan tentang desa dalam UU 322004 maupun ketidakberlakuan UU 322004 itu sendiri ditentukan dalam ketentuan berikut: LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 103 1. Pasal 121 UU 62014: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Pasal 200 sampai dengan Pasal 216 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. 2. Pasal 409 huruf b UU 232014 sebagaimana diubah dengan UU 92015: Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437 sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang- Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Ketidakberlakuan PP 722005 ditentukan dalam Pasal 158 PP 432014, yang menentukan: Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4587 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 104 Sekalipun Pasal 120 ayat 1 UU 62014 menentukan, semua peraturan pelaksanaan tentang Desa yang selama ini ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-Undang ini, dan Pasal 157 PP 432014 menentukan, pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai Desa yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Akan tetapi, Pasal 119 UU 62014 juga menentukan, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Desa wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya dengan ketentuan Undang-Undang ini. Dengan demikian, terdapat kebutuhan untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa yang selama ini ditetapkan dengan Perda Badung 32007 dengan UU 62014 berikut peraturan pelaksanaannya. Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, maka perlu adanya pengaturan tentang penyusunan organisasi dan tata kerja pemerintahan desa. B.3. Landasan Yuridis Landasan yuridis menggambarkan upaya mengatasi permasalahan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur sehingga perlu dibentuk Peraturan Perundang-Undangan yang baru guna menjamin kepastian hukum. Beberapa permasalahan hukum itu, antara lain: a. peraturan yang sudah ketinggalan; b. peraturan yang tidak sesuai lagi dengan peraturan yang baru; c. peraturan yang tidak harmonis atau tumpang tindih; LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 105 d. peraturannya sudah ada tetapi tidak memadai; e. jenis peraturan yang lebih rendah dari yang seharusnya sehingga daya berlakunya lemah; f. peraturan yang menjadi dasar pembentukannya telah tidak berlaku; atau g. peraturannya memang sama sekali belum ada. Permasalahan hukum yang dihadapi adalah Perda Badung 32007 adalah peraturan yang menjadi dasar hukum pembentukannya UU 322004 dan PP 722005 telah tidak berlaku, ditambah lagi UU 62014 dan PP 432014 tidak memerintahkan Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa diatur dengan Peraturan Daerah. Beberapa pemahaman penting dari UU 62014 dan PP 432014 mengenai organisasi dan tata kerja pemerintah desa adalah: 1. Tidak ada ketentuan yang menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. 2. Berkaitan dengan pemerintahan desa menyangkut hal-hal sebagai berikut: a. Kebijakan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa secara serentak ditetapkan dengan Peraturan Daerah KabupatenKota Pasal 31 ayat 2 UU 62014. b. Syarat lain yang wajib dipenuhi Calon Kepala Desa diatur dalam Peraturan Daerah Pasal 33 huruf m UU 62014. c. Syarat lain pengangkatan perangkat Desa yang harus dipenuhi warga Desa ditentukan dalam Peraturan Daerah KabupatenKota Pasal 50 ayat 1 huruf d UU 62014. Dipertegas dalam PP 432014, Syarat lain pengangkatan perangkat Desa yang ditetapkan dalam peraturan daerah LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 106 kabupatenkota harus memperhatikan hak asal usul dan nilai sosial budaya masyarakat Pasal 65 ayat 2 PP 432014. d. Ketentuan lebih lanjut mengenai perangkat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48, Pasal 49, dan Pasal 50 ayat 1 diatur dalam Peraturan Daerah KabupatenKota berdasarkan Peraturan Pemerintah Pasal 50 ayat 2 UU 62014. e. Ketentuan lebih lanjut mengenai Badan Permusyawaratan Desa diatur dalam Peraturan Daerah KabupatenKota Pasal 65 ayat 2 UU 62014. Penetapan mekanisme pengisian keanggotaan Badan Permusyawaratan Desa dilaksanakan dengan berpedoman pada peraturan daerah kabupatenkota Pasal 72 ayat 4 PP 432014. 3. Struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa itu berkenaan dengan Kepala Desa dan perangkat Desa, yang meliputi: a. Sekretariat Desa dipimpin oleh sekretaris Desa dibantu oleh unsur staf sekretariat yang bertugas membantu kepala Desa dalam bidang administrasi pemerintahan. Sekretariat Desa paling banyak terdiri atas 3 tiga bidang urusan. Ketentuan mengenai bidang urusan diatur dengan Peraturan Menteri Pasal 62 ayat 1 - ayat 3 PP 432014. Peraturan Menteri dimaksud sampai saat ini belum ditetapkan. b. Pelaksana kewilayahan merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai satuan tugas kewilayahan. Jumlah pelaksana kewilayahan ditentukan secara proporsional antara pelaksana kewilayahan yang dibutuhkan dan kemampuan keuangan Desa. Pasal 63 ayat 1 dan ayat 2 PP 432014. c. Pelaksana teknis merupakan unsur pembantu kepala Desa sebagai pelaksana tugas operasional. Pelaksana teknis paling LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 107 banyak terdiri atas 3 tiga seksi. Ketentuan mengenai pelaksana teknis diatur dengan Peraturan Menteri Pasal 64 ayat 1 - ayat 3 PP 432014. Peraturan Menteri dimaksud sampai saat ini belum ditetapkan. Jadi, tidak ada ketentuan dalam UU 62014 dan PP 432014 yang menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. Perlu pula memahami materi muatan Peraturan Daerah KabupatenKota, untuk kemudian memahami dasar kewenangan pengaturan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan UU 122011 dan UU 232014 mengatur tentang materi muatan Peraturan Daerah sebagai berkut tabel .... Tabel 4.5. Materi muatan Peraturan Daerah Menurut UU 122011 dan UU 232014 PASAL 14 UU 122011 PASAL 236 AYAT 3 DAN AYAT 4 UU 232014 ANOTASI Materi muatan Perda Provinsi dan Perda KabupatenKota berisi materi muatan dalam rangka: a. penyelenggaraan otonomi daerah; dan b. penyelenggaraan tugas pembantuan; serta c. menampung kondisi khusus daerah; danatau d. penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- Perda memuat materi muatan: a. penyelenggaraan Otonomi Daerah dan Tugas Pembantuan; dan b. penjabaran lebih lanjut ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. c. dapat memuat materi muatan lokal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan 1. Menampung kondisi khusus daerah dan materi muatan lokal merupakan bawaan dari asas otonomi daerah, jadi termasuk materi muatan yang digali dari asas otonomi daerah. 2. Penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi merupakan materi muatan obyektif- LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 108 undangan yang lebih tinggi. normatif. Secara obyektif-normatif tidak ada ketentuan yang menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. Artinya, dari sudut penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi UU 232014 dan PP 432014 tidak menentukan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa diatur dengan atau dalam Peraturan Daerah KabupatenKota. Materi muatan peraturan daerah tidaklah semata-mata penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi , melainkan juga bahkan lebih utama penyelenggaraan Otonomi Daerah termasuk menampung kondisi khusus daerah atau materi muatan lokal dan Tugas Pembantuan. Pasal 12 UU 232014 menentukan pemberdayaan masyarakat dan Desa merupakan urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan daerah. Dengan demikian, ketentuan tentang materi muatan peraturan daerah berisi materi muatan dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah termasuk menampung kondisi khusus daerah atau materi muatan lokal dapat dimaknai mencakup penyelenggaran urusan Desa. Salah satu urusan Desa itu menyangkut pemberian pedoman tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa. Pedoman itu perlu dituangkan dalam Peraturan Daerah agar mempunyai kekuatan mengikat dan diperlukan mengingat UU 62014 tidak memberikan pengaturan yang jelas mengenai beberapa ketentuan, yakni: 1. Dalam melaksanakan tugas menyelenggarakan Pemerintahan Desa, melaksanakan Pembangunan Desa, pembinaan LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 109 kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa, Kepala Desa berhak mengusulkan struktur organisasi dan tata kerja Pemerintah Desa Pasal 26 ayat 3 huruf a UU 232014. Masalahnya adalah kepada siapa usul itu disampaikan, dan jika usul diterima dituangkan dalam bentuk hukum apa: Peraturan Desa atau Peraturan Kepala Desa? 2. Pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah KabupatenKota meliputi: ...; b. memberikan pedoman penyusunan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa; .... Berdasarkan praktek pemerintahan desa di masa berlakunya UU 322004 dan PP 722005, penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa. Jika ini diikuti, maka perlu ada pedoman materi muatan Peraturan Desa tentang struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa dengan peraturan desa. Keseluruhan uraian mengenai landasan keabsahan peraturan daerah tersebut di atas, dapat diringkas dalam tabel berikut: Tabel 4.6. Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Yuridis Ranperda tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa. KATEGORI URAIAN Filosofis Pemerintahan Kabupaten Badung perlu memberikan pedoman kepada Desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa yang dituangkan dalam Peraturan Daerah, sehingga dapat mengarahkan penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa pada upaya berperan serta mewujukan cita-cita kemerdekaan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yakni tujuan dibentuknya Negara Indonesia sebagaimana dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Sosiologis Adanya kebutuhan untuk menyesuaikan Peraturan Daerah tentang Pedoman Penyusunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintahan Desa yang selama ini ditetapkan dengan Perda Badung 32007 dengan UU 62014 berikut peraturan pelaksanaannya. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 110 Kebutuhan itu pada dasarnya berkenaan dengan kemanfaatan dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat agar dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan berhasil guna, perlu adanya pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa. Yuridis Dalam rangka memberikan landasan dan kepastian hukum bagi bagi pemerintah desa dalam menyusun struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa, perlu adanya pedoman penyusunan struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa. Simpulan Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam kategori-kategori di atas, perlu menetapkan peraturan daerah tentang pedoman struktur organisasi dan tata kerja pemerintah desa. LAPORAN PENELITIAN HUKUM |hn-doc-sotk-bdg-2015|Naskah Akademik Ranperda Kabupaten Badung tentang Pedoman Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pemerintah Desa 111 ARAH, SASARAN, JANGKAUAN PENGATURAN, DAN RUANG LINGKUP MATERI MUATAN