Analisis Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan

D. Analisis Terhadap Pertanggungjawaban Kepala Daerah Dalam Pelaksanaan

APBD. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa pada masa berlakunya Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mensyaratkan bahwa kepala daerah sebagai pelaksana APBD harus bertanggungjawab terhadap DPRD adalah merupakan salah satu ciri dari bentuk sistem pemerintahan parlementer, sedangkan Negara Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil dimana presiden tidak bertanggungjawab terhadap parlemen, atau dengan perkataan lain pada tingkat pusat Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensil, sedangkan pada tingkat daerah menganut sistem pemerintahan parlementer. Kemudian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 sebagai dasar dari pelaksanaan pemerintahan daerah digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dimana terdapat beberapa perbedaan yang sangat esensial diantara keduanya, diantaranya adalah berkaitan dengan pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan APBD, dimana kepala daerah tidak lagi bertanggungjawab kepada DPRD terhadap pelaksanaan APBD. Memang harus diakui, bahwa dengan tidak bertanggungjawabnya kepala daerah terhadap DPRD adalah merupakan bentuk penyempurnaan dari sistem pemerintahan presidensil yang dianut oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, terlepas dari hal yang demikian, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 membawa dampak lain kelemahan terhadap jalannya sistem pemerintahan Universitas Sumatera Utara daerah, khususnya yang berkaitan dengan pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Berikut ini akan diuraikan analisis terhadap mekanisme pertanggungjawaban kepala daerah: Kekuasaan cenderung di salah gunakan dan kekuasaan yang mutlak pastilah di salah gunakan power tends to corrupt and absolute poewer corrupt absolutely” itulah kalimat yang pernah di kemukan oleh Lord Acton seorang sarjanawan Inggris yang hidup antara tahun 1838 hingga 1902, yang awalnya hanya sebuah hipotesa belaka. Hipotesa yang akirnya seakan menjadi takdir yang tak terbantahkan lagi oleh sejarah panjang kekuasaan. Kekuasaan yang mutlak berada pada tangan seseorang yang telah melahirkan seorang Fir’aun, Nero hingga Mossolini dan Hitler dengan pemerintahan yang tiran. Kekuasaan yang mutlak berada di tangan sekelompok orang telah menjadi pedang bagi bangsawan Prancis atau Partai Komunis untuk mengoyakkan hak rakyat untuk kepentingan pribadi atau kelompok sendiri dalam pemerintahan yang oligarkhi. Demikian panjangnya sejarah hitam kekuasaan hingga pernah dianggap ideal setidaknya dalam teori Lao Sayeung di China atau pun Machiavelli di Prancis. 84 Selanjutnya adalah dimana keterkaitan antara kalimat yang dikemukakan oleh Lord Acton tersebut diatas dengan pertanggungjawaban kepala daerah?. Disini dapat dikemukakan bahwa baik dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 maupun 84 Dahlan Thaib Dkk, Teori Dan Hukum Konstirusi,Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hlm. 3. Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 jelas disebutkan bahwa DPRD hanya melahirkan rekomendasi terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ yang disampaikan oleh kepala daerah. 85 Atau dengan perkataan lain bahwa DPRD tidak lagi dapat menolak pertanggungjawaban kepala daerah terhadap pelaksanaan APBD. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Surya Darma AR, yang mengemukakan: Dalam hal Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ Kepala Daerah terhadap pelaksanaan APBD tidak ada hubungannya dengan diterima atau tidak diterimanya pertanggungjawaban tersebut. Kalau terhadap DPRD hanya sebatas memberikan rekomendasi untuk dilakukan perbaikan 86 . Kemudian Zul Abdiman mengemukakan bahwa: Kalau memperhatikan peraturan perundang-undangan terkait, maka tidak ada konsekuensi atau akibat hukum apabila Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ kepala daerah diterima atau tidak diterima. Akan tetapi yang perlu mendapat perhatian terkait dengan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ kepala daerah terhadap pelaksanaan APBD adalah masalah dinamika politik dan kepuasan moril masyarakat 87 . Kendati demikian, walaupun bagi DPRD tidak memungkinkan untuk menolak Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ yang disampaikan oleh kepala daerah, namun dengan hak yang melekat pada DPRD, maka tidak menutup kemungkinan bagi DPRD untuk melakukan tindakan apabila terhadap Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LPKJ dinilai tidak sesuai dengan tolak ukur 85 Pasal 27 26 Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 Tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada DPRD, dan Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat. 86 Wawancara Dengan Surya Darma AR, Wakil Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tanjung Balai, Senin 17 Mei 2010. 87 Wawancara dengan Zul Abdiman, Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan dan Perencanaan Pembangunan Pemerintah Kota Tanjung Balai, Selasa 18 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara Rencana Kerja Pembangunan Daerah RKPD, hal tersebut dilakukan adalah dalam rangka fungsi pengawasan DPRD. Hal tersebut dilakukan sehubungan dengan operasionalisasi dari teori check and balances yang dilakukan melalui cara-cara sebagai berikut: 1. Pemberian kewenangan terhadap suatu tindakan kepada lebih dari satu cabang pemerintahan. Misalnya kewenangan pembuatan suatu undang-undang yang diberikan kepada pemerintah dan parlemen sekaligus. Jadi terjadi overlapping yang dilegalkan terhadap kewenangan para pejabat negara antara satu cabang pemerintahan dengan cabang pemerintahan lainnya. 2. Pemberian kewenangan pengangkatan pejabat tertentu kepada lebih dari satu cabang pemerintahan. Banyak pejabat tinggi negara dimana dalam proses pengangkatannya melibatkan lebih dari satu cabang pemerintahan. Misalnya melinatkan pihak eksekutif maupun legislatif. 3. Upaya hukum impeachment dari cabang pemerintahan yang satu terhadap cabang pemerintahan lainnya. 4. Pengawasan langsung dari satu cabang pemerintahan terhadap cabang pemerintahan lainnya, seperti pengawasan terhadap cabang eksekutif oleh cabang legislatif dalam penggunaan budget negara. 5. Pemberian kewenangan kepada pengadilan sebagai pemutus kata akhir the last word jika ada pertikaian kewenangan antara badan eksekutif dengan legislatif. 88 Fungsi pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan APBD dapat dilakukan melalui 3 tiga hak yang ada pada DPRD, yaitu: 1. Hak interpelasi, adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada kepala daerah mengenai kebijakan pemerintah daerah yang penting dan strategis yang berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara. 2. Hak angket, adalah fungsi dan pengawasan DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap suatu kebijakan tertentu kepala daerah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada kehidupan masyarakat, daerah dan negara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. 3. Hak petisi, adalah hak DPRD untuk menyatakan pendapat terhadap kebijakan kepala daerah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi didaerah disertai 88 Munir Fuady, Teori Negara Hukum Modern, Jakarta: PT. Refika Aditama, 2009, hlm. 124. Universitas Sumatera Utara dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket 89 . Paparan tersebut diatas senada dengan yang diungkapkan oleh Evi Lovita, yang mengemukakan: Kita sama-sama tahu bahwa DPRD mempunyai 3 fungsi, yaitu: fungsi anggaran, fungsi pengawasan dan fungsi perundang-undangan. Kemudian walaupun yang melaksanakan APBD adalah kepala daerah, akan tetapi DPRD berhak untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh kepala daerah, yang mana hal tersebut dilakukan dalam dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan DPRD. Fungsi pengawasan tersebut, baik dalam pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh kepala daerah dapat dilakukan melalui 3 hak DPRD yang berkaitan dengan fungsi pengawasan yaitu: hak interpelasi, hak angket dan hak petisi, apabila DPRD menilai ada penyimpangan yang dilakukan oleh kepala daerah dalam pelaksanaan APBD 90 . Dalam kaitan ini, lebih jauh lagi dapat dikatakan bahwa Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 telah menjungkirbalikkan ketentuan tentang pembentukan dan susunan daerah berikut kewenangan daerah, bentuk dan susunan pemerintahan daerah. Kita menyadari bahwa praktek penyelenggaraan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 mengandung banyak kelemahan, tetapi perubahan yang terjadi cukup membingungkan dan menghilangkan esensi otonomi daerah yang fundamental, yaitu hak-hak DPRD. Sepintas lalu hak interpelasi, hak angket dan hak menyatakan pendapat memberikan gambaran yang seram dan menakutkan. Padahal dalam praktek DPR dan DPRD secara langsung dan 89 HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi Di Indonesia, …………., op.cit, hlm. 190. 90 Wawancara Dengan Evi Lovita, Kasubbag Bankum dan Pem. PPNS Pemerintah Kota Tanjung Balai, Selasa 18 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara tidak langsung hal tersebut telah merupakan agenda rutin selama masa tugas DPR dan DPRD. 91 Disamping itu juga, permasalahan yang muncul adalah, bahwa dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah, kontrol terhadap birokrasi didasarkan kepada unsur formal accountability. Kontrol formal didasarkan pada peraturan perundang- undangan yang dilakukan dan sifatnya eksternal, seperti kontrol legislatif, interest group, pengadilan, hierarki, birokrasi, pers, dan peran serta warga negara sebagai agen kontrol. Kontrol eksternal ini sedang marak-marak didaerah sebagai dampak dari reformasi yang menuntut keterbukaantransparansi dan keadilan, sedangkan kontrol informalnya adalah kekuatan hati nurani dari masing-masing individunya. Sampai saat sekarang ini belum ada peraturan khusus yang mengatur tentang kontrol terhadap legislatif. Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maupun Undang-Undang Nomor 2009 Tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD hanya diatur tentang kedudukan, susunan, tugas dan wewenang, hak keanggotaan, kewajiban, pimpinan dan alat kelengkapan DPRD. 92 Maka untuk hal tersebut sangat dituntut adanya kontrol eksternal dari DPRD yang loyal pada cita-cita demokrasi dan kepentingan publik serta dapat menghambat tindakan yang salah serta mampu mendorong tindakan yang benar. Disamping itu, diperlukan juga lembaga semacam ombudsman atau semacam parlement watch yang akan menjadi wadah untuk menampung, menyalurkan, dan memperjuangkan keluhan-keluhan dari 91 BN. Marbun, op.cit, hlm. 114. 92 HAW. Widjaja, Penyelenggaraan Otonomi…………., op.cit, hlm. 32. Universitas Sumatera Utara masyarakat terhadap tindakan yang dilakukan oleh anggota DPRD maupun lembaganya serta mengawasi tindakan-tindakannya Atau dalam rangka check and balances system pada masa yang akan datang kepada pemerintah daerah diberi juga kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap DPRD. Perlu dan patut diketahui bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 110 Tahun 2000 Tentang kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyusun rencana anggaran belanja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Rencana anggaran dimaksud dibahas bersama dengan pihak eksekutif untuk selanjutnya dicantumkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah RAPBD. Anggaran Belanja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah merupakan bahagian yang tak terpisahkan dari APBD. Ketentuan ini berarti bahwa pengajuan, pembahasan usulan anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DPRD diberlakukan sama seperti usulan anggaran perangkat daerah lainnya. Dengan demikian laporan pertanggungjawaban keuangan DPRD termasuk bahagian dari laporan pertanggungjawaban akhir tahun kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Pengelolaan keuangan DPRD dilaksanakan oleh Sekretaris Dewan Perwakilan rakyat Daerah Sekwan dan pertanggungjawaban keuangan DPRD berpedoman pada ketentuan peraturan Universitas Sumatera Utara perundang-undangan yang berlaku yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 110 tahun 2000 Tentang Kedudukan Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. 93 Namun demikian, dalam rangka akuntabilitas DPRD dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, anggota DPRD mempunyai kewajiban: 1. Mengamalkan pancasila, melaksanakan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan perundang-undangan. 2. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. 3. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 4. Memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah. 5. Menyerap, menampung, menghimpun dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat. 6. Mendahulukan kepentingan negara diatas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. 7. Memberikan pertanggungjawaban atas tugas dan kinerjanya selaku anggota DPRD sebagai wujud tanggungjawab moral dan politis terhadap daerah pemilihannya. 8. Menaati peraturan tata tertib, kode etik, sumpahjanji anggota DPRD. 9. Menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait. 94 Sekarang pertanyaan yang muncul adalah bahwa Kepala Daerah sebagai pimpinan eksekutif daerah dan DPRD sebagai lembaga legislatif daerah adalah merupakan 2 dua lembaga daerah yang bersifat sejajar, namun mengapa terkait dengan mekanisme pertanggungjawaban keuangan daerah kepala daerah harus menyampaikan laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ kepada DPRD yang nota benenya pertanggungjawaban tersebut sebahagian adalah keuangan daerah yang 93 Soekarwo, op.cit, hlm. 249. 94 Pasal 43 dan Pasal 44 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Universitas Sumatera Utara digunakan oleh DPRD, bukankah keuangan pimpinan dan anggota DPRD diatur secara tersendiri? Oleh karena itu, ada baiknya dimasa yang akan datang, mekanisme pertanggungjawaban keuangan daerah dilaksanakan dengan jalan 2 dua arah, hal ini mengingat check and balances system dalam kerangka negara demokrasi. Adapun mekanisme pertanggungjawaban tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kepala daerah memberikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ terhadap penggunaan keuangan daerah oleh pihak eksekutif dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah. 2. DPRD melalui Pimpinan DPRD juga menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ kepada pihak eksekutif terhadap penggunaan dana APBD yang diatur dalam Pos tersendiri dalam APBD yang digunakan terhadap operasional DPRD. Mekanisme pertanggungjawaban 2 dua arah tersebut diatas dapat digambarkan dalam skema berikut: Universitas Sumatera Utara SKEMA II MEKANISME PERTANGGUNGJAWABAN TERHADAP PENGGUNAAN DANA APBD APBD LEGISLATIF DAERAH EKSEKUTIF DAERAH PERTANGGUNG JAWABAN PENGGUNAAN DANA APBD Universitas Sumatera Utara

BAB IV HAMBATAN-HAMBATAN YANG DIHADAPI OLEH KEPALA DAERAH

DALAM MEMPERTANGGUNGJAWABKAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH APBD Mendasarkan pada uraian sebelumnya, menunjukkan bahwa dalam kehidupan demokrasi, pertanggungjawaban kepala daerah dalam pelaksanaan APBD sangat penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan wewenang, kebocoran yang dilakukan oleh pihak eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Bahkan dalam konteks ini menurut Surya Darma AR, pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan APBD yang dilakukan oleh kepala daerah dalam bentuk Laporan Keterangan Pertanggungjawaban LKPJ yang yang disampaikan pada sidang paripurna DPRD adalah merupakan salah satu ciri pemerintahan yang demokratis, yakni fungsi kontrol dewan terhadap eksekutif: Esensi pemerintahan demokrasi itu pada pokoknya adalah pemerintahan yang dikontrol oleh rakyat, termasuk dalam menggunakan anggaran sebagai salah satu aspek, kemudian juga menyangkut pengalokasian anggaran. Rakyat melalui DPRD harus dapat melakukan pengawasan untuk dapat memperjuangkan aspirasi rakyat, supaya berbagai dana yang dibebankan kepada rakyat itu dikembalikan atau dialokasikan untuk membiayai sarana dan prasarana yang betul-betul diperlukan oleh rakyat. 95 Berkenaan dengan hal tersebut, yang lebih penting adalah tekad dan upaya dari semua pihak untuk menciptakan iklim yang benar-benar dapat mendorong agar 95 Wawancara dengan Surya Darma AR, Wakil Ketua Panitia Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tanjung Balai, Senin 17 Mei 2010. Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pertanggungjawaban Kepala Daerah Sebagai Pelaksana Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Dalam Rangka Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Menurut Undang-Undang No 32 Tahun 2004

2 56 119

Analisis Kontribusi Pendapatan Asli Daerah Dalam Memenuhi Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Pemerintahan Kota Medan

11 102 66

Pengaruh Proses Penyusunan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah ( Apbd) Terhadap Pengalokasian Belanja Daerah Di Pemerintahan Kabupaten Deli Serdang

6 97 79

PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH DALAM PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KOTA BANDAR LAMPUNG

4 20 66

PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) PADA PEMERINTAHAN KABUPATEN KOTA DI SUMATERA UTARA.

0 7 16

KONTRIBUSI PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) TERHADAP ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) PEMERINTAHAN KOTA TEBING TINGGI.

1 7 22

PENDAHULUAN KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (PAD) DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) SELAMA PERIODE 2005-2009 (Studi Kasus Pemerintahan Daerah Kota Wonogiri).

0 2 8

PERTANGGUNGJAWABAN KEPALA DAERAH SEBAGAI PELAKSANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD) DALAM RANGKA PENYELENGGARAAN PEMERINTAH DAERAH.

0 6 60

Analisis kinerja pemerintah daerah berdasarkan rasio keuangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) : studi kasus di Pemerintahan Kabupaten Tana Toraja.

1 8 138

TINJAUAN YURIDIS PENGATURAN LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN (LKPJ) KEPALA DAERAH DALAM PERSPEKTIF PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH

0 0 10