Kesimpulan Saran Antipiretik KESIMPULAN DAN SARAN

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian efek antipiretik ekstrak rimpang kapulaga Amomum compactum terhadap suhu rektal dan hitung jenis leukosit mencit Mus musculus L. jantan: a. Pemberian ektsrak rimpang kapulaga dapat menurunkan suhu rektal mencit jantan p,0,05 pada dosis dan waktu yang berbeda yaitu dosis 0,35 gkgBB pada menit ke 150, dosis 0,71 gkgBB pada menit ke 30 dan dosis 1 gkgBB pada menit ke 150. b. Pemberian parasetamol dapat menurunkan suhu rektal mencit jantan pada menit ke 120. c. Pemberian parasetamol dan ekstrak rimpang kapulaga pada dosis 0,35 gkgBB dan 0,71 gkgBB tidak berpengaruh terhadap jumlah leukosit. d. Penurunan jumlah leukosit akibat pemberian parasetamol dan ekstrak rimpang kapulaga pada dosis 0,35 gkgBB, dosis 0,71 gkgBB dan dosis 1 gkgBB berbeda nyata dimana p0,05. e. Jumlah monosit meningkat pada perlakuan kontrol positif dan perlakuan pemberian ekstrak rimpang kapulaga dibandingkan dengan jumlah monosit pada kontrol negatif.

5.2 Saran

Saran untuk penelitan selanjutnya adalah memberikan dosis ekstrak rimpang kapulaga yang berbeda dan menambah waktu untuk pengamatan perubahan suhu rektal. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suhu Tubuh

Suhu tubuh adalah perbedaan antara jumlah panas yang diproduksi oleh proses tubuh dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Pada kondisi tubuh yang ekstrim selama melakukan aktivitas fisik, mekanisme kontrol suhu manusia tetap menjaga suhu inti atau suhu jaringan relatif konstan. Suhu permukaan berfluktuasi bergantung pada aliran darah ke kulit dan jumlah panas yang hilang ke lingkungan luar. Fluktuasi suhu permukaan ini, suhu yang dapat diterima berkisar dari 36 o C atau 38 o C. Fungsi jaringan dan sel tubuh paling baik dalam rentang suhu yang relatif sempit Perry, 2005. Regulasi suhu adalah suatu pengaturan kompleks dari suatu proses dan kehilangan panas sehingga suhu tubuh dapat dipertahankan secara konstan. Manusia pada dasarnya secara fisiologis digolongkan sebagai makhluk berdarah panas atau homoteral. Organisasi homoteral mempunyai temperatur tubuh konstan walaupun suhu lingkungan berubah. Hal ini karena ada interaksi secara berantai yaitu pembentukan panas dan kehilangan panas. Kedua proses ini aktivitasnya diatur oleh susunan saraf yaitu hipotalamus. Reseptor suhu yang paling penting dalam mengatur suhu tubuh. Banyak neuron peka terhadap panas khususnya yang terletak pada area preoptika hipotalamus. Neuron ini meningkatkan pengeluaran impuls bila suhu meningkat dan mengurangi impuls yang keluar bila suhu turun. Selain neuron ini reseptor lain yang peka terhadap suhu adalah reseptor suhu kulit termasuk reseptor dalam lainnya yang juga menghantarkan isyarat terutama isyarat dingin ke susunan syaraf pusat panas untuk membantu mengontrol suhu tubuh Gabriel, 1998.

2.1.1 Demam

Demam merupakan keadaan ketika suhu tubuh meningkat melebihi suhu normal. Demam merupakan istilah umum, sedangkan istilah yang biasa digunakan adalah pireksia atau hipertemia. Apabila suhu tubuh sangat tinggi mencapai sekitar 41 o C, disebut hiperpireksia. Individu yang mengalami demam dikatakan dalam keadaan febril febris dan individu yang tidak mengalami demam disebut afebril afebris. Peningkatan suhu 37,5-38 o C pada manusia dikatakan mengalami kenaikan suhu subfebril atau kenaikan suhu tubuh ringan. Demam didefinisikan sebagai peningkatan suhu tubuh lebih dari 37,2 o C pada pukul 00.00-12.00 WIB dan lebih dari 37,7 o C pada pukul 12.00-00.00 WIB. Suhu tubuh yang dianggap normal pada manusia adalah antara 36,1-37,7 o C Tamsuri, 2006. Demam muncul karena kapasitas produksi panas lebih besar dari pada pengeluaran panas tubuh itu sendiri. Demam merupakan meningkatnya set point dari suhu tubuh. Terjadi ketika ada stimuli pada monosit makrofag yang sesuai, sel-sel ini menghasilkan sitokin pirogenik, yang menyebabkan peningkatan setpoint lewat efeknya di hipotalamus. Sitokin-sitokin tersebut termasuk interleukin-1, faktor nekrosis tumor, gama interferon dan interleukin-6. Kenaikan suhu menyebabkan peningkatan produksi panas yang lain misalnya menggigil. Suhu tubuh pada demam yang dipicu sitokin jarang melebihi 41,1 o C kecuali jika terdapat kerusakan struktural di hipotalamus. Hipertemia yang tidak dimediatori oleh sitokin terjadi saat produksi panas metabolisme tubuh atau panas lingkungan yang berlebihan melebihi kapasitas kehilangan panas normal atau ketika terjadi kegagalan kehilangan panas. Meningkatnya suhu tubuh melebihi 41,1 o C akan sangat membahayakan karena dapat menyebabkan kerusakan otak irreversibel Tierny, dkk, 2004.

2.1.2 Penyebab Demam

Substansi yang menyebabkan demam disebut pirogen dan dapat berasal dari eksogen ataupun endogen Jeffrey, 1994. Pirogen endogen yaitu zat penimbul demam yang dihasilkan oleh makrofag atau sel lainnya dalam respons terhadap infeksi atau terhadap peristiwa yang diinduksi imunitas yang dimediasi sel, termasuk interleukin-1 dan faktor nekrosis tumor. Sedangkan pirogen eksogen adalah agen penimbul demam yang berasal dari eksternal. Sumber utama pirogen endogen adalah fagosit mononuklear dan produk sel mononuklear. Selanjutnya, produk sel-sel ini digolongkan sebagai sitokin pirogen. Sitokin pirogen akan dialirkan oleh peredaran darah dari tempat terjadinya peradangan ke sistem saraf pusat. Sitokin pirogen akan berikatan dengan reseptor membran plasma. Mekanisme kerjanya meliputi induksi fosfolipase, yang kemudian menyebabkan pelepasan asam arakhidonat dari fosfolipase membran. Sebagai akibatnya, kadar prostaglandin meningkat, terutama prostaglandin E2 kemudian berdifusi ke dalam daerah hipotalamus preoptikanterior dan mencetuskan demam Dorland, 2000. Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam suatu respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan overhating, dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun Lubis, 2009. Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh. Dengan demikian hipotalamus sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen mengenai suhu di berbagai bagian tubuh dan memulai penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi yang sangat rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari patokan normal. Hipotalamus terus menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor-reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor. Termoreseptor perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuh dan menyalurkan informasi mengenai perubahan suhu permukaan ke hipotalamus. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus itu sendiri serta di susunan saraf pusat dan organ abdomen Sherwood, 2001. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0.01ÂșC. Tingkat respon hipotalamus terhadap penyimpangan suhu tubuh disesuaikan secara cermat, sehingga panas yang dihasilkan atau dikeluarkan sesuai dengan kebutuhan untuk memulihkan suhu ke normal Sherwood, 2001. Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks-refleks yang memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Regio anterior yang diaktifkan oleh rasa hangat memicu refleks-refleks yang memperantarai pengurangan panas Ganong, 2002. Pemberian kompres hangat memberikan sinyal ke hipotalamus menyebabkan terjadinya vasodilatasi. Hal ini menyebabkan pembuangankehilangan energipanas melalui kulit meningkat berkeringat, diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan normal kembali.

2.1.3 Mekanisme Demam

Suhu badan diatur oleh keseimbangan antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengatur suhu tubuh berada di hipotalamus. Pada keadaan demam, keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke normal oleh obat antara lain aspirin. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan patologik diawali dengan pelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin seperti interleukin-1 IL-1 yang memacu pelepasan prostaglandin PG yang berlebihan di daerah preoptik hipotalamus. Selain itu, prostaglandin E2 PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah diinfuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus Sulistia, 1995.

2.2 Antipiretik

Demam merupakan suatu keadaan yang sering menimbulkan kecemasan, stres, dan fobia tersendiri. Ketika demam seringkali melakukan upaya-upaya untuk menurunkan demam, salah satu upaya yang sering dilakukan untuk menurunkan demam adalah pemberian obat penurun panasantipiretik seperti parasetamol, ibuprofen, dan aspirin Soedibyo, 2006. Antipiretik merupakan golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit, sehingga terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Sebagian obat antipiretik juga merangsang berkeringat. Penguapan keringat turut menurunkan suhu badan. Kerja obat antipiretik adalah mempengaruhi bagian otak yang mengatur suhu badan. Bagian ini terletak di dasar otak Suradikusumah, 2007. Pemakaian obat sintetik sangat banyak digunakan masyarakat, karena obat tersebut mudah didapatkan. Apabila obat sintetetik dikonsumsi secara berkepanjangan akan menyebabkan suatu efek menurut jenis obat sintetik yang dikonsumsi tersebut. Salah satu contoh obat sintetik verapamil yang memiliki efek pada jantung yang tidak diinginkan seperti konstipasi, kelelahan, dan kegelisahan. Obat antipiretik sintetik yang sering digunakan masyarakat yaitu parasetamol. Parasetamol adalah derivat p-aminofenol yang mempunyai sifat antipiretik. Parasetamol utamanya digunakan untuk menurunkan panas badan demam yang disebabkan infeksi atau penyebab lainnya. Parasetamol aman dalam dosis standar, tetapi karena mudah didapati, sehingga dapat menimbulkan overdosis, baik sengaja atau tidak sengaja. Efek dari parasetamol apabila dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan paru-paru, hati, dan ginjal Katzung, 2001. Penelitian yang telah di lakukan pada tanaman sebagai antipiretik dengan menggunakan tanaman oleh Ermawaty 2010, bahwa ekstrak daun pare Momordica charantia. terhadap tikus putih Rattus novergicus mempunyai efek antipiretik, tetapi tidak jauh berbeda dibanding parasetamol. Sheila, dkk., 2010, menyatakan bahwa hasil uji efek antipiretik ekstrak daun pepaya pada tikus Wistar Rattus novergicus yang diamati selama 120 menit, dapat memberikan efek antipiretik, tetapi antipiretiknya tidak jauh berbeda dibandingkan dengan parasetamol. Menurut Lisdiyanti 2010 ekstrak daun belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. dapat digunakan sebagai obat antipiretik pada mencit Mus musculus betina yang diinduksi demam menggunakan pepton 12,5. Efek antipiretik ekstrak daun belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. yang paling efektif digunakan untuk menurunkan suhu rektal mencit demam paling optimal. Ekstrak daun belimbing wuluh Averrhoa bilimbi L. memiliki efek antipiretik lebih cepat dibandingkan dengan parasetamol. Kalay, dkk., 2014 menyatakan bahwa ekstrak etanol daun Prasman Eupatorium triplinerve mempunyai efek antipiretik terhadap tikus Rattus novergicus, tetapi tidak jauh berbeda dengan perlakuan Parasetamol. Dengan demikian, ekstrak etanol daun prasman juga dapat menurunkan suhu rektal tikus.

2.3 Tanaman Kapulaga