Aspek Religiositas Pengembangan religiositas siswa di Sekolah Menengah Pertama Kanisius Kalasan Yogyakarta.

dipungkiri dan tidak dapat diabaikan, bahwa perkembangan zaman dapat mempengaruhi pandangan seseorang salah satunya yaitu, munculnya rasionalisme, semenjak saat itu orang-orang beragama tidak hanya dibantu untuk bersifat kritis, namun sikap kritis ini mendorong orang untuk mengaitkan agama dengan irasionalitas. Di Prancis, Pascal membela agama dan religiositas dengan meluncurkan sebuah ungkapan yang masih termahsyur sampai sekarang: Hati mempunyai rasionya sendiri Moedjanto, 1995: 210. Maka religiositas mengembangkan segi terdalam dari diri manusia, meskipun religiositas itu melintasi rasionalisasi, namun tidak ada satu pertentangan sesungguhnya antara religiositas dan rasionalisasi, tetapi justru yang utama rasionalisasi orang merupakan akal budi menghadapi setiap persoalan, karena Allah yang mewahyukan rahasia-rahasia dan mencurahkan iman telah menempatkan di dalam roh manusia cahaya akal budi.

B. Aspek Religiositas

Religiositas memiliki berbagai aspek, dalam Paloutzian ada 5 aspek religiositas akan lebih jelas dibahas dalam lima bagian berikut. Bagian pertama mengenai aspek religiositas belief. Bagian Kedua membahas tentang aspek religiositas practice. Bagian ketiga membahas aspek religiositas feeling. Bagian keempat mengenai aspek religiositas knowledge. Bagian kelima mengenai aspek religiositas effect.

1. Aspek Religiositas Belief

Aspek religiositas belief, mengacu pada apa yang diyakini sebagai bagian dari agama, seberapa kuat keyakinan diadakan, dasar untuk persetujuan intelektual, dan bagaimana menonjol bahwa kepercayaan dalam kehidupan seseorang. Misalnya, keyakinan akan keberadaan Tuhan adalah ideologi agama, dengan kata lain aspek belief merupakan dimensi ideology, memberikan gambaran sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik dalam ajaran agamanya. Misalnya: percaya adanya surga, Neraka, malaikat, kiamat, dan lain-lain Paloutzian, 1996: 15.

2. Aspek Religiositas Practice

Aspek religiositas practice, mengacu pada serangkaian perilaku yang diharapkan dari seseorang yang menyatakan keyakinan agama tertentu. Penekanannya bukan pada efek agama mungkin memiliki pada non religiositas aspek kehidupan sehari-hari seseorang, tapi pada tindakan spesifik yang merupakan bagian dari dirinya religiositas. Maka aspek practice dapat disebut sebagai dimensi ritual, yakni sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual agamanya. Misalnya: mengikuti Misa kudus pada hari minggu Paloutzian, 1996: 16.

3. Aspek Religiositas Feeling

Aspek religiositas feeling, berkaitan dengan dalam jiwa dan dunia emosional individu. Selain pengalaman peristiwa yang orang mungkin memberi label pengalaman religiositas, dimensi perasaan meliputi hal seperti keinginan untuk percaya pada suatu agama, rasa takut tentang tidak religiositas, rasa kesejahteraan yang berasal dari keyakinan, dan sejenisnya merupakan dimensi perasaan, memberikan gambaran tentang perasaan-perasaan keagamaan yang dialami individu. Misalnya: merasa dicintai Tuhan, merasa dosanya diampuni, merasa doanya dikabulkan Tuhan Paloutzian, 1996: 17-18.

4. Aspek Religiositas Knowledge

Aspek religiositas knowledge, merupakan dimensi intelektual, yaitu seberapa jauh pengetahuan seseorang terhadap ajaran agama yang dianutnya, terutama yang terdapat dalam Kitab Suci ataupun karya tulis lain yang berpedoman pada Kitab Suci. Misalnya: orang mengetahui maksud dari hari raya agamanya, hukum atau dogma ajarannya, memahami isi Kitab Suci dan lain sebagainya Paloutzian, 1996: 19.

5. Aspek Religiositas Effect

Aspek religiositas effect, mengacu pada perilaku, tetapi tidak perilaku yang merupakan bagian resmi dari praktik keagamaan itu sendiri. Sebaliknya, referensi di sini adalah untuk efek agama seseorang memiliki di sisi lain non religiositas segi kehidupan seseorang. Yakni mengungkapkan sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya: Mau mengampuni kesalahan sesama yang telah menyakitinya dengan sengaja atau tidak sengaja, mendoakan dan mencintai musuhnya, dan lain-lain Paloutzian, 1996: 19.

C. Perkembangan Religiositas Remaja