Dimensi Religiositas di Sekolah Katolik

dapat dikatakan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban-kewajiban ritual keagamaannya. Karena Konsili Vatikan II menyebut Gere ja “Persekutuan iman, harapan dan cinta” LG, art. 8, persekutuan persaudaraan yang menerima Yesus dengan iman dan cinta kasih GS, art. 32. Tetapi Konsili juga mengajarkan bahwa Gereja dibentuk kerena perpaduan unsur manusia dan Ilahi LG, art. 8. Kesatuan Gereja terjadi tidak hanya karena karya Roh Kudus, tetapi juga hasil komunikasi antar manusia, khususnya perwujudan komunikasi iman di antara anggota Gereja. Komunikasi iman terjadi terutama dalam perayaan iman KWI, 1996: 392. Remaja sebagai anggota Gereja juga mempunyai tempat dan peran tersendiri di dalam komunikasi iman yang terjadi dalam perayaan iman, tentu remaja dalam keikutsertaan penuh dan aktif dalam perayaan Liturgi SC, art. 41, Gereja mempunyai peran untuk mewujudkan keterlibatan remaja tersebut.

D. Dimensi Religiositas di Sekolah Katolik

Berkat kasih yang begitu besar dari Tuhan Yesus kepada umat-Nya, melalui Konsili Vatikan II mengumumkan tentang pendidikan Kristen Gravissimum Educationis yang menguraikan secara khusus dalam hal pendidikan Kristen. Sekolah Katolik mengusahakan cita-cita budaya dan perkembangan remaja secara alamiah sama seperti di sekolah pada umumnya. Yang membedakan sekolah Katolik dengan sekolah lainnya adalah usaha untuk selalu menciptakan suasana kekeluargaan di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil. Sekolah Katolik berusaha membimbing siswa agar dapat berkembang secara utuh, baik dalam hal mengembangkan intelektual tetapi juga sekaligus mengembangkan religiousitas siswa dari keseluruhan aspek.

1. Sekolah Pada Umumnya

Sekolah mempunyai makna yang istimewa. Sekolah secara terus-menerus mengembangkan daya kemampuan akal budi siswa melalui pendidikan yang terstruktur dan sistematis. Tujuan dari sekolah adalah untuk menumbuhkan kemampuan memberi penilaian yang cermat, memperkenalkan harta warisa budaya yang telah dihimpun oleh generasi-generasi masa silam, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai, menyiapkan siswa untuk mampu mengelola kejujuran, menciptakan suasana kerukunan antar siswa yang mempunyai latar belakang budaya, watak, agama, suku yang berbeda, serta mengembangkan sikap saling memahami GE, art. 5. Maka sekolah dapat juga disebut sebagai satuan pendidikan atau lembaga pendidikan untuk proses belajar dan mengajar serta tempat untuk menerima dan memberi materi pelajaran, supaya peserta didik dapat berkembang baik dari aspek kognitif, afektif dan psikomotorik.

2. Makna Sekolah Katolik

Sekolah Katolik mendapat perhatian lebih dari Gereja setelah Konsili Vatikan II, secara khusus ditekankan dalam deklarasi Konsili tentang pendidikan Kristen Gravvisimum educationis. Melalui gagasan deklarasi itu dokumen GE dikembangkan sedemikian rupa, dengan membatasi diri pada refleksi yang lebih dalam pada sektor sekolah Katolik Sewaka, 1991: 14. Dalam dokumen Konsili Vatikan II, Gravvisimum Educationis, tentang pendidikan Kristen, menyatakan sekolah Katolik sebagai tempat dan medan yang khas kehadiran Gereja di sekolah. Sekolah Katolik mengejar tujuan-tujuan budaya dan menyelenggarakan pendidikan kaum muda. Ciri khas sekolah Katolik, pertama: menciptakan lingkungan hidup PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI bersama di sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil kebebasan dan cinta kasih, dan membantu kaum muda, supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus berkembang sebagai ciptaan yang baru. Kedua: sekolah Katolik mengarahkan seluruh kebudayaan manusia kepada pewartaan keselamatan, sehingga pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh siswa tentang dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh terang iman GE, art. 8.

3. Alasan Keberadaan Sekolah Katolik

Konggregasi suci menyatakan, saat sekarang ini merupakan waktu yang tepat berupa penegasan kembali nilai pendidikan sekolah Katolik bagi perkembangan para remaja. Konggregasi suci menyadari ada masalah-masalah serius mengenai pendidikan Kristen di dalam masyarakat yang majemuk. Karena itu perlulah memusatkan segala perhatian kepada sifat dan ciri sekolah Katolik, yaitu memiliki mutu keKatolikannya, artinya Kristus adalah dasar dari sekolah Katolik, terciptanya lingkungan yang dijiwai oleh semangat cinta kasih, kepedulian, toleransi dan berbagi. Konggregasi suci mempercayakan untuk menggembalakan kaum muda Katolik di sekolah, dengan berdasar pada dokumen Gravvisimum Educationis, diharapkan kaum muda mendapatkan sistem pendidikan yang efektif, sesuai dengan kebutuhan kaum muda masa kini akan pendidikan yang utuh, baik dari segi intelektual dan juga segi religiositas di sekolah-sekolah Katolik Sewaka, 1991: 15.

4. Tujuan Sekolah Katolik

Dalam dokumen Konsili Vatikan II, tentang Gravvisimum Educationis, mengembangkan daya kemampuan siswa yang tidak hanya berpusat pada IQ, tetapi juga siswa harus memiliki religiositas dalam diri mereka, dengan cara memperkenalkan warisan budaya kristiani, meningkatkan kesadaran akan tata-nilai, memupuk sikap saling toleransi terhadap sesama tanpa pilih-pilih, dan saling memahami satu sama-lain. Maka dengan itu semua, dapat menciptakan hidup berbudaya, kemasyarakatan dan keagamaan. Sehingga dengan sendirinya siswa akan menjadi rasul awam yang mewartakan Kabar Gembira Yesus Kristus kepada sesama di tengah hidup masyarakat luas GE, art. 5.

5. Dimensi Religiositas Pendidikan di Sekolah Katolik

Konsili Vatikan II melalui dokumen Gravissimum Educationis mengupayakan pendidikan Kristen bagi siswa yang berada di sekolah Katolik. Sebagai sekolah Katolik, perlu menciptakan suasana lingkungan sekolah yang dijiwai oleh semangat Injil Yesus Kristus, sekolah mengupayakan untuk membimbing remaja agar berkembang menjadi pribadi yang utuh dan sekaligus sebagai ciptaan baru berkat Sakramen Baptis terlaksana bersama-sama, agar cahaya iman dapat menerangi segala sesuatu di dunia, tentang kehidupan dan pribadi manusia yang dipelajari secara bertahap oleh siswa. a. Dimensi Religiositas Iklim Sekolah Kalangan ahli pendagogi sekarang maupun masa lalu, memberikan tekanan yang begitu kuat pada iklim sekolah, sehingga menciptakan kondisi yang cocok untuk proses pendidikan yang sedang berlangsung. Siswa mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diatur secara logis, sistematis dan diterima dengan bebas. Oleh karena itu, unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam mengembangkan visi iklim sekolah untuk dilaksanakan adalah orang, ruang, waktu, hubungan, pengajaran, studi, dan macam-macam kegiatan lainnya. Tentu semua itu harus dijiwai oleh semangat cinta kasih kepada sesama, maka saat ada siswa yang masuk ke lingkungan sekolah, mereka patut mendapat kesan bahwa ia memasuki suatu lingkungan baru yang diterangi oleh cahaya iman kasih yang diwujudkan dalam hidup bersama sesama di tengah masyarakat Sewaka, 1991: 91. Maka hendaknya semangat Injil nampak jelas dalam cara berpikir dan ketika mengambil keputusan atau tindakan, sehingga memberikan dorongan kepada semua warga sekolah untuk memiliki religiositas yang nampak dalam hidup sehari-hari mereka, dengan begitu mereka dapat mengetahui hal baik atau buruk, agar apa yang dilakukan tidak bertentangan dengan budaya yang sudah ada atau dengan Injil. b. Dimensi Religiositas Kehidupan dan Karya Sekolah Sekolah kerap kali disamakan dengan pengajaran, tapi sebenarnya kelas dan pelajaran hanya merupakan bagian kecil dari kehidupan sekolah. Bersama dengan pelajaran yang disampaikan oleh guru, ada partisipasi aktif para siswa secara perorangan atau sebagai kelompok: studi riset, latihan, kegiatan prakurikuler, ujian, hubungan dengan guru dan hubungan dengan satu sama lain, kegiatan kelompok, pertemuan kelas, pertemuan sekolah. Sebagai sekolah Katolik, tentu semua kegiatan itu menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil tempatnya berakar Sewaka, 1991: 100. Prinsipnya bahwa manusia peduli terhadap suara hati yang berdampak pada perkembangan religiositas mereka, yang diterapkan dengan jelas dalam kehidupan di sekolah atau pun di dalam hidup sehari-hari. Misalnya: pekerjaan sekolah yang diterima sebagai kewajiban dan dilakukan dengan kemauan baik; berani dan PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI tanggung jawab bila kesulitan muncul; menghargai sesama; loyal dan cinta kepada sesama; jujur; toleran dan baik dalam segala hubungan. c. Pengajaran Agama di Kelas dan Dimensi Religiositas Pendidikan Magisterium menyatakan bahwa bersama dan bekerja sama dengan keluarga, sekolah menyediakan kemungkinan-kemungkinan untuk berkatekese yang tidak boleh diabaikan begitu saja. Tentu ini khusus menunjuk kepada sekolah Katolik, karena ciri khas sekolah Katolik dan alasan yang mendasari keberadaannya, alasan mengapa orang tua Katolik lebih suka menyekolahkan anaknya ke sekolah Katolik, justru adalah mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam keseluruhan pendidikan para siswa Sewaka, 1991: 108-109. Tentu tidaklah mudah menyelaraskan kedua aspek tersebut, karena di satu sisi sekolah Katolik merupakan lembaga pendidikan dengan cara dan metode serta tujuan pendidikan yang sama dengan sekolah pada umumnya, tetapi di sisi lain sekolah Katolik sebagai komunitas Kristen yang tujuan pendidikannya berakar dalam Kristus dan Injil-Nya. Maka perlu juga diperhatikan secara khusus, sehingga antara usaha untuk meneruskan kebudayaan secara serius dan kesaksian Injil yang kokoh tidak saling berbenturan, tetapi malah saling melengkapi dan mendukung.

E. Usaha Pengembangan Religiositas Siswa di Sekolah Katolik