16 -
Waktu reaksi transesterifikasi selama ini cukup lama, yaitu sekitar 1 jam untuk reaksi tanpa co-solvent [5]. Sedangkan dengan adanya penambahan co-solvent
waktu reaksi yang diperlukan sangat singkat, sekitar 10 menit untuk mendapatkan konversi reaksi yang hampir sempurna [47].
- Semakin meningkatnya perbandingan metanol : minyak, maka penggunaan co-
solvent akan semakin sedikit. Perbandingan volume co-solvent : metanol yang diperlukan untuk beberapa variasi perbandingan netabol : minyak seperti
berikut ini 0,8 pada 6 : 1, 0,91 pada 9 : 1, 0,94 pada 12 : 1, 0,98 pada 13 : 1, 1,02 pada 14 : 1, 1,03 pada 15 : 1, dan 1,06 pada 18 : 1 [57]. Dari hasil
penelitian Encinar, dkk. 2010 banyaknya co-solvent yang diperlukan dengan adanya penambahan 0,7 berat katalis adalah 1 : 1 perbandingan molar
metanol : co-solvent untuk mendapatkan konversi reaksi yang hampir sempurna [10].
3. Konsentrasi Katalis
Biasanya produksi biodiesel konvensional melalui reaksi transesterifikasi dari minyak dengan katalis basa kuat yang homogen [58]. Katalis asam seperti asam
sulfat juga dapat digunakan untuk reaksi transesterifikasi namun berlangsung lambat [44]. Reaksi dengan menggunakan katalis basa homogen relatif cepat dan
memberikan konversi reaksi yang tinggi [59]. Banyaknya jumlah katalis yang digunakan dalam reaksi transesterifikasi tanpa adanya co-solvent berkisar antara 0,2
hingga 2 berat [54]. Dengan adanya penambahan co-solvent, jumlah katalis yang diperlukan menjadi lebih sedikit. Dari penelitian Dabo, dkk. 2012 yang
memvariasikan konsentrasi katalis 0,5 sampai 2 , diperoleh yield tertinggi pada penggunaan konsentrasi katalis 0,5 [47].
2.4 POTENSI EKONOMI BIODIESEL DARI LEMAK AYAM
Indonesia memiliki populasi ayam pedaging broiler yang cukup besar yaitu sekitar 1,3 milyar ekor pada tahun 2012 yang terus meningkat setiap tahunnya [24].
Ayam pedaging memiliki berat sekitar 1,5 kg per ekornya dengan kandungan lemak
10,9 basis berat [23] dan [26]. Dengan demikian, jumlah lemak ayam yang dapat diperoleh adalah sekitar 212.550 ton yang akan terus meningkat setiap tahunnya.
Lemak ayam dapat diperoleh dengan mudah dari tempat pemotongan ayam maupun
Universitas Sumatera Utara
17 dari restoran-restoran yang memiliki menu berbahan dasar ayam. Lemak ayam
memiliki potensi yang cukup besar dalam pembuatan biodiesel. Lemak ayam diharapkan dapat menjadi bahan baku utama pembuatan biodiesel. Hal ini dapat
meningkatkan nilai ekonomi lemak ayam dan menangani masalah limbah yang ditimbulkan lemak ayam.
Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian potensi ekonomi biodiesel dari lemak ayam. Namun, dalam tulisan ini hanya akan dikaji potensi ekonomi secara sederhana.
Sebelum dilakukan kajian tersebut, perlu diketahui harga bahan baku yang digunakan dalam produksi dan harga jual biodiesel. Dalam hal ini, harga biodiesel mengacu
pada harga komersial lemak ayam, biodiesel, dan co-solvent dietil eter. Harga Lemak Ayam
= Rp 5.000 kg Harga Penjualan Biodiesel = Rp 7.895 liter
[60] Untuk menghasilkan 1 liter biodiesel dengan yield 95, diperlukan 1 liter
lemak ayam, 8 gram NaOH, 0,284 liter metanol, dan 0,142 liter dietil eter. Dietil eter sebagai co-solvent yang digunakan dalam penelitian ini dapat digunakan kembali
setelah melalui proses distilasi sehingga menghemat biaya produksi. Sehingga diperkirakan biaya memproduksi 1 liter biodiesel adalah :
Lemak ayam padat yang dikonversi menjadi lemak cair sekitar 90 sehingga untuk memperoleh 1 liter lemak cair diperkirakan seharga Rp 5.500
Metanol = 0,284L 1L x Rp 15.000
[61] = Rp 4.260
NaOH = 8 gr x Rp 1.000 gr
[61]
= Rp 8.000 Dietil Eter
= 0,142 L x Rp 350.000L = Rp 49.700
[62]
Biaya Listrik [63] Transesterifikasi
= 0,5 kWh x Rp 1.352 kWh x 20menit x 1 jam60 menit = Rp 230
Maka total biaya pembuatan 1 liter biodiesel adalah Rp 67.190. Dapat dilihat bahwa harga lemak ayam sebagai bahan baku masih di bawah
harga baha baku pembuatan biodiesel lain, seperti CPO Rp. 7.500, canola oil Rp.
Universitas Sumatera Utara
18 90.000, dan minyak jarak Rp. 180.000 [64]. Hal ini membawa nilai ekonomis
dalam pembuatan biodiesel dari lemak ayam. Adanya kebijakan dari pemerintah mengenai penggunaan biodiesel sebagai bahan bakar yaitu pemberlakuan Peraturan
Menteri ESDM Nomor 252013 sejak Agustus 2013 di mana memberikan dampak yang signifikan terhadap konsumsi biodiesel dalam negeri. Kementerian ESDM
mengungkapkan bahwa konsumsi biodiesel dalam negeri meningkat hingga 101. Pada Agustus 2013 lalu, konsumsi nabati fatty acid methyl ester FAME yang
dicampurkan ke dalam solar sehingga menjadi biodiesel, masih 57.871 kiloliter sedangkan pada bulan Oktober 2013, konsumsi telah mencapai 116.261 kiloliter.
Mulai September 2013, perusahaan di sekitar sektor transportasi, industri, komersial, dan pembangkit listrik diwajibkan memakai FAME minimal 10 dalam campuran
solar. Hal ini sesuai yang tercantum dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 252013 tentang Penyediaan, Pemanfaatan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati Biofuel
sebagai Bahan Bakar Lain. Biodiesel yang digunakan dalam campuran solar juga diwajibkan merupakan produk lokal, bukan produk impor.
Dengan adanya kebijakan pemerintah yang ditetapkan oleh peraturan menteri ESDM, penetapan harga jual biodiesel sendiri bisa fleksibel mengikuti harga bahan
baku serta biaya produksi saat ini yang ditutupi dengan subsidi, sehingga produksi biodiesel menggunakan bahan baku lemak ayam dapat menguntungkan dan
berpotensi menjadi industri yang berkembang dan menjadikan Indonesia sebagai produsen terbesar biodiesel dan pelaku ekspor biodiesel di dunia.
Universitas Sumatera Utara
19
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 BAHAN PERCOBAAN 3.1.1 Bahan Utama dan Fungsi