HUBUNGAN OBESITAS DENGAN PREDIABETES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013

(1)

(2)

ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN OBESITY AND PREDIABETES AMONG THE STUDENT OF LAMPUNG UNIVERSITY 2013

By

RANTI APRILIANI PUTRI

Obesity is a condition in which the person has an excessive amount of body fat. The prevalence of teenager obesity also increases in the last decade. The aim of this research is to find out the correlation between obesity and prediabetes among the students of Lampung University 2013. The research design is descriptive-analitic with cross sectional. The research was done from October until November 2013. The number of this research sample are 108 persons who were taken using consecutive sampling technique then matching with inclusion and exclusion criterion. The result of the research showed that the average of fasting blood glucose level and oral glucose tolerance among students of Lampung University respectively are 86 mg/dl and 113 mg/dl. Percentage of prediabetes among the students of Lampung University 2013 are 17,4%. According to Chi-square test, it can be concluded there was no significant correlation between the obesity and prediabetes among students of Lampung university 2013. In addition, from Chi-square test the result showed that there was a significant difference between gender and prediabetes among students Lampung University 2013. The conclusion of this research is there was no significant correlation between obesity and prediabetes among students of Lampung University 2013 with p=0,800. Key words: GDP, obesity, prediabetes, TTGO, students.


(3)

ABSTRAK

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN PREDIABETES PADA MAHASISWA UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013

Oleh

RANTI APRILIANI PUTRI

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisir pada bagian tertentu. Pada dekade akhir terdapat peningkatan prevalensi remaja dengan obesitas. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Desain penelitian menggunakan metode deskriptif-analitik dengan pendekatan cross sectional. Waktu penelitian dilakukan dari bulan Oktober sampai November 2013. Sampel penelitian berjumlah 108 orang dengan teknik consecutive sampling kemudian disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil penelitian ini adalah rerata kadar Gula Darah Puasa (GDP) dan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) pada mahasiswa obesitas sebesar 86 mg/dl dan 113 mg/dl sedangkan persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung sebesar 17,4%. Berdasarkan uji Chi-square didapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Hasil uji Chi-square adalah terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan Prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013. Simpulan pada penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 dengan p=0,800. Kata kunci: GDP, mahasiswa, obesitas, prediabetes, TTGO.


(4)

(5)

(6)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 4

D. Hipotesis ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Obesitas ... 6

1. Epidemiologi ... 8

2. Pengukuran Antropometri dengan IMT ... 10

a. Indeks Massa Tubuh ( IMT ) ... 11

b. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 11

B. Diabetes Melittus ( DM ) ... 13

1. Klasifikasi ... 13

2. Faktor Resiko ... 15

3. Patofisiologi ... 16

4. Gejala Klinis ... 19


(7)

ii

6. Metode Pengukuran Glukosa ... 23

C. Kerangka Pemikiran ... 27

1. Kerangka Teori ... 27

2. Kerangka Konsep ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 29

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 29

D. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

E. Definisi Oprasional ... 31

F. Alat dan Cara Penelitian ... 32

G. Alur Penelitian ... 35

H. Pengolahan dan Analisis Data ... 36

I. Etical Clearence ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil ... 41

1. Gambaran umum tempat penelitian ... 41

2. Karakteristik responden ... 42

3. Analisis Univariat ... 42

a. Rerata Usia, IMT, GDP dan TTGO ... 42

b. Persentase Prediabetes pada Mahasiswa UNILA ... 43

4. Analisis Bivariat ... 44

a. Perbedaan rerata kadar GDP berdasarkan Status Gizi ... 44

b. Perbedaan rerata kadar TTGO berdasarkan Status Gizi ... 44

c. Hubungan antara Obesitas dengan GDP ... 45

d. Hubungan antara Obesitas dengan TTGO ... 45

e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Prediabetes ... 46


(8)

iii

B. Pembahasan ... 47

1. Analisis Univariat ... 48

a. Rerata Usia, IMT, GDP dan TTGO ... 48

b. Persentase Prediabetes pada Mahasiswa UNILA ... 49

2. Analisis Bivariat ... 49

a. Perbedaan rerata kadar GDP berdasarkan Status Gizi ... 49

b. Perbedaan rerata kadar TTGO berdasarkan Status Gizi ... 50

c. Hubungan antara Obesitas dengan GDP ... 50

d. Hubungan antara Obesitas dengan TTGO ... 52

e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kejadian Prediabetes ... 52

f. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kejadian Prediabetes ... 54

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 57


(9)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus IMT ... 11

2. Prinsip reaksi metode heksokinase ... 26

3. Kerangka teori ... 27

4. Hubungan antar variabel ... 28

5. Bagan alur penelitian ... 35

6. Persentase kejadian prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 ... 43


(10)

iv DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Kategori Indeks Massa Tubuh ... 12

2. Interpretasi GDP dan TTGO ... 22

3. Definisi Oprasional ... 32

4. Kekuatan koefisien korelasi ... 38

5. Rerata usia, IMT, GDP dan TTGO ... 42

6. Persentase prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013 ... 43

7. Analisis perbedaan kadar GDP berdasarkan status gizi ... 44

8. Analisis perbedaan kadar TTGO berdasarkan status gizi ... 44

9. Analisis hubungan antara obesitas dan GDP ... 45

10.Analisis hubungan antara obesitas dan TTGO ... 45

11.Analisis hubungan antara status gizi dengan kejadian prediabetes ... 46

12.Analisis hubungan antara jenis kelamin Dengan kejadian prediabetes ... 47


(11)

vi DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Surat peminjaman alat dan penelitian ... 61

2. Informed consent ... 62

3. Formulir identifikasi ... 63

4. Pertanyaan penelitian ... 64

5. Foto – foto kegiatan ... 67

6. Hasil analisis statistik ( Univariat ) ... 71

7. Hasil analisis statistik ( Bivariat ) ... 74

8. Data penelitian ... 78


(12)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita (Ganong W.F, 2005). Penyebabnya adalah peningkatan konsumsi makanan padat energi yang banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan kurangnya aktivitas fisik (WHO,2003). Terdapat berbagai metode pengukuran antropometri tubuh yang dapat digunakan sebagai skrining obesitas yaitu antara lain pengukuran indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang, lingkar panggul, lingkar leher, serta perbandingan lingkar pinggang dan lingkar panggul (Bell et al., 2001).

Masa remaja merupakan salah satu periode tumbuh kembang yang penting dan menentukan pada periode perkembangan berikutnya, sehingga pada masa remaja rentan mengalami obesitas dan berlanjut pada masa dewasa. Hal ini telah dibuktikan dengan peningkatan insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu lima tahun meningkat, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1%. Prevalensi remaja obesitas ternyata juga meningkat pada dekade terakhir (Sargowo D dkk., 2011).


(13)

2  

Peningkatan prevalensi obesitas bersamaan dengan prevalensi diabetes melitus tipe 2 (DMT2) dan diperikirakan akan terus berlanjut ( Soegondo S, 2005). Menurut prediksi terjadi peningkatan jumlah diabetisi di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta diabetisi pada tahun 2030. Hal ini akan menjadikan Indonesia menduduki rangking ke 4 (empat) dunia setelah Amerika Serikat, China, dan India (Wild et al., 2004). Sekitar 80% - 90% individu dengan diabetes melitus tipe 2 (DMT2) mengalami obesitas, dan obesitas dapat secara langsung menyebabkan berbagai derajat resistensi insulin (Rolefes et al., 2006).

Penyakit diabetes melitus merupakan termin akhir setelah sesorang mengalami resistensi insulin yang cukup lama dalam bentuk Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan/atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) yang disebut keadaan prediabetes. Berdasarkan perjalanan alamiah dari penyakit, sekitar 25% prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun, 25% akan menjadi normal, dan 50% tetap pada keadaan prediabetes dalam kurun waktu dua sampai lima tahun (Yunir et al., 2009). Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa pemeriksaan gula darah puasa (GDP) dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) adalah strategi yang efektif sebagai upaya screening dalam pencegahan prediabetes yang berujung pada diabetes melitus tipe 2 di kemudian hari (Zhang et al., 2003).


(14)

3  

Keadaan inilah yang menjadi dasar bagi peneliti untuk melakukan suatu penelitian mengenai hubungan obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.

B. Rumusan Masalah

Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita. Prevalensi remaja obesitas ternyata juga meningkat pada dekade terakhir. Hal ini telah dibuktikan dengan peningkatan insiden obesitas pada periode transisi antara remaja dan dewasa muda dalam kurun waktu lima tahun meningkat, yaitu dari 10,9% menjadi 22,1%. Obesitas secara langsung dapat menyebabkan berbagai derajat resistensi insulin. Penyakit diabetes melitus merupakan termin akhir setelah sesorang mengalami resistensi insulin yang cukup lama dalam bentuk Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) dan/atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT) yang disebut keadaan prediabetes. Berdasarkan perjalanan alamiah dari penyakit, sekitar 25% prediabetes akan berkembang menjadi diabetes melitus tipe 2 dalam kurun waktu 10 tahun, 25% akan menjadi normal, dan 50% tetap pada keadaan prediabetes dalam kurun waktu dua sampai lima tahun. Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka didapatkan rumusan masalah :

• Berapa persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013?

• Bagaimana hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013?


(15)

4  

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013.

2. Mengetahui hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

a. Bagi peneliti/penulis, menambah ilmu pengetahuan serta dapat menerapkan ilmu yang telah didapat selama perkuliahan.

b. Bagi institusi/masyarakat

• Dapat menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

• Dapat memberikan informasi mengenai salah satu dampak obesitas sehingga diharapkan dapat melakukan pencegahan secara mandiri.

c. Penelitian ini juga diharapkan dapat berguna sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(16)

5  

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran diatas maka dapat diturunkan suatu hipotesis bahwa :

Ho : Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.

Ha : Terdapat hubungan antara obesitas dengan prediabetes pada mahasiswa Universitas Lampung tahun 2013.


(17)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Obesitas

Kelebihan berat badan adalah suatu kondisi dimana perbandingan berat badan dan tinggi badan melebihi standar yang ditentukan. Sedangkan obesitas adalah kondisi kelebihan lemak, baik di seluruh tubuh atau terlokalisasi pada bagian bagian tertentu. Obesitas merupakan peningkatan total lemak tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan berat badan >20% pada pria dan >25% pada wanita karena lemak (Ganong W.F, 2003). Obesitas sebagai salah satu faktor risiko dari resistens insulin, merupakan penyakit multifaktorial yang terjadi akibat penimbunan lemak yang berlebihan di dalam tubuh, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas disebabkan oleh peningkatan konsumsi makanan padat energi yang banyak mengandung lemak, karbohidrat, dan kurangnya aktivitas fisik. Keadaan ini dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, modernisasi dan mudahnya mendapatkan makanan serta banyaknya jumlah makanan yang tersedia akibat globalisasi pada pasar makanan dunia (WHO, 2003).

Obesitas memiliki kecenderungan lebih besar untuk menjadi gemuk di kemudian hari dibandingkan dengan mereka yang memiliki berat badan normal. Faktor-faktor penyebab obesitas masih terus diteliti. Baik faktor


(18)

 

   

7

lingkungan maupun genetik berperan dalam terjadinya obesitas. Faktor lingkungan antara lain pengaruh psikologi dan budaya. Dahulu status sosial dan ekonomi juga dikaitkan dengan obesitas. Individu yang berasal dari keluarga sosial ekonomi rendah biasanya mengalami malnutrisi. Sebaliknya, individu dari keluarga dengan status sosial ekonomi lebih tinggi biasanya menderita obesitas. Kini diketahui bahwa sejak tiga dekade terakhir, hubungan antara status sosial ekonomi dengan obesitas melemah karena prevalensi obesitas meningkat secara dramatis pada setiap kelompok status sosial ekonomi (Zhang, 2004).

Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor genetik menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta distribusi regional lemak tubuh. Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower body obesity) (Boivin, 2007).

Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal (abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas


(19)

 

   

8

lebih banyak didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai “android obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes, hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah. Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan erat dengan gangguan menstruasi pada wanita (Boivin, 2007).

1. Epidemiologi

Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Saat ini prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang semakin meningkat, diperkirakan jumlah obesitas di seluruh dunia dengan Indeks Masa Tubuh > 30 kg/m2 melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 % dari populasi orang dewasa di dunia. Banyak negara mengalami peningkatan laju obesitas selama 10-20 tahun terakhir ini. Menurut WHO peningkatan jumlah obesitas berat akan dua kali lipat dibandingkan dengan orang dengan berat badan kurang dari tahun 1995 sampai 2025 nanti, dan prevalensinya akan meningkat mencapai 50 % pada tahun 2025. Prediksi WHO pada tahun 2005 kurang lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang obesitas, dan di tahun 2015 diperkirakan meningkat menjadi 700 juta orang obesitas. Bahkan untuk negara maju seperti Amerika Serikat diperkiraan obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris 30-40% (Kemenkes RI, 2010).


(20)

 

   

9

Survei nasional pada tahun 1996/1997 di seluruh ibukota provinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa ( > 18 tahun) 6,8% mengalami obesitas dengan IMT sebesar 27-30 kg/m2, sedangkan penduduk wanita dewasa ( > 18 tahun) sebesar 13,5%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi nasional obesitas umum adalah 10,3%, dan obesitas sentral sebesar 18,8% ( Riskerdas, 2007).

Obesitas saat ini merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah kesehatan yang harus segera ditangani. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola makan dan kurangnya aktivitas fisik. Di Amerika terjadi perubahan pola makan ke arah makanan tinggi kalori, tinggi lemak saturated, gula dan garam. Pola makan ini, ditambah dengan fakta bahwa 30-60% populasi kurang melakukan aktivitas fisik memberikan kontribusi yang besar pada peningkatan insiden obesitas (Inoue et al., 2000 ; Wild et al., 2004).

Obesitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti penampilan kurang menarik dan kurang rasa percaya diri. Keadaan epidemik obesitas merupakan penyebab di balik meningkatnya insiden diabetes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lew dan Garfinkel 1979, obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata populasi mempunyai risiko kematian 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan berat badan rata-rata baik pada pria maupun wanita. Kenaikan mortalitas di antara penderita obes merupakan akibat dari penyakit- penyakit yang mengancam kehidupan seperti


(21)

 

   

10

DM tipe 2 (Inoue et al., 2000).Pada tahun 2000, WHO menyatakan bahwa dari statistik kematian di dunia, 57 juta jiwa kematian terjadi setiap tahunnya disebabkan oleh penyakit tidak menular dan diperkirakan bahwa sekitar 3,2 juta jiwa per tahun penduduk dunia meninggal akibat diabetes melitus. Menurut hasil Riskesdas 2007, di ketahui bahwa proporsi kematian akibat penyakit diabetes melitus sebesar 5,7%. Proporsi kematian pada umur 45-54 tahun pada perempuan yang tertinggi adalah diabetes melitus sebesar 16,3%, sedangkan pada laki-laki sebesar 6% setelah stroke, penyakit jantung iskemik dan hipertensi. Saat ini morbiditas dan mortalitas penyakit ini menjadi isu utama di kesehatan masyarakat. Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit yang mahal, biaya pertahun yang dikeluarkan sehubungan dengan penyakit diabetes melitus di Amerika Serikat sebesar $ 174 milyard. Pengeluaran langsung untuk diabetes, komplikasi dan biaya perawatan medis sebesar $ 116 milyard dan pengeluaran tidak langsung dari kesakitan, disability dan premature mortality sebesar $ 58 milyard (Garber et al., 2008). Obesitas meningkat di setiap negara, pada setiap jenis kelamin, dan pada semua kelompok usia, ras, dan tingkat pendidikan (Adam, 2006).

2. Pengukuran antropometri dengan IMT untuk menentukan obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan saat ini antara lain pengukuran IMT (Indeks Massa Tubuh), lingkar pinggang, serta perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening obesitas.


(22)

 

   

11

Berikut ini penjelasan metode pengukuran antropometri tubuh berdasarkan IMT :

a) Indeks Massa Tubuh (IMT)

Salah satu penentuan obesitas adalah dengan menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT adalah nilai yang diambil dari perhitungan antara berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) seseorang. IMT dipercayai dapat menjadi indikator atau mengambarkan kadar adiposit dalam tubuh seseorang. IMT tidak mengukur lemak tubuh secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater

weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM

et al., 2002).

IMT merupakan altenatif untuk tindakan pengukuran lemak tubuh karena murah serta metode skrining kategori berat badan yang mudah dilakukan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:

Gambar 1. Rumus IMT Berat badan (Kg)

IMT = --- [Tinggi badan (m)]2


(23)

 

   

12

b) Kategori Indeks Massa Tubuh

Untuk orang dewasa yang berusia 20 tahun keatas, IMT diinterpretasi menggunakan kategori status berat badan standard yang sama untuk semua umur bagi pria dan wanita. Untuk anak-anak dan remaja, intrepretasi IMT adalah spesifik mengikut usia dan jenis kelamin. Secara umum, IMT 25 ke atas membawa arti pada obesitas, IMT di bawah 18,5 sebagai sangat kurus atau underweight, IMT melebihi 23 sebagai berat badan lebih atau overweight, dan IMT melebihi 25 sebagai obesitas. IMT yang ideal bagi orang dewasa adalah diantara 18,5 sehingga 22,9. Obesitas dikategorikan pada tiga tingkat: tingkat I (25-29,9), tingkat II (30-40), dan tingkat III (>40) (CDC, 2009).

Untuk kepentingan Indonesia, batas ambang dimodifikasi lagi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang. Pada akhirnya diambil kesimpulan, batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Kategori Indeks Massa Tubuh

IMT KATEGORI

<18,5 Berat badan kurang 18,5-22,9 Berat badan normal 23,0 Kelebihan berat badan 23,0-24,9 Beresiko menjadi obesitas 25,0-29,9 Obesitas I

>30 Obesitas II ( Sumber : Centre for Obesity Research and Education, 2007 )


(24)

 

   

13

B. Diabetes Melitus (DM)

Penyakit diabetes melitus merupakan satu penyakit kronik yang berlaku bila pankreas tidak menghasilkan insulin yang cukup atau tubuh tidak dapat memanfaatkan insulin yang diproduksikan secara efektif, dan ini mengakibatkan konsentrasi glukosa dalam darah kita meningkat (WHO, 2006).

1. Klasifikasi a) Prediabetes

Prediabetes adalah suatu kondisi dimana kadar gula darah terlalu tinggi untuk dianggap normal, tetapi tidak cukup tinggi untuk dilabelkan sebagai diabetes. Orang- orang dikatakan sebagai prediabetes jika kadar gula darah puasa mereka adalah antara 101 mg / dL dan 126 mg / dL atau jika tingkat gula darah mereka 2 jam setelah tes toleransi glukosa adalah antara 140 mg / dL dan 200 mg / dL. Mengidentifikasi orang yang prediabetes adalah sangat penting karena mereka mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk menderita penyakit siabetes melitus pada masa depan. Penurunan berat badan dari 5 sampai 10% melalui diet dan latihan dapat mengurangkan risiko terkena diabetes pada masa depan dengan signifikan (Merck, 2008).

b) Diabetes melitus Tipe 1

Pada diabetes tipe 1 (sebelumnya disebut sebagai diabetes insulin dependent atau diabetes onset remaja), lebih dari 90% dari sel pankreas yang memproduksi insulin mengalami kerusakan secara permanen. Oleh karena itu, insulin yang diproduksi adalah sedikit atau langsung tidak dapat


(25)

 

   

14

diproduksikan. Namun, hanya sekitar 10% dari semua penderita diabetes melitus menderita diabetes tipe 1. Kebanyakan diabetes tipe 1 mengembangkan sign dan simptom sebelum usia 30. Para ilmuwan percaya bahwa faktor lingkungan seperti infeksi virus atau faktor gizi pada masa kanak-kanak atau awal dewasa dapat menyebabkan sistem kekebalan menghancurkan sel penghasil insulin di pankreas. Faktor genetik dapat membuat sebagian orang lebih rentan terhadap ancaman faktor lingkungan (Merck, 2008).

c) Diabetes melitus Tipe 2

Pada diabetes melitus tipe 2 (sebelumnya disebut sebagai diabetes non insulin dependent atau diabetes onset dewasa), pankreas adalah normal dan dapat terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-kadang pada tingkat lebih tinggi dari normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten terhadap efek insulin, sehingga tidak ada insulin yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Diabetes tipe 2 jarang sekali wujud pada anak-anak dan remaja tetapi menjadi lebih umum pada kebelakangan ini. Namun, diabetes tipe 2 biasanya bermula pada pasien yang umurnya lebih dari 30 dan menjadi semakin lebih umum dengan peningkatan usia. Sekitar 15% dari orang yang lebih tua dari 70 tahun menderita diabetes tipe 2. Ras dan etnis menjadi salah satu faktor resiko diabetes tipe 2. Peningkatan risiko menderita diabetes tipe 2 setinggi 2 kali lipat terjadi pada penduduk asli Amerika dan Hispanik yang tinggal di Amerika Serikat. Riwayat keluarga juga memainkan peranan yang penting dalam peningkatan risiko menderita


(26)

 

   

15

diabetes tipe 2. Obesitas adalah faktor risiko utama untuk diabetes tipe 2, setinggi 80% sampai 90% dari penderita diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Obesitas dapat menyebabkan resistensi insulin, makanya, orang obesitas memerlukan insulin yang berjumlah sangat besar untuk mengawali kadar gula darah yang normal. Gangguan tertentu dan obat-obatan dapat mempengaruhi cara tubuh menggunakan insulin dan dapat menyebabkan diabetes tipe 2 secara tidak langsung. Kortikosteroid berdosis tinggi (pada penyakit Cushing atau pengambilan obat kortikosteroid) dan kehamilan (diabetes gestasi) adalah penyebab yang paling umum mengganggu fungsi dan efektivitas insulin. Diabetes juga dapat terjadi pada pasien dengan kelainan hormon seperti kelebihan hormon pertumbuhan (Akromegali) atau pada orang yang dengan tumor mensekresi hormon tertentu. Pankreatitis berat atau berulang serta gangguan lain yang dapat merusak pankreas dapat menyebabkan diabetes (Merck, 2008).

2. Faktor Resiko

Menurut Wijayakusuma (2004), penyakit Diabetes melitus dapat disebabkan oleh beberapa hal :

a. Pola Makan

Pola makan secara berlebihan dan melebihi jumlah kadar kalori yang dibutuhkan oleh tubuh dapat memacu timbulnya Diabetes melitus. Hal ini disebabkan jumlah atau kadar insulin oleh sel β pankreas mempunyai kapasitas maksimum untuk disekresikan.


(27)

 

   

16

b. Obesitas

Orang obesitas dengan berat badan melebihi 90 kg mempunyai kecenderungan yang lebih besar untuk terserang diabetes melitus dibandingkan dengan orang yang non obesitas.

c. Faktor genetik

Seorang anak dapat diwarisi gen penyebab diabetes melitus orang tua. Biasanya, seseorang yang menderita diabetes melitus mempunyai anggota keluarga yang juga memiliki riwayat penyakit yang sama.

d. Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

Bahan kimiawi tertentu dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang pankreas. Peradangan pada pankreas dapat menyebabkan pankreas tidak berfungsi secara optimal dalam mensekresikan hormon yang diperlukan untuk metabolisme dalam tubuh, contohnya adalah hormon insulin.

e. Penyakit dan infeksi pada pankreas

Mikroorganisme seperti bakteri dan virus dapat menginfeksi pankreas sehingga menimbulkan radang pankreas. Hal itu menyebabkan sel β pada pankreas tidak bekerja secara optimal dalam mensekresi insulin.

3. Patofisiologi

a. Diabetes Melitus tipe 1

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun kronis yang berhubungan dengan kerusakan sel-sel Beta pada pankreas secara selektif. Onset penyakit secara klinis menandakan bahwa kerusakan


(28)

sel- 

   

17

sel beta telah mencapai status terakhir. Beberapa fitur mencirikan bahwa diabetes tipe merupakan penyakit autoimun. Ini termasuk: kehadiran sel-immuno kompeten dan sel aksesori di pulau pankreas yang diinfiltrasi, asosiasi dari kerentanan terhadap penyakit dengan kelas II (respon imun) gen mayor histo kompatibilitas kompleks (MHC; leukosit manusia antigen HLA); kehadiran autoantibodies yang spesifik terhadap sel Islet of Lengerhans; perubahan pada immunoregulasi sel-mediated T, khususnya di CD4 + Kompartemen; keterlibatan monokines dan sel Th1 yang memproduksi interleukin dalam proses penyakit, respons terhadap immunotherapy, dan sering terjadi reaksi autoimun pada organ lain yang pada penderita diabetes tipe 1 atau anggota keluarga mereka. Mekanisme yang menyebabkan sistem kekebalan tubuh untuk berespon terhadap sel-sel beta sedang dikaji secara intensif ( Al Homsi and Lukic, 1993).

b. Diabetes Melitus tipe 2

Diabetes mellitus tipe 2 memiliki hubungan genetik lebih besar dari tipe 1 diabetes mellitus. Satu studi populasi kembar yang berbasis di Finlandia telah menunjukkan rate konkordansi pada kembar yang setinggi 40%. Efek lingkungan dapat menjadi faktor yang menyebabkan tingkat konkordansi diabetes tibe 2 lebih tinggi dari pada tipe 1 diabetes melitus. Studi genetika molekular pada diabetes tipe 2, menunjukkan bahwa mutasi pada gen insulin mengakibatkan sintesis dan sekresi insulin yang abnormal, keadaan ini disebut sebagai insulinopati. Sebagian besar pasien dengan insulinopati menderita hiperinsulinemia,


(29)

 

   

18

dan bereaksi normal terhadap administrasi insulin eksogen. Gen reseptor insulin terletak pada kromosom yang mengkodekan protein yang memiliki alfa dan subunit beta, termasuk domain transmembran dan domain tirosin kinase. Mutasi mempengaruhi gen reseptor insulin telah diidentifikasi dan asosiasi mutasi dengan diabetes tipe 2 dan resistensi insulin tipe A telah dipastikan. Insulin resistensi tidak cukup untuk menyebabkan overt glucose intolerance, tetapi dapat memainkan peranan yang signifikan dalam kasus obesitas di mana terdapat penurunan fungsi insulin. Insulin resistensi mungkin merupakan event sekunder pada diabetes tipe 2, karena juga ditemukan pada individual obese non-diabetik. Namun, gangguan dalam sekresi insulin barulah faktor primer dalam diabetes tipe 2. Banyak faktor berkontribusi kepada ketidakpekaan insulin, termasuk obesitas dan durasi obesitas, umur, kurangnya latihan, peningkatan pengambilan lemak dan kurangnya serat dan faktor genetik. Obesitas dapat disebabkan oleh faktor genetika bahkan faktor lingkungan, namun, ini memiliki efek yang kuat pada pengembangan diabetes tipe 2, diabetes melitus seperti yang ditemukan di negara-negara barat dan beberapa etnis seperti Pima Indian. Perjalanan obesitas sehingga menjadi diabetes tipe 2 adalah seperti berikut: augmentasi dari massa jaringan adiposa, yang menyebabkan peningkatan oksidasi lipid; insulin resistensi pada awal obesitas, dinampakkan dari klem euglycemic, sebagai resisten terhadap penyimpanan glukosa insulinmediated dan oksidasi. Seterusnya memblokir fungsi siklus glikogen; meskipun sekresi insulin dipertahankan, namun, glikogen yang tidak terpakai mencegah


(30)

 

   

19

penyimpanan glukosa yang lebih lanjut dan mengarah ke diabetes tipe 2; kelelahan sel beta yang menghasilkan insulin secara komplit. Dari proses ini, dapat dinyatakan bahwa obesitas lebih dari sekedar faktor risiko saja, namun dapat memiliki efek kausal dalam pengembangan diabetes tipe 2 (Al Homsi and Lukic, 1993).

4. Gejala klinis

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak dirasakan dari tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :

a. Poliuria ( Peningkatan pengeluaran urin) b. Polidipsia ( Peningkatan rasa haus)

Akibat volume urin yang sangat besar dan keluarnya air menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat peka). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH (antidiuretik hormone) dan menimbulkan rasa haus.

c. Rasa lelah dan kelemahan otot

Akibat gangguan aliran darah pada pasien diabetes lama, katabolisme protein di otot dan ketidakmampuan sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi.


(31)

 

   

20

e. Peningkatan angka infeksi

Akibat penurunan protein sebagai bahan pembentukan antibodi, peningkatan konsentrasi glukosa disekresi mukus, gangguan fungsi imun, dan penurunan aliran darah pada penderita diabetes kronik.

f. Kelainan kulit : gatal – gatal

Kelaianan kulit berupa gatal – gatal. Lipatan kulit seperti di ketiak dan dibawah payudara. Biasanya akibat tumbuhnya jamur.

g. Kelainan ginekologis

Keputihan dengan penyebab tersering yaitu jamur terutama candida. h. Kesemutan rasa baal akibat terjadinya neuropati.

Pada penderita diabetes melitus regenerasi sel persarafan mengalami gangguan akibat kekurangan bahan dasar utama yang berasal dari unsur protein. Akibatnya banyak sel persarafan terutama perfifer mengalami kerusakan.

i. Kelemahan tubuh

Kelemahan tubuh terjadi akibat penurunan produksi energi metabolik yang dilakukan oleh sel melalui proses glikolisis tidak dapat berlangsung secara optimal.

j. Luka/ bisul yang tidak sembuh-sembuh

Proses penyembuhan luka membutuhkan bahan dasar utama dari protein dan unsur makanan yang lain. Pada penderita diabetes melitus bahan protein banyak diformulasikan untuk kebutuhan energi sel sehingga bahan yang dipergunakan untuk penggantian jaringan yang rusak mengalami gangguan. Selain itu luka yang sulit sembuh juga dapat


(32)

 

   

21

diakibatkan oleh pertumbuhan mikroorganisme yang cepat pada penderita diabetes melitus.

k. Pada laki-laki terkadang mengeluh impotensi

Penderita diabetes melitus mengalami penurunan produksi hormon seksual akibat kerusakan testosteron dan sistem yang berperan.

l. Mata kabur

Disebabkan oleh katarak/ gangguan refraksi akibat perubahan pada lensa oleh hiperglikemia, mungkin juga disebabkan kelainan pada korpus vitreum.

5.Diagnosis

a) Gula Darah Puasa ( GDP )

Test ini digunakan untuk mengukur glukosa darah pada orang yang tidak makan apa-apa untuk minimal 8 jam. Tes ini digunakan untuk mendeteksi diabetes dan prediabetes. Tes GDP adalah ujian yang lebih disukai untuk mendiagnosis diabetes karena nyaman dan biayaan yang rendah. Tes GDP adalah yang paling dapat dipercayai bila dilakukan di pagi hari. Orang dengan tingkat glukosa puasa setinggi 100 sampai 125 miligram per desiliter (mg / dL) menderita sejenis prediabetes yang disebut sebagai gula darah puasa terganggu (GDPT). Memiliki GDPT berarti seseorang memiliki peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat sekitar 126 mg / dL atau lebih, dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang menderita diabetes ( ADA, 2010)


(33)

 

   

22

b) Tes Toleransi Glukosa Oral ( TTGO )

Digunakan untuk mengukur glukosa darah setelah seseorang puasa minimal 8 jam dan 2 jam setelah seseorang diberi minuman yang mengandungi glukosa. Tes ini dapat digunakan untuk mendiagnosa diabetes ataupun prediabetes. Penelitian telah menunjukkan bahwa TTGO lebih sensitif dibandingkan dengan pengujian GDP untuk mendiagnosa prediabetes, tapi kurang nyaman untuk pasien. TTGO memerlukan puasa minimal 8 jam sebelum ujian. Tingkat glukosa plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang mengandung 75 gram glukosa yang dilarutkan dalam air. Jika kadar glukosa darah adalah antara 140 dan 199 mg / dL 2 jam setelah minum glukosa (TGT), berarti seseorang memiliki peningkatan risiko diabetes tipe 2. Tingkat glukosa 2 jam 200 mg / dL atau lebih, dikonfirmasi dengan mengulang uji pada hari lain, berarti seseorang telah menderita diabetes ( ADA, 2010)

Tabel 2. Interpretasi GDP dan TTGO

Kriteria mg/dL mmol/L

GDPT 100 - 125 5,6 – 6,9

TGT 140 - 199 7,8 – 11,0

Diabetes Melitus GDP ≥ 126 TTGO ≥ 200

GDP : 7,0 TTGO : 11,1 ( Sumber : American Diabetes Association, 2010 )


(34)

 

   

23

6. Metode Pengukuran Glukosa ( GDP dan TTGO ) a. Metode kimia

Sebagian besar pengukuran dengan metode kimia yang didasarkan atas kemampuan reduksi sudah jarang dipakai karena spesifitas pemeriksaan kurang tinggi. Prinsip pemeriksaan, yaitu proses kondensasi glukosa dengan akromatik amin dan asam asetat glasial pada suasana panas, sehingga terbentuk senyawa berwarna hijau kemudian diukur secara fotometri. Beberapa kelemahan atau kekurangan dari metode kimia adalah memerlukan langkah pemeriksaan yang panjang dengan pemanasan, sehingga memungkinkan terjadinya kesalahan besar bila dibandingkan dengan metode enzimatik. Selain itu, reagen-reagen pada metode kimiawi ini bersifat korosif pada alat laboratorium. Dan gula selain glukosa dapat terukur kadarnya sehingga menyebabkan hasil tinggi palsu. Pada penderita gagal ginjal, kadar ureum tinggi akan terjadi hasil pengukuran kadar glukosa yang lebih tinggi. Demikian juga pada bayi yang baru lahir, akan tetapi penyebabnya kadar bilirubin yang tinggi. Peningkatan kadar glukosa pada bayi yang baru lahir karena terbentuk biliverdin yang berwarna hijau dan pada metode kimiawi ini hasil reaksi antara glukosa dan reagen adalah warna hijau (Departemen Kesehatan RI, 2005).


(35)

 

   

24

b. Cara Strip

Merupakan alat pemeriksaan laboratorium sederhana yang dirancang hanya untuk penggunaan sampel darah kapiler, bukan untuk sampel serum atau plasma. Strip katalisator spesifik untuk pengukuran glukosa dalam darah kapiler (Suryaatmadja, 2003). Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah strip test diletakkan pada alat, ketika darah diteteskan pada zona reaksi tes strip, katalisator glukosa akan mereduksi glukosa dalam darah. Intensitas dari elektron yang terbentuk dalam alat strip setara dengan konsentrasi glukosa dalam darah.

Cara strip memiliki kelebihan hasil pemeriksaan dapat segera diketahui, hanya butuh sampel sedikit, tidak membutuhkan reagen khusus, praktis, dan mudah dipergunakan, serta dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa butuh keahlian khusus.

Kekurangannya adalah akurasinya belum diketahui, dan memiliki keterbatasan yang dipengaruhi oleh kadar hematokrit, interfensi zat lain (Vitamin C, lipid, dan hemoglobin), suhu, volume sampel yang kurang, dan strip bukan untuk menegakkan diagnosa klinis melainkan hanya untuk pemantauan kadar glukosa (Suryaatmadja, 2003).

c. Metode enzimatik

Metode enzimatik pada pemeriksaan glukosa darah memberikan hasil dengan spesifitas yang tinggi, karena hanya glukosa yang akan terukur. Cara ini adalah cara yang digunakan untuk menentukan nilai batas. Ada 2 macam metode enzimatik yang digunakan yaitu glucose oxidase dan


(36)

 

   

25

metode hexokinase (Departemen Kesehatan RI, 2005). 1) Metode glucose oxidase

Metode glucose oxidase merupakan metode yang paling banyak digunakan di laboratorium yang ada di Indonesia. Sekitar 85% dari peserta Program Nasional Pemantapan Mutu Eksternal bidang Kimia Klinik (PNPME-K) memeriksa glukosa serum kontrol dengan metode ini (Departemen Kesehatan RI, 2005).

Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah enzim glucose oxidase mengkatalisis reaksi oksidasi glukosa menjadi asam glukonat dan hidrogen peroksida. Hidrogen peroksida yang terbentuk bereaksi dengan

phenol dan 4-amino phenazone dengan bantuan enzim peroksidase

menghasilkan quinoneimine yang berwarna merah muda dan dapat diukur dengan fotometer pada panjang gelombang 546 nm. Intensitas warna yang terbentuk setara dengan kadar glukosa darah yang terdapat dalam sampel (Riyani, 2009).

Digunakannya enzim glucose oxidase pada reaksi pertama menyebabkan sifat reaksi pertama spesifik untuk glukosa (Departemen Kesehatan RI, 2005).

2) Metode hexokinase

Metode hexokinase merupakan metode pengukuran kadar glukosa darah yang dianjurkan oleh WHO dan IFCC. Pada metode ini digunakan dua macam enzim yang baik karena kedua enzim ini spesifik (Departemen Kesehatan RI, 2005). Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang


(37)

 

   

26

digunakan spesifik untuk glukosa. Metode ini menghitung kadar glukosa melalui dua reaksi yakni :

Gambar 2. Prinsip reaksi metode heksokinase (Sumber : Roche, 2004)

Prinsip pemeriksaan pada metode ini adalah hexokinase (HK) mengkatalisis fosforilasi glukosa oleh ATP untuk membentuk glukosa-6-fosfat dan ADP. Untuk mengikuti reaksi, selanjutnya enzim kedua, glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PDH) digunakan untuk mengkatalisis oksidasi glukosa-6-fosfat oleh NAD + untuk membentuk NADH. Konsentrasi NADH yang terbentuk berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa. Hal ini ditentukan dengan mengukur kenaikan absorbansi pada 340 nm (Roche, 2004).


(38)

 

   

27

C. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Gambar 3. Kerangka Teori (Yoan Hotnida, 2012) Obesitas 

Akumulasi trigliserid dan Asam  lemak dalam otot 

Tnf‐α  Leptin  IL‐6  Resistin  Adiponektin 

Sensitivitas Insulin  Terganggu 

Resistensi Insulin 

Prediabetes 

Diabetes Melitus 

GDP ↑ 


(39)

 

   

28

2. Kerangka Konsep

Gambar 4. Hubungan antar variabel Obesitas

Resistensi  Insulin 

Prediabetes

GDP 


(40)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-analitik dengan desain penelitian Cross Sectional, dimana data antara variabel independen dan dependen akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Dahlan, 2008).

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, dan Laboratorium Patologi Klinik RS Abdul Moelek Bandar Lampung. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober - November 2013

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas subyek atau obyek penelitian yang memiliki kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Dahlan, 2008). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa di Universitas Lampung tahun 2013.


(41)

   

30

Teknik pengumpulan sampel dalam peneltian ini adalah consequtive sampling. Consequtive sampling adalah merupakan teknik pengumpulan sampel dimana sampel yang memenuhi kriteria inklusi.

Kriteria Inklusi:

1. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani inform consent.

2. Tidak memiliki riwayat keluarga diabetes atau sampel di diagnosis diabetes melitus.

Kriteria eksklusi:

1. Mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kadar glukosa darah. 2. Tidak hadir saat penelitian.

Besar sampel dihitung dengan rumus perkiraan proporsi dalam suatu populasi:

n : Za2PQ d2 Keterangan :

n = jumlah sampel yang dibutuhkan Zα = tingkat kemaknaan 1,96

P = perkiraan prevalensi ( jika tidak diketahui maka nilai P : 0,5 ) Q = 1-p

d = ketelitian sekitar ± 10% (d=0,1) Hasil perhitungan :

n : (1,96)2 x 0,5 x (1-0,5) = 96 (0,1)2


(42)

   

31

DO: 10% sehingga n = 96 + (96X0,1) = 106

Sehingga dibutuhkan sampel minimal sebanyak 106 orang.

D. Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan mempengaruhi variabel yang lain (Dahlan, 2008). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah prediabetes. Variabel bebasnya adalah obesitas.

E. Definisi operasional

Untuk memudahkan pelaksanan penelitian ini dan agar penelitian tidak terlalu luas maka dibuat definisi operasional sebagai berikut :


(43)

   

32

Tabel 3. Definisi operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Obesitas Suatu keadaan dimana

terjadi penumpukan lemak pada jaringan tubuh yang di tentukan berdasarkan nilai Indeks Massa Tubuh (CORE, 2007).

Timbangan dan Microtoise

IMT < 25 = Tidak Obesitas IMT > 25 = Ya Obesitas

Ordinal

2 Prediabetes Kondisi dimana kadar

glukosa darah lebih tinggi dari nilai rujukan tetapi tidak memenuhi kriteria Diabetes Melitus ( Handayani, 2012).

Pemeriksaan GDP dan TTGO

GDP < 100 mg/dL dan TTGO < 140 mg/dL = Tidak prediabetes GDP : 100-125 mg/dL dan TTGO : 140-199 mg/dL = Ya prediabetes Ordinal

3 Kadar Glukosa Jumlah kandungan glukosa

dalam plasma darah puasa dan setelah dilakukan tes toleransi glukosa oral. Nilai rujukan jika GDP > 100 mg/dL dan TTGO > 140 mg/dL (ADA, 2010).

Automatic Glukosa Analizer (metode hexokinase) Reagen roche

mg/dL Numerik

F. Alat dan Cara Penelitian 1. Alat Penelitian

Pada penelitian ini digunakan alat – alat sebagai berikut :

a) Mikrotois

b) Timbangan berat badan

c) Kalkulator d) Alat tulis


(44)

   

33

e) Automatic Glukosa Analyzer ( Cobas Integra 400 ) f) Plester

g) Kapas

h) Spuit

i) Tube

j) Alkohol

k) Turniket l) Sentrifus

m) Lembar informed consent

n) Reagen Glukosa Roche

2. Cara penggambilan data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer), yang meliputi :

1. Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian. 2. Pengisian informed consent.

3. Pengukuran IMT.

4. Pengambilan sampel darah Gula Darah Puasa (GDP) yang diambil

sebanyak 3 cc melalui pembuluh darah vena responden.

5. Pemberian beban glukosa 75 gr yg dilarutkan dalam 500 ml air dan diminum dalam waktu 5 menit.

6. Setelah 2 jam dilakukan pengambilan sampel darah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) sebanyak 2 cc melalui pembuluh darah vena responden.


(45)

   

34

7. Proses pengolahan sampel awal, memisahkan serum darah di laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

8. Proses pemeriksaan kadar gula darah dilakukan dengan metode Hexokinase dengan menggunakan alat Automatic Glukosa Analyzer ( Cobas Integra 400 ) dan menggunakan reagen glukosa Roche serta kontrol di tiap pemeriksaan kadar gula darah yang dilakukan di laboratorium Patologi Klinik RSAM.


(46)

   

35

G. Alur Penelitian

Gambar 5. Bagan alur penelitian 1. Tahap 

Persiapan 

Pembuatan Proposal,  Perijinan, Koordinasi 

2. Tahap   pelaksanaan 

Pengisian informed  consent 

Pengukuran IMT 

Pengambilan darah GDP  dan TTGO 

3. Tahap Pengolahan  Data 

Pencatatan  

Analisis dengan SPSS 

Pemisahan plasma dan serum  di lab PK FK UNILA 

Proses pemeriksaan  glukosa dengan Cobas 

INTEGRA 400 dan  reagen roche di lab PK 

RSAM 

Kriteria eksklusi  dan inklusi 


(47)

   

36

H. Pengolahan dan Analisis data 1. Pengolahan data

Data yang telah diperoleh dari proses pengumpulan data akan diubah kedalam bentuk tabel, kemudian data diolah menggunakan program Software Statistik pada komputer.

Kemudian, proses pengolahan data menggunakan program komputer ini terdiri beberapa langkah :

Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian kedalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.

Data entry, memasukkan data kedalam komputer.

• Verifikasi, memasukkan data pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukkan kedalam komputer.

Output komputer, hasil yang telah dianalisis oleh komputer kemudian dicetak.

2. Analisis Statistika

Analisis statistika untuk mengolah data yang diperoleh akan menggunakan program Software Statistik pada komputer dimana akan dilakukan 2 macam analisa data, yaitu analisa univariat dan analisa bivariat.


(48)

   

37

Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terkait, yaitu proporsi obesitas, rerata IMT dan untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah pada sampel.

Analisa Bivariat

analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik :

1). Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel > 50 sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar sampel≤ 50 . Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2008).


(49)

   

38

2). Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji statistik non parametrik Uji spearman (Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji Pearson adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program Software Statistik pada komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukurtingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2008).

Tabel 4. Kekuatan Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Kekuatan Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Rendah Sedang Kuat Sangat kuat


(50)

   

39

3) Uji Komparatif a. Uji chi square

Uji chi square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α < 0,1) yang artinya apabila diperoleh p < α, berarti ada perbandingan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent dan bila nilai p > α, berarti tidak ada perbandingan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent (Dahlan, 2008).

b. Uji T Independent

Uji T independent merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Dalam hal ini uji tersebut digunakan untuk mengetahui perbandingan kadar glukosa pada mahasiswa obesitas dan non obesitas. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji U Mann – Whitney sebagai alternatif (Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji T tidak berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)


(51)

   

40

I. Etical Clearence

Proposal penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan di di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan


(52)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 108 mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa :

1. Persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung sebesar

17,4 %.

2. Berdasarkan uji Chi-square didapatkan hasil, bahwa tidak terdapat

hubungan yang bemakna antara obesitas dengan kejadian prediabetes pada

mahasiswa di Universitas Lampung, dengan p=0.800.

B. Saran

1. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi

berat badan guna mencegah timbulnya penyakit metabolik dikemudian hari.

2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisa terkait pengukuran

lingkar perut dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa obesitas dengan


(53)

56

3. Dapat dilakukan pemeriksaan TTGO dan GDP dalam upaya screening dan

preventif terhadap penyakit DM tipe 2 dengan sampel yang lebih tua usianya.

4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan kadar HBA1c


(1)

Analisa Univariat

Analisa ini digunakan untuk menentukan distribusi frekuensi variabel bebas dan variabel terkait, yaitu proporsi obesitas, rerata IMT dan untuk mengetahui rerata kadar glukosa darah pada sampel.

Analisa Bivariat

analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan menggunakan uji statististik :

1). Uji normalitas data

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sebaran distribusi suatu data apakah normal atau tidak. Uji normalitas data berupa uji Kolmogorov-Smirnov digunakan apabila besar sampel > 50 sedangkan uji Shapiro-Wilk digunakan apabila besar sampel ≤ 50 . Distribusi normal baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk p dan diasumsikan normal. Jika nilainya di atas 0,05 maka distribusi data dinyatakan memenuhi asumsi normalitas, dan jika nilainya di bawah 0,05 maka diinterpretasikan sebagai tidak normal (Dahlan, 2008).


(2)

   

38

2). Uji Korelasi

Uji Pearson merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih, namun bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji statistik non parametrik Uji spearman (Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji Pearson adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)

b. Varians data boleh sama, boleh juga tidak sama.

Pengujian analisis dilakukan menggunakan program Software Statistik pada komputer dengan tingkat kesalahan 5%. Apabila didapatkan nilai p < 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima.

Dari koefisien korelasi yang didapatkan, dapat digunakan untuk mengukurtingkat korelasi antara kedua variabel. Penafsiran terhadap tingkat korelasi yang ditemukan tersebut besar atau kecil, maka dapat berpedoman pada tabel di bawah ini (Dahlan, 2008).

Tabel 4. Kekuatan Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Kekuatan Hubungan 0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1,000

Rendah Sedang Kuat Sangat kuat


(3)

3) Uji Komparatif a. Uji chi square

Uji chi square merupakan uji komparatif yang digunakan dalam data di penelitian ini. Uji signifikan antara data yang diobservasi dengan data yang diharapkan dilakukan dengan batas kemaknaan (α < 0,1) yang artinya apabila diperoleh p < α, berarti ada perbandingan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent dan bila nilai p > α, berarti tidak ada perbandingan yang signifikan antara variabel independent dengan variabel dependent (Dahlan, 2008).

b. Uji T Independent

Uji T independent merupakan uji parametrik (distribusi data normal) yang digunakan untuk membandingkan dua mean populasi yang berasal dari populasi yang sama. Dalam hal ini uji tersebut digunakan untuk mengetahui perbandingan kadar glukosa pada mahasiswa obesitas dan non obesitas. Namun, bila distribusi data tidak normal dapat digunakan uji U Mann – Whitney sebagai alternatif (Dahlan, 2008). Adapun syarat untuk uji T tidak berpasangan adalah :

a. Data harus berdistribusi normal (wajib)


(4)

   

40

I. Etical Clearence

Proposal penelitian ini telah disetujui oleh komisi etik penelitian kesehatan di di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan


(5)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 108 mahasiswa Universitas Lampung Tahun 2013, dapat disimpulkan bahwa :

1. Persentase prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung sebesar 17,4 %.

2. Berdasarkan uji Chi-square didapatkan hasil, bahwa tidak terdapat hubungan yang bemakna antara obesitas dengan kejadian prediabetes pada mahasiswa di Universitas Lampung, dengan p=0.800.

B. Saran

1. Pada mahasiswa yang mengalami obesitas diharapkan dapat mengurangi berat badan guna mencegah timbulnya penyakit metabolik dikemudian hari.

2. Bagi penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisa terkait pengukuran lingkar perut dan persentase lemak tubuh pada mahasiswa obesitas dengan kejadian prediabetes.


(6)

56

3. Dapat dilakukan pemeriksaan TTGO dan GDP dalam upaya screening dan

preventif terhadap penyakit DM tipe 2 dengan sampel yang lebih tua usianya.

4. Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan pemeriksaan kadar HBA1c untuk screening kejadian prediabetes pada mahasiswa.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN KADAR HIGH SENSITIVITY C-REACTIVE PROTEIN (HSCRP) PADA MAHASISWA OBESITAS DAN NON OBESITAS UNIVERSITAS LAMPUNG TAHU 2013

7 22 48

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KADAR LDL DAN HDL PADA MAHASISWA PREKLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG TAHUN 2013

1 17 53

HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN HASIL BELAJAR MAHASISWA TAHUN KE-4 PADA BLOK EMERGENCY FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

16 39 62

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN TERHADAP KADAR TRIGLISERIDA PADA MAHASISWA OBESITAS DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

3 47 78

HUBUNGAN OBESITAS DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

0 2 91

Hubungan Asupan Nutrisi Terhadap Kejadian Obesitas dan Non-Obesitas pada Mahasiswa FK USU Tahun 2016

5 18 57

HUBUNGAN ANTARA POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN OBESITAS PADA MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kejadian Obesitas Pada Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 1 16

Hubungan Asupan Nutrisi Terhadap Kejadian Obesitas dan Non-Obesitas pada Mahasiswa FK USU Tahun 2016

0 1 11

HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN TINGKAT OBESITAS PADA MAHASISWA ILMU KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA NASKAH PUBLIKASI - HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN TINGKAT OBESITAS PADA MAHASISWA ILMU KEPERAWATAN DI UNIVERSITAS ‘AISYIYAH YOGYAKARTA - DIGILIB UN

0 0 10

PERBEDAAN KADAR ASAM URAT PADA MAHASISWA OBESITAS DAN TIDAK OBESITAS ANGKATAN 2013 DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG TAHUN 2016 -

0 1 90