J. Pengalaman Belajar yang Perlu Dikembangkan di Asrama
Sahertian dalam Kusmintardjo, 1993 mengemukakan bahwa dalam menyusun pengalaman belajar bagi kehidupan di asrama,
perlu adanya ‘standart-performance” yakni jenis criteria yang bersumber dari wawasan filosofis kita tentang makna kehidupan.
Standart-performance” tersebut adalah sebagai berikut: 1. bahwa subyek didik adalah merupakan pelaku aktif yang harus
selau mengusahakan keselarasan, keseimbangan dan keserasian dalam hubungan dengan dirinya dan
lingkungannya; 2. bahwa ada kemingkinan untuk berbuat baik, karena setiap
orang mempunyai kata hati conscience 3. bahwa perlu membina manusia manusia agae mereka mampu
berdiri sendiri atas tanggung jawab sendiri; 4. bahwa perlu hidup ini berada dalam konteks
kebersamaan dalam keperbedaan. Dari standart tersebut, maka dapatlah disusun sejumlah
pengalaman belajar yang dapat ditranformasikan dan diaktualisasikan dalam suatu pembinaan hidup di asrama sekolah. Selanjutnya juga
disarankan sejumlah pengalaman belajar yang perlu dikembangkan dalam kehidupan di asrama sebagai berikut.
1. Pembinaan disiplin dan tanggung jawab Yang perlu dikembangkan adalah disipli yang timbul dari diri
sendiri self-dicipline. Program ini harus menyatu dengan afeksi subyek didik supaya disiplin dapat menyatu dengan diri.
Kehidupan disiplin dapat disusun berdasarkan dimensi waktu:
pada saat bangun pagi, termasuk saat beribadah; 131
pada saat mengatur tempat tidur serta buku-buku;
pada waktu mandi;
pada waktu makan pagi, siang, sore;
pada waktu belajar bersama;
pada waktu menerima tamu;
pada waktu istirahat dan tinggalkan asrama;
pada saat membersihkan an pemeliharaan asrama;
pada saat menggunakan ruang milik bersama;
pada saat realita apresiasi dan kreasi seni. Pembentukan nilai tanggung jawab dan kesediaan dimintai
tanggung jawab, perlu dikembangkan dalam kehidupan asrama. Oleh karena itu kegiatan di asrama harus diarahkan kepada pembentukan
keberdiri-sendirian atas tanggung jawab sendiri. Tanggung jawab mengandung makna yang multi-dimensi, yakni:
tanggungjawab kepada Tuman Yang Maha Esa;
tanggungjawab sesama penghuni asrama;
tanggungjawab kepada Pembina;
tanggungjawab terhadap orang tua;
tanggungjawab terhadap diri sendiri. Proses internalisasi nilai berdiri sendiri atas tanggung jawab
sendiri ini dapat dibina melalui pengalaman riil hidup di asrama. Karena itu peristiwa pengalaman hidup ini harus dapat merefleksi
penetapan diri, agar setiap orang dapat melihat konsep dirinya self- concept, idea tentang dirinya self- idea, dan identitas diri self-
identy. Pengalaman di asrama harus mampu mengakomodasikan gambar diri setiap orang.
132
133
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, M. et.al. The Educators Encyclopedia; Prentice Hall, Inc. Englewowod Cliffs, New York.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi Pengajaran jilid 2. Proyek BPGT. Bandung.
Elsbree, et al. 1998. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.
Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book Company. Inc.
Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.
Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.
Jones, A. J. 1970. Principles of Guidance. Cacho Hermanos, Philippines : Inc. Rizal.
Jones, James J. Secondary School Administration. New York: Mc Graw Hill Book Company.
Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.Jilid 2. Malang: OPF IKIP Malang.
Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1978. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin
Company. Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk
Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.
134
BAB VI MANEJEMEN KAFETARIA SEKOLAH
A. Pendahuluan
Banyak sekolah menghadapi kesulitan mengatur kedisiplinan siswanya untuk menepati waktu pelajaran dikarenakan siswa harus
membeli atau jajan” makanan atau minuman di luar sekolah. Begitu juga untuk memperoleh makanan yang sehat dan bersih serta
layanan yang baik guna menciptakan pikiran dan konsentrasi siswa pada pembelajaran, merupakan permasalahan yang harus
dipecahkan sekolah. Sebagai salah satu unit layanan khusus di sekolah, keberadaan
kafetaria dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan siswa dan staf sekolah terutama dalam memperoleh layanan makanan yang sehat
dan bersih. Di samping itu, kafetaria juga dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan atau nilai-nilai yang
terkait dengan hidup sehat. Kebiasaan memilih makanan yang sehat dan bersih misalnya, merupakan salah satu kebiasaan yang dapat
dibentuk melalui kafetaria sekolah. Oleh karena itu, keberadaan kafetaria sekolah merupakan salah
satu alternatif untuk memecahkan permasalahan-permasalahan yang diduga dapat menghambat kelancaran penyelenggaraan kegiatan
pendidikan di sekolah, terutama dalam mencapai tujuan yang telah dtetapkan. Tentu saja, kafetaria sekolah perlu dikelola dengan baik
serta mempertimbangkan karakteristik sekolah sebagai lembaga pendidikan.
135