Kepala Sekolah 05 Manajemen Layanan Khusus Sekolah

(1)

PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

MANAJEMEN LAYANAN KHUSUS SEKOLAH

KERJA SAMA ANTARA:

DIREKTORAT TENAGA KEPENDIDIKAN

DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

DENGAN

KEPALA SEKOLAH PENDIDIKAN

MENENGAH KOMPETENSI


(2)

PENGANTAR

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah telah ditetapkan bahwa ada 5 (lima) dimensi kompetensi yaitu: Kepribadian, Manajerial, Kewirausahaan, Supervisi dan Sosial. Dalam rangka pembinaan kompetensi calon kepala sekolah dan kepala sekolah untuk menguasai lima dimensi kompetensi tersebut, Direktorat Tenaga Kependidikan telah berupaya menyusun naskah materi diklat pembinaan kompetensi untuk calon kepala sekolah dan kepala sekolah.

Naskah materi diklat pembinaan kompetensi ini disusun bertujuan untuk memberikan acuan bagi stakeholder di daerah dalam melaksanakan pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah/kepala sekolah agar dapat dihasilkan standar lulusan diklat yang sama di setiap daerah.

Kami mengucapkan terimakasih kepada tim penyusun materi diklat pembinaan kompetensi calon kepala sekolah/kepala sekolah ini atas dedikasi dan kerja kerasnya sehingga naskah ini dapat diselesaikan.

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa meridhoi upaya-upaya kita dalam meningkatkan mutu tenaga kependidikan.

Jakarta, November 2007 Direktur Tenaga Kependidikan

Surya Dharma, MPA, Ph.D NIP. 130 783 511


(3)

DAFTAR ISI

PENGANTAR... ... i

DAFTAR ISI... ... ii

BAB I PENDAHULUAN... ... 1

A.Latar Belakang

... ... 1

B.Dimensi Kompetensi

... ... 2

C.Kompetensi yang Diharapkan Dicapai ... ... 2

D.Indikator Pencapaian Hasil

... ... 2

E.Alokasi Waktu

... ... 3

F.Skenario

... ... 3


(4)

BAB II MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN... ... 5

A. Pendahuluan

... ... 5

B. Konsepsi Dasar Bimbingan dan Penyuluhan ... ... 5

C. Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan

Bimbingan dan Konseling

... ... 11

D. Peranan dan Fungsi Staf Sekolah Dalam Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

... ... 20

E. Masalah-Masalah Administratif dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah ... ... 25

F. Evaluasi Layanan Bimbingan di Sekolah ... ... 34

DAFTAR PUSTAKA... ... 38

BAB III MANAJEMEN USAHA KESEHATAN SEKOLAH... ... 39


(5)

A. Pendahuluan

... ... 39

B. Kesehatan sebagai Tujuan Pendidikan ... ... 40

C. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dihadapi Masyarakat

... ... 43

D. Perencanaan Program Kesehatan Sekolah ... ... 46

DAFTAR PUSTAKA... ... 80

BAB IV MANAJEMEN PERPUSTAKAAN SEKOLAH... ... 82

A. Pendahuluan

... ... 82

B. Pengertian

... ... 83

C. Fungsi Perpustakaan

... ... 85


(6)

... ... 88

E. Implementasi layanan Perpustakaan pada Kegiatan

Belajar Mengajar di Sekolah

... ... 96

F. Kepala Sekolah dan Layanan Perpustakaan Sekolah

... ... 101

DAFTAR PUSTAKA... ... 106

BAB V MANAJEMEN ASRAMA SEKOLAH... ... 107

A. Pendahuluan

... ... 107

B. Pengertian Asrama Sekolah (Boarding-School) ... ... 107

C. Perkembangan Asrama dalam Sejarah Pendidikan ... ... 108

D. Hakekat dan Fungsi Kehidupan Asrama Sekolah ... ... 111


(7)

... ... 113

F. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Asrama Sekolah

... ... 114

G. Organisasi Pengurusan Asrama ... ... 121

DAFTAR PUSTAKA... ... 134

BAB VI MANEJEMEN KAFETARIA SEKOLAH... ... 135

A. Pendahuluan

... ... 135

B. Pengertian

... ... 136

C. Tujuan dan Fungsi Kafetaria Sekolah ... ... 137

D. Prinsip-Prinsip Kafetaria Sekolah ... ... 139


(8)

... ... 139

F. Manajemen Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah ... ... 141

DAFTAR PUSTAKA... ... 148


(9)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memiliki kompetensi yang dipersyaratkan serta mampu mewujudkan kompetensi tersebut terutama dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai administrator, manajer, supervisor, dan seorang pemimpin (leader). Sebagai manajer pendidikan, kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan memobilisasi sumber daya, baik manusia maupun non-manusia, bagi keefektifan sekolah.

Secara substantif, bidang garapan manajemen pendidikan meliputi: manajemen kurikulum/pembelajaran, kesiswaan, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana, hubungan sekolah dan masyarakat, serta manajemen layanan khusus sekolah (management of special service), atau sementara ahli menyebutnya dengan manajemen layanan bantuan (management of auxiliary service). Pada dasarnya, manajemen layanan khusus di sekolah ditetapkan dan dan diorganisasikan untuk memudahkan atau memperlancar pembelajaran, serta dapat memenuhi kebutuhan khusus siswa di sekolah.

Secara koseptual, bidang garapan Manajemen Layanan Khusus Sekolah diantaranya meliputi: manajemen layanan bimbingan konseling, layanan perpustakaan sekolah, layanan kesehatan, layanan asrama, dan manajemen layanan kafetaria/kantin sekolah. Layanan-layanan tersebut harus di kelola secara baik dan benar sehingga dapat membantu memperlancar pencapaian tujuan


(10)

khusus sekolah ini direncanakan secara sistematik, diorganisasikan dan dipimpin dengan sebaik-baiknya, dikoordinasikan secara kontinyu, serta dievaluasi secara berkesinambungan maka akan membantu meningkatkan pencapaian tujuan pendidikan di sekolah secara efektif dan efisien.

Atas dasar pemikiran-pemikiran di atas, maka salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh kepala sekolah yang profesional adalah mampu mengelola unit layanan khusus sekolah dalam rangka mendukung pencapaian tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

B. Dimensi Kompetensi

Dimensi kompetensi yang diharapkan dibentuk melalui materi pendidikan dan pelatihan manajemen layanan khusus sekolah adalah kompetensi manajerial.

C. Kompetensi yang Dijarapkan Dicapai

Kompetensi yang dibentuk melalui diklat manajemen layanan khusus sekolah adalah agar peserta mampu mengelola unit layanan khusus sekolah/madarasah dalam mendukung kegiatan pembelajaran dan kegiatan manajemen peserta didik di sekolah/madrasah.

D. Indikator Pencapaian Hasil

Pada akhir pendidikan dan pelatihan manajemen layanan khusus sekolah diharapkan para peserta:

1. Menguasai pengaturan layanan Bimbingan Konseling Sekolah. 2. Menguasai pengaturan Usaha Kesehatan Sekolah.


(11)

4. Menguasai pengaturan Asrama Sekolah.

5. Menguasai pengaturan Layanan Kafetaria/Kantin Sekolah.

E. Alokasi Waktu

...

F. Skenario

Skenario pelatihan tentatif (bisa dikembanngkan lebih lanjut oleh Tim Fasilitator sesuai dengan konteks peserta) adalah sebagai berikut:

1. Perkenalan dengan peserta. 2. Pre test.

3. Eksplorasi pengalaman peserta (kepala sekolah dan calon kepala sekolah) terkait implementasi manajemen layanan khusus sekolah di lapangan, disertai dengan dialog interaktif dengan fasilitator dan antar peserta.

4. Sajian konsep dasar manajemen layanan khusus sekolah berbagai jenis layanan khusus sekolah yang sepatutnya diatur oleh kepala sekolah selaku manajer.

5. Identifikasi persoalan substansi manajemen layanan khusus sekolah beserta alternatif pemecahannya melalui diskusi terfokus dalam kelompok.

6. Presentasi hasil diskusi kelompok dalam forum kelas disertai tanya jawab.

7. Review fasilitator dalam bentuk pengaitan antara persoalan dan alternatif yang disampaikan peserta dengan best practice dan


(12)

8. Secara terfokus, fasilitator menggalai best practice manajemen peserta didik dari peserta pelatihan.

9. Post Test. 10. Penutup.


(13)

BAB II

MANAJEMEN BIMBINGAN DAN PENYULUHAN A. Pendahuluan

Kegiatan memberikan bimbingan, nasehat, dan petunjuk merupakan kegiatan yang biasa dilakukan oleh orang tua kepada anaknya, guru kepada siswanya, atau pendidik kepada anak didiknya, terutama dalam membantu memecahkan masalah atau membuat keputusan. Namun manakala kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan berdasarkan suatu program yang sistematis serta dengan menggunakan metode dan teknik yang ilmiah, serta dilakukan oleh tenaga-tenaga yang profesional, memang merupakan suatu hal yang baru.

B. Konsepsi Dasar Bimbingan dan Peyuluhan

Dewasa ini, istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) mengandung pengertian yang luas dengan arah dan lapangan yang luas dalam pelaksanaannya. Pentingnya “guidance and counseling” sudah semakin dirasakan dalam berbagai kehidupan di rumah, di sekolah dan bahkan di lembaga-lembaga manapun yang di dalamnya terdapat interaksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.

1. Pengertian Bimbingan

Bimbingan seringkali diartikan secara salah dan kadang-kadang juga dirumuskan secara kurang tepat. Menurut Arthur Jones (dalam Kusmintardjo, 1992), salah satu sebabnya adalah bimbingan ini


(14)

menekankan pada aspek vokasioanal saja. Oleh karena itu banyak beranggapan bahwa seolah-olah pekerjaan bimbingan itu hanya berhubungan dengan hal yang berkenaan dengan usaha mencari pekerjaan dan menempatkan orang -orang dalam pekerjaan yang cocok dengan bakat dan kemampuannya. Sebab lain dari kekeliruan itu adalah adanya sementara pihak yang mengidentifikasikan pengertian bimbingan dengan semua aspek pendidikan. Akibatnya bimbingan itu sendiri kehilangan maknanya yang khusus, sehingga mereka berpendapat bahwa istilah bimbingan sebaiknya dihapuskan.

Untuk memperoleh pengertian bimbingan secara lebih jelas, berikut dikutipkan beberapa pengertian bimbingan (guidance). Year Book of Education (1955) menyatakan bahwa: guidance is a process of helping individual through their own fort to discover d develop their potentialities both for personal happiness and social usefulness. Definisi yang diungkapkan oleh Miller (dalam Jones, 1987) nampaknya merupakan definisi yang lebih mengarah pada pelaksanaan bimbingan di sekolah. Definisi tersebut menjelaskan bahwa:

“Bimbingan adalah proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah, keluarga, serta masyarakat”.

Dari definisi-definisi di atas, dapatlah ditarik kesimpulan tentang apa sebenarnya bimbingan itu, sebagai berikut.

a. Bimbingan berarti bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain yang memerlukannya. Perkataan “membantu' berarti dalam bimbingan tidak ada paksaan, tetapi lebih menekankan pada pemberian peranan individu


(15)

kearah tujuan yang sesuai dengan potensinya. Jadi dalam hal ini, pembimbing sama sekali tidak ikut menentukan pilihan atau keputusan dari orang yang dibimbingnya. Yang menentukan pilihan atau keputusan adalah individu itu sendiri. b. Bantuan (bimbingan) tersebut diberikan kepada setiap orang, namun prioritas diberikan kepada individu-individu yang membutuhkan atau benar-benar harus dibantu. Pada hakekatnya bantuan itu adakah untuk semua orang.

c. Bimbingan merupakan suatu proses kontinyu, artinya bimbingan itu tidak diberikan hanya sewaktu-waktu saja dan secara kebetulan, namun merupakan kegiatan yang terus menerus, sistematika, terencana dan terarah pada tujuan. d. Bimbingan atau bantuan diberikan agar individu dapat

mengembangkan dirinya semaksimal mungkin. Bimbingan diberikan agar individu dapat lebih mengenal dirinya sendiri (kekuatan dan kelemahannya), menerima keadaan dirinya dan dapat mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuannya.

e. Bimbingan diberikan agar individu dapat menyesuaikan diri secara harmonis dengan lingkungannya, baik lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.

Dalam penerapannya di sekolah, definisi-definisi tersebut di atas menuntut adanya hal-hal sebagai berikut:

a. Adanya organisasi bimbingan di mana terdapat pembagian tugas, peranan dan tanggung jawab yang tegas di antara para petugasnya;


(16)

murid, (2) melaksanakan penelitian tentang kesempatan atau peluang yang ada, misalnya: kesempatan pendidikan, kesempatan pekerjaan, masalah-masalah yang berhubungan dengan human relations, dan sebagainya, (3) kesempatan bagi murid untuk mendapatkan bimbingan dan konseling secara teratur.

c. Adanya personil yang terlatih untuk melaksanakan program-program tersebut di atas, dan dilibatkannya seluruh staf sekolah dalam pelaksanaan bimbingan;

d. Adanya fasilitas yang memadai, baik fisik maupun non fisik (suasana, sikap, dan sebagainya);

e. Adanya kerjasama yang sebaik-baiknya antara sekolah dan keluarga, lembaga-lembaga di masyarakat, baik pemerintah dan non pemerintah.

2. Hubungan Bimbingan dengan Konseling

Istilah bimbingan (guidance) dan konseling (counseling) memiliki hubungan yang sangat erat dan merupakan kegiatan yang integral. Dalam praktik sehari-hari istilah bimbingan selalu digandengkan dengan istilah konseling yakni bimbingan dan konseling (guidance and counseling).

Ada pihak-pihak yang beranggapan bahwa tidak ada perbedaan yang prinsipil antar bimbingan dengan konseling atau keduanya memiliki makna yang identik. Namun sementara pihak ada yang berpendapat bahwa bimbingan dan konseling merupakan dua pengertian yang berbeda, baik dasar maupun cara kerjanya. Konseling atau counseling dianggap identik dengan psychotherapy, yaitu usaha menolong orang-orang yang mengalami gangguan psikis


(17)

yang serius, sedangkan bimbingan dianggap identik dengan pendidikan.

Sementara pihak ada lagi yang berpendapat bahwa konseling merupakan salah satu teknik pemberian layanan dalam bimbingan dan merupakan inti dari keseluruhan pelayanan bimbingan. Pandangan inilah yang nampaknya sekarang banyak dianut.

Rogers (dalam Kusmintardjo, 1992) memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling is a series of direct contacts with the individual which aims to offer him assistance in changing his attitude and behavior. Konseling adalah serangkaian kontak atau hubungan bantuan langsung dengan individu dengan tujuan memberikan bantuan kepadanya dalam merubah sikap dan tingkah lakunya).

Selanjutnya Mortensen (dalam Jones, 1987) memberikan pengertian konseling sebagai berikut: Counseling may, therefore, be defined as apeson to person process in which one person is helped by another to increase in understanding and ability to meet his problems”. Konseling dapat didefinisikan sebagai suatu proses hubungan seseorang dengan seseorang di mana yang seorang dibantu oleh yang lainya untuk menemukan masalahnya.

Dengan demikian jelaslah, bahwa konseling merupakan salah satu teknik pelayanan bimbingan secara keseluruhan, yaitu dengan cara memberikan bantuan secara individual (face to face relationship). Bimbingan tanpa konseling ibarat pendidikan tanpa pengajaran atau perawatan tanpa pengobatan. Kalaupun ada perbedaan di antara keduanya hanyalah terletak pada tingkatannya.


(18)

3. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling

Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah dapat efektif, maka prinsip-prinsip berikut ini dapat dijadikan dasar atau pertimbangan.

a. Bimbingan hendaknya didasarkan pada suatu konsep yang benar tentang individu dan didasarkan atas pengakuan akan kemuliaan (dignity), kehormatan, serta keindividualanya b. Bimbingan haru memperhitungkan tujuan murid, baik dalam

jangka pendek maupun jangka panjag.

c. Bimbingan berorientasi pada kooperasi dan bukan pada paksaan. Oleh karena itu kesiapan psikologis dari murid-murid hendknya menentukan cara dan banyaknya bantuan yang diberikan kepada murid.

d. Bimbingan sangat menaruh perhatian pada usaha murid, sikap-sikapnya, da keinginannya untuk berhasil. Disamping itu data yang diperoleh dari hasil-hasil penelitian dan pengukuran sangat perlu untuk dperhatikan.

e. Bimbingan adalah suat proses yang berkesinambungan. Oleh karena itu bimbingan yang efektif dimulai sejak murid memasuki sekolah sampai ia berhenti atau lulus dan mulai memasuki duania pekerjaan.

f. Bimbingan terdiri atas serangkaian pelayanan suplementer yag didasarkan atas saling mempercayai dan pengertian bersama agar dapat memenuhi kebutuhan yang nyata dari murid. Bimbingan harus diorganisir sebagai usaha-usaha yang integrasi.

g. Suatu program bimbingan yang efektif membutuhkan personil yang mendapatkan latihan dan persiapan serta pendidikan


(19)

secara khusus. Petugas bimbingan harus mengembangkan kewenangan-kewenangan tertentu apabila ia ingin melakukan bimbingan secara berhasil dan efektif.

C. Peranan Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling

Keberhasilan program pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah tidak hanya ditentukan oleh keahlian dan ketrampilan para petugas penyuluh, namun juga sangat ditentukan oleh ketrampilan seluruh staf sekolah dalam memberikan pelayanan tersebut. Untuk itu diperlukan adanya 'team work” yang terdiri atas kepala sekolah, konselor, guru penyuluh, guru, psikolog/dokter, dan pekerja sosial (social worker). Diperlukan juga adanya pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas.

Untuk menelaah tugas dan tanggung jawab dari masing-masing anggota tim tersebut di atas, perlu ditelaah dulu beberapa pola organisasi bimbingan.

1. Pola Organisasi Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Pada umumnya ada 3 (tiga) pola organisasi bimbingan dan konseling di sekolah.

Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan dan dilaksanakan oleh semua staf sekolah. Pelayanan bimbingan ini merupakan bagian dari tugas mengajar yang diterima guru. Pada pola organisasi bimbingan semacam ini, tidak diperlukan seorang ahli bimbingan dan konseling yang bertugas secara khusus menyelenggarakan bimbingan di sekolah. Pola organisasi bimbingan


(20)

Pola organisasi dimana pelayanan bimbingan diberikan secara khusus. Dalam hal ini pelayanan bimbingan dikoordinir oleh seorang ahli yang bertugas khusus menyelenggarakan bimbingan dan konseling. Petugas-petugas tersebut dibebaskan dari tugas mengajar. Biasanya penyelenggaraan layanan bimbingan dengan pola ini memerlukan petugas-petugas lain yang membantu pelaksanaan program. Dalam pola yang semacam ini sudah harus ada pembagian tugas yang jelas di antara para petugas bimbingan. Pola ini biasanya digunakan di Sekolah Menengah (SMP/SMA/SMK/MA).

Pola yang ketiga adalah merupakan pola campuran antara pola yang pertama dan kedua. Dalam pola ini pelaksanaan layanan bimbingan dilakukan oleh guru-guru yang terpilih yang dibebaskan dari tugas mengjar untuk beberapa jam dalam setiap hari. Untuk itu guru terpilih harus mendapatkan latihan jabatan agar dapat melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya.

2. Tugas dan Fungsi Kepala Sekolah dalam Layanan Bimbingan

Pada ketiga pola organisasi bimbingan di atas, tugas kepala sekolah adalah mengelola dan membina penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya sehingga pelaksanaannya dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah dituangkan dalam program-programnya. Adapun bila dilihat dari statusnya, baik di sekolah maupun dalam organisasi bimbingan konseling pada khususnya, maka fungsi kepala sekolah adalah sebagai administrator dan supervisor.

Sebagai administrator, kepala sekolah bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan seluruh program sekolah


(21)

umumnya, khususnya program layanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Karena posisinya yang sentral di dalam sekolah, kepala sekolah adalah orang yang paling berpengaruh dalam pengembangan atau peningkatan Dpelayanan bimbingan dan konseling di sekolahnya. Ia akan menyerahkan kewajiban-kewajiban khusus kepada wakil kepala sekolah, penyuluh, guu-guru, dan orang lain. Ia hendaknya memberikan dukungan umum dan kepemimpinan administratif kepada keseluruhan program pelayanan murid. Ia mengorganisasikan program dan memberikan bantuan dalam seleksi para penyuluh dan anggota staff, serta merumuskan deskripsi tugas masing-masing.

Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melaksanakan program-program penilaian, penelitian dan perbaikan atau peningkatan. Ia membantu mengembangkan kebijaksanaan dan prosedur-prosedur bagi pelaksanaan program bimbingan konseling di sekolahnya.

Secara lebih terperinci, Dinmeyer dan Caldwell (dalam Kusmintardjo, 1992) menguraikan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, sebagai berikut:

a. Memberikan support administratif, memberikan dorongan dan pimpinan untuk seluruh program bimbingan;

b. Menentukan staf yang memadai, baik segi profesinya maupun jumlahnya menurut keperluannya;

c. Ikut serta dalam menetapkan dan menjelaskan peranan anggota-anggota stafnya;


(22)

e. Memperkenalkan peranan para penyuluh kepada guru-guru, murid-murid, orang tua murid, dan masyarakat melalui rapat guru, rapat sekolah, rapat orang tua murid atau dalam bulletin-buletin bimbingan,

f. Berusaha membentuk dan menjalin hubungan kerja yang kooperatif dan saling membantu antara para konselo, guru dan spesialis yang lain;

g. Menyediakan fasilitas dan material yang cukup untuk pelaksanaan bimbingan;

h. Memberikan dorongan untuk pengembangan lingkungan yang kontinyu yang dapat meningkatkan hubungan antar manusia untuk menggalang proses bimbingan yang efektif (dalam hal ini berarti kepala sekolah hendaknya menyadari bahwa bimbingan terjadi dalam lingkungan secara global, termasuk hubungan antara staf dan suasana dalam kelas);

i. Memberikan penjelasan kepada semua staf tentang program bimbingan dan penyelenggaraan “in-service education” bagi seluruh staf sekolah;

j. Memberikan dorongan dan semangat dalam hal pengembangan dan penggunaan waktu belajar untuk pengalaman-pengalaman bimbingan, baik kelompok maupun individual;

k. Penanggung jawab dan pemegang disiplin di sekolah dengan memberdayakan para penyuluh (counselor) dalam memantau tingkah laku siswa, namun bukan sebagai penegak disiplin. Sedangkan Allen dan Christensen (dalam Kusmintardjo, 1992), mengemukakan peranan dan tanggung jawab kepala sekolah dalam pelaksanaan bimbingan di sekolah sebagai berikut:


(23)

a. Menyediakan fasilitas untuk keperluan penyelenggaraan bimbingan;

b. Memilih dan menentukan para penyuluh (counselor);

c. Mengembangkan sikap-sikap yang favorable di antara para guru, murid, dan orang tua murid/ masyarakat terhadap program bimbingan;

d. Mengadakan pembagian tugas untuk keperluan bimbingan misalnya para petugas untuk membina perpustakaan bimbingan, para petugas penyelenggara testing, dan sebagainya;

e. Menyusun rencana untuk mengumpulkan dan menyebarluaskan infomasi tentang pekerjaan/jabatan;

f. Merencanakan waktu (jadwal) untuk kegiatan-kegiatan bimbingan;

g. Merencanakan program untuk mewawancarai murid dengan tidak mengganggu jalannya jadwal pelajaran sehari-sehari. Dari uraian di atas, maka dapatlah disimpulkan bahwa tugas kepala sekolah dalam pengembangan program bimbingan dan konseling di sekolah ádalah sebagai berikut.

 Staff selection (seleksi staf )

Memilih staf yang mempunyai kepribadian dan pendidikan yang cocok untuk melaksanakan tugasnya. Termasuk disini mengadakan analisa untuk mengetahui apakah diantara staf yang ada terdapat orang yang sanggup melakukan tugas yang lebih spesialis.


(24)

Menentukan tugas dan peranan dari anggota staf, dan membagi tanggung jawab. Untuk menentukan tugas-tugas ini kepala sekolah dapat meminta bantuan kepada anggota staf yang lain.

 Time and facilities (waktu dan fasilitas)

Mengusahakan dan mengalokasikan dana, waktu dan fasilitas untuk kepentingan program bimbingan di sekolahnya.

 Interpretation of program (menginterpretasikan program)

Menginterpretasikan program bimbingan kepada murid-murid yang diberi pelayanan, kepada masyarakat yang membantu program bimbingan. Dalam menginterpretasikan program bimbingan mungkin perlu bantuan dari staf bimbingan tetapi tanggung jawab terletak pada kepala sekolah sebagai administrator. (R.N. Hatch dan B. Stefflre, dalam Kusmintardjo, 1992)

3. Cara-cara untuk Memilih Tenaga Penyuluh

Agar pelaksanaan program bimbingan di sekolah berjalan efektif, maka program tersebut perlu didukung oleh para pelaksana yang ahli, cakap dan terampil dalam bidangnya masing-masing. Hal ini tentu saja dalam keadaan ideal, dan berlaku di negara-negara yang sudah maju, di mana tenaga ahli dan fasilitas untuk menyelenggarakan program bimbingan sudah cukup tersedia.

Untuk sekolah-sekolah kita di Indonesia, upaya keadaan tersebut masih dalam cita-cita saja. Masih banyak sekolah-sekolah belum memiliki tenaga ahli dalam bidang bimbingan dan konseling, lebih-lebih bila dikaitkan dengan fasilitas dan dana yang dibutuhkan untuk itu.


(25)

Walaupun kita masih berada dalam keadaan serba kekurangan, tidaklah berarti bahwa pelaksanaan program bimbingan itu harus ditangguhkan lagi beberapa waktu untuk menunggu tenaga ahli yang tidak kunjung datang itu. Lagi pula, apakah benar bahwa bimbingan itu hanyalah tugas para ahli saja?. Untuk bidang-bidang tertentu mungkin benar, namun tidak semua tugas bimbingan harus dilakukan oleh para ahli. Dalam hal-hal tertentu mungkin peranan guru lebih menonjol. Lebih-lebih di Sekolah Dasar di mana hubungan guru dan murid memang sangat dekat. Kita yakin bahwa kita masih banyak memiliki guru yang cukup berkualitas untuk dijadikan pembimbing dan penyuluh atau sering disebut dengan “guru penyuluh” .

Untuk melaksanakan hal tersebut, nampaknya apa yang diungkapkan oleh R. D Allen (dalam Kusmintardjo, 1992) dapatlah dijadikan sebagai pertimbangan. Ia memilih guru penyuluh melalui 5 (lima) tahap penyaringan dari guru-guru yang ada di sekolahnya. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai berikut:

1. Guru-guru yang memiliki superioritas (kelebihan dalam mengajarkan mata-mata pelajaran) yaitu guru-guru yang: 2. Dapat menggugah minat dan semangat murid-murid terhadap

mata-mata pelajaran yang diajrkan;

3. Memiliki kemampuan untuk memimpin murid-murid dan memberikan pengarahan atau petunjuk -petunjuk;

4. Dapat menghubungkan mata-mata pelajaran dengan pekerjaan-pekerjaan praktis.

5. Hubungan-hubungan muid dengan guru, yaitu:

6. Guru yang menjadi tempat bagi murid-murid mendapatkan nasehat dan pertolongan,


(26)

7. Guru yang berusaha untuk mengadakan hubungan dengan anak-anak muda di luar sekolah;

8. Guru yang memimpin perkumpulan-perkumpulan (kesenian, olahraga, atau aktivitas lain);

9. Guru yang memiliki minat untuk memberikan layanan sosial (social service);

10. Guru yang sering-sering mengadakan hubungan dengan keluarga atau rumah murid.

11. Hubungan guru dengan guru, yaitu:

12. Guru yang dapat bekerja sama dengan guru-guru lain; 13. Guru yang tidak menimbulkan pertengkaran;

14. Guru yang memiliki kemampuan untuk menerima kritik/kecaman;

15. Guru yang memperlihatkan kepemimpinan da tidak rakus. 16. Pencatatan dan penelitian, yaitu:

17. Guru yang memiliki sikap ilmiah dan objektif;

18. Guru yang mendasrkan keputusan-keputusannya pada hasil penelitian dan bukan menerka-nerka;

19. Guru yang memiliki minat terhadap masalah-masalah penelitian;

20. Guru yang efisien dalam pekerjaan-pekerjaan klerikal;

21. Guru yang melihat kesempatan-kesempatan untuk mengadakan penelitian dalam pekerjaan-pekerjaan tulis menulis (clerical work).

22. Sikap professional, yaitu guru yang:

23. Senang bekerja secara sukarela dalam pekejaan tambahan; 24. Mampu menyesuaikan diri dan memiliki kesabara-kesabaran; 25. Memiliki sikap konstruktif;


(27)

26. Mau melatih untuk meningkatkan pekerjaan;

27. Memiliki semangat untuk melayani murid-murid sekolah dan masyarakat.

4. Pelayanan yang Diberikan Bimbingan dan Konseling kepada Kepala Sekolah

Sebelumnya telah diuraikan tentang peranan dan fungsi kepala sekolah dalam program bimbingan dan konseling di sekolahnya, maka uraian berikut akan ditekankan pada bagaimana bantuan yang dapat diberikan oleh program bimbingan terhadap kepala sekolah agar dapat melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya dalam bidang bimbingan konseling.

Mengingat kepala sekolah adalah orang yang bertanggungjawab terhadap keseluruhan program sekolah, maka bantuan yang dapat diberikan oleh program bimbingan kepada kepala sekolah adalah sebagai berikut:

a. dapat dibantu oleh para penyuluh membantu menyelenggarakan program in-service training bagi guru dan staf sekolah lainya berhubungan dengan bimbingan dan konseling;

b. membantu pelaksanaan penempatn murid dan follow-upnya. Kegiatan ini dapat dikaitkan dalam rangka evaluasi dan pengembangan kurikulum sekolah. Hal ini merupakan tanggung jawab kepala sekolah, yang dalam pelaksanaanya; c. membantu pelaksanaan seleksi dan penerimaan murid baru; d. membantu dalam melaksanakan pembaharuan pendidikan di


(28)

e. membantu menghubungkan sekolah dan masyarakat terutama dengan para orang tua murid;

f. membantu kepala sekolah dalam berpartisipasi dalam memecahkan atau menggarap masalah sosial yang berkaitan dengan pendidikan di masyarakat.

D. Peranan dan Fungsi Staf Sekolah Dalam Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di Sekolah

1. Peranan dan Fungsi Guru Bidang Studi dalam Bimbingan Konseling

Tugas utama guru adalah mengajar, tetapi untuk keberhasilannya ia perlu bekerja sama dengan petugas-petugas “pupil personnel”. Tugas guru dalam program bimbingan yang sangat penting adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan murid-murid dapat menyesuaikan diri dengan baik, di samping menciptakan lingkungan yang menyenangkan bagi murid-murid.

Sehubungan dengan usaha menciptakan lingkungan sekolah/kelas yang sesuai dengan azas-azas kesejahteraan jiwa,. maka tugas guru bidang studi adalah:

a. Menciptakan suasana kelas yang memungkinkan murid-murid merasa bebas untuk menyatakan dirinya dan menunjukan usahanya sebagai individu maupun sebagai anggota kelompok;

b. Mengembangkan rasa harga diri pada anak-anak denagn menghargai pekerjaan yang baik;

c. Mempunyai pengertian bahwa tingkah laku itu ada sebabnya (bisa dari sekolah, keluarga dan masyarakat);


(29)

d. Mempunyai pengertian mengenai tingkah laku murid sehingga dapat menangani masalah-masalah disiplin dengan tepat; e. Menghindari pemberian penghargaan yang berlebihan

terhadap murid yang taat pada peraturan dan menyadari bahwa murid yang “tidak menimbulkan kesulitan” mungkin mengalami konflik emosional yang serius;

f. Mengetahui mana tingkah laku yang normal, mana yang kronis , dan bersedia untuk menyerahkan murid yang kronis tersebut kepada spesialis;

g. Bersedia menerima kenyataan bahwa tiapmurid adalah berbeda dan ia akan mencapai hasil sebanyak-banyaknya apabila ia mengetahui, memahami, dan merencanakan kegiatan-kegiatannya sesuai dengan kebutuhan itu.

h. Sedangkan tugas guru bidang studi yang berkenaan dengan pelaksanaan bimbingan di sekolah adalah:

i. Mendeteksi adanya kesulitan yang dihadapi muridnya dalam penyesuaian diri dan melaporkannya;

j. Membantu mengumpulkan informasi/data untuk “cumulative record

k. Menjadi penghubungan antara sekolah dan orang tua murid; l. Menghubungkan pelajaran dengan pekerjaan yang

dicita-citakan murid;

m. Berpartisipasi dalam konferensi kasus (case-conference); n. Memberikan informasi kepada murid-murid tentang hal-hal

yang berkenaan dengan program bimbingan.


(30)

Hatch dan Steffire (dalam Jones, 1987) mengatakan bahwa tugas utama seorang konselor adalah melakukan konseling. Apabila diberikan tugas-tugas lain maka akan mengaburkan sebutan konselor itu sendiri. Beberapa sifat yang harus dimiliki oleh seorang konselor adalah:

1. Mempunyai minat yang wajar terhadap masalah-masalah dan kebutuhan-kebutuhan murid, serta keinginan yang besar ntuk membantu murid dalam mengatasi masalah-maalah tersebut; 2. Kemampuan untuk bejeja sama dan mengadakan hubungan

yang baik dengan staf sekolah yang lain;

3. Kemampuan menginterview dengan efektif yang didasarkan pada pendidikannya;

4. Pengetahuan dalam informsi mengenai pekerjaan, pendidikan dan sosial dan bagaimana menggunakannya dengan counselee;

5. Pendidikan dalam hal psikologis dan pandangan yang luas mengenai sifat dan sebab-sebab dari kesulitan murid-murid; 6. Penyesuaian diri yang baik dengan lingkungannya;

7. Ketrampilan dalam menggunaka alat-alat dan teknik yang dipergunakan dalam analisis individu;

8. Kemampuan untuk bekerja sama dengan administrator dan membantunya dalam mengembangkan pelayanan-pelayanan sekolah yang lebih baik;

9. Kemampuan untk mengidentifikasi dan menggunakan “referal resources” yang ada di sekolah maupun di masyarakat. 10. Sedangkan d. E. Kitch dan w. H. Mc creary (dalam jones,

1987), mengatakan bahwa tugas konselor adalah sebagai berikut:


(31)

11. Mengadakan konseling, yaitu:

12. Membantu individu-individu untuk memahami kekuatan, kelemahan serta kesempatan yang ada pada dirinya;

13. Membantu individu untuk mengembangkan tujuan-tujuan pribadi yang bernilai serta membuat rencana untuk mencapainya;

14. Membantu individu untuk memecahkan masalah-masalah pribadi, sosial, pendidikan dan vokasionalnya.

15. Membantu guru-guru:

16. Untuk mendapatkan informasi mengenai individu-individu yang berguna bagi perencanaan dan memimpin kegiatan kelas;

17. Dalam menggunkan test dan teknik-teknik evaluasi;

18. Menyelenggarakan bimbingan kelompok dalam merencanakan dan memimpin kegiatan semacam itu;

19. Untuk memperoleh dan menginterpretasikan bahan-bahan bimbingan yang berguna bagi berbagai situasi kelas;

20. Bekerja sama dengan guru-guru lain dalam memecahkan masalah-masalah murid.

21. Membantu program umum sekolah, yang meliputi:

22. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu; 23. Berpartisipasi aktif dalam pengembangan kurikulum sekolah; 24. Mengusahakan agar teknik dan prosedur mental hygiene

mendapat perhatian di sekolah:

25. Berpartisipasi dalam membantu program penataran bimbingan di sekolah.


(32)

27. Bertindak sebagai penguhubung antara sekolah dan masyarakat untuk mengusahakan agar sumber-sunber pelayanan yang ada di masyarakat dapat dipergunakan oleh murid-murid dan guru-guru;

28. Memberikan kepenasehatan kepada orang tua murid mengenai masalah-masalah anak dan pemuda;

29. Menginterpretasikan program sekolah terutama program bimbingan kepada masyarakat.

30. Melakukan tugas-tugas adminitratif yang penting

3. Tugas dan Fungsi Psikolog Sekolah

Tugas utama psikolog sekolah adalah:

Melakukan tuugas-tugas yang berhubungan dengan diagnosis dan penyembuhan masalah atau kesulitan belajar yang nampak pada kurangnya penyesuaian dalam belajar atau penyesuaian pribadi-sosial;

a. Bekerjasama dengan orang tua murid untuk memperbaiki hubungan orang tua dengan anaknya;

b. Memberikan pelayanan-pelayanan khusus bagi anak yang berkelainan;

c. Menyelenggarakan in servis training bagi guru-guru mengenai aplikasi kesejahteraan jiwa di sekolah;

d. Mengadakan riset, terutama mengenai pendekatan-pendekatan praktis terhadap masalah-masalah sekolah.; e. Berpartisipasi secara aktif dalam merumuskan

kebijakan-kebijakan mengenai program kesehatan sekolah dan membantusekolah dalam mengembangkan dan mengelola program kesehatan;


(33)

f. Mengkoordinasikan penilaian kesehatan dari semua siswa dan mengidentifikasi kebutuhan kesehatan siswa yang dapat menganggu belajarnya;

g. Mengkoordinasikan penyediaan P3K di sekolah

h. Mengkoordinasikan program sekolah dengan keseluruhan program kesehatan masyarakat.

E. Masalah-Masalah Administratif dalam Pelayanan Bimbingan dan Konseling di Sekolah

Secara administratif, pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah meliputi: inventory service, the information service, counseling service, placement service, dan follow-up and research.

1. Inventory Service

Inventory service adalah merupakan program pelayanan yang mengumpulkan informasi yang dapat dipergunakan untuk mengenal murid sebagai individu yang unik. Oleh karena itu dalam mengumpulkan data tersebut ada beberapa hal yang perlu diperlihatkan:

a. Informasi yang objektif

Tujuan dari penilaian murid sebagai teknik bimbingan adalah mengumpulkan informasi yang valid yang dapat memberikan gambaran yang tepat mengenai individu tersebut;

b. Pola-pola tingkah laku

Informasi yang dikumpulkan dari berbagai sumber dan dilakukan selama suatu jangka waktu mengenai seseorang individu tersebut, haruslah dapat menunjukkan suatu pola


(34)

yang tepat mengenai pola tingkah laku tersebut diperlukan sejumlah informasi yang cukup.

c. Informasi untuk mengetahui sifat-sifat yang khas (Indentifing) Kita mengetahui bahwa individu-individu tersebut disamping sifat-sifatnya yang umum, juga mempunyai sifat-sifat yang khusus. Data-data yang dikumpulkan hendaknya dapat menunjukkan sifat-sifat yang unik dari tiap individu sehingga kumpulan informasi tersebut tidak berupa kumpulan data-data yang sama bagi semua murid.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menyelenggarakan layanan inventori (inventory service).

a. Jenis-jenis informasi

Sedangkan jenis informasi/data yang dikumpulkan adalah yang memberikan informasi tentang murid dalam hal:

1) latar belakang keluarga dan data pribadi; 2) keadaan kesehatan dan fisik;

3) riwayat sekolah dan catatan mengenai nilai/prestasi; 4) minat, kesukaan dan hal-hal yang disukai;

5) rencana untuk yang akan datang atau cita-cita.

Walaupun ada berbagai cara dalam menyusun informasi tersebut, namun yang penting adalah bahwa informasi tersebut bertujuan untuk memecahkan masalah bagaimana kita dapat memahami anak. Anak dapat kita pahami melalui bermacam-macam persepsi, yakni pandangan orang dewasa, pandangan teman-temannya, dan pandangan dari dirinya sendiri.


(35)

b. Catatan bimbingan (guidance-record)

Catatan atau rekaman untuk keperluan bimbingan juga disebut “cumulative record” atau buku catatan pribadi. Ini merupakan catatan atau rekaman untuk tiap murid yang berisi informasi yang memungkinkan untuk mengenal murid sebagai individu yang unik.

Sedangkan hal-hal penting yang harus diperhatikan dari “cumulative record” adalah:

1. Informasi yang unik

Informasi yang terdapat dalam “cumulative record” hendaknya dapat membedakan sifat seorang individu dengan individu yang lain. Jangan sampai berisi catatan-catatan yang berisi sifat-sifat yang umum terdapat pada semua anak sehingga sukar untuk diinterpretasikan.

2. Pencatatan yang kontinyu

Catatan mengenai pribadi murid akan berharga apabila dilakukan secara kontinyu dari mulai masuk sekolah sampai ia keluar. Akan lebih baik lagi bila dapat diselenggarakan pencatatan yang tidak terputus dari sekolah yang lain. (TK, SD, SMP, SMA/SMK, dan PT)

3. Sederhana

Catatan yang baik adalah catatan yang mudah untuk digunakan. Oleh karena itu hendaknya diusahakan cara pencatatan yang sederhana, objektif, mudah diisi dan mudah diinterpretasikan.

4. Mudah disimpan

Karena catatan ini dipergunakan selama murid bersekolah, maka perlu dipikirkan bentuk buku catatan pribadi tersebut


(36)

sehingga tidak lekas rusak, mudah disimpan, mudah dicari dan dipergunakan.

c. Penyelenggaraan “Cumulative-Record”

Masalah-masalah yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan Cumulative-Record adalah masalah-masalah yang berhubungan dengan:

1. Penyusunan dan pencatatan informasi;

Beberapa data yang sangat penting bagi “cumulative-record” biasanya telah dikumpulkan secara rutin di sekolah ialah presensi, nilai dan data identifikasi murid. Data lainnya seperti riwayat keluarga, lingkungan keluarga, laporan mengenai tingkah laku, score test, hubungan dengan orang lain, kegiatan-kegiatan diluar sekolah. Yang tidak kurang pentingnya adalah cara dan alat pengumpulannya. Ini penting supaya tidak terjadi duplikasi sehingga dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya. Alat pengumpul informasi tersebut dapat berupa kuesioner, otobiografi, anekdot record, dan tes standart (standardized-test)

2. Penyaringan, peringkasan, dan pemasukan informasi;

Karena sangat banyaknya data/informasi yang harus dikumpulkan mengenai murid-murid, maka perlu ada cara untuk menyederhanakan penyimpanan catatan-catatan tersebut.

Penyaringan berarti bahwa pada saat-saat tertentu perlu diadakan pemeriksaan terhadap informasi-informasi yang disimpan, apakah informasi-informasi tersebut dapat menunjukan: (-) kekuatan dan kelemahan murid, (-) informasi


(37)

yang cukup tentang murid, (-) perbedaan antara fakta dan pendapat, dan (-) keterangan-keterangan yang pasti (yang belum pasti dibuang saja).

Peringkasan berarti ada beberapa data mungkin perlu diringkaskan pada waktu-waktu tertentu, seperti anekdot, otobiografi. Akan tetapi data yang lain apabila direncanakan dengan baik tidak memerlukan pringkasan. Meringkas memerlukan banyak waktu dan tenaga.

Memasukakan data dapat dilakukan oleh petugas yang sesuai dengan sifat informasi tersebut, misalnya oleh guru, pegawai tata usaha, dan pembimbing.

3. Penyimpanan data/ informasi

Cara penyimpanan data dapat dilakukan secara sentralisasi dan disentralisasi. Sentralisasi artinya semua data tersebut dipusatkan pada suatu tempat, misalnya kantor kepala sekolah, atau ruang yang khusus untuk itu. Disentralisasi artinya data tersebut disimpan pada tiap-tiap kelas masing-masing. Pemilihan cara yang mana yang terbaik, tergantung pada (-) sifat dari rumah sekolah, (-) staf dan organisasinya, dan (-) lokasi yang memungkinkan penggunaan yang maksimum oleh seluruh staf.

4. Penggunaan informasi oleh staf sekolah.

Cara-cara untuk mempertinggi kemampuan staf dalam menggunakan informasi tentang murid adalah: (-) case conference, (-) in service meeting, (-) demontrasi interview, (-) tukar pengalaman antar guru.


(38)

Ini adalah mengenai pemindahan informasi dan pengarsipan informasi mengenai murid-murid yang telah lulus atau putus sekolah. Usaha untuk mengumpulkan data mengenai murid itu memaan banyak waktu dan tenaga. Oleh karena it perlu ada usha untuk menghindarkan duplikasi apabila mungkin.. Commulative-record dari SD sebaiknya dipindahkan ke SMP dan seterusnya.

Tentang penyimpanan data informasi dari murid yang telah lulus, Hacth menyarankan agar: (a) semua commulative-record hendaknya disimpan secara untuh selama 5 tahun, (b) pada akhir tahun ke 5, yang bukan bagian dari commulative-record dimusnahkan, dan (c) pada akhir tahun ke 10 semua catatan dimusnahkan

1. The information service

Ada tiga masalah dalam layanan informasi, yaitu pengumpulan bahan/ informasi, pengumpulan bahan/informasi, dan penyajian bahan/informasi.

a. Pengumpulan bahan/informasi

Bahan-bahan/informasi dapat dikumpulkan dari berbagai lembaga, seperti sekolah, dan lingkungan sosial lainnya. Bentuknya dapat berupa abstraksi, buku bagan, filmstrip, film dan sebagainya. Yang mengumpulkan siapa?. Tergantung pada kondisi setempat, cara bagaimana informasi itu dipergunakan, fasilitas yang ada dan kemampuan staf sekolah.


(39)

Bahan/informasi dapat disimpan di perpustakaan atau kantor bimbingan.

c. Penyajian informasi dapat melalui: (1) satuan-satuan kelas, (2) bidang studi, (3) hari-hari khusus, dan (4) sebagai pelajaran.

2. Counselingservice

Konseling adalah suatu proses belajar. Proses belajar yang ditekankan oleh counselee, dan persepsi counselee mengenai dirinya sendiri, nilai-nilainya, kebutuhan-kebutuhannya adalah sangat diperhatikan oleh konselor.

Proses belajar yang terjadi dalam hubungan guru-murid mempunyai tujuan yang ditentukan oleh kelompok. Karena itu perlu pendidikan khusus untuk dapat melaksanakan konseling. Pembagian counselee dapat dilakukan dengan cara: (a) menurut kelas, (b) menurut jenis kelamin, (c) menurut program, dan (d) menurut nama (abjad).

a. Penugasan konselor

Penugasan konselor dapat berupa pemberian tugas penuh (full time) atau sebagian mengajar dan sebagaian konselor (part time)

1) Kebaikan dari “full-time counselor

1. Tugasnya tidak rangkap, sehingga dapat memusatkan perhatian pada keahliannya.

2. Jumlahnya sedikit, sehingga lebih mudah bagi murid untuk mengenalnya.

2) Kebaikan dari “part-time counselor

a. Hubungan dengan murid lebih baik (lebih mengenal) karena dia juga mengajar.


(40)

b. Hubungan dengan guru-guru lebih akrab karena merasa seprofesi.

c. Jumlah konselee yang dibebankan sebagai tanggung jawabnya hanya sedikit sehingga menjadi lebih mudah.

b. Beban konselor

1) 1 jam/hari atau 200 jam/hari = 100 counselee 2) 2 jam/hari atau 400 jam/hari = 200 counselee 3) 3 jam/hari atau 600 jam/hari = 300 counselee 4) full-time = 500 counselee

Jika tugasnya meliputi 5 (lima) guidance service, maka bebanya setengah dari yang di atas.

c. Konselor dengan bahan-bahan yang bersifat rahasia

Konselor harus mendapat pendidikan mengenai bahan-bahan informasi-informasi apa yang perlu dirahasiakan, yakni: (1) bahan tidak boleh diberikan kepada siapa saja, apabila tidak akan dipergunakan yang semestinya, dan (2) jangan diperlihatkan kepada orang lain, apabila tanpa persetujuan counselee, kecuali hal-hal yang dapat membahayakan orang lain.


(41)

3. Placement service

Bantuan yang diberikan kepada murid untuk mendapatkan pekerjaan atau pendidikan tambahan adalah yang dinamakan “placement service”. Ada juga menggunakan istilah Job-placement”. Hatch (1987) berpendapat bahwa pengertian “placement” ini sebenarnya masih dalam pengertian konseling.

Di Amerika Serikat, masalah placement untuk mencarikan pekerjaan juga diatur di sekolah. Ada 2 cara pengorganisasian kegiatan ini, yaitu sentralisasi dan desentralisasi. Mungkin yang lebih baik adalah cara desentralisasi.

4. Follow- up and research

Usaha untuk selalu berhubungan dengan lulusan atau alumnus disebut follow-up service dan research. Kegiatan ini dapat dipergunakan untuk mengukur keberhasilan program sekolah serta harapan-harapan terhadap sekolah. Beberapa persoalan yang timbul terutama menyangkut:

a) Teknik yang dipergunakan. Biasanya teknik yang dipergunakan adalah interview, postcard, survey dan angket. b) Siapa yang melakukannya (staffing): yang melaksanakan

seluruh staf atau dibentuk suatu panitia.

c) Bagaimana cara melaporkan hasil: untuk dapat memberikan laporan hasil dengan baik, sebelumnya perlu direncanakan untuk apa hasil-hasil itu akan dipergunakan. Informasi dari follow-up service and research dipergunakan untuk memperbaiki kurikulum sekolah, proses belajar-mengajar, layanan bimbingan dan konseling, dan memperbaiki


(42)

F. Evaluasi Layanan Bimbingan di Sekolah

Evaluasi yang kontinyu adalah penting bagi setiap usaha yang ingin terus-menerus memperbaiki layanan bimbingan. Evaluasi harus dilaksanakan dengan sadar dan sistematis. Evalusi harus ditujukan pada usaha-usaha untuk mengukur pencapaian tujuan dari bimbingan di sekolah. Evaluasi bimbingan tidak boleh dilepaskan dari evaluasi sekolah secara keseluruhan.

1. Mengapa kita mengevaluasi pelayanan bimbingan dan konseling

a. Evaluasi bertujuan untuk memeriksa efektivitas dari program bimbingan.

b. Memperjelas dan memvalidasikan hipotesis-hipotesis yang mendasari kegiatan-kegiatan yang dilakukan, misalnya benarkah OSIS dapat mengembangkan sifat-sifat kepemimpinan para siswa?

c. Untuk mengetahui apakah pengalaman-pengalaman belajar yang diberikan memang benar-benar diperlukan oleh siswa. d. Untuk mengukur keberhasilan dari kegiatan-kegiatan staf

sekolah, misalnya hasil konselor dalam mengadakan konseling.

e. Hasil evaluasi diperlukan untuk memberikan laporan kepada masyarakat.

2. Bagaimana mengevaluasi layanan bimbingan

Evaluasi bimbingan memiliki langkah-langkah sebagai berikut: a. Penentuan tujuan dari program pendidikan di sekolah


(43)

b. Penentuan tujuan dan kriteria yang dapat menunjukan bahwa tujuan-tujuan itu telah tercapai.

c. Pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.

d. Laporan hasil pengukuran dan evaluasi layanan bimbingan di sekolah.

3. Masalah -masalah yang dihadapi dalam evaluasi bimbingan

a. Tujuan khusus dari bimbingan sering dinyatakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang umum yang cebderung sama dengan tujuan-tujuan pendidikan.

b. Terminologi yang dipergunakan untuk mendiskripsikan petugas-petuas bimbingan, aktivitas, teknik dan prosedur-prosedur bimbingan tidak selalu seragam.

c. Alat yang dpergunakan untuk mencapai tujuan kadang-kadang ditafsirkan sebagai hasil akhir.

d. Banyak faktor di luar lingkup program bimbingan yang mempengaruhi tingkah laku dan perkembangan siswa.

e. Banyak variabel dalam proses evaluasi yang sangat sukar dinyatakan secara kuantitatif (kualifikasi personel, bahan-bahan interview, motivasi siswa, dan hubungan-hubungan interpersonal).

f. Kekurangan dana dan fasilitas

4. Kriteria bagi evaluasi pelayanan bimbingan


(44)

dan bimbingan adalah sama. Pelayanan bimbingan mempunyai tujuan yang lebih diarahkan pada penyesuaian diri, dan kriterianya juga harus menunjukkan apakah pemecahan masalah-masalah pribadi, pendidikan, dan vokasional tersebut dilaksanakan dengan tepat, dengan pemahaman diri yang jelas dan persepsi yang tepat mengenai dunia sosial.

Kriteria-kriteria yang dapat dipergunakan untuk mengevaluasi pelayanan bimbingan meliputi:

a. berkurangnya kegagalan siswa dalam belajar; b. berkurangnya masalah-masalah disiplin;

c. bertambahnya penggunaan pelayanan bimbingan;

d. berkurangnya perubahan-perubahan program pada siswa; e. ketepatan dalam pilihan pekerjaan;

f. berkurangnya anak yang putus sekolah;

g. banyaknya penempatan pekerjaan dan kepuasan dalam bekeja pada para lulusan.

Akhirnya ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam mengevaluasi pelayanan bimbingan di sekolah, yaitu metode riset dan survey.

a. Riset sebagai metode evaluasi pelayanan bimbingan

Berbagai riset dapat dipergunakan untuk memeriksa pengaruh konseling terhadap berkurangnya kegagalan siswa dalam belajar.

b. Metode survey sebagai evaluasi bimbingan

Dalam survey, kita tidak memusatkan pada perubahan tingkah laku yang terjadi pada para siswa, melainkan pada ada tidaknya unsur-unsur tertentu dalam pelayanan itu yang kita percayai dapat mempengaruhi tingkah laku siswa. Logika


(45)

dalam survey ini adalah bahwa ada pra-kondisi tertentu dianggap membuat pelayanan itu paling behasil. Survey ini menentukan apakah prakondisi itu ada. Bila survey itu untuk pendapat, maka yang menjadi sasaran adalah pendapat murid, pendapat guru, pendapat masyarakat, dan pendapat para alumni.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia. Englewowod Cliffs, New York: Prentice Hall, Inc.

Elsbree, et al. 1988. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.

Good, C. V. 1959. Dictionary of Education. New York: Mc Graw Hill Book Company. Inc.

Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.

Hoy, W. K and Miskel, C.G. 2005. Educational Administration: Theory, Research, and Practice. New York: The McGraw Hill Companies.

Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.

Jones, A. J. 1970. Principles of Guidance. Cacho Hermanos, Philippines : Inc. Rizal.

Kusmintardjo. 1992. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 1). Malang: OPF IKIP Malang.

Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah (Jilid 2). Malang: OPF IKIP Malang.

Santosa, D.B. 2006. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling di Sekolah.

Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1978. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.

Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.


(47)

BAB III

MANAJEMEN USAHA KESEHATAN SEKOLAH A. Pendahuluan

Pembangunan manusia Indonesia, khususnya kelompok anak dan pemuda sebagai tunas bangsa yang sedang mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan, tidak dapat diabaikan. Mereka merupakan generasi penerus bangsa di masa yang akan datang sehingga mereka merupakan suatu investasi (human investment) yang sangat besar bagi kelangsungan bangsa ini. Oleh karena itu pembinaan terhadap golongan anak dan pemuda, khususnya pembinaan bidang kesehatan, perlu mendapatkan perhatian sehingga dikemudian hari diharapkan mereka dapat menjadi manusia dewasa yang bertanggungjawab dan berguna bagi bangsa dan negara. Untuk merealisasikan tujuan tersebut, sekolah sebagai lembaga pendidikan memiliki posisi yang strategis dan sangat menentukan. Namun demikan perlu juga disadari bahwa usaha kesehatan bagi para tunas bangsa tersebut tidak akan dapat mencapai tujuan sebagaimana yang diharapkan apabila tidak dilaksanakan secara teratur dan terorganisir.

Sekolah didirikan untuk memberikan pengalaman belajar yang dapat mengembangkan pengetahuan, kecakapan, kebiasaan-kebiasaan, sikap, serta kepribadian dan karakter siswa sebagaimana yang diharapkan dari seorang warga negara yang baik. Oleh karena itu, salah satu hal penting yang memungkinkan terjadinya perkembangan pribadi anak dalam arti yang seluas-luasnya adalah kesehatan dan kesejahteraan anak. Sebagai salah seorang yang bertanggungjawab terhadap pendidikan siswa di sekolah, maka


(48)

seorang guru juga harus ikut bertanggung jawab terhadap kemajuan kesehatan dan kesejahteraan para siswanya.

Walaupun tanggung jawab utama kesehatan anak terletak pada keluarga, namun tanggung jawab itu juga ada pada sekolah dan masyarakat. Di luar lingkungan keluarga, faktor yang paling banyak pengaruhnya terhadap perkembangan kebiasaan anak adalah sekolah. Berkenaan dengan bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat di masa yang datang, banyak ditentukan oleh peranan sekolah pada masa kini.

Apa yang dapat dilakukan kepala sekolah dan guru untuk kesehatan dan kesejahteraan fisik dan mental dari para siswanya. Hal ini tergantung pada pengetahuan kepala sekolah dan guru tentang kesehatan dan program kesehatan sekolah, apresiasinya terhadap nilai-nilai kesehatan, kemampuannya untuk bekerja sama dengan anggota tim kesehatan yang lain, dan terutama pada perhatiannya terhadap anak serta ketrampilannya dalam membantu mengembangkan pengetahuan, sikap dan tingkah laku tentang kesehatan. Suatu program kesehatan sekolah yang efektif harus merupakan bagian integral dari program pendidikan di sekolah, dan diarahkan pada pemecahan masalah-masalah kesehatan yang sekarang ada, serta disusun secara logis berdasarkan prinsip-prinsip kesehatan dan pendidikan.

B. Kesehatan sebagai Tujuan Pendidikan

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai berikut: “Health is a state of complete phisical, mental and social well being and not merely the absence of disease or infirmity” Apa yang diungkapkan oleh W.H.O di atas, juga disebutkan dalam


(49)

Undang-Undang No. 9 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Kesehatan pada bab I, pasal 2 sebagai berikut:

Yang dimaksud dengan kesehatan dalam Undang-undang ini ialah keadaan yang meliputi kesehatan badan, rohani (mental) dan sosial, dan bukan hanya keadaan yang bebas dari penyakit, cacat dan kelemahan.

Apabila pengertian kesehatan tersebut di atas dicermati dan dikaji, maka jelaslah bahwa seluruh manusia di dunia ini mempunyai hak untuk hidup sehat.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menjelaskan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah “mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggungjawab”. Ini berarti secara eksplisit dinyatakan dalam tujuan pendidikan nasional bahwa kesehatan merupakan salah satu tujuan pendidikan yang sangat penting.

Di beberapa negara maju, seperti Amerika Serikat, sebagaimana disebutkan oleh American Council of Education, bahwa tujuan pendidikan yang berhubungan dengan kesehatan adalah memperbaiki dan menjaga kesehatannya sendiri dan ikut bertanggung jawab untuk menjaga kesehatan orang lain. Secara lebih rinci dijelaskan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut para siswa harus memiliki hal-hal sebagai berikut.

Pengetahuan dan pemahaman tentang:


(50)

2. Bahaya-bahaya kesehatan yang penting, pencegahan dan pengendaliannya;

3. Hubungan antara proses mental dan fisik dalam kesehatan; 4. Sumber-sumber penerangan tentang kesehatan yang dapat

dipercaya;

5. Metode-metode ilmiah dalam mengevaluasi konsep-konsep kesehatan;

6. Pengaruh keadaan sosio ekonomis terhadap kesehatan; Masalah-masalah kesehatan masyarakat, seperti masalah yang berhubungan dengan sanitasi, kesehatan industri, dan kesehatan. Ketrampilan dan kemamapuan:

1. Kemampuan untuk mengatur waktu termasuk merencanakan makanan, pekerjaan, rekreasi, waktu istirahat dan libur;

2. Kemampuan untuk memperbaiki dan mempertahankan makanan yang bergizi;

3. Kemampuan untukmencapai dan mempertahankan penyesuaian emosi yang baik;

4. Kemampuan untuk memilih dan ikut serta dalam kegiatan-kegiatan rekreatif, dan latihan-latihan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan individual;

5. Kemampuan untuk menghindarkan diri dari penyakit dan infeksi yang tidak perlu

6. Kemampuan untuk menggunakan pelayanan-pelayanan medis dan gigi secara intelejen;

7. Kemampuan untuk berpartisipasi dalam usaha-usaha pencegahan dan perbaikan kesehatan masyarakat.

Sikap dan apresiasi:


(51)

2. Kepuasan pribadi dalam melaksanakan praktik kesehatan yang baik;

3. Penerimaan tanggung jawab atas kesehatan dirinya sendiri dan bekerja untuk memperbaiki.

Dari uraian di atas, dapat diperoleh gambaran bahwa kesehatan merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai dalam bidang pendidikan. Oleh karena itu, kesehatan (khususnya kesehatan peserta didik) perlu mendapat perhatian yang memadai, terutama dari segi pengelolaannya.

C. Masalah-Masalah Kesehatan yang Dihadapi Masyarakat

Turner (dalam Kusmintardjo, 1992) mengemukakan bahwa masalah-masalah kesehatan yang dihadapi masyarakat dewasa ini adalah sebagai berikut.

1. Penyakit Menular

Hubungan yang dekat di antara murid di sekolah memungkinkan kesempatan yang sangat baik untuk penyebaran penyakit menular yang dibawa ke sekolah. Walaupun manusia telah banyak dapat menguasai penyakit-penyakit menular, namun masih belum dapat menguasai semuanya. Kelalaian untuk menjaga kesehatan lingkungan juga sering menimbulkan penyakit. Adalah merupakan tanggung jawab dinas kesehatan dan sekolah untuk menjaga anak-anak dari penyakit menular. Juga merupakan tugas sekolah untuk mengajar peserta didik agar dapat menjaga dirinya sendiri dan kelak juga menjaga keluarganya dan masyarakat dari penyakit menular.


(52)

2. Pengendalian Lingkungan

Tanpa pengendalian sanitasi air dan bahan-bahan makan serta pengawasan pembuangan kotoran, kehidupan masyarakat yang modern dan sehat tidak mungkin dapat terwujud. Kenyamanan dan kesehatan kita juga dipengaruhi oleh kondisi rumah kita, seperti ventilasi, penerangan, dan sebagainya. Masalah pengendalian lingkungan di sekolah-sekolah kita, misalnya adalah mengenai tempat duduk, konstruksi bangunan, tempat bermain dan sebagainya. Menjaga lingkungan sekolah yang sehat merupakan kewajiban kepala sekolah dan warga sekolah lainnya.

3. Push-Buttom Living

Di dalam kehidupan yang modern ini, mesin-mesin telah banyak menggantikan tenaga manusia, baik di rumah maupun di tempat kerja. Keadaan yang demikian apabila dibiarkan berlarut-larut akan membahayakan manusia karena menjadi terlalu sedikit bergerak. Bergerak adalah merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan badan, dan oleh karenanya pendidikan olah raga di sekolah menjadi sangat penting.

4. Ketegangan Emosi dan Kesehatan Jiwa

Kehidupan yang komplek dari masyarakat modern dapat menimbulkan berbagai ketegangan jiwa. Dalam kehidupan modern ini makin banyak kesempatan dan kesempatan itu berarti juga persaingan. Kita hidup di dalam dunia yang sedang berubah dengan sangat cepat. Keadaan ekonomi sering kali tidak menentu. Terlalu banyak hal-hal yang tidak diduga sebelumnya, dan bagi banyak orang waktu istirahat sangat sedikit. Ilmu


(53)

kedokteran telah menunjukkan bahwa banyak penyakit jasmaniah yang ditimbulkan oleh keteganngan-ketegangan emosi. Oleh karena itu kita harus memperhatikan program sekolah untuk kesehatan mental.

5. Stabilitas Keluarga

Keluarga adalah lembaga yang merupakan dasar dari kebudayaan. Oleh karena itu integritas keluarga adalah sangat penting bagi kebudayaan kita. Di kota-kota besar banyak orang yang hidupnya lebih banyak di luar keluargannya. Hal yang demikian tentu kurang baik bagi anak-anak, karena kesehatan mental dan fisik dari anak-anak terutama bergantung pada keluarga. Oleh karena itu sekolah harus pula membantu kesejahteraan keluarga.

6. Kecelakaan

Lalu lintas, peralatan, dan cara-cara hidup yang modern menyebabkan banyak kecelakaan. Oleh karena itu sekolah harus merencanakan program pendidikan untuk keselamatan bagi peserta didik.

7. Pertambahan Penduduk

Pertambahan penduduk telah menimbulkan banyak masalah, seperti perumahan, kesempatan kerja, pendidikan, ekonomi, dan sebagainya. Kesemuanya itu juga dapat menimbulkan berbagai bentuk ketegangan jiwa.


(54)

8. Mendapatkan Pemeliharaan Medis

Berkenaan dengan bertambahnya jumlah penduduk disatu sisi, dan kurang tersedianya layanan kesehatan yang memadai, seringkali menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan.

9. Makanan yang Bergizi

Mendapatkan makanan yang bergizi merupakan masalah kesehatan yang penting. Masalah gizi bukan hanya dihadapi oleh mereka yang kekurangan makan, namun mereka yang kecukupanpun juga perlu memilih makanan yang bergizi. Kegemukan merupakan masalah kesehatan.

D. Perencanaan Program Kesehatan Sekolah

Pada dasarnya ada tiga tanggung jawab sekolah dalam bidang kesehatan, yaitu memajukan kesehatan siswa, melindungi siswa dari penyakit, dan membantu siswa mendapatkan bantuan layanan kesehatan. Oleh karena itu, program kesehatan sekolah haruslah mencakup ketiga unsur atau aspek tersebut, yaitu: (1) pelayanan kesehatan di sekolah (health service in schoool), (2) pendidikan kesehatan (health education); dan (3) lingkungan kehidupan sekolah yang sehat (healthful school living);

1. Pelayanan Kesehatan Sekolah ( Health Service in School) a. Pengertian Layanan Kesehatan

Jesse Ferring Willliam dari Universitas Colombia (dalam Kusmintardjo, 1992) mengatakan bahwa layanan kesehatan (siswa) adalah sebuah klinik yang didirikan sebagai bagian dari Universitas atau Sekolah yang berdiri sendiri yang menentukan diagnosa dan


(55)

pengobatan fisik dan penyakit jiwa dan dibiayai dari biaya khusus dari semua siswa. Sedangkan Carter V. Good dalam Dictionary of Education menyatakan bahwa layanan kesehatan adalah layanan medis yang dilengkapi dengan pendidikan tertentu dengan dijamin pegawai medis seperti: juru rawat, dokter yang memberi nasehat. Biasanya layanan kesehatan meliputi: penyelidikan, pemeriksaan, dan pengobatan. Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa layanan kesehatan sekolah tidak lain adalah usaha sekolah dalam rangka membantu (bersifat sementara) murid-murid yang mengalami persoalan kesehatan, sebelum mereka mendapatkan layanan dari tenaga medis yang professional.

Pelayanan kesehatan tidak mengambil alih tanggung jawab keluarga dalam hal pemeliharaan kesehatan. Pelayanan kesehatan membantu pendidikan kesehatan bagi murid-murid bukan saja melalui pemberian informasi kepada anak-anak mengenai kesehatannya dan kekurangannya, tetapi juga melalui hubungan dengan petugas-petugas kesehatan. Pekerjaan dokter dan perawat di sekolah sangat banyak pengaruhnya terhadap sikap murid, dan terhadap pelayanan kesehatan itu. Adalah sangat penting untuk membuat pengalaman dalam pelayanan kesehatan itu menjadi pengalaman-pengalaman yang bersifat yang bersifat mendidik. Oleh karena itu kepala sekolah dan guru-guru harus mengetahui apakah pelayanan kesehatan itu, sehingga dapat bekerja sama dengan petugas-petugas kesehatan dengan efektif dan membuatnya menjadi pengalaman-pengalaman yang bersifat mendidik. Guru-guru juga perlu mengetahui tugas dari masing-masing petugas kesehatan bagi murid dan bagi guru-guru. Orang tua juga perlu mengetahui apa pelayanan


(56)

kesehatan itu. Kepala sekolah hendaknya menghubungkan pelayanan kesehatan itu dengan kebijaksanaan pengajaran di sekolahnya.

b. Tujuan dan Fungsi Layanan Kesehatan Sekolah

Pada dasarnya tujuan layanan kesehatan sekolah adalah: (a) mengikuti perkembangan dan pertumbuhan anak didik, (b) mengenali gangguan/kelainan kesehatan sedini mungkin, (c) pencegahan penyakit menular, (d) pengobatan secepat-cepatnya, dan (d) rehabilitasi. Sedangkan fungsi layanan kesehatan di sekolah adalah: (a) menafsirkan keadaan kesehatan siswa dan pegawai sekolah; (b) menasehati siswa dan orang tua memberikan semangat dan menyembuhkan penyakit; (c) membantu dalam pendidikan anak-anak; (d) membantu mencegah dan mengontrol penyakit; dan (e) memberikan layanan darurat untuk luka/penyakit yang datang dengan tiba-tiba.

c. Jenis-jenis Layanan Kesehatan

Shuster dan Wetzler (1985) menyebutkan bahwa jenis-jenis layanan kesehatan sekolah meliputi:

1. Klinik Sekolah

Dalam pelaksanaannya, sekolah dapat menyelenggarakan klinik sekolah sendiri namun juga dapat bekerjasama dengan layanan kesehatan umum, seperti Puskesmas, rumah sakit dan lainnya.

2. Ujian Kesehatan

Sekolah harus memiliki informasi yang berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan memahami masalah-masalah


(57)

emosi/mental dan penyesuaian diri. Informasi-informasi ini sebaiknya disimpan dalam rekaman komulatif. Menurut American Medical Association menyebutkan ada 4 ujian kesehatan sebagai berikut:

a. saat anak memasuki sekolah; b. pada tingkat pertengahan; c. saat usia adolescence;

d. saat anak meninggalkan sekolah.

3. Pemeriksaan Gigi

Peserta didik secara periodic perlu diperiksa gigi, agar kesehatan gigi terjaga

4. Bimbingan Kesehatan

Beberapa hal yang harus berdiskusi kepala sekolah dengan guru dan masyarakat untuk mengendalikan berkembangnya suatu penyakit:

a. Tidak memasukkan anak-anak yang sedang sakit ke sekolah; b. Menyediakan tempat bagi anak yang sakit dan tidak dapat

mengikuti pelajaran di kelas sampai diperiksa dokter;

c. Jika tidak ada perawat/dokter di sekolah, anak yang sakit segera dikirim ke orang tuanya;

d. Jangan memulangkan anak dari sekolah (walaupun jam pelajaran sudah selesai) dalam cuaca yang buruk atau membahayakan siswa.


(58)

5. Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)

Dalam buku Tuntunan Pelaksanaan UKS dinyatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam kegiatan layanan kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Pemeriksaan kesehatan secara berkala, baik pemeriksaan yang bersifat umum maupun pemeriksaan khusus. Pemeriksaan yang bersifat khusus, misalnya menelaah gigi, mata, dan sebagainya. Pemeriksaan kesehatan secara umum seyogyanya dilakukan setiap 3 tahun sekali, yakni kelas i sd, kelas iv sd, kelas vi sd, kelas i smp, dan kelas ii smta dan sewaktu-waktu bila diperlukan.

b. Mengikuti pertumbuhan badan anak didik dengan melakukan secara berkala pengukuran berat badan dan tinggi badan . Karena pertumbuhan badan anak-anak usia sekolah relatif lambat, maka cukuplah bila pengukuran tersebut dilakukan setiap 6 bulan sekali.

c. Pemeriksaan dan pengawasan kebersihan perorangan anak didik dilakukan sepintas lalu setiap pagi oleh guru kelasnya. d. Peneliharaan dan pengawasan kebersihan lingkungan sekolah. e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit menular.

f. Usaha-usaha dibidang gizi, misalnya: makanan tambahan di sekolah, kebun sekolah, dan sebagainya. Sebaiknya ini dikaitkan dengan aktivitas mengikuti perkembangan dan pertumbuhan badan anak didik.

g. Usaha kesehatan gigi di sekolah.

h. Observasi harian mengenai kesehatan badan anak-anak yang dapat dilakukan oleh guru dengan maksud mengenal kelainan kesehatan sedini mungkin.


(59)

i. Pengobatan ringan dan pppk

j. Mengirimkan kasus-kasus yang perlu pengobatan lanjutan kepada ahli.

d. Pemeriksaan Kesehatan Anak

Pemeriksaan kesehatan dapat dilakukan oleh dokter, perawat, dan juga oleh guru-guru. Pemeriksaan kesehatan oleh dokter dilakukan untuk menentukan keadaan kesehatan anak didik dan untuk mengetahui adanya cacat jasmani atau penyakit. Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah ada hal-hal yang memerlukan perhatian . Jika ada yang memerlukan perhatian, maka anak itu diserahkan ke klinik untuk mendapatkan pengobatan, atau menyarankan kepada orang tuanya agar dibawa ke rumah sakit.

1) Cacat Penglihatan

Cacat penglihatan merupakan salah satu sebab dari kesulitan membaca yang sering kali mempengaruhi perkembangan belajar siswa. Oleh karena itu guru perlu mengetahui bagaimana mendeteksi adanya cacat penglihatan, bagaimana pengaruhnya terhadap kesehatan dan kepribadian anak dan apa yang dapat dilakukan guru untuk membantu anak. Beberapa Jenis Cacat Penglihatan:

a. Myopis (penglihatan dekat)

Anak-anak yang menderita “myopia” akan mudah dalam membaca, tetapi mengalami kesulitan dalam aktivitas di mana diperlukan penglihatan yang jauh untuk mengatasinya dengan lensa cekung.


(60)

Untuk dapat melihat dekat dengan jelas harus memaksakan otot-otot yang mengatur lensa, sehingga untuk membaca menimbulkan ketegangan pada mata.

c. Astigmatisme (bayangan pada retina kabur)

Anak yang menderita ”astigmatisme” mungkin tulang belakangnya dapat bengkok ke samping karena sering memiringkan kepalanya untuk berusaha mendapatkan penglihatan yang jelas. Untuk membantunya dapat dipergunakan kaca mata.

d. Strabismus (juling)

Anak yang mendapat cacat in mungkin akan mengalami kesulitan dalam kepribadiannya kalau sering diejek oleh teman-temannya. Untuk membantunya dapat dipergunakan kaca mata.

e. Buta warna

Biasanya terjadi pada 2% laki-laki, dan jarang terjadi pada wanita. Cacat ini sangat mempengaruhi kemampuan membaca, dan bagi penderita sebaiknya tidak memilih pekerjaan yang membutuhkan kemampuan untuk membedakan warna.

Cara-cara Mendeteksi Kelainan Penglihatan

Guru dapat mendeteksi kelainan penglihatan pada anak didik dengan cara mengamati gejala-gejalanya. Gejala-gejala kelainan pada penglihatan dapat berupa:

a. sering merasa pusing;

b. kelopak mata bengkak atau berkerak;

c. mata merah, berair atau mengeluarkan kotoran;

Disamping itu ada juga gejala-gejala lain yang berupa tingkah laku tertentu seperti:


(61)

b. berusaha untuk menghilangkan pandangan yang kabur;

c. merasa tidak enak apabila bekerja yang memerlukan penglihatan dekat;

d. tidak memperhatikan apabila guru menerangkan di papan tulis atau gambar-gambar lainya;

e. jika melihat benda-benda jauh badan tegang, muka miring, menjulurkan kepala;

f. ketika membaca:

1) terus menerus mengedipkan mata; 2) memegang buku terlalu jauh; 3) memegang buku terlalu dekat;

4) sering berubah-ubah jarak buku dari mata; 5) tidak ada perhatian waktu ada pelajaran;

6) menutup atau menutupi sebelah mata; memiringkan kepala;

7) sering membalikan kata atau suku kata;

8) sering kehilangan tempat yang dibaca pada halaman buku.

2) Cacat Pendengaran

Mengenal kelainan dalam pendengaran adalah sangat penting. Anak yang kurang pendengarannya tidak akan menceritakan kepada guru. Namun guru dapat melihat gejala-gejala yang mungkin menunjukan adanya kelainan tersebut, seperti:

a. Agak memutar kepala apabila diajak berbicara;

b. Kalau berbicara suaranya datar dan tidak wajar (seperti yang didengarkanya);


(1)

Kepala sekolah harus mendelegasikan kewenangannya kepada manajer agar pengoperasian kafetaria lebih efisien, dan menentukan suatu standart kesehatan. Namun demikian ia tidak boleh menghindari tugas supervisi yang menuntut pengecekan terhadap pelaksanaan kafetaria secara seksama. Kepala sekolah dibebani dengan tanggung jawab pengelolaan program sekolah secara menyeluruh, disamping dia harus secara terus menerus mengendalikan operasi kafetaria.

3. Penataan Sarana Fisik

Sebelim sekolah memutuskan untuk melaksanakan jadwal atau meningkatkan jumlah siswa yang menggunakan layanan kafetaria, haruslah diyakini dulu bahwa peralatan dan ruangan yang cukup sangat dibutuhkan.

Ukuran kafetaria berbeda-beda menurut ukuran sekolahnya, namun luas kafetaria harus dapat menampung 25-35 % atau 1/3 dari keseluruhan jumlah siswa pada suatu sekolah. Apabila setiap menit dapat terlayani 5 sampai 10 siswa, maka dalam 15 menit akan dapat terlayani 75 sampai 150 siswa, yang berarti kafetaria sekolah harus menyediakan tempat duduk untuk sekitar 150 siswa. Tersedianya sarana kafetaria yang memadai tentunya akan sangat mempengaruhi kecepatan pelayanan yang pada akhirnya sangat mempengaruhi kenyamanan dari para pelayanan siswa.

Tata dapur yang baik juga perlu diperhatikan, sebagaimana halnya pengaturan ruang makan. Sebaiknya dapur dan ruang pemrosesan makanan dipisakan dari ruang makanan, sehingga suara gaduh dari kesibukan dapur tidak merusak suasana kenyamanan yang ada di ruang makan. Untuk memelihara makanan dari debu


(2)

sebaiknya lokasi kafetaria berada di salah satu sayap bangunan sekolah lainya. Untuk mengurangidebu yang ada di ruangan kafetaria ia dapat juga dilakukan dengan menempatkan kipas di ruang makan atau di ruang pelayanan makanan.

Ruang kafetaria menjadi ruang yang paling bising di sekitar sekolah, selama waktu makan. Oleh karena itu lokasi kafetaria sebaiknya agak jauh dari ruang bejar siswa, sehingga suara bising dan bau yang berasal dari kafetaria tidak terlalu mengganggu kenyamanan situasi belajar mengajar. Disamping lokasi kafetaria, yang perlu diperhatikan adalah bahan konstruksi bangunan kafetaria. Sebaiknya bahan bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari bahan bangunan konstruksi kafetaria terdiri dari bahanyangkedap suara, sehingga kebisingan yang berasal dari kafetaria dapat dikurangi.

4. Standar Kesehatan yang Baik

Kafetaria harus menggambarkan pengajaran kesehatan bagi siswa, sehingga timbul anggapan bahwa apa yang dilakukan kafetaria merupakan contoh tentang makanan yang sehat. Jika ini dilakukan, maka merupakan suatu kebodohan bagi kafetaria apabila ia melanggarnya. Apabila kafetaria tidak melakukan kebodohan semacam itu, maka sangat bagi siswa-siswa untuk dapat melihat paktik yang baik yang ditunjukan kafetaria. Dalam sekolah yang besar dan baik, kesehatan dan program pendidikan rumah tangga dan kafetaria konsisten satu sama lain. Di kelas dan laboratorium, siswa belajar tentang makanan yang bagaimana yang dipilihnya, dan bila di kafetaria memiliki kesempatan untuk mempraktikannya.

Kafetaria juga harus mengesankan pada siswa tentang kebesihan. Pesanan yang ditujukan siswa harus dapat menimbulkan


(3)

hasrat untuk menyeimbangkan tata makanan. Kriteria yang tepat bagi kesungguhan sekolah dalam pengajaran kesehatan adalah jenis, jumlah, dan tempat makanan kecil (misalnya: permen) yang ada dikafetaria. Ada beberapa keuntungan penyediaan permen, siap untuk disajikan, dan tidak ada pekerjaan yang dilibatkan dalam penjualanya. Jika ada permen “murahan” diletakan pada pintu masuk kafetaria, siswa akan beranggapan bahwa kafetaria itu lebih tertarik untuk mengumpulkan uang yang banyak dengan sedikit kerja tanpa memandang pendidikan kesehatan. Sebaliknya apabila permen yang diletakan pada pintu masuk kafetaria berkualitas baik, maka dapat dikatakan bahwa standart dan prinsip kesehatan selalu diperhatikan oleh orang-orang disitu.

Cara lain yang cepat dan efektif untuk mengecek bagaimana standart kesehatan dalam kafetaria adalah jumlah siswa yang minum susu. Jika kita memandang kea rah meja makan saat makanan sedang disantap dan menemukan banyak botol/gelas susu, kita dapat beranggapan bahwa minum susu sudah menjadi kebiasaan anak-anak. Sebaliknya jika yang banyak adalah botol-botol minuman “pop” (minuman sejenis soda yang beruap), maka kesimpilan kita akan berbeda. Ini bukan berarti minuman air soda berbahaya, tapi harga yang diminta untuk sedikit air yang diberi rasa manis dan perwarna, sangat tinggi. Masih banyak makanan yang bernilai kesehatan lebih baik, harus disediakan di kafetaria dan siswa didorong untuk memesannya.

Seringkali dipertanyakan, apakah suatu keputusan yang baik untuk melarang penjualan permen, minuman segar, dan makana popular lainnya, yang mempunyai nilai kesehatan yang rendah. Cara hidup yang demikian lebih banyak kejelekannya dari pada


(4)

kebaikannya. Dibeberapa negara , sekolah dapat secara mudah mengabaikan makanan yang demikian, sedang di negara lain dimana sikap masyarakat tidak begitu baik, barangkali rencana terbaik adalah mengurangi penjualan makanan yang “tidak baik” trsebut sebanyak mungkin, dan medorong parktik-praktik yang baik secara maksimal. Sebetulnya banyak cara yang dapat dilakukan, salah satunya adalah lokasi garis pelayanan. Beberapa sekolah membatasi persediaan permen dan sejenisnya, sedangkan sekolah yang lain tidak mengijinkan untuk dijual hingga 101 menit menjelang kafetaria ditutup. Sekolah sering mengkombinasikan pembatasan-pembatasan ini dengan memberikan pengajaran yang positif dalam kelas, dengan poster di aula dan kafetaria yang menunjukan rendahnya nilai suatu makanan dan betapa tingginya harga makanan-makanan tersebut.

5. Organisasi Penyelenggaraan Kafetaria Sekolah

Penyelenggaraan kafetaria sekolah yang baik tentunya melibatkan semua unsure sekolah, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, guru-guru juga ikut memikirkan program-program kafetaria sekolah yang dapatdimanfaatkan untuk pencapaian tujuan pengajaran. Disamping itu perl juga menetapkan personil-personil sekolah yang secara langsung menangani penyelenggaraan kafetaria.

a. Kepala Sekolah (Wakil Kepala Sekolah): menentuka kebijakan, mengawasi, dan memberikan supervise untuk kelancaran usaha kafetaria;

b. Manajer Kafetaria: melaksanakan kebijakan kepala sekolah; bertanggung jawab atas kegiatan kafetaria sehari-hari;


(5)

c. Bendahara: mempertanggungjawabkan semua pemasukan dan pengeluaran keuangan kepada manajer; membuat laporan keuangan (harian/bulanan/tahunan);

d. Bagian Pembelian: bertanggung jawab atas penyediaan dan pengadaan bahan makanan sebelum diproduksi;

e. Bagian Penjuala: bertanggung jawab atas penjualan dan pelayanan makanan, dan membuat laporan kepada bagian keuangan (bendahara);

f. Bagian Produksi: bertanggung jawab atas menu dan pengolahan makanan yang disajikan di kafetaria; membuat laporan kepada bagian penjualan dan bagian keuangan

g. Bagian Kebersihan: bertanggungjawab atas kebersihan peralatan dan lingkungan kafetaria

h. Bagian Keamanan: bertangungjawab atas keamanan barang-barang milik kafetaria dan juga milik pembeli

Tentunya bagan struktur kafearia di atas, khususnya jumlah “bagian” yang ada di suatu kafetaria, sangat tergantung pada besar atau kecilnya suatu kafetaria sekolah. Semakin besar suatu kafetaria sekolah, semakin banyak dibutuhkan “bagian-bagian” tersebut.

Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimankeberadaan kafetaria di suatu sekolah, tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan makan dan minum siswa, namun juga dapat sebagai wahana untuk mendidik siswa tentang kesehatan, kebersihan, kejujuran, saling menghargai, dan sebagainya.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Atkinson, M. (et.al). The Educators Encyclopedia; Prentice Hall, Inc. Englewowod Cliffs, New York.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1979. Administrasi dan Metodologi Pengajaran (jilid 2). Proyek BPGT. Bandung.

Elsbree, et al. 1998. Elementary School Administration and Supervision. New York: American Book Company.

Good, C. V. 1959. Dictionaryof Education. New York Toronto-London: Mc Graw Hill Book Company. Inc.

Hack, W. G. et.al. 1965. Educational Administration; Selected Readings, Boston: Allyn and Bacon. Inc.

Hunt, H. C. and Piere, P.R. 1965. The Practice of School Administration. Cambrige: The Riberside Press.

Jones, J.J. Secondary School Administration. New York: Mc Graw Hill Book Company.

Kusmintardjo. 1993. Pengelolaan Layanan Khusus di Sekolah.(Jilid 2). Malang: OPF IKIP Malang.

Shuster, A.H. and Wetzel, W.F. 1958. Leadership in Elementary School Administration and Supervision. Boston: H. Mifflin Company.

Sutisna, O. 1983. Administrasi Pendidikan: Dasar Teoritis untuk Praktik Profesional. Bandung : Penerbit Angkasa.

Willgoose, Carl E. 1960. Health Education in the Elementary School. Toronto: W.B. Soundera Company.

Wiyono, B.B. 1999. Manajemen Layanan Khusus di Sekolah. Malang: IKIP Malang.