Keputusan Sidang Sinode Am XXII pada tanggal 3-8 Juni 2006 di Jakarta.

b. Keputusan Sidang Sinode Am XXII pada tanggal 3-8 Juni 2006 di Jakarta.

Dalam sidang sinode tersebut dirumuskan keputusan yang terkait dengan sikap politik Gereja Toraja, secara khusus mengenai Pengembangan peran kebangsaan gereja dan politik. Keputusan tersebut menyatakan bahwa sikap antusias masyarakat Indonesia untuk melakukan pemilihan pemimpin negara secara langsung merupakan suatu kemajuan dalam proses demokratisasi yang cukup memberi harapan. 16 Namun berkaitan dengan itu, suatu hal yang patut direnungkan adalah “apakah pemilihan langsung tersebut merupakan jalur yang dengan sengaja dipilih untuk membawa masyarakat kepada kehidupan demokrasi yang berdamai sejahtera?” Pertanyaan semacam ini tetap relevan untuk dikemukakan oleh karena fakta-fakta di lapangan menyangkut kehidupan berbangsa dan bernegara sampai saat ini masih tetap mengindikasikan adanya ketegangan antara kehendak politik political will penyelenggara negara dan kepentingan kelompok-kelompok tertentu. 17 Dalam konteks yang demikian ini, “demokrasi” pun masih potensil menjadi kendaraan untuk sekedar mememenuhi kepentingan pribadi, kepentingan kelompok atau kepentingan golongan sendiri, yang pada akhirnya dapat berimplikasi pada terabaikannya kepentingan pihak lain. Peluang bagi terjadinya kondisi yang demikian ini akan semakin diperbesar oleh masih kurang dan belum meratanya kedewasaan berpolitik sebagian rakyat Indonesia. 18 16 Himpunan Keputusan Sidang Sinode Am XXII Gereja Toraja, di Jakarta, 2-8 Juli 2006, Hlm. 74 17 Ibid 18 Ibid, hlm. 75 Dalam kondisi ini Gereja Toraja terpanggil untuk mengupayakan pemberdayaan dan pendewasaan politik warganya secara terprogram dan sistematis. Gereja perlu, secara sengaja, melakukan upaya-upaya pemberdayaan bagi warganya agar dapat melakukan kewajiban politiknya, memperjuangkan hak-hak politiknya secara konstruktif, menjamin berlangsungnya hubungan harmonis dan sinergis dengan sesama komponen bangsa. Patut dicatat bahwa upaya-upaya untuk memperjuangkan hak-hak politik tersebut harus tetap dipahami sebagai upaya memperjuangkan dan mewujudkan damai sejahtera Allah bagi semua. Karena itu, upaya tersebut juga harus tetap berlangsung dalam hubungan yang baik dengan Allah Sang Pencipta, sumber kedamaian dan kesejahteraan. 19 Dari hasil keputusan sidang sinode tersebut di atas, Gereja Toraja kemudian menjabarkannya dalam program kerja Badan Pekerja Sinode. Adapun rapat kerja Badan Pekerja Sinode yang memuat tentang sikap politik Gereja Toraja yaitu: a. Rapat Kerja IV Badan Pekerja Majelis Sinode Gereja Toraja, tahun 2006. Sikap Gereja Toraja terhadap politik nampak dalam program Bidang Pembinaan Warga Gereja Dan Pekabaran Injil. Program tersebut yaitu: - Pendidikan politik warga Jemaat, yang dilaksanakan melalui khotbah yang dimuat dalam buku membangun jemaat. - Pencerdasan warga Jemaat dalam menyikapi isu-isu HAM 19 ibid b. Rapat kerja I Badan Pekerja Sinode Gereja Toraja, tahun 2011. Sikap politik gereja tampak dalam program mengenai Peningkatan peran Ekumenis Kebangsaan, dan Pengelolaan Pluralitas, yang terdiri atas: - Pemberdayaan dan pendewasaan politik warga jemaat sehingga mampu melaksanakan kewajiban dan memperjuangkan hak politiknya dengan benar. - Pendidikan politik dan pendampingan warga jemaat yang berminat dan berpotensi di bidang politik. - Pengembangan peran gereja dalam proses legislasi-Pendampingan bagi warga gereja yang berperan dalam bidang politik. - Pendampingan dan advokasi HAM - Penyampaian suara kenabian kepada pemerintah dan lembaga-lembaga sosial demi kehidupan yang adil,bermoral, dan damai-sejahtera. Berdasarkan hasil keputusan rapat kerja Badan Pekerja Sinode maka, Gereja Toraja mengadakan Konsultasi Pekabaran Injil.. Dalam hasil Konsultasi III Pekabaran Inji ditekankan tentang demokratisasi. 20 Sejak tahun 1998, upaya demokratisasi di Indonesia semakin marak. Dalam kurun waktu yang lama warga masyarakat hampir tidak mempunyai kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya. Oleh karena semuanya diatur dari “atas”, maka budaya paternalistik yang memang sudah berakar dalam budaya tradisional, tumbuh subur dalam masyarakat. Dalam banyak hal “keseragaman” ditekankan. Kenyataan ini menjadi rongrongan terhadap realitas kemajemukan yang sejak zaman nenek 20 Hasil Konsultasi III Pekabaran Injil Gereja Toraja, PSP Tangmentoe, 20-25 Mei 2005. moyang dihargai, terutama karena semangat kekeluargaan yang masih kental. Namun, ketidaksiapan menerima kesempatan iklim demokratis ini, menyebabkan terjadinya penyalahgunaan kebebasan mengungkapkan pendapat. Perjuangan bagi kepentingan pribadi dan kelompok sering lebih diutamakan daripada kepentingan bersama yang membangun masyarakat. Tidak jarang terjadi pemaksaan kehendak secara anarkhis dengan memanipulasi pola hubungan mayoritas-minoritas, bahkan menggunakan kekuatan dan kekerasan fisik maupun berbagai bentuk kuasa lainnya misalnya kuasa uang, kedudukan, dsb. Demokrasi yang diharapkan adalah demokrasi yang dapat menjadi saluran ekspresi kedaulatan rakyat. Demokrasi semacam ini mestinya didorong secara luas dan ditopang dengan penegakan hukum yang diwarnai dengan keadilan dan kebenaran. Dengan jalan begitu setiap warga negara dapat menggunakan hak-hak politiknya secara bertanggungjawab sambil menjalankan kewajiban politiknya secara tulus. Semua upaya demokratisasi itu perlu didukung dengan penegakan supremasi hukum dan penegakan hak-hak asasi manusia, termasuk hak anak untuk hidup dan berkembang secara sehat, hal yang seringkali tidak diperdulikan. Tumpuan dasarnya satu, yakni Pancasila sebagai wujud konsesnus nasional. Dalam konteks demikian, gereja seharusnya melihat demokrasi sebagai anugerah Tuhan bagi masyarakat Indonesia yang pluralistik. Demokrasi, meski bukan satu-satunya jalan, adalah sebuah prinsip universal yang alkitabiah. Ia dapat menjadi paradigma untuk menjabarkan instrumen penyelenggaraan hidup bernegara yang relevan bagi masyarakat dunia yang semakin majemuk. Dengan pemahaman demikian, demokrasi dapat dilihat sebagai sebuah sistem yang dapat menyanggah keutuhan dan kesatuan masyarakat. Itu juga berarti, bahwa demokrasi merupakan alat untuk mencegah penimpangan- penyimpangan yang dipromosikan dan diperjuangkan oleh kelompok-kelompok tertentu yang menghendaki hegemoni, baik berdasarkan agama maupun ideologi lain yang bercorak eksklusif-diskriminatif. Gereja dan warganya hanya dapat berpartisipasi mengerjakan demokratisasi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, bila ia melihat setiap manusia sebagai sesama mahkota ciptaan Allah yang kepadanya Allah mempercayakan pelayanan pendamaian di tengah dunia ini supaya seluruh makhluk memuliakan Allah. Kehidupan dan kehadiran jemaat adalah kehidupan yang menghadirkan tubuh Kristus yang dikorbankan dan dibagikan untuk seluruh umat manusia dan segala mahluk. Dengan pandangan demikian, gereja dapat secara aktif, terencana dan sistematis menyelenggarakan pendidikan politik bagi warganya, tentu saja dalam perspektif teologis-alkitabiah. Nilai demokrasi perlu ditumbuhkembangkan di dalam kehidupan keluarga, antara lain dengan mengembangkan sikap saling menghargai di antara anggota keluarga, memberi ruang dan kesempatan kepada setiap anggota keluarga untuk mengungkapkan pandangannya tanpa rasa takut atau ditakut-takuti. Dengan demikian, dalam kehidupan berjemaat setiap orang percaya dapat menghargai orang lain dan terbuka membicarakan perbedaan-perbedaan pendapat dalam semangat persaudaraan di dalam Kristus serta berupaya saling mendukung melampaui perbedaan-perbedaan yang ada. Cara hidup seperti ini akan sangat berharga bagi kesaksian gereja di tengah masyarakat yang majemuk. Sebagai salah satu bentuk implementasi sikap Gereja Toraja terhadap, tergambar melalui surat-surat penggembalaan yang dikeluarkan oleh Badan pekerja Sinode Gereja Toraja dalam setiap momen Pemilihan Umum dan Pemilukada. Berikut ini penulis memaparkan dua contoh surat penggembalaan dari Badan Pekerja Sinode kepada Jemaat-jemaat. Surat penggembalaan itu antara lain: a. Surat Penggembalaan Menghadapi Pemilihan Umum Republik Indonesia Tahun 2009. Beberapa hal yang ditekankan dalam surat tersebut adalah: Dalam menghadapi cara memilih yang tidak mudah ini membutuhkan niat dan kehendak untuk saling membantu memberi pemahaman sehingga suara kita tidak menjadi sia-sia. Banyak di antara kita yang tidak biasa dengan budaya baca tutis sehingga menjadi bingung ketika tiba-tiba dihadapkan pada kertas berukuran besar yang berisi tanda-tanda dan tulisan yang maknanya mungkin asing. Mari sating memberi informasi tentang cara sah memberi suara. Merupakan langkah yang baik katau Majetis Jemaat dengan tetap menjaga netralitas, tidak memihak dapat berinisyatif bekerja sama dengan KPUPPKPPS menyosialisasikan cara memberi suara yang benar. PEMILU ini merupakan bagian dari proses panjang membawa bangsa ini keluar dari kritis multidimensional yang belum juga berakhir sejak 1998 hingga sekarang. Sementara itu, bersama bangsa-bangsa di dunia, kita juga sedang menghadapi krisis keuangan dan ekonomi global. Karena itu, hak untuk memilih hendaknya dipergunakan sesuai dengan suara hati yang telah dijernihkan dan dipertajam dengan pertimbangan-pertimbangan yang sudah disebutkan di atas. Gunakanlah hak pilih kita datam PEMILU ini dan jangan GOLPUT tidak ikut memilih. SSA XXll Gereja Toraja telah menugaskan kita untuk berperan aktif dalam pembangunan bangsa kita. Jika tidak mempergunakan hak pilih, maka hal itu dapat berarti kita menyerahkan pengambilan keputusan seluruhnya kepada orang lain yang sangat mungkin tidak sejalan dengan yang sesungguhnya merupakan harapan kita sendiri. Di samping itu, kita patut menyadari bahwa PEMILU tahun 2009 ini menentukan pemenangnya dengan perolehan suara terbanyak. Satu suara sungguh sangat menentukan seseorang terpilih sebagai pemenang. Dan sangat mungkin satu suara itu adatah suara kita. Kita semua memiliki panggilan untuk menegakkan Republik lndonesia menjadi semakin adil, damai, dan sejahtera. Ajaran Yesus Kristus adalah pedoman kita dalam segala hal. Sebagai pengikut Yesus Kristus, dengan tegas kita harus menolak segala bentuk kekerasan, manipulasi, kebencian, perpecahan, dan suap politik uang. Kita harus mengutamakan persekutuan dan tidak membiarkan perbedaan dukungan dan pilihan calon legistatif dan partai politik merusak koinonia kristiani kita. lbarat sebuah permainan olahraga, PEMILU akan berakhir dengan kepastian akan ada sedikit saja yang keluar sebagai pemenang dan jauh lebih banyak yang akan keluar sebagai yang kalah. Memang semua peserta telah berusaha dengan sepenuh kemampuannya, tetapi semua peserta harus menjunjung tinggi nilai sportivitas. Sebagai orang beriman, kita semua sebaiknya menghadapi PEMILU ini dalam suasana hati yang siap dan terbuka menanti dengan tenang kehendak Tuhan. b. Surat Penggembalaan Menjelang Pemilihan Umum Kepala Daerah 2010. Ada beberapa hal yang ditekankan dalam surat tersebut adalah: Pada tahun 2010 ini terjadi pemilihan kepala daerah dan atau walikota di beberapa daerah di mana anggota-anggota Gereja Toraja berdomisili. Kami menyeru segenap anggota Gereja Toraja yang memiliki hak memilih di daerah masing-masing untuk menggunakan hak pilihnya pada hari pemilihan yang sudah ditetapkan. Pemilihan umum Kepala Daerahwakil Kepala Daerah atau walikotaWakil Walikota ini merupakan kesempatan yang baik bagi kita sebagai rakyat terlibat langsung menentukan pemimpin tertinggi di kabupaten dan atau provinsi masing-masing. Tuhan telah menempatkan kita hidup dalam sebuah masyarakat yang majemuk. Kita hidup dalam masyarakat yang memiliki latar belakang yang berbeda dalam banyak aspek: Suku, agama, kepercayaan, ras, budaya, bahasa, adat- istiadat, golongan, dll. Kita juga hidup dalam masyarakat yang masih sedang berjuang melawan musuh-musuh damai-sejahtera: Kejahatan korupsi, ketidakadilan, kekerasan, lemahnya penegakan hukum, pengangguran, kurangnya lapangan kerja, penyalahgunaan narkoba, rendahnya mutu pendidikan dan kesehatan, dan kemiskinan moral dan kebutuhan hidup sehari-hari. Oleh karena itu pemimpin daerah yang kita butuhkan adalah pemimpin yang memiliki karakter iman dan moral yang jelas dan tegas sehingga bisa menjadi contoh yang dapat ditiru dan diteladani oleh masyarakat. Kita butuh pemimpin yang akan mampu mengelola kemajemukan dan memimpin masyarakat mengatasi penyakit yang selama ini menyebabkan kemiskinan. Kita butuh pemimpin yang dengan iman memiliki hati yang tulus mau mengasihi dan mencintai rakyat; pemimpin yang dapat membangun dan meningkatkan mutu kehidupan bersama kita seluruh rakyat secara adil, bijak, utuh, dan menyeluruh. Mari memilih calon Kepala DaerahWakil Kepala Daerah yang mengutamakan kepentingan umum lebih daripada kepentingan pribadi, suku, golongan, atau kelompok sendiri dan dapat berlaku adil bagi semua komponen rakyat sehingga tercipta damai sejahtera bagi semua. Kami menghimbau segenap anggota Gereja Toraja untuk secara tegas menolak cara-cara yang melawan Firman Tuhan dalam upaya meraih kursi kekuasaan. Misalnya suap, ancaman menakuti-nakuti, kekerasan, penyebaran fitnah terhadap pasangan calon tertentu. Pegang teguhlah Visi Gereja Toraja, Damai Sejahtera Bagi Semua. Pada masa kampanye mungkin suasana politik akan dinamis. Mari kita semua berdoa dan berusaha sungguh-sungguh supaya kampanye berlangsung dengan damai dan penuh penghormatan atas hak-hak asasi tiap orang. Kami menghimbau segenap anggota Gereja Toraja untuk mendoakan secara khusus kegiatan pemilihan umum kepala daerah atau walikota baik dalam doa-doa pribadi maupun dalam ibadah-ibadah hari Minggu menjelang PEMILU KADA. Berdasarkan hal-hal di atas, penulis menyimpulkan bahwa Gereja Toraja secara prinsip telah menyadari bahwa politik adalah bagian dari bidang pelayanan gereja. Gereja Toraja telah menyadari pentingnya partisipasi atau peran gereja dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Gereja dipanggil untuk menyatakan sikap politiknya dengan memperjuangkan demokrasi, hak-hak asasi manusia HAM, tegaknya kebenaran hukum, dan memperjuangkan nasib orang banyak, serta membela hak orang lemah, miskin dan tersisih. Namun hal yang prinsip itu belum sejalan dengan realitas. Sebagai salah satu contoh, warga jemaat maupun masyarakat pada umumnya masih rentan terhadap praktek politik uang money politic. Kenyataan ini menurut penulis merupakan bentuk dari belum dipahaminya makna politik sebagai perjuangan bersama untuk kesejahteraan masyarakat, politik masih dipahami sebagai medan untuk saling merebut kekuasaan. Hal tersebut disadari oleh Gereja Toraja yang tampak dalam laporan Badan Pekerja Sinode pada SSA XIII di Tallunglipu. Hal yang menyebabkan sikap politik gereja masih sebatas konseptual karena antara lain Gereja Toraja dalam sejarah masa lampau tidak memiliki wawasan teologis yang jelas mengenai keterlibatannya dalam bidang politik, yang pada gilirannya mengakibatkan ketidakjelasan visi dan misi gereja dalam bidang politik. Sehubungan dengan itu, ada dua hal yang perlu dicatat: 1. Adanya pengaruh tradisi teologi pietis yang cenderung menjauhkan gereja dari bidang politik. Sebagimana yang penulis telah uraikan sebelumnya. 2. Belum dirumuskannya secara sistematis langkah-langkah strategik yang harus ditempuh oleh Gereja Toraja dalam mengimplementasikan sikap politiknya.

D. Sikap Politik Gereja Toraja Terhadap Pelaksanaan Otonomi Daerah.