Iklim Sekolah Faktor-faktor yang mempengaruhi memicu perilaku bullying

66 sedang marah. Tak hanya itu, ia pun sempat mempratikkan gerakan tersebut sambil menghadap ke meja. Ketika peneliti mencari tahu kebenaran dari perkataan “H” tersebut, teman-temannya menjawab bahwa “H”lah yang sering melakukan hal tersebut di dalam maupun di luar kelas.

d. Iklim Sekolah

Berdasarkan observasi dan hasil wawancara, diketahui bahwa iklim sekolah dimana “H” bersekolah, antara lain: 1. Respon guru yang buruk Guru kurang cepat dalam merespon ketika terjadi bullying di kelas. Guru tampak sudah menganggap hal tersebut biasa terjadi di kelasnya bahkan guru sudah dapat memastikan bahwa pelakunya adalah “H”. Melihat hal tersebut, guru hanya akan menyuruhnya untuk minta maaf kepada teman tersebut tanpa ada pembinaan lebih lanjut. Guru menganggap hal tersebut wajar jika dilakukan anak seusia SD karena pada dasarnya mereka hanyalah anak-anak. Sikap guru dapat dibilang acuh terhadap tindak bullying yang dilakukan oleh “H” terhadap teman-temannya. Guru sering menganggap remeh ejekan, olokan, ancaman yang dilakukan “H” terhadap temannya. Padahal jika dibiarkan tentu saja akan memberi celah pada berkembangnya bullying yang lebih kompleks. 67 2. Guru bersikap tidak tegas Guru bersikap tidak tegas ketika terjadi pelanggaran dan bullying yang dilakukan oleh “H”. Guru jarang menegur “H” yang sering kali menggunakan kata-kata kasar kepada temannya. Ketika pembelajaran pun, “H” sering tidak memperhatikan entah karena berbicara sendiri dengan temannya, melamun, ataupun justru mengganggu temannya tampaknya wali kelas juga tidak begitu mempermasalahkan hal tersebut. Guru baru akan menegurnya jika setelah beberapa saat dibiarkan tetapi tetap saja begitu. Hal demikian juga dilakukan oleh guru mata pelajaran Bahasa Inggris yang justru tampak lebih acuh terhadap “H”. Ketika pembelajaran “H” sering mengganggu temannya, berjalan-jalan, memukul-mukul meja klotekan, berkata kasar baik kepada teman ataupun guru, guru tidak menegur sama sekali. Bahkan “H” sempat melempar penghapus kain ke kepala guru, guru tidak menegurnya melainkan hanya melihatnya sekilas dan kembali meneruskan pembelajaran. 3.Guru sering melakukan tindakan fisik Berdasarkan hasil wawancara dengan walikelas dan siswa, menyatakan bahwa terdapat beberapa guru yang sering melakukan tindakan fisik terhadap “H” diantaranya guru mata pelajaran Bahasa Inggris dan Olah Raga. Guru Bahasa Inggris 68 yang sering dipanggil dengan sebutan Miss Nina bukan nama sebenarnya ini sering melakukan tindakan fisik seperti melempar tempat pensil, mencubit, menjewer, memukul dengan buku, menarik lengan baju siswa dan memukul dengan penggaris ketika “H” susah diatur saat proses pembelajaran sedang berlangsung. Terlihat saat berlangsungnya pembelajaran bahasa inggris kelas tampak tidak terkondisi dimana “H” merupakan aktor utama yang mengakibatkan hal tersebut. Miss. Nina yang sudah kehabisan kesabaran terlihat beberapa kali melakukan tindakan fisik dan non fisik kepada “H” dan siswa lain. Tindakan fisik yang dilakukan Miss Nina yaitu memukul kepala siswa dengan buku, menarik lengan baju “H”, mencubit, menarik rambut, dan memukul. Sedangkan tindakan non fisik yang dilakukannya yaitu mengatai “H” „wes ra tau isoh garap gaweane rame ae‟, membentak, dan memelototi. Tindakan yang dilakukan oleh Miss. Nina ini tidak hanya dilakukan di kelas 4 namun juga dilakukan di kelas lain. Tak heran jika sebagian besar siswa ketika pelajaran bahasa Inggris merasa malas dan tidak bersemangat bahkan sering kali siswa membuat gaduh kelas dan menunjukkan sikap tidak hormat kepada Miss Nina. Sedang guru olahraga yang sering dikenal dengan Pak Bina bukan nama sebenarnya terkadang juga melakukan 69 tindakan fisik terhadap siswa. Memang dari pihak sekolah menunjuk Pak Bina untuk menindak tegas pelanggaran yang dilakukan para siswa. Pak Bina sering menindak siswa-siswa yang datang terlambat, tidak disiplin dalam mengikuti upacara. Biasanya siswa diminta untuk berdiri menghadap matahari, berdiri dengan hormat bendera, dan kadang membersihkan kamar mandi. Teramati saat upacara berlangsung, Pak Bina sering menendang atau menoyor kepala “H” ketika “H” berbicara dengan temannya saat upacara. Setelah upacara pun, “H” diminta untuk berdiri dan hormat bendera selam 1 jam 4. Kurangnya pengawasan dari para guru Berdasarkan hasil observasi, setiap jam istirahat, para guru akan berada di kantor saja untuk sekedar berbincang dengan teman sejawat atau menikmati makanan sembari beristirahat setelah mengajar. Jarangsekali ada guru yang berkeliling ke kelas untuk memastikan tidak adanya tindak kekerasan antar siswa. Guru akan tetap berada di kantor walaupun guru mengetahui jika di luar kantor, siswa yang satu dengan yang lain saling berkelahi. Hal ini seperti kejadian saat jam istirahat siswa kelas 1 dan siswa kelas 4 bercanda tapi lama-kelamaan candaanmereka berubah menjadi perkelahian. Yang awalnya hanya sekedar kejar-kejaran berubah menjadiaksi pukul-pukulan bahkansiswa telahmenggunakan benda-benda 70 yang mungkin bisa melukai siswa lain seperti batu, sapu, dan kayu. Ironisnya, kejadian ini berlangsung di dekat kantor guru namun guru tidak keluar hanya untuk sekedar mengecek ataupun menghentikan aksi siswa-siswa tersebut. Kejadian lain, yaitu saat guru menghukum siswa yang bernama “K” bukan nama sebenarnya karena tidak mengerjakan PR. “K” diminta untuk mengepel lantai depan kelas 3 dan kelas 4 di jam istirahat padahal kondisi “K” masih sakit hari sebelumnya tidak masuk karena sakit panas. Maksud guru hanya meminta “K” untuk mengepel bagian yang terdapat genangan air namun “K” dipaksa untuk mengepel semua lantai tersebut hingga bersih. “H” membentak-bentak “K”, meminta “K” mengambil ember, bahkan “H” memaki-maki “K” hingga suaranya terdengar sampai kantor guru. Mendengar hal tersebut, guru tidak bergegas naik ke kelas 4, guru justru menunggu hingga jam istirahat selesai. Setelah itu barulah guru masuk kelas dan didapatinya “K” telah menangis karena pusing, wajahnya pun pucat dan badannya mengeluarkan keringat dingin. Guru lantas memarahi “H” di depan siswa lain 5. Peraturan yang tidak konsisten Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, guru sering tidak berubah-ubah dalam memberikan hukuman kepada siswanya padahal sesuai kesepakatan bersama jika ada siswa 71 yang tidak mengerjakan PR makan siswa tersebut akan membersihkan kamar mandi hingga bersih. Guru terkadang menyuruh siswa membersihkan kamar mandi kemudian ketika ada siswa yang tidak mengerjakan PR, guru menyuruhnya untuk membersihkan kelas. Tentu saja, hal ini membuat siswa yang satu dengan yang lain kadang iri. Terdapat juga guru yang menetapkan aturan bagi yang tidak mengerjakan PR akan didenda Rp. 1000, tapi pada kenyataannya terdapat siswa yang didenda ada juga yang dibiarkan begitu saja. Begitu pula ketika ada siswa yang tidak menjalankan hukuman yang diberikan guru seperti saat “H” tidak melaksanakannya padahal guru telah mendapatkan laporan dari siswa lain tetapi guru tidak menindak “H” 6. Kondisi kelas yang mendukung terjadinya bullying Hampir seluruh siswa di kelas 4 baik laki-laki ataupun perempuan takut terhadap “H”. Mereka lebih senang untuk menghindari terlibat pertengkaran dengannya. Ketika ada siswa lain yang terlibat pertengkaran dengan “H”, teman-teman yang lain lebih senang diam agar tidak ikut berurusan dengan “H”. Ada pula yang justru menyoraki bahkan menertawakan temannya yang sedang di-bully oleh “H”. Tak ada satu pun siswa yang berani mengadukan perbuatan “H” kepada guru karena dulu pernah mengadu kepada guru dan akhirnya 72 “H”mengamuk di kelas hingga menendang meja, kursi, lemari bahkan pintu. Hal ini membuat teman-teman yang lain enggan untuk mengadu kepada guru. Mereka lebih memilih untuk diam, menurut kepada perintah “H”.

B. Pembahasan