53
guru. Selain itu ia juga akan menyoraki sang guru apabila yang dilakukan guru tidak sesuai dengan kehendaknya.
c. Bullying psikologis
“H” melakukan tindakan yang terus menekan psikis si korbannya. Dia membuat seolah-olah temannyalah yang mengotori
lantai kelas dengan sterofoam. Padahal dia yang dengan sengaja menyebar serpihan-serpihan sterofoam tersebut di bawah tempat
duduk temannya. Ia melaporkan kepada guru dengan mengarang cerita agar seolah-olah temannyalah yang melakukan hal tersebut.
Selain itu dia memelototi temannya ketika dia meminta jawaban tetapi temannya menolak untuk memberikannya. Dia juga akan
melihat temannya yang tidak disukainya dengan pandangan penuh ancaman sehingga teman tersebut tidak berani melihatnya bahkan
temannya akan dibuatnya merasa canggung.
3. Karakteristik pelaku bullying di SD Negeri Delegan 2
“H”merupakan seorang pelaku bullying yang memiliki karakteristik baik secara fisik maupun non fisik. Karakteristik secara
fisik dapat
teramati dari
perawakan, kekuatan
fisik serta
penampilannya. Sedangkan karakteristik non fisiknya meliputi, tempramen, empati, suka beragumen membantah dan perilaku pelaku
kepada temannya.
54
“H” memiliki perawakan serta kekuatan secara fisik yang jauh lebih kuat dibanding teman yang lain. Perawakan tubuhnya pun seperti
kebanyakan anak lain pada umumnya yaitu tidak terlalu gemuk ataupun kurus hanya saja dia lebih tinggi dibanding teman-temannya. Walaupun
perawakannya biasa-biasa saja namun dia memiliki kekuatan fisik yang melebihi kekuatan temannya dimana ia mampu mendang sebuah meja
hingga meja dibelakangnya pun ikut mundur hingga jauh. Selain itu ia juga sering menunjukkan kekuatannya secara fisik di hadapan teman-
teman laki-lakinya sehingga sering membuat temannya kaget dengan kekuatan fisik yang dimilikinya. Seperti saat guru turun ke kantor, ia
memukul lemari dengan tangannya hingga pada lemari itu tertinggal bekas pukulannya sedangkan temannya merasa kesakitan saat
menirukan aksi “H”. Hal ini tentu menumbuhkan kebanggaan tersendiri
dalam dirinya. “H” juga berpenampilan seperti anak yang urakan mulai dari cara
berpakaiannya, potongan rambutnyahingga gesture tubuhnya. Terlihat saat datang ke sekolah, ia selalu berpakaian rapi dimana baju
dimasukkan dan juga rambut disisir rapi tetapi setelah jam pertama atau pun istirahat pasti bajunya sudah keluar dan rambutnya telah diacak-
acaknya. Rambutnya yang d ipotong dengan gaya „mohawk‟ memang
sengaja diacak-acaknya
karena dengan
demikian menambah
kepercayaan dirinya. Bahkan ia juga sering mengikat rambut belakang dengan karet di saat pembelajaran sedang berlangsung. Aksesoris
55
seperti gelang hitam, kalung, dan cincin sering dikenakannya walaupun guru telah melarangnya untuk memakainya. Saat mengikuti
pembelajaran, ia sering terlihat menaikan kaki di meja, kursi temannya dan duduknya terlihat kurang sopan jegang.
Secara non fisiknya, “H” merupakan anak yang memiliki
tempramen tinggi. Ia mudah tersinggung dengan perkataan, pandangan atau bahkan tindakan temannya yang tidak sesuai kehendaknya. Untuk
melampiaskan kekesalan, ia sering berkata kasar dan melakukan tindakan fisik kepada temannya seperti menendang, memukul hingga
mengajak temannya untuk berkelahi. Guru Bahasa Inggris pun juga mendapat perlakuan tidak mengenakkan yaitu dilempar penghapus kain
karena “H” kesal dengan guru tersebut. Selain itu ia pun sering
menunjukkan serta melampiaskan kekesalan, kekecewaan, dan amarahnya dengan merusak barang di kelas memukul lemari,
menendang sapu, kursi, dan pintu dan barang miliknya sendiri melempar buku, merobek-robek buku. Bahkan ia pun berani
membolos hanya karena kesal dengan teguran guru. Rasa empati yang dimiliki
“H” pun dapat dikatakan kurang seiring dengan sifat bawaan yang dimilikinya yaitu tempramen tinggi.
Sifat pemarah dan mudah tersinggung yang melekat pada dirinya menjadikan dia susah untuk berempati dengan apa yang dialami oleh
temannya. Seperti saat “K” dihukum oleh guru untuk mengepel lantai
depan kelas 3 dan 4 karena tidak mengerjakan PR dimana kondisinya
56
saat itu sedang tidak sehat, ia justru mengolok-olok dan memperberat pekerjaan temannya. Dia menyuruh
“K” untuk mengambil air seember penuh berulang kali bahkan dengan sengaja mengotori lantai agar
“K” bekerja lebih lama lagi hingga keluar keringat dingin dan wajahnya
terlihat pucat. “K” lantas masuk ke kelas dan menundukkan kepalanya
di atas meja. Melihat hal tersebut, “H” tidak lantas menghentikan
aksinya. Ia justru menyuruh “K” untuk keluar dan melanjutkan
mengepel lantai. “H”juga sering berargumen membantah dan jarang
mendengarkan pendapat baik dengan temannya maupun guru. temannya ataupun guru. Setiap dinasihati oleh guru selalu dibantahnya, jarang
sekali jawaban „ya bu‟ terdengar keluar dari mulutnya. Bahkan ia sering tidak mendengarkan nasihat guru justru ia melakukan kegiatan
lain seperti: menggambari tangannya, mengobrol dengan temannya dan duduk membelakangi guru. Hal demikian juga dilakukannya kepada
temannya dimana ketika temannya memberikan pendapatnya mengenai gambarannya, ia langsung melontarkan kata-kata kasar sebagai bentuk
ketidaksepahaman dengan pendapat temannya. Di kelas, ia tidak patuh pada aturan dan selalu bertindak seperti
„boss‟ bagi teman-temanya. Ketika mendapat hukuman dari guru, bukan dia yang melakukannya justru temannyalah yang akan menggantikan
untuk melakukan hukuman tersebut. Tak hanya itu, dia juga sering menyuruh temannya untuk membelikannya jajanan di kantin, menyuruh
57
temannya untuk mengambilkan spidol hingga menyuruh temannya untuk merebut buku dari
“R”. Tidak ada yang berani melawannya jika sedang dimintai untuk melakukan sesuatu hal karena jika mereka
melawan pasti dia akan mengamuk. Selain itu dia juga memiliki kemampuan untuk mengendalikan situasi dengan mudah karena ia
memiliki teman-teman yang menjadi pengikutnya dimana segala perintahnya pasti akan mereka lakukan.
4. Karakteristik korban bullying di SD Negeri Delegan 2