Kerugian Konstitusional Pemohon VI Selaku Perorangan

27 ayat 1 UUD 1945, dilanggar dengan adanya Ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, khususnya yang menyangkut frasa “ditunjuk dan atau”. Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV dan Pemohon V juga telah memenuhi syarat ketiga dan keempat sebagaimana diuraikan dalam Butir 14. Syarat kelima juga terpenuhi, di mana jika frase “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau jika kawasan hutan diartikan sebagai wilayah tertentu telah mengalami proses pengukuhan, baik itu penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, maka kerugian konstitusional Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi, karena dengan adanya mekanisme pengukuhan kawasan hutan khususnya penataan batas, pemetaan dan penetapan, maka terdapat kepastian hukum dan kejelasan terkait dengan wilayah Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV dan Pemohon V; 16. Dengan demikian, syarat kedudukan hukum legal standing Pemohon II, Pemohon III, Pemohon IV dan Pemohon V telah sesuai dan memenuhi ketentuan yang berlaku.

2.5. Kerugian Konstitusional Pemohon VI Selaku Perorangan

1. Bahwa kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon VI adalah tidak adanya kepastian hukum menyangkut hak kebendaan sebagaimana dilindungi dalam Pasal 28D ayat 1 UUD 1945, hilangnya hak kebendaan sebagaimana dilindungi dalam Pasal 28G ayat 1 UUD 1945 dan hak milik sebagaimana dilindungi dalam Pasal 28H ayat 4 UUD 1945; 2. Bahwa Pemohon VI memiliki 2 bidang tanah yang berlokasi a terletak di jalan Yakut I seluas 200 m2 tanah ini dibeli dari Saidul Abror dengan kepemilikan Surat Kepemilikan Tanah, b terletak di jalan G. Obos IX yang dibeli dari Abdul Manan seluas 619 m2 dengan bukti kepemilikan Surat Kepemilikan Tanah; 3. Bahwa untuk meningkatkan bukti kepemilikan, Pemohon VI mendaftarkan permohonan hak milik ke BPN Kota Palangka Raya 28 pada tanggal 2 Mei 2008. Berkas permohonan hak milik Pemohon VI dinyatakan lengkap pada tanggal 2 Juli 2008 dan langsung diminta membayar biaya pengukuran dan pendaftaran hak sebesar biaya yang ditetapkan; 4. Bahwa pada tanggal 31 Maret 2011, pengajuan permohonan hak milik Pemohon VI ditolak oleh Badan Pertanahan Nasional BPN Palangka Raya dengan Surat Kepala Kantor Pertanahan Kota Palangka Raya Nomor 226300.5.62.71III2011 yang menyatakan setelah diteliti terhadap plotting peta kawasan Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS dalam wilayah Kota Palangka Raya sesuai Surat Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor S.486Menhut-VII2010 tanggal 20 September 2010 permohonan Hak Milik atas tanah dimaksud terletak pada kawasan Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS. Selanjutnya permohonan Hak Milik atas nama Pemohon VI untuk sementara belum dapat diproses lebih lanjut, karena lokasi tanah yang dimohon terletak pada kawasan Kajian Lingkungan Hidup Strategis KLHS yang alih fungsinya memerlukan persetujuan DPR RI; 5. Bahwa dengan mempersamakan “penunjukan” kawasan hutan sama dengan “penetapan” kawasan hutan yang berarti bahwa penunjukan kawasan hutan mempunyai nilai kepastian hukum, maka tanah milik Pemohon VI terancam diambil oleh negara untuk dijadikan kawasan hutan. Dengan demikian, adanya Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan menyebabkan hak konstitusional Pemohon VI khususnya terkait dengan hak atas harta benda yang di bawah kekuasaannya sebagaimana dilindungi oleh Pasal 28G ayat 1 UUD 1945 dan hak milik sebagaimana dilindungi dalam Pasal 28H ayat 4 UUD 1945 terancam hilang; 6. Bahwa berdasarkan uraian yuridis dan fakta-fakta sebagaimana telah diuraikan butir 2 s.d butir 5 tersebut di atas maka kerugian konstitusional Pemohon VI selaku perorangan adalah sebagai berikut: 29 a. tidak adanya jaminan kepastian hukum dalam mengurus Hak Kebendaan dan Hak Milik karena tanah yang dimohonkan haknya dianggap berada di kawasan hutan; b. tidak dijaminnya Hak atas kebendaan karena adanya ancaman bahwa kebendaanlahan tersebut dianggap berada di kawasan hutan; c. tidak dijaminnya hak milik kebendaan karena sewaktu-waktu berpotensi diambil oleh Negara karena dianggap bahwa lahan tersebut berada di kawasan hutan; 7. Bahwa merujuk kepada Putusan Mahkamah sejak Putusan Nomor 006PUU-III 2005 tanggal 31 Mei 2005, Putusan Nomor 11PUU-V2007 tanggal 20 September 2007 dan putusan-putusan selanjutnya,, maka Pemohon VI telah memenuhi syarat pertama dan kedua, karena hak danatau kewenangan Pemohon VI sebagai perorangan yang dilindungi oleh UUD 1945 sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3, Pasal 28G ayat 1 dan Pasal 28H ayat 4 UUD 1945 dilanggar dengan adanya Ketentuan Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan, khususnya yang menyangkut frasa “ditunjuk dan atau”. Pemohon VI juga telah memenuhi syarat ketiga dan keempat, sebagaimana diuraikan dalam butir 6. Syarat kelima juga terpenuhi, di mana jika frase “ditunjuk dan atau” dalam Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan dianggap tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat atau jika kawasan hutan diartikan sebagai wilayah tertentu telah mengalami proses pengukuhan, baik itu penunjukan, penataan batas, pemetaan dan penetapan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap, maka kerugian konstitusional Pemohon tidak akan atau tidak lagi terjadi, karena dengan adanya mekanisme pengukuhan kawasan hutan khususnya penataan batas, pemetaan dan penetapan, maka hak-hak Pemohon VI akan dilindungi; 8. Dengan demikian, syarat kedudukan hukum legal standing Pemohon VI telah sesuai dan memenuhi ketentuan yang berlaku. 30

III. Alasan-Alasan Para Pemohon Mengajukan Permohonan Pengujian Pasal 1 angka 3 UU Kehutanan