Kebijakan Asimetris Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris Dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara

20 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 daerah dikompromikan bersama untuk mengimbangi kepentingan pusat dan daerah. Asimetri administratif dan fiskal yang dijalankan dalam pengembangan kawasan ekonomi Kunshan terjadi karena alasan ekonomi, Pemerintah Tiongkok mengalami krisis keuangan saat reformasi ekonomi besar-besaran. Oleh karena itu Pemerintah Tiongkok menetapkan Kunshan sebagai kawasan ekonomi nasional yang bebas investasi lokal dan asing, dengan trade-off pajak investasi asing dibayar Pemerintah Kota Kunshan kepada Pemerintah Tiongkok. Tabel 6. Tipe Kebijakan Asimetris Di Beberapa Wilayah Wilayah Dimensi Asimetris Politik Administratif Fiskal Republik Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta √ √ Otonomi Khusus Aceh √ √ √ Otonomi Khusus Papua √ √ √ Negara Lain Komunitas Otonom Spanyol √ √ Kunshan Economic Technology Zone di RRT √ √

3. Kebijakan Asimetris

Menurut Veljanovski 2010, kebijakan asimetris bermakna dosis perlakuan yang berbeda dalam interaksi antara Pemerintah Pusat dan Daerah, di mana kebijakan ini bertu juan menjadi „lem perekat‟ untuk menjaga stabilitas politik dan integritas kewilayahan negara. Alasan sebuah pemerintahan negara memberlakukan kebijakan desentralisasi asimetris adalah untuk efisiensi anggaran Negara, mendekatkan Pemerintahan Daerah dalam rangka fasilitasi pelayanan dasar publik dan pembangunan sosial-ekonomi, serta penghormatan terhadap konstitusi yang mengakui perbedaan karakteristik daerah dalam suatu negara. Pada masa lalu, Negara Kesatuan RI menjalankan pembangunan menurut asas sentralisasi dengan mengutamakan kesatuan nasional, kepentingan nasional, pembangunan terkoordinasi serta keseragaman sosial, dengan pelaksanaan urusan pemerintahan daerah menurut asas dekonsentrasi. 21 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 Kemudian terjadi perubahan paradigma dalam pelaksanaan pemerintahan daerah dengan asas desentralisasi dengan mengutamakan keanekaragaman lokal, kepentingan lokal, otonomi lokal, serta sistem sosial lokal. Lokalitas yang sangat beragam dan berbeda dalam lingkup Negara Kesatuan RI inilah yang tidak memungkinkan persoalan kepentingan Pusat dan Daerah dilihat dalam perspektif menang dan kalah, dan inilah yang menjadi dasar mengapa kebijakan asimetris menjadi urgen dilaksanakan dalam kegiatan pembangunan hari ini sebagai upaya menyeimbangkan dekonsentrasi dan desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kebijakan asimetris dibagi dalam tiga level, yakni: asimetri politik; asimetri administratif; dan asimetri fiskal. Asimetri politik adalah bentuk desentralisasi asimetris yang umum terjadi di negara kesatuan namun mengatur perlakuan yang berbeda terhadap entitas masyarakat tertentu dengan alasan non- ekonomis, seperti politik, historis, kebudayaan, dan lain-lain. Asimetri administratif diwujudkan dalam perbedaan kompetensi dan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menjalankan urusannya, serta perbedaan bentuk interaksi antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Sementara asimetri fiskal adalah level desentralisasi asimetris paling advanced karena sudah masuk pada dimensi pembiayaan pembangunan. Asimetri fiskal masuk pada ranah perbedaan perlakuan dalam wewenang penarikan pendapatan daerah dalam bentuk pajak dan non-pajak, serta belanja daerah dalam rangka pelaksanaan pembangunan Veljanovski, 2010. a Asimetri Politik Pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta DIY diselenggarakan dengan kebijakan asimetri politik karena alasan historis-politik, Kota Yogyakarta pernah menjadi Ibukota Republik Indonesia. Secara otomatis, Gubernur dan Wakil Gubernur DI Yogyakarta dijabat oleh Sultan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Adipati Pakualaman. Keistimewaan lainnya adalah pengakuan peran Pemerintah Daerah untuk menjaga dan melestarikan bahasa, kebudayaan, serta tradisi masyarakat yang berlaku sejak masa Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten 22 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 Pakualaman masih berdaulat. Namun tidak ada perlakuan yang berbeda dalam soal administrasi dan fiskal, misalnya Pemerintah DI Yogyakarta tidak memiliki wewenang untuk memungut pajak khusus yang akan dikelola dalam rangka menjalankan keistimewaan Yogyakarta. Asimetri politik berlaku dalam Otonomi Khusus Aceh yang memberlakukan syariat Islam, pemeliharaan adat istiadat dan kelembagaan adat Aceh, pendirian partai politik lokal untuk berpartisipasi pada pemilihan umum di daerah Aceh. Pada level provinsi, dibentuk lembaga Wali Nanggroe untuk menjaga pelaksanaan adat istiadat serta lembaga adat agar tetap sesuai dengan Syariat Islam yang berlaku di Aceh. Wali Nanggroe mengepalai lembaga adat yang merupakan jabatan yang ada di masyarakat, seperti Majelis Adat, imeum mukim, imeum chik, keuchik kepala gampong, tuha peut, tuha lapan, imeum meunasah, keujren blang, panglima laot, pawang glee, peutua seuneubok, haria pelukan, syahbanda atau nama lain yang disesuaikan dengan adat istiadat lokal di Aceh. Asimetri politik dalam Otonomi Khusus Papua dilaksanakan dalam pembentukan Majelis Rakyat Papua sebagai perwakilan adat Orang Asli Papua OAP yang didefinisikan sebagai rumpun Melanesia penduduk asli Papua, kebebasan warga untuk membentuk partai politik lokal, sebagaimana yang diberlakukan dalam Otsus Aceh. Aksi afirmasi politik lainnya adalah hak khusus bagi OAP untuk menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Papua, sementara warga pendatang dan bukan rumpun Melanesia tidak dapat diusulkan menjadi Calon Gubernur dan Wakil Gubernur. b Asimetri Administratif Kebijakan asimetri administratif dalam Otonomi Khusus Papua diwujudkan dalam wewenang MRP untuk memberikan pertimbangan dan persetujuan dalam pencalonan GubernurWakil Gubernur yang harus merupakan OAP, penyusunan Peraturan Daerah Khusus Perdasus dalam hal belanja dana Otsus, serta Peraturan Daerah Provinsi yang disusun Pemerintah Daerah Provinsi PapuaPapua Barat dan DPR PapuaPapua Barat. Perdasus disusun Pemerintah 23 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 Provinsi, MRP dan DPR Papua Papua Barat. MRP juga menjalankan fungsi perlindungan OAP dalam hak ulayat, persekutuan, pemanfaatan tanah, dan lain- lain yang ditetapkan secara tertulis dalam Peraturan Daerah Provinsi dan KabupatenKota, serta tidak tertulis dalam bentuk Hukum Adat. Susunan pemerintahan daerah Papua tidak berbeda dengan daerah lain di Indonesia seperti halnya dalam Otsus Aceh, hanya saja istilah kecamatan diganti dengan distrik, dan desa diganti dengan kampong. Wewenang pemekaran dan penggabungan KabupatenKota ditetapkan dengan undang-undang atas usulan Provinsi Papua, sementara pemekaran dan penggabungan distrik atau kampung ditetapkan dengan Peraturan Daerah KabupatenKota. Gambar 4. Diagram Kelembagaan Otonomi Khusus Papua Sumber: UU Otsus Papua 2001 Kebijakan asimetri administratif diselenggarakan dalam pelaksanaan syariat Islam di kehidupan masyarakat Aceh. Peraturan Daerah di level Provinsi dan KabupatenKota dinamakan Qanun yang disusun bersama antara Kepala Daerah dengan Dewan Perwakilan Rakyat AcehKabupaten Kota. Dalam pembagian daerah, di bawah level kecamatan terdapat mukim yang merupakan gabungan dari beberapa kelurahangampong desa di Aceh. Lembaga peradilan Mahkamah Syar‟iyah Aceh dan kabupatenkota berwenang melaksanakan kekuasaan yudisial Syariat Islam walaupun tetap berada pada lingkungan peradilan nasional. c Asimetri Fiskal Kebijakan asimetri fiskal dalam Pemerintahan Daerah terdapat pada transfer anggaran negara ke daerah dalam bentuk: Dana Desa; Dana Otonomi 24 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 Khusus Aceh, Papua dan Papua Barat serta Dana Keistimewaan DIY; Dana Insentif Daerah; Dana Transfer Umum yang terdiri dari Dana Alokasi Umum DAU dan Dana Bagi Hasil DBH; Dana Transfer Khusus DTK yang terdiri dari Dana Alokasi Khusus DAK Fisik dan Non-Fisik. Per definisi, perbedaan DAU dan DAK ada pada tujuan, jika DAU ditujukan ke semua daerah untuk meningkatkan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, maka DAK ditujukan pada daerah tertentu untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan Prioritas Nasional website DJPK Kemenkeu, 2016. Gambar 6. Transfer Daerah dan Dana Desa dalam Belanja Negara 2016 Sumber: DJA Kemenkeu 2016 DAK Fisik menurut UU no. 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, UU no. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP no. 55 tahun 2005, serta Program Prioritas Nasional yang ditetapkan dalam RPJMN 2015-2019 dibagi menjadi tiga macam, DAK Reguler, DAK Afirmasi dan DAK Pola Inpres. DAK Reguler diprioritaskan untuk membantu daerah dalam pemenuhan pelayanan publik meliputi 10 bidang: Pendidikan; Kesehatan dan KB; Perumahan, Air Minum dan Sanitasi; Kedaulatan Pangan; Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Energi skala kecil; Kelautan dan Perikanan; Prasarana Pemerintahan; Transportasi; Sarana Perdagangan, IKM dan Pariwisata. DAK Afirmasi di tahun anggaran 2016 ditujukan untuk percepatan penyediaan infrastruktur pada Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, Daerah Kepulauan, 25 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 dan Kawasan Transmigrasi meliputi bidang: Perumahan, Air Minum dan Sanitasi; Kedaulatan Pangan; Transportasi; Pendidikan dan Kesehatan. DAK Pola Inpres ditujukan untuk pencapaian pencapaian Prioritas Nasional melalui Penugasan. DAK Fisik diusulkan Pemerintah Daerah yang disampaikan secara satu pintu kepada Kementerian Keuangan. Sementara DAK Non-Fisik meliputi Bantuan Operasional Sekolah BOS; Tunjangan Profesi Guru PNS Daerah TPG PNSD; Tambahan Penghasilan Guru PNS Daerah Tamsil Guru PNSD; Bantuan Operasional Kesehatan BOK dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana BOKB; Proyek Pemerintah Daerah dan Desentralisasi P2D2; Bantuan Operasional Penyelenggaraan BOP Pendidikan Anak Usia Dini PAUD; Peningkatan Kapasitas Koperasi, UKM dan Ketenagakerjaan. Tabel 7. Dimensi Kebijakan Desentralisasi Asimetris dalam Pemerintahan Daerah di Indonesia Dimensi Kebijakan Implementasi Asimetri Politik Perlakuan berbeda terhadap entitas masyarakat tertentu dengan alasan non- ekonomis. - Sultan Yogyakarta dan Adipati Pakualaman secara otomatis menjabat Gubernur dan Wagub DIY - Hak Pembentukan Partai Politik Lokal di Aceh dan Papua - Pemberlakuan Syariat Islam di Aceh - Afirmasi Orang Asli Papua OAP Asimetri Administratif Perlakuan berbeda terhadap kompetensi dan kapasitas Pemerintah Daerah dan pembagian urusan dengan Pemerintah Pusat. - Pembentukan Lembaga Adat dikepalai Wali Nanggroe di Aceh - Pembentukan Majelis Rakyat Papua yang dilibatkan dalam pencalonan GubernurWagub dan penyusunan Perdasus dan Perdasi di Papua Asimetri Fiskal Perlakuan berbeda dalam wewenang penarikan pendapatan daerah dan belanja daerah. - Dana Keistimewaan Yogyakarta, Otsus Aceh dan Papua - Dana Alokasi Khusus Terminologi asimetris dari banyak literature banyak ditemukan melekat pada konsep desentralisasi, bukan pada konsep kebijakan policy. Sebab pada dasarnya jangkauan perbedaan asimetris yang diberikan berfokus pada seberapa besar dan seberapa berbeda derajat kewenaangan yang dilimpahkan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Munculnya terminologi policy asimetris di Indonesia dilatarbelakangi oleh perlunya perlakuan yang berbeda, tidak hanya pada ruang lingkup kewenangan yang dilimpahkan, tetapi juga treatment teknis apa yang harus diberikan kepada objek kebijakan yang akan 26 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016 dibuat. Jika ditelaah dari berbagai konsep dan literatur tentang definisi desentralisasi asimetris dan kebijakan asimetris, maka ada beberapa ciri utama dari sifat asimetris yang dapat di identifikasi. a. Asimetris sebagai sebuah perbedaan atau pengecualian perlakuan; b. Asimetris sebagai perbedaan kecepatan dan ukuran dari sebuah kebijakan; c. Asimetris sebagai sebuah perbedaan dosis atau kadar keberpihakan terhadap kebijakan yang sama kepada sasaran yang berbeda; d. Asimetris sebagai bentuk modifikasi dari simetris, sehingga kita bisa mengatakan asimetris jika telah mengetahui bentuk simetrisnya seperti apa ada pembanding; e. Asimetris sebagai sebuah diskresi kebijakan, dengan asumsi bentuk asimetris adalah pengecualianpenyalahgunaan kewenangan dari pola simetrisnya. 27 Kajian Pengembangan Kebijakan Asimetris dalam Pembangunan di Kawasan Perbatasan Negara | 2016

BAB III METODE

1. Kerangka Pikir Kajian