Latar Belakang Masalah PENGEMBANGAN ASESMEN TERINTEGRASI PEMBELAJARAN INKUIRI PADA PERKULIAHAN OPTIKA CALON GURU FISIKA.

1 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan metode agar tujuan pembelajaran tercapai dan saat ini berbagai metode pembelajaran telah digunakan. Metode pembelajaran ada yang berpusat pada guru dan ada yang berpusat pada siswa. Landasan teori yang mendukung metode pembelajaran yang berpusat pada guru adalah teori belajar sosial, behavioral, dan pemrosesan informasi. Adapun landasan teori yang mendukung pembelajaran yang berpusat pada siswa adalah teori kognitif dan konstruktif. Dari kedua metode pembelajaran ini peran guru dan siswa berbeda untuk menentukan tercapainya tujuan pembelajaran. Di antara metode yang telah digunakan yakni ekspositori dan inkuiri. Pembelajaran matakuliah fisika selama ini pada Program Studi Pendidikan Fisika di salah satu LPTK Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan di Kalimantan Timur masih didominasi metode ekspositori hasil studi pendahuluan. Seringnya digunakan metode ini dalam pembelajaran karena memiliki kemudahan dalam tataran operasional. Adapun pendekatan pembelajaran inkuiri memiliki karakteristik tersenidiri dalam langkah-langkah pembelajaran. Pendekatan ini salah satunya telah dikembangkan oleh Wenning 2005 yang memperkenalkan tingkat-tingkat pembelajaran inkuiri dalam sains dengan urutan terstruktur. Tingkatan pembelajaran inkuiri tersebut adalah: a pembelajaran discovery, b demonstrasi interaktif, c pembelajaran inkuiri, d laboratorium inkuiri, dan e inkuiri hipotetis. Masing-masing tingkatan inkuiri ini memiliki tingkat keterlibatan intelektual siswa yang bervariasi. Tingkat keterlibatan intelektual siswa yang paling rendah ada pada tingkat pembelajaran discovery dan selanjutnya mengalami peningkatan keterlibatan intelektual paling tinggi ada pada tingkat inkuiri hipotetis. Setiap tingkatan inkuiri pendekatan pembelajaran sains ini juga memiliki jenis-jenis keterampilan proses sains tersendiri. Adapun peran guru paling tinggi ada pada tingkatan pembelajaran discovery dan paling rendah ada pada tingkatan inkuiri hipotetis. 1 2 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu Peningkatan kompetensi kognitif, psikomotorik, dan afektif pada materi fisika bagi calon guru diperlukan untuk mengatasi masalah pembelajaran. Peningkatan ini dapat diketahui menggunakan asesmen. Agar asesmen yang digunakan bersifat komprehensif dalam pembelajaran untuk tiga kompetensi, maka digunakan asesmen yang terintegrasi pada pembelajaran. Selama ini, asesmen yang digunakan untuk memantau kemajuan hasil belajar lebih terfokus pada pengukuran kemajuan aspek kognitif mahasiswa dan cenderung mengabaikan kemajuan aspek afektif dan aspek psikomotorik. Pelaksanaan asesmen dan evaluasi hanya dilakukan pada ujian tengah semester UTS, ujian akhir semester UAS, dan tugas-tugas yang diberikan secara dadakan dalam bentuk pekerjaan rumah homework untuk pemahaman aspek kognitif. Salah satu kelemahan asesmen yang hanya dilakukan pada UTS dan UAS tidak dapat digunakan secara akurat untuk tujuan perbaikan pembelajaran yang sedang berlangsung karena hanya bertujuan sebagai evaluasi hasil belajar mahasiswa dalam perkuliahan. Keberadaan evaluasi hanya UTS dan UAS mengharuskan calon guru hadir dalam ujian. Catatan kehadiran dan peningkatan kemajuan selama perkuliahan berlangsung tidak menjadi bahan pertimbangan bagi penilai. Pendekatan pembelajaran dan teknik asesmen di atas menyebabkan pembelajaran tidak mampu melihat kemajuan pemahaman mahasiswa tentang materi optika yang dipelajari. Untuk mengetahui kemajuan belajar calon guru fisika sangat diperlukan asesmen yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. Ketiga ranah asesmen tersebut dapat saling berhubungan atau terintegrasi satu satu sama lain seperti yang diungkapkan oleh Shaw Nagashima 2009, bahwa peningkatan aspek afektif dan aspek psikomotor akan berkorelasi pada peningkatan aspek kognitif. Hasil penelitian Shaw dan Nagashima tersebut menemukan bahwa prestasi siswa dapat meningkat melalui asesmen kinerja sains dalam kelas berbasis inkuiri. Sejalan dengan penggunaan pendekatan inkuiri pada pembelajaran sains dapat meningkatkan perkembangan intelektual mahasiswa, Tabin dan Capie Valanides, 1996 mengemukakan bahwa ada lima penalaran formal intelektual 3 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu siswa dalam berpikir, yakni kemampuan berpikir proporsional, pengontrolan variabel, probabilitas, korelasional, dan kombinatorial. Lima penalaran formal ini dibagi dalam bentuk tiga kategori berupa kemampuan berpikir konkret, transisional, dan penalaran formal. Hal ini diperkuat dengan studi awal yang dilakukan pada mahasiswa pendidikan fisika angkatan 2010 dengan menggunakan tes kemampuan berpikir logis the test of logical thinking yang dapat digunakan untuk tujuan studi. Data yang diperoleh dari calon guru sebanyak 51 orang mahasiswa dari dua kelas yang akan memprogramkan perkuliahan optika secara garis besar terdiri 39 mahasiswa memiliki kemampuan berpikir konkret, 45 mahasiswa memiliki kemampuan berpikir transisional, dan 16 mahasiswa memiliki kemampuan berpikir formal. Selain itu dilakukan pula studi lapangan berupa wawancara langsung pada dosen pengajar dan mahasiswa angkatan 2009 yang pernah mengikuti perkuliahan optika dan pelaksanaan praktikum optika di laboratorium. Dari hasil wawancara menunjukkan bahwa pembelajaran yang dilakukan menggunakan metode ekspositori dan konten materi optika tidak seluruhnya tercakup pada perkuliahan yang disebabkan karena terbatasnya waktu. Begitu pula dengan kegiatan praktikum optika tidak sempat terlaksana karena keterbatasan ruangan dan waktu di laboratorium. Keterbatan ini disebabkan hanya satu ruang laboratorium dan digunakan untuk melakukan praktek fisika dasar oleh empat program studi, yakni: Prodi Fisika, Prodi Biologi, Prodi Kimia, dan Prodi Matematika. Akibatnya praktek untuk matakuliah fisika lanjut dinyatakan tidak dapat dilakukan. Seorang pengajar yang menggunakan asesmen dalam pembelajaran yang dilakukan di kelas ataupun di laboratorium cenderung akan semakin meningkatkan hasil belajar itu sendiri. Hal ini, dikarenakan asesmen itu sendiri bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pembelajaran yang sedang berlangsung. Setelah informasi diperoleh pengajar dapat memperbaiki kekurangan yang dialami siswa dalam kelas ataupun dalam laboratorium, baik saat pembelajaran berlangsung maupun pada pembelajaran berikutnya. Istilah asesmen merujuk pada portofolio yang dikumpulkan dan disintesiskan oleh guru tentang siswa dan kelasnya pada satu topik. Informasi dapat diperoleh secara informal 4 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu seperti melalui observasi dan dapat pula diperoleh secara formal seperti tugas rumah, tes, dan laporan tertulis. Informasi yang diperoleh ini dapat bervariasi seperti umpan balik informal dari pendidik dosen sampai laporan yang ditugaskan oleh pendidik yang berasal dari serangkaian tes-tes terstandar. Cara seperti ini didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Primo dan Furtak 2007 bahwa penggunaan asesmen formatif informal dapat berhubungan dengan kemampuan siswa dalam pembelajaran sains menggunakan pendekatan inkuiri. Dari uraian ini asesmen diartikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang siswa dan kelas untuk maksud-maksud pengambilan keputusan instruksional Arends, 2012. Jadi asesmen merupakan komponen yang terintegrasi dengan pengalaman belajar siswa. Asesmen merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pembelajaran. Pelaksanaannya bergantung pada tujuan yang ingin dicapai. Selain itu, asesmen tidak dapat disiapkan dalam waktu singkat. Oleh sebab itu, seorang pengajar hendaknya merancang asesmen secara sistematis dan terprogram. Beberapa hal yang dipertimbangkan diantaranya: Bagaimana cara menilainya? Kapan pelaksanaannya? Prosedur apa yang diperlukan? Apa yang perlu dipersiapkan untuk mengases peserta didik? Semua kegiatan ini tentu memerlukan waktu yang perlu direncanakan dengan cermat. Asesmen yang dilakukan oleh seorang pengajar umumnya adalah asesmen formatif dan asesmen sumatif baik dilaksanakan di kelas sebagai hasil belajar maupun di laboratorium sebagai hasil kerja praktikum. Selain itu, masih banyak aktivitas pembelajaran yang perlu diases untuk kemajuan peserta didik. Beberapa jenis asesmen yang perlu dilakukan oleh seorang pengajar adalah asesmen: a diagnostik, b informal, c formatif, d sumatif, dan e screening https: www.georgiastandards.org, online. Apa yang hendak diukur dapat dipilih berdasarkan jenis asesmen di atas. Prosedur yang diperlukan dapat berupa: a asesmen respon terbatas, b asesmen kinerja, c asesmen esai, dan d asesmen informal. Asesmen yang selama ini banyak digunakan untuk mengases adalah fokus pada: a hasil belajar, b apa yang mudah diukur, c pengetahuan deklaratif dan 5 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu diskrit, d pengetahuan konten, e apa yang pelajar tidak ketahui, dan f oleh guru sendiri NRC,1996. Memasuki abad 21 ini, fokus asesmen mengalami perubahan dengan mengases pada a proses belajar, b apa yang paling esensial, c pengetahuan, dan keterampilan, d pemahaman dan penalaran, dalam area konten dan lintas konten, e apa yang dapat dipahami dan dilakukan, dan f terlibat dengan asesmen kerja mereka dan yang lain Shute Becker, 2010. Sejalan dengan uraian ini, Rustaman 1995 dalam mengemukakan bahwa asesmen pendidikan sedang diprioritaskan untuk membantu sistem evaluasi dan mencoba mengungkap potensi siswa bukan hanya melalui belajar, melainkan juga melalui proses pembelajaran. Rustaman 2004 juga menyatakan bahwa berdasarkan filosofisnya asesmen lebih menekankan pada hasil dan proses belajar, berpihak pada yang diases serta ditujukan untuk mengembangkan potensi individu yang diases dan biasanya terkait pada pencapaian target kurikulum. Saat ini asesmen yang dilakukan pada beberapa perkuliahan disesuaikan dengan kebutuhan seperti asesmen formatif, asesmen sumatif, dan asesmen kinerja. Asesmen ini dilakukan secara terpisah dari perkuliahan dan lebih menekankan pada aspek kognitifnya. Namun, belum pernah dilakukan asesmen yang terpadu dengan pembelajaran yang dikenal dengan embedded assessment. Sehubungan dengan pelaksanaan asesmen saat pembelajaran yang diintegrasikan dengan pembelajaran inkuiri, maka embedded assessment padanan dalam bahasa Indonesia adalah asesmen terintegrasi pembelajaran inkuiri. Digunakannya pembelajaran dengan pendekatan inkuiri karena inkuiri mengacu pada cara-cara yang beragam pada ilmuwan mempelajari alam dan mengusulkan penjelasan berdasarkan bukti dari pekerjaan mereka. Inkuiri mengedepankan keterlibatan aktif dalam pemikiran ilmiah dan investigasi dalam membangun pengetahun. Selain itu inkuiri memiliki dua aspek penting berupa proses mencari tahu dan produk dari pencarian NRC, 1996. Jadi tujuan penggunaan pendekatan inkuri dalam pembelajaran adalah untuk mengedepankan keterlibatan siswa secara aktif dan untuk mengajar siswa bagaimana mereka bertanya. Dalam buku classroom Assessment and the National Science Education Standards NRC, 2001 dijelaskan bahwa embedded assesment merupakan asesmen yang dilakukan 6 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu bersamaan dan bagian dari pembelajaran. Karena tidak ada asesmen tunggal yang dapat mempertemukan semua tujuan asesmen atau informasi yang dibutuhkan guru kelas, maka pelaksanaan asesmen terintegrasi yang menghendaki guru mengases lebih dari satu tujuan dapat menggunakan sejumlah asesmen sesuai kebutuhan itu sendiri. Keunggulan penilaian dengan menggunakan asesmen terintegrasi adalah kemajuan kompetensi yang dapat diukur pada calon guru melalui pemantauan. Dengan kata lain asesmen yang dilakukan melalui pengukuran segera menganalisis nilai mereka dan kemudian kembali fokus pada pembelajaran untuk meluruskan kesalahpahaman bersama oleh sejumlah besar siswa di kelas Shute Becker, 200. Melalui beberapa penelitian yang telah dilakukan dengan sistem embedded assessment, kinerja dipengaruhi oleh disiplin ilmu Shaw Nagashima, 2009. Selain itu, penelitian yang bersifat embedded assessment yang dilakukan oleh Miedijensky 2009 menyatakan bahwa penilaian yang dirancang secara eksplisit dapat meningkatkan pembelajaran dalam matakuliah sains dan merupakan alat yang ampuh bagi guru dan siswa dan memberikan kontribusi untuk pembelajaran bermakna bagi kedua belah pihak. Selain kebutuhan optika pada berbagai bidang, perilaku dari optika dalam kehidupan sehari-hari juga nampak banyak. Beberapa fenomena diantaranya dalam kehidupan seperti terjadinya fatamorgana, pelangi, penggunaan kacamata bagi orang yang memiliki cacat mata seperti miopia, hiperopia, dan astigmatisme. Dalam mempelajari optika diperlukan kompetensi kognitif untuk mengaplikasikan prinsip-prinsip umum optika, melaksanakan praktikum untuk memprediksi perilaku sifat sinar-sinar pembentuk bayangan, dan memiliki keterampilan menyusun dan menggunakan alat praktikum saat praktikum pada perkuliahan optika. Mengingat pentingnya proses pembelajaran, pengetahuan otentik dan keterampilan yang harus dikuasai oleh calon guru fisika, maka diperlukan perkuliahan optika dengan asesmen terintegrasi dalam pembelajaran untuk memantau kemajuan kompetensi yang diperlukan. Pengembangan asesmen terintegrasi pada perkuliahan optika bertujuan untuk memantau kemajuan meliputi aspek kognitif, afektif, dan kemampuan 7 Riskan Qadar, 2015 Pengembangan Asesmen Terintegrasi Pembelajaran Inkuiri Pada Perkuliahan Optika Calon Guru Fisika Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu berinkuiri bagi calon guru fisika selama mengikuti perkuliahan optika. Aspek kognitif berhubungan dengan kemampuan berpikir yang didasarkan pada taksonomi Bloom hasil revisi yang meliputi dimensi pengetahuan kognitif berupa pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, dan metakognitif. Taksonomi Bloom hasil revisi pada dimensi proses kognitif meliputi mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan kreatif Anderson Krathwohl, 2001. Aspek afektif meliputi menerima, menanggapi, menghargai, konseptualisasi nilai organisasi nilai, dan internalisasi nilai yang berhubungan dengan karakteristik sikap yang tercermin pembelajaran atau pelaksanaan praktikum Tomei, 2005. Aspek kemampuan berinkuiri berhubungan aktivitas mengamati, memanipulasi, menggeneralisasi, memverifikasi, mengaplikasi Wenning, 2011. Pelaksanaan asesmen terintegrasi dalam penelitian ini digunakan beberapa tingkatan pembelajaran berbasis inkuiri pada perkuliahan optika. Pendekatan inkuiri yang dipilih adalah pada tingkatan demonstrasi interaktif DemInter, pembelajaran inkuiri PemIkir, dan laboratorium inkuiri LabIkir Wenning, 2011. Penggunaan pendekatan inkuiri ini lebih menanamkan pada aspek pedagoginya yang dipantau melalui rubrik kemampuan berinkuiri.

B. Identifikasi Masalah