commit to user
mengganti kerugian, biaya dan bunga. Zaakwaarneming bukanlah penyebab malpraktek medis. Zaakwarneming merupakan salah satu
bentuk perikatan hukum yang timbul karena undang-undang. Berbeda dengan onrechmatigedaad yang melahirkan malpraktek medis,
zaakwaarneming dapat melahirkan malpraktek medis bila terdapat penyimpangan dalam melaksanakan kewajiban hukum dokter dan
menimbulkan kerugian pasien. Adami Chazawi, 2007: 77-78 Apabila pelayanan medis diberikan saat keadaan darurat, dokter
atau rumah sakit memiliki kewajiban untuk berbuat segala sesuatu dengan segera untuk kepentingan menyelamatkan jiwa pasien. Bila
dokter atau rumah sakit tidak memberikan pertolongan dengan alasan tidak ada informed consent dari keluarga sehingga pasien meninggal
maka petugas RS dapat dipersalahkan telah melakukan tindak pidana menurut ketentuan Pasal 531 KUHP dan Rumah Sakit dapat dituntut
ganti rugi. Dalam keadaan emergency, dokter atau rumah sakit dapat
memberikan pelayanan medis tanpa persetujuan. Dokter atau rumah sakit tidak dapat dituntut oleh pasien kecuali tindakan medis yang
dijalankan melanggar standar profesi baik sengaja maupun culpa sehingga merugikan pasien.
2. Ketentuan Yuridis Malpraktek Medis dalam Hukum Pidana
Malpraktek medis masuk dalam lapangan hukum pidana, bila terpenuhi syarat: sikap batin dokter, perlakuan medis, dan akibat. Syarat
dalam perlakuan medis adalah perlakuan medis yang menyimpang. Syarat sikap batin adalah syarat sengaja dalam malpraktek medis. Syarat akibat
adalah mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa pasien.
a. Perlakuan Salah Dalam Malpraktek Medis
Perbuatan adalah wujud dari bagian perlakuan pelayanan medis. Terjadinya malpraktek medis menurut hukum, di samping perbuatan
dalam perlakuan medis tersebut masih ada syarat sikap batin dan akibat.
commit to user
b. Sikap Batin Dalam Malpraktek Medis
Sikap batin adalah sesuatu yang ada dalam batin sebelum seseorang berbuat. Sikap batin ini berupa, kehendak, pikiran, perasaan
dan apapun yang melukiskan keadaan batin seseorang sebelum berbuat. Kemampuan mengarahkan dan mewujudkan alam batin ke dalam
perbuatan tertentu yang dilarang disebut kesengajaan. Bila kemampuan berpikir, berperasaan, dan berkehendak itu tidak digunakan
sebagaimana mestinya dalam hal melakukan suatu perbuatan yang pada kenyataannya dilarang maka dinamakan kelalaian culpa. Adami
Chazawi, 2007:85. Sebelum perlakuan medis di wujudkan oleh dokter, ada 3 tiga
arah sikap batin dokter, Adami Chazawi, 2007:85: a. Sikap batin mengenai wujud perbuatan terapi;
b. Sikap batin mengenai sifat melawan hukum perbuatan; dan c. Sikap batin mengenai akibat dari wujud perbuatan.
Sikap batin yang diarahkan pada perbuatan umumnya berupa kesengajaan artinya mewujudkan perbuatan memang dikehendaki. Bisa
juga sikap batin pada perbutan, baik aktif maupun pasif merupakan sikap batin kelalaian. Bila perlakuan yang akan dijalankan pada pasien
disadari melanggar standar profesi, namun tetap dijalankan maka sikap batin yang demikian disebut kesengajaan. Sikap batin yang tidak
menyadari atau tidak mengetahui apa yang hendak diperbuat dokter sebagai menyalahi standar dan dijalankan juga maka sikap batin yang
demikian disebut kelalaian. Kewajiban dokter yang hendak dijalankan dokter harus dipertimbangkan sebagai hal yang melanggar standar
profesi atau tidak. Akan tetapi, dokter tidak mempertimbangkan dan setelah dijalankan ternyata melanggar standar profesi, hal tersebut
termasuk kelalaian. Seorang profesional tidak dibenarkan memiliki sikap batin yang ceroboh mengenai standar profesinya sendiri. Sikap
batin dalam malpraktek medis pada umumnya adalah sikap batin kealpaan. Adami Chazawi, 2007:87-88
commit to user
1 Ajaran Culpa Subjektif
Mengukur adanya culpa, dapat dilihat dari beberapa unsur: a. Apa wujud perbuatan, cara perbuatan dan alat untuk melakukan
perbuatan; b. Sifat tercelanya perbuatan;
c. Objek perbuatan; dan d. Akibat yang timbul dari wujud perbuatan. Adami Chazawi,
2007:89 Sikap batin culpos dalam hubungannya dengan wujud dan cara
perbuatan adalah sikap batin yang tidak memperhatikan mengenai cara atau alat yang digunakan dalam perbuatan. Perbuatan memberikan
suntikan, diwajibkan kehati-hatiannya bukan sekedar pada pelaksanaan perbuatan menyuntikkan saja tetapi juga obat yang diisikan, dosisnya,
alat suntiknya, dan lain-lain. Sikap batin lalai dalam hubungannya dengan akibat terlarang dari
suatu perbuatan dapat terletak pada salah satu diantara tiga hal berikut: a. Terletak pada ketiadaan berpikir sama sekali terhadap akibat yang
dapat timbul karena suatu perbuatan; b. Terletak pada pemikiran tentang akibat dari suatu perbuatan.
Berdasarkan pertimbangan dari kepintaran, pengalaman, dan alat yang digunakan ia yakin akibat tidak akan terjadi, tetapi ternyata
setelah perbuatan dilakukan benar-benar terjadi; dan c. Terletak pada pemikiran bahwa akibat bisa terjadi. Namun,
berdasarkan kepintarannya dengan telah menguasai cara-caranya secara maksimal akan berusaha menghindari akibat itu. Adami
Chazawi, 2007:93 2
Ajaran Culpa Objektif
Pandangan culpa objektif menilai sikap batin lalai pada diri seseorang dengan membandingkan antara perbuatan yang dilakukan
orang lain yang memiliki kualitas sama dalam keadaan yang sama pula.
commit to user
Kelalaian seorang dokter melakukan perbuatan yang lain yang tidak sama dengan dokter lain dalam hal dokter lain menghadapi hal
yang sama dengan kondisi yang sama dengan apa yang dihadapi dokter tersebut. Tolak ukurnya ialah apakah dokter telah melakukan sesuai
dengan apa yang dilakukan oleh teman sejawatnya dalam keadaan yang sama.
Sikap batin dokter dalam culpa malpraktek medis diwujudkan seridak-tidaknya dalam 4 hal yakni:
a. Pada wujud perbuatan; b. Pada sifat melawan hukumnya perbuatan;
c. Pada pasien-objek perbuatan; dan d. Pada akibat perbuatan, beserta unsur-unsur yang menyertainya.
Culpa pada pasien sebagai objek perbuatan adalah apa yang patut diketahui tentang segala sesuatu yang terdapat pada diri pasien
terutama mengenai penyakit pasien tersebut. Segala hal yang seharusnya diketahuinya ini tidak boleh diabaikan dan ternyata
diabaikan, bila pengabaian terjadi akan sangat kuat pengaruhnya terhadap perbuatan apa yang dilakukan dokter pada pasien beserta
akibatnya. Culpa mengenai sifat melawan hukumnya perbuatan terletak pada
tiada kesadaran atau pengetahuna bahwa dokter tidak memahami dan tidak mengerti standar profesi medis, padahal seorang dokter dituntut
untuk mengetahuinya. Inilah sikap batin yang dipersalahkan medis dari sudut hukum.
Sikap batin culpa diwujudkan dalam, Adami Chazawi, 2007:100: a. Dokter tidak menyadari bahwa dari perbuatan yang hendak
dilakukannya menimbulkan akibat yang terlarang bagi hukum; b. Akibat itu disadari bisa timbul namun karena dasar pemikiran
kepintarannya dokter meyakini akibat tidak akan timbul, tetapi ternyata akibat terlarang itu timbul;
c. Akibat disadari dapat saja timbul.
commit to user
Sikap batin culpa dalam malpraktek pidana harus berupa culpa lata yaitu suatu bentuk kelalaian berat.
c. Adanya Akibat Kerugian Pasien
Dari sudut hukum pidana akibat yeng merugikan masuk dalam lapangan pidana. Bila jenis kerugian tersebut masuk rumusan
kejahatan menjadi unsur tindak pidana akibat kematian, luka merupakan unsur kejahatan Pasal 359 dan 360 KUHP, bila kelalaian
perlakuan medis terjadi dan mengakibatkan kematian atau luka sesuai jenis yang ditentukan dalam pasal 359 dan 360 KUHP maka perlakuan
medis masuk dalam kategori malpraktek pidana. Dokter dari kedudukan atau kualitasnya sebagai profesional
wajib mengetahui seluruh aspek yang dapat berpengaruh oleh perlakuan medis yang hendak dijalankan yang dapat menimbulkan
akibat buruk bagi pasien.
d. Penerapan Pasal 351, 359, 360, 344, 346, 347 Dan 348 KUHP Pada
Malpraktek Medis
Akibat malpraktek medis yang menjadi tindak pidana harus berupa akibat yang sesuai dengan yang ditentukan oleh Undang-
Undang. Akibat berupa kematian, luka berat, rasa sakit atau luka yang mendatangkan penyakit, atau luka yang menghambat tugas dan mata
pencaharian dapat membentuk pertanggungjawaban pidana yang wujudnya bukan sekedar penggantian kerugian perdata saja tetapi
boleh jadi pemidanaan.
1 Penganiayaan
Malpraktek medis dapat menjadi penganiayaan jika ada kesengajaan, baik terhadap perbuatan maupun akibat perbuatan.
Pembedahan tanpa informed consent termasuk penganiayaan. Sifat melawan hukumnya terletak pada tanpa informed consent.
Sedangkan saat keadaan emergency, dokter dibenarkan melakukan tindakan medis tanpa informed consent, apabila
informed consent memang tidak mungkin diperoleh. Asalkan
commit to user
tindakan medis darurat itu menjadi kompetensi dokter dan sesuai standar profesi.
KUHP membedakan lima macam penganiayaan, yakni: penganiayaan bentuk standar Pasal 351; penganiayaan ringan
Pasal 352; penganiayaan berencana Pasal 353; penganiayaan berat Pasal 354; dan penganiayaan berat berencana Pasal 355.
Unsur-unsur yang harus dibuktikan bila terjadi penganiayaan yaitu: a. Adanya kesengajaan;
b. Adanya wujud perbuatan; c. Adanya akibat perbuatan; dan
d. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dan timbulnya akibat yang terlarang.
Sengaja ialah menghendaki perbuatan dan akibat perbuatan. Perbuatan penganiayaan harus berwujud, misal pembedahan tubuh
yang dilakukan oleh dokter. Bisa diwujudkan dalam perbuatan pasif, contohnya, sengaja tidak segera melakuakan pembedahan
yang menurut ilmu kedokteran harus dilakukan segera dengan maksud agar pasien mati.
Akibat perbuatan penganiayaan ialah, timbulnya rasa sakit pada tubuh, luka pada tubuh, mendatangkan penyakittimbulnya
penyakit bahkan kematian. Akibat tersebut harus merupakan akibat langsung yang layak disebabkan oleh wujud perbutan.
Unsur akibat harus dapat dibuktikan, rasa sakit, luka tubuh, timbulnya penyakit, atau kematian yang disebabkankan langsung
oleh wujud perbuatan penganiayaan. Akibat penganiayaan harus ada hubungan dengan sikap batin pembuat, yakni dikehendaki.
Adami Chazawi, 2007:108. Kematian dapat digolongkan akibat penganiayaan bila
kematian itu tidak dikehendaki. Melakukan pembedahan, rasa sakit pasti disadari, artinya rasa sakit itu dikehendaki. Jika
kematian tidak dikehendaki namun pembedahan itu menimbulkan
commit to user
kematian atau pembedahan tanpa informed consent atau tanpa wewenang tindakan medis tersebut menimbulkan penganiayaan
yang menyebabkan kematian.
2 Kealpaan yang Menyebabkan Kematian
Pasal 359 KUHP selalu didakwakan terhadap kematian yang diduga disebabkan kesalahan dokter. Pasal 359 merumuskan
“barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan orang lain mati” disamping adanya sikap batin culpa seta kalimat “menyebabkan
orang lain mati”, yakni: a. Harus ada wujud perbuatan;
b. Adanya akibat perbuatan berupa kematian; dan c. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat
kematian.; Sikap batin culpa bukan ditujukan pada perbuatan, tetapi pada
akibat kematian. Culpa dapat dibedakan tiga macam, berdasarkan sudut tingkatannya:
a. Kelalaian yang tidak disadari, pembuat tidak menyadari bahwa perbutan yang hendak dilakukan dapat menimbulkan akibat
terlarang dalam hukum. Hubungannya dengan pelayanan kesehatan, dokter tidak mengetahui bahwa perbuatan yang
hendak diperbuatnya dapat mengakibatkan kematian; b. Kealpaan yang disadari, adanya kesadaran terhadap timbulnya
akibat dari tindakan medis yang hendak diwujudkan. Dokter meyakini bahwa akibat tersebut tidak akan timbul, namun
setelah tindakan medis dilakukan ternyata akibat tersebut timbul; dan
c. Termasuk dalam kealpaan yang disadari, telah disadari bahwa akibat bisa timbul, namun yakin tidak akan timbul. Setelah
tindakan dilakukan dan timbul gejala-gejala yang mengarah pada timbulnya akibat. Telah berbuat yang cukup untuk
commit to user
menghindarinya, namun kenyataanya setelah tindakan akibat pun timbul. Adami Chazawi, 2007:112.
3 Kealpaan yang Menyebabkan Luka-Luka
Pasal 360 KUHP lazim digunakan untuk menuntut dokter atas dugaan malpraktek medis. Pasal 359 digunakan bila
menyebabkan kematian. Dua macam tindak pidana menurut Pasal 360 yakni:
1 “...karena kesalahannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat...” 2 “...karena kesalahannya menyebabkan
orang lain luka-luka sedemikian rupa sehingga timbul penyakit atau halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian selama
waktu tertentu...”
Dari Ayat 1 dapat dirinci unsur-unsurnya: a. Adanya kelalaian;
b. Adanya wujud perbuatan; c. Adanya akibat luka berat;
d. Adanya hubungan kausal antara luka berat dengan wujud perbuatan.
Ayat 2 mengandung unsur-unsur: a. Adanya kelalaian;
b. Adanya wujud perbuatan; c. Adanya akibat: luka yang menimbulkan penyakit; luka yang
menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan atau pencaharian selama waktu tertentu;
d. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dengan akibat. Kalimat “menyebabkan orang luka”, mengandung tiga
unsur, yakni: a. Adanya wujud perbuatan sebagai penyebab;
b. Adanya akibat orang lain luka; c. Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan
akibat orang lain luka.
commit to user
Luka adalah perbuatan sedemikian rupa pada permukaan tubuh sehingga berbeda dengan bentuk semula. Pasal 360
menyebutkan tiga macam luka, yaitu: a. Luka berat;
b. Luka yang menimbulkan penyakit; c. Luka yang menjadikan halangan menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencarian selama waktu tertentu. Pasal 90 menyebutkan macam-macam luka berat:
a. Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut;
b. Tidak mampu terus-menrus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;
c. Kehilangan salah satu pancaindra; d. Mendapat cacat berat;
e. Menderita sakit lumpuh; f. Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih;
g. Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
4 Aborsi
Aborsi menurut istilah umum adalah pengguguran kandungan. Praktik aborsi terdapat dua bentuk perbuatan, yaitu:
perbuatan menggugurkan kandungan; dan perbuatan mematikan kandungan.
Hukum pidana dalam memandang praktik aborsi mengenakan tiga pasal yakni 346, 347, dan 348 KUHP. Menurut
KUHP setiap tindakan aborsi dalam motif apapun, indikasi apapun merupakan kejahatan. Namun, dalam hukum kesehatan Undang-
Undang No 23 Tahun 1992 ketentuan tersebut dapat disimpangi. Pasal 15 memuat norma demi menyelamatkan jiwa ibu hamil dan
atau janinya boleh dilakukan tindakan medis tertentu yang dapat saja berupa menggugurkan atau mematikan kandungan
commit to user
sebagaimana yang dimaksud oleh Pasal 346, 347 atau 348 KUHP. Syarat untuk dapat memenuhi tindakan aborsi ialah:
a. Harus dengan indikasi medis; b. Dilakukan oleh tenaga kesehatan keahlian dan wewenang
untuk itu; c. Harus berdasarkan pertimbangan tim ahli;
d. Dengan persetujuan ibu hamil, suaminya, atau keluarganya informed consent;
e. Dilakukan pada sarana kesehatan tertentu. Mengenai Abortus Provokatus ada anggapan sebagai
perbuatan medical malpraktek yang dilakukan dengan sengaja dolus. Hal ini berarti perbuatan malpraktek terdapat dua bentuk
yaitu: a. Medical malpraktek oleh dokter yang dilakukan dengan
sengaja misalnya abortus tanpa indikasi medis; b. Medical malpraktek yang dilakukan dengan kelalaian culpa
semisalnya tertinggalnya alat operasi di dalam rongga badan pasien Lilik Purwastuti Yudaningsih, 2007:99
Dokter yang melaksanakan aborsi berdasar Pasal 15 Undang-Undang No 23 tahun 1992 tetap melakukan kejahatan atau
malpraktek medis dengan sengaja. Akan tetapi, tidak dipidana karena tindakan yang memenuhi syarat Pasal 15 tersebut menjadi
hapus sifat terlarangnya sebagai pembenaran tindakan medis dokter. Adami Chazawi, 2007:118.
a Pasal 346 KUHP
Pasal ini merumuskan: “Seorang perempuan yang sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
Jika dokter diminta untuk melaksanakan pengguguran dan pembunuhan kandungan seorang perempuan atas dasar permintaan
si perempuan maka dokter telah melakukan malpraktek medis.
commit to user
b Pasal 347 KUHP
Pasal ini merumuskan: 1 Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun
2 Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun
Aborsi tanpa persetujuan perempuan pemilik kandungan tanggung jawab pidananya lebih berat daripada aborsi atas
persetujuan perempuan pemilik kandungan. Jika menimbulkan kematian perempuan itu sama saja dengan pembunuhan. Tanpa
persetujuan diartikan pada akibat bukan pada perbuatan tertentu. Bisa jadi perempuan setuju pada wujud perbuatan tertentu yang
dikatakan pembuat berupa pengobatan atau perawatan. Kesengajaan pembuat ditujukan pada perbuatan akibat
gugurnya kandungan. Kesengajaan harus diartikan tiga bentuk kesengajaan, yakni: sebagai maksud; kemungkinan; atau
kesengajaan sebagai kepastian.
c Pasal 348 KUHP
Pasal 348 KUHP merumuskan: 1 Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan
kandungan seorang perempuan dengan persetuannya diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2 Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
Perbedaan pokok aborsi dalam Pasal 348 terletak pada aborsi terhadap perempuan yang mengandung disetujui oleh
pemilik kandungan sendiri. Pasal 346, di mana jelas inisiatif aborsi berasal dari perempuan. Jika tindakan aborsi dilakukan oleh dokter,
persetujuan oleh perempuan yang mengandung tidak dapat disebut informed consent. Karena informed consent harus persetujuan untuk
melakukan tindakan yang sesuai hukum atau tidak melawan hukum. Persetujuan menurut Pasal 348 adalah persetujuan untuk melakukan
tindak pidana.
commit to user
5 Euthanasia
Euthanasia secara harfiah, artinya kematian yang baik atau kematian yang menyenangkan. Menurut Seutonius euthanasia
artinya mati cepat tanpa derita. Kemudian istilah ethunasia diartikan membunuh atas kehendak korban sendiri Adami
Chazawi, 2007, 124. Euthanasia menjadi persolan karena menyangkut hak dasar
manusia yakni hak untuk berbuat sesuatu terhadap dirinya sendiri. Hak untuk mati adalah hak asasi manusia sehingga penolakan atas
pengakuan terhadap hak untuk mati merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Kewajiban dokter untuk
mempertahankan hak hidup manusia, merupakan kewajiban yang harus dijalankan.
Dalam hukum Indonesia jelas setiap perbuatan menghilangkan nyawa orang lain adalah kejahatan. Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1981 tentang Bedah Mayat Klinis dan Bedah Mayat Anatomis serta Transplantasi Alat atau Jaringan
Tubuh Manusia. Pasal 1 merumuskan: “Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli
kedokteran yang berwenang bahwa fungsi otak, pernapasan, dan atau denyut jantung seseorang telah berhenti”. Syarat konkret
adanya kematian ditentukan tiga hal takni terhentinya fungsi otak, pernapasan dan jantung.
Chrisdiono memaparkan adanya istilah “pseudo euthanasia” artinya euthanasia semu. Empat bentuk pseudo
euthanasia yakni: b. Pengakhiran perawatan medis karena gejala mati batang otak.
Jantung masih berdenyut, peredaran darah dan pernapasan masih berjalan, tetapi tidak ada kesadaran karena otak tidak
berfungsi sama sekali. Misalnya karena kecelakaan; c.
Pasien menolak perawatan atau bantuan medis terhadap dirinya. Dasarnya, dokter tidak dapat melakukan sesuatu jika
tidak dikehendaki pasien;
commit to user
d. Berakhirnya kehidupan akibat keadaan darurat karena kuasa tidak terlawan. Dalam hal terjadi dua kepentingan hukum yang
tidak bisa memenuhi kedua-duanya; e.
Penghentian perawatanpengobatanbantuan medis yang diketahui tidak ada gunanya. Adami Chazawi, 2007:128
UU Indonesia tidak mentoleransi salah satu alasan pengakhiran hidup manusia tersebut. Pasal 344 KUHP
merumuskan: “Barangsiapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang
itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan, kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”
Nilai jahatnya pembunuhan atas permintaan korban ini, sedikit lebih ringan daripada pembunuhan biasa yang diancam
pidana penjara setinggi-tingginya 15 tahun penjara. Lebih ringan dari pembunuhan biasa disebabkan pembunuhan atas permintaan
korban ini terdapat unsur “atas permintaan korban itu sendiri yang dinyatakan dengan kesungguhan hati”.
Permintaan adalah suatu pernyataan kehendak yang ditujukan pada orang lain agar orang lain itu melakukan perbuatan
tertentu bagi kepentingan orang yang meminta nyawa dihilangkan. Dalam membuktikan adanya permintaan korban perlu diperhatikan:
a. Inisiatif bunuh diri harus terbukti berasal dari korban itu sendiri;
b. Permintaan harus ditujukan pada si pembuat, bukan pada orang lain; dan
c. Isinya pernyataan harus jelas, jelas dimengerti bagi yang menerim pernyataan yang sama seperti apa yang dinyatakan
oleh pemilik nyawa. Adami Chazawi, 2007:130
3. Ketentuan Yuridis Malpraktek Medis Dalam Hukum Administrasi