Tindak Pidana Dokter Praktik yang Tidak Memasang Papan Tindak Pidana Mempekerjakan Dokter Tanpa SIP Surat Izin

commit to user dilakukan oleh orang-orang yang tidak berwenang, melindungi kepentingan hukum masyarakat khususnya pasien agar tidak menjadi korban perbuatan yang bersifat menipu oleh orang yang bukan ahli kedokteran.

5. Tindak Pidana Dokter Praktik yang Tidak Memasang Papan

Nama, Tidak Membuat Rekam Medis, dan Tidak Berdasarkan Standar Profesi Tindak pidana dalam Pasal 79 ada tujuh macam, Adami Chazawi, 2007:165: 1. Dokter berpraktik yang tidak memasang papan nama; 2. Dokter berpraktik tidak membuat rekam medis; 3. Dokter memberikan pelayanan medis yang tidak sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien; 4. Dokter tidak mampu memberikan pelayanan medis tidak merujuk ke dokter lain yang lebih ahli dan lebih mampu; 5. Dokter yang membuka rahasia dokter tentang pasiennya; 6. Dokter tidak menjalankan pertolongan darurat; dan 7. Dokter tidak menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. Tindak pidana yang bersumber pada Pasal 79 berasal dari kewajiban administrasi bila dilanggar menjadi tindak pidana dengan diberi ancaman pidana. Pelanggaran kewajiban hukum administrasi yang dapat menjadi syarat timbulnya malpraktek medis ialah: a. Praktik kedokteran yang tidak sesuai dengan standar profesi kedokteran, tidak sesuai dengan standar prosedur operasional dan tidak sesuai dengan kebutuhan medis pasien; b. Dokter tidak mampu melaksanakan praktik kedokteran tidak merujuk pada dokter ahli lain yang lebih mampu; c. Dokter tidak melaksanakan pertolongan darurat pada saat-saat ia wajib melaksanakannya. Adami Chazawi, 2007:166 commit to user

6. Tindak Pidana Mempekerjakan Dokter Tanpa SIP Surat Izin

Praktik Unsur kesalahan dalam tindak pidana ini adalah dengan sengaja. Pembuat menghendaki perbuatan mempekerjakan dokter pada pelayanan kesehatan. Jika penyebab timbulnya malpraktek medis, misalnya doker menunjukkan SIP yang palsu, maka pimpinan sarana kesehatan tersesat hukum dan ia dapat dipidana. Adami Chazawi, 2007:168

c. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Dalam Undang-Undang Kesehatan mencakup beberapa pasal yang mengandung kesalahan dokter baik dari sudut perdata, pidana maupun administrasi. Antara lain, Pasal 23 3 Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah. Pasal 24 1 Tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 harus memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Pasal 29 “Dalam hal tenaga kesehatan diduga melakukan kelalaian dalam menjalankan profesinya, kelalaian tersebut harus diselesaikan terlebih dahulu melalui mediasi” Pasal 34 2 Penyelenggara fasilitas pelayanan kesehatan dilarang mempekerjakan tenaga kesehatan yang tidak memiliki kualifikasi dan izin melakukan pekerjaan profesi. Pasal 57 1 Setiap orang berhak atas rahasia kondisi kesehatan pribadinya yang telah dikemukakan kepada penyelenggara pelayanan kesehatan. Pasal 58 1 Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, danatau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya” commit to user Pasal 63 4 Pelaksanaan pengobatan danatau perawatan berdasarkan ilmu kedokteran atau ilmu keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 65 1 Transplantasi organ danatau jaringan tubuh hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan difasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Pasal 68 1 Pemasangan implan obat danatau alat kesehatan ke dalam tubuh manusia hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan serta dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan tertentu. Pasal 69 1 Bedah plastik dan rekontruksi hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu. Pasal 76 “Aborsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan: a. Sebelum kehamilan berumur 6 enam minggu dihitung hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis; b. Oleh tenaga kesehatan yang memiliki ketrampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri; c. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan; d. Denga izin suami, kecuali korban perkosaan; dan e. Penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh menteri. Pasal 108 1 Praktik kefarmasian yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pasal 121 1 Bedah mayat klinis dan bedah mayat anatomis hanya dapat dilakukan oleh dokter sesuai dengan keahlian dan kewenangannya. Pasal 124 “Tindakan bedah mayat oleh tenaga kesehatan harus dilakukan sesuai norma agama, norma kesusilaan dan etika profesi” Pasal 190 1 Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan danatau tenaga kesehatan yang melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat 2 atau Pasal 85 ayat 2 dipidana dengan pidana penjara commit to user paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp 200.000.000 dua ratus jurta rupiah. 2 Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan danatau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 sepuluh tahun dan denda paling banyak Rp 1.000.000.000 satu miliar rupiah. Pasal 198 “Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 100.000.000 seratus juta rupiah Pasal 201 1 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat 1, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat 1, Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199 dan Pasal 200. 2 Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat 1, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa: a. Pencabutan izin usaha; danatau b. Pencabutan status badan hukum. Norma pidana terletak dalam Pasal 190, 198 dan 201. Bila pasal- pasal dalam UU kesehatan tersebut dilanggar membuka jalan bagi timbulnya malpraktek medis, baik secara perdata, pidana maupun administrasi.

d. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit

Dalam Undang-Undang tentang Rumah Sakit terdapat beberapa pasal yang mengandung kesalahan dokter baik dari sudut perdata, pidana maupun administrasi: Pasal 13 1 Tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran di Rumah Sakit wajib memiliki Surat Izin Praktik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 2 Tenaga kesehatan tertentu yang bekerja di Rumah Sakit wajib memiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 3 Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Rumah Sakit harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan rumah sakit, standar commit to user prosedur operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien dan mengutamakan keselamatan pasien. Pasal 14 1 Pendayagunaan tenaga kesehatan asing sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dilakukan bagi tenaga kesehatan asing yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi dan Surat Ijin Praktik. Pasal 25 1 Setiap penyelenggara Rumah Sakit wajib memiliki izin 2 Izin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 terdiri dari izin mendirikan dan izin operasional. Pasal 29 1 Setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban: a. Memberikan informasi yang benar tentang pelayanan Rumah Sakit kepada masyarakat; b. Memberikan pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, anti diskriminatif, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit; c. Memberikan pelayanan gawat darurat kepada pasien sesuai dengan kemampuan pelayanannya; d. Berperan aktif dalam memberikan pelayanan kesehatan pada bencana, sesuai dengan kemampuan pelayanannya; e. Menyediakan sarana dan pelayanan bagi masyarakat tidak mampu atau miskin; f. Melaksanakan fungsi sosial antara lain dengan memberikan fasilitas pelayanan pasien tidak mampumiskin, pelayanan gawat darurat tanpa uang muka, ambulan gratis, pelayanan korban bencana dan kejadian luar biasa, atau bakti sosial bagi misi kemanusiaan; g. Membuat, melaksanakan dan menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai acuan dalam melayani pasien; h. Menyelenggarakan rekam medis; i. Menyediakan sarana dan prasarana umum yang layak antara lain sarana ibadah, parkir, ruang tunggu, sarana untuk orang cacat, wanita menyusui, anak-anak, lanjut usia; j. Melaksanakan sistem rujukan; k. Menolak keinginan pasien yang bertentangan dengan standar profesi dan etika serta peraturan perundang-undangan; l. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai hak dan kewajiban pasien; m. Menghormati dan melindungi hak pasien; n. Melaksanakan etika Rumah Sakit; o. Memiliki sistem pencegahan kecelakaan dan penanggulangan bencana; p. Melaksanakan program pemerintah di bidang kesehatan baik secara regional maupun nasional; q. Membuat daftar tenaga medis yang melakukan praktik kedokteran atau kedoketeran gigi dan tenaga kesehatan lainnya; commit to user r. Menyusun dan melaksanakan peraturan internal rumah sakit; s. Melindungi dan memberikan bantuan hukum bagi semua petugas Rumah Sakit dalam melaksanakan tugas; dan t. Memberlakukan seluruh lingkungan Rumah Sakit sebagai kawasan tanpa rokok. Pasal 32 Setiap pasien mempunyai hak: a. Memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; b. Memperoleh informasi tentang hak dan kewajiban pasien; c. Memperoleh layanan yang manusiawi, adil, jujur, dan tanpa diskriminasi; d. Memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai dengan standar profesi dan standar prosedur operasional; e. Memperoleh layanan yang efektif dan efisien sehingga pasien terhindar dari kerugian fisik dan materi; f. Mengajukan pengaduan dan kualitas pelayanan yang didapatkan; g. Memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan keinginannya dan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit; h. Meminta konsultasi tentang penyakit yang dideritanya kepada dokter lain yang mempunyai Surat Izin Praktik SIP baik di dalam maupun di luar Rumah Sakit; i. Mendapatkan privasi dan kerahasiaan penyakit yang diterima termasuk data-data medisnya; j. Mendapatkan informasi yang meliputi diagnosis dan tata cara tindakan medis, tujuan tindakan medis, alternatif tindakan, risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi, dan prognosis terhadap tindakan yang dilakukan serta perkiraan biaya pengobatan; k. Memberikan persetujuan atau menolak atas tindakan yang akan dilakukan oleh tenaga kesehatan terhadap penyakit yang dideritanya; l. Didampingi keluarganya dalam keadaan kritis; m. Menjalankan ibadah sesuai agama atau kepercayaan yang dianutnya selama hal itu tidak mengganggu pasien lainnya; n. Memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di Rumah Sakit; o. Mengajukan usul, saran, perbaikan atas perlakuan rumah sakit terhadap dirinya; p. Menolak pelayanan bimbingan rohani yang tidak sesuai agama dan kepercayaan yang dianutnya; q. Menggugat danatau menuntut Rumah Sakit apabila Rumah Sakit diduga memberikan pelayanan yang tidak sesuai dengan standar baik secara perdata ataupun pidana; dan r. Mengeluhkan pelayanan Rumah Sakit yang tidak sesuai dengan standar pelayanan melalui media cetak dan elektronik seuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 34 commit to user 1 Kepala Rumah Sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pasal 37 1 Setiap tindakan kedokteran yang dilakukan di Rumah Sakit harus mendapat persetujuan pasien atau keluarganya. Pasal 38 1 Setiap Rumah Sakit harus menyimpan rahasia kedokteran 2 Rahasia kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dibuka untuk kepentingan kesehatan pasien, untuk pemenuhan permintaan aparat penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, atas persetujuan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang- undangan Pasal 46 “Rumah Sakit wajib bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Rumah Sakit” Pasal 62 “Setiap orang yang dengan sengaja menyelenggarakan Rumah Sakit tidak memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat 1 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 dua tahun dan denda paling banyak Rp 5.000.000.000 lima milyar rupiah Pasal 63 1 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62. 2 Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dilakukan oleh korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 tiga kali dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62. Ketentuan pidana terletak pada Pasal 62 dan Pasal 63. Bila pasal- pasal dalam UU Rumah Sakit dilanggar maka membuka jalan bagi timbulnya malpraktek medis, baik secara perdata, pidana maupun administrasi.

5. Pengaturan Malpraktek Medis di Luar Hierarki Sistem Hukum