4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru
5. Adaption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran,
dan sikapnya terhadap stimulus Notoatmodjo, 2007. 2.1.3.
Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif
Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
1. Tahu know
Tahu dimaksudkan sebagai mengingat suatu hal yang telah dipelajari sebelumnya. Yang termasuk ke dalam tingkat pengetahuan ini adalah dapat
mengingat lagi sesuatu yang penting dari seluruh hal yang dipelajari. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan,
menguraikan, mendefenisikan, menyatakan, dan sebagainya.
2. Memahami comprehension Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi aplication Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk mengunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi real sebenarnya. Aplikasi di sini dapat
Universitas Sumatera Utara
diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum–hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis analysis Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen–komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari
penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.
5. Sintetis synthesis Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian–bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi–formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan–rumusan yang telah ada.
6. Evaluasi evaluation Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian–penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria–kriteria
yang telah ada Notoatmodjo, 2007. Pengetahuan mengenai pembatasan kelahiran dan KB merupakan salah satu
aspek penting ke arah pemahaman tentang berbagai alatcara kontrasepsi yang tersedia. Selanjutnya, pengetahuan tersebut berpengaruh ke arah pemakaian alatcara
Universitas Sumatera Utara
kontrasepsi yang tepat dan efektif. Pengetahuan responden mengenai metode kontrasepsi diperoleh dengan cara menanyakan semua jenis alat atau cara kontrasepsi
yang pernah didengar untuk menunda atau menghindari terjadinya kehamilan dan kelahiran SKDI, 2012.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan–tingkatan di atas.
Kendala yang lain adalah tingkat pendidikan masyarakat yang masih rendah, pendapatan keluarga yang rendah menyebabkan banyak warga yang sulit menjangkau
pusat pelayanan kesehatan dan KB, mendekatkan pelayanan KB ke masyarakat masih kurang dan terkadang terhambat, misalnya karena adanya upacara keagamaan
sehingga masyarakat enggan diganggu ataupun karena faktor cuaca Melly Titiek, 2010.
Menurut BKKBN,2009, pemahaman masyarakat mengenai KB tinggi 98 tetapi yang mengikuti program KB hanya 61 dari 40 juta Pasangan Usia Subur
PUS. Hal ini dikarenakan aspek agama dan jarak lokasi pelayanan yang jauh merupakan sebagian faktor yang membuat tidak sebanding antara pemahaman jumlah
dengan pasangan yang ikut program KB. Tingkat pendidikan tidak saja mempengaruhi kerelaan menggunakan KB
tetapi juga pemilihan suatu metode. Dihipotesiskan bahwa wanita yang berpendidikan
Universitas Sumatera Utara
menginginkan KB yang efektif, tetapi tidak rela untuk mengambil resiko yang terkait dengan sebagai metode kontrasepsi Handayani, 2010.
2.2. Sikap attitude 2.2.1. Defenisi
Menurut L.L. Thursstone 1946 dalam Ahmadi 2002, Sikap sebagai kecenderungan yang bersifat positif atau negatif yang berhubungan dengan obyek
psikologi. Obyek psikologi di sini meliputi: simbol, kata–kata, slogan, orang, lembaga, ide dan sebagainya.
D.Krech and RS. Crutchfield dalam Ahmadi 2002 mengatakan, Sikap adalah organisasi yang tetap dari proses motivasi, emosi, persepsi atau pengamatan atas
suatu aspek dari kehidupan individu. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Beberapa batasan lain tentang sikap ini dapat dikutipkan sebagai berikut.
Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari–hari merupakan reaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Trvers 1977, Gagne 1977 dan Cronbach 1977 dalam Ahmadi 2002
sependapat bahwa sikap melibatkan 3 tiga komponen yang saling berhubungan, yaitu:
Universitas Sumatera Utara
1. Komponen cognitive berupa pengetahuan, kepercayaan atau pikiran yang didasarkan pada informasi, yang berhubungan dengan obyek.
2. Komponen affective menunjuk pada dimensi emosional dari sikap, yaitu emosi yang berhubungan dengan obyek. Obyek ini dirasakan sebagai menyenangkan
atau tidak menyenangkan. 3. Komponen behavior atau conative melibatkan salah satu predisposisi untuk
bertindak terhadap obyek. Keputusan memakai AKDR paska abortus, merupakan salah satu upaya untuk
mengetahui seberapa besar pengetahuan ibu tentang kontrasepsi yang akan digunakan serta bagaimana sikap ibu untuk lebih selektif dalam memilih alat kontrasepsi yang
akan digunakan paska abortus. Disamping itu berdasarkan informasi yang peneliti dapatkan berdasarkan pengalaman pribadi dari orang terdekat di rumah sakit, yaitu
ibu yang pernah mengalami abortus lebih dari satu kali belum mengetahui tentang alat kontrasepsi yang dipakai paska abortus dan dari sikap yang diambilnya tidak
ingin memakai alat kontrasepsi dikarenakan ingin kembali cepat mendapatkan anak. Dan diketahui saat ini masih adanya kasus abortus yang terjadi di sekitar kita salah
satu diantaranya adalah kegagalan dalam penggunaan alat kontrasepsi karena kontrasepsi yang dipilih bukan merupakan alat kontrasepsi efektif.
2.2.2. Pembentukan dan Perubahan Sikap
Sikap timbul karena ada stimulus. Terbentuknya suatu sikap itu banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan, misalya : keluarga,
norma, golongan agama, dan adat istiadat. Dalam hal ini keluarga mempunyai
Universitas Sumatera Utara
peranan yang besar dalam membentuk sikap putra–putranya. Sebab keluargalah sebagai kelompok primer bagi anak merupakan pengaruh yang paling dominan. Sikap
sesorang tidak selamanya tetap. Ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesan. Antara
perbuatan dan sikap ada hubungan yang timbal balik. Tetapi sikap tidak selalu menjelma dalam bentuk perbuatan atau tingkah laku. Orang kadang–kadang
menampakkan diri dalam keadaan “diam” saja. Sikap tumbuh dan berkembang dalam basis sosial tertentu, misalnya:
ekonomi, politik, agama dan sebagainya. Di dalam perkembangannya sikap banyak dipengaruhi oleh lingkungan, norma–norma atau group. Hal ini akan mengakibatkan
perbedaan sikap antara individu yang satu dengan yang lain karena perbedaan pengaruh atau lingkungan yang diterima. Sikap tidak akan terbentuk tanpa interaksi
manusia, terhadap obyek tertentu atau suatu obyek.
2.2.3. Faktor – faktor yang Menyebabkan Perubahan Sikap
3.1. Faktor intern: yaitu faktor yang terdapat dalam pribadi manusia itu sendiri.
Faktor ini berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh – pengaruh yang datang dari luar. Pilihan terhadap pengaruh
dari luar itu biasanya disesuaikan dengan motif dan sikap di dalam diri manusia, terutama yang menjadi minat perhatiannya.
3.2. Faktor ekstern: yaitu faktor yang terdapat di luar pribadi manusia. Faktor ini
berupa interaksi sosial di luar kelompok.
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini Sherif Ahmadi, 2002 mengemukakan bahwa sikap itu dapat diubah atau dibentuk apabila:
a. Terdapat hubungan timbal balik yang berlangsung antara manusia. b. Adanya komunikasi yaitu hubungan langsung dari satu fihak.
Faktor inipun masih tergantung pula adanya: a. Sumber penerangan itu memperoleh kepercayaan orang banyaktidak.
b. Ragu–ragu atau tidaknya menghadapi fakta dan isi sikap baru itu. Pembentukan dan perubahan sikap tidak terjadi dengan sendirinya. Sikap
terbentuk dalam hubungannya dengan suatu obyek, orang, kelompok, lembaga, nilai, melalui hubungan antar individu, hubungan di dalam kelompok, komunikasi surat
kabar, buku, poster, radio, televisi dan sebagainya, terdapat banyak kemungkinan yang mempengaruhi timbulnya sikap. Lingkungan yang terdekat dengan kehidupan
sehari–hari banyak memiliki peranan. Keluarga yang terdiri dari : orang tua, saudara– saudara di rumah memliki peranan yang penting.
2.2.4. Ciri–ciri Sikap
Ciri–ciri sikap adalah sebagai berikut : 1. Sikap itu dipelajari learnability
Sikap merupakan hasil belajar. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari
sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik untuk dirinya sendiri, membantu tujuan kelompok, atau memperoleh
sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan.
Universitas Sumatera Utara
2. Memiliki Kestabilan Stability Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap dan stabil,
melalui pengalaman. 3.
Personal-Societal Significance Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang
dan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat,
maka ini akan sangat berarti bagi dirinya, ia merasa bebas dan favorable. 4. Berisi Cognisi dan Affeksi
Komponen cognisi dari pada sikap adalah berisi informasi yang faktual, misalnya: obyek itu dirasakan menyenangkan atau tidak menyenangkan.
5. Approach–Avoidance Directionally
Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap sesuatu obyek, mereka mendekati dan membantunya, sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang
unfavorable, mereka akan menghindarinya.
2.3. Dukungan 2.3.1. Defenisi
Menurut Sarwono 2003, dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam
melaksanakan kegiatan.
Universitas Sumatera Utara
Dukungan sosial adalah suatu konsep fleksibel yang pada akhirnya sulit didefinisikan. Schumaker dan Brownell mendefinisikan dukungan sosial sebagai
“petukaran sumber antara minimal dua individu yang dipersepsikan oleh pemberi dan penerima sumber yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penerima”.
Sebagian besar dukungan sosial diberikan oleh teman, keluarga, dan komunitas tetapi dukungan sosial oleh profesional kesehatan penting. Dukungan profesional kesehatan
telah terbukti memberi dampak positif pada kesehatan dan kesejahteraan umum.
Pada saat ini, pelayanan kesehatan reproduksi belum mencakup semua lapisan penduduk di antaranya dikarenakan oleh: sikap–sikap yang merugikan terhadap
perempuan, khususnya bias gender dalam pemenuhan pelayanan kesehatan, dan kurang berdayanya perempuan dalam pengaturan kehidupan seksual dan reproduksi
mereka Wilopo, 2010.
2.3.2. Komponen Dukungan
Sistem dukungan untuk mempromosikan perubahan perilaku ada 3, yaitu : 1. Dukungan material adalah menyediakan dana agar ibu dapat menggunakan
AKDR 2. Dukungan informasi adalah memberikan contoh nyata keberhasilan seseorang
dalam merencanakan keluarga dengan menggunakan AKDR, dan 3. Dukungan emosional atau semangat adalah menemani ibu dalam pemasangan
AKDR, memberi pujian karena ibu menggunakan AKDR sehingga dapat menjaga kesehatan dan keluargaa Sarwono, 2003.
Universitas Sumatera Utara
Tiga komponen inti dalam dukungan sosial adalah : 1. Dukungan emosi, ini mungkin adalah hubungan yang hangat dan perhatian, suatu
kehadiran atau pertemanan, atau kesediaan untuk mendengarkan. 2. Dukungan informasi, yaitu pemberian saran atau informasi yang baik.
3. Dukungan praktik atau nyata yang mungkin bersifat finansial atau dapat berupa dukungan kenyamanan fisik.
Sebagian besar dukungan sosial diberikan oleh temam, keluarga, dan komunitas tetapi dukungan sosial oleh profesional kesehatan penting Medforth, dkk.,
2011. Cobb Jones 1984 dalam Niven 2002 mengatakan bahwa dukungan sosial
dapat diukur dengan melihat tiga elemen : 1. Perilaku suportif aktual dari teman–teman dan sanak famili
2. Sifat kerangka sosial apakah kelompok jaringan tertutup dari individu-individu atau lebih menyebar
3. Cara dimana seseorang individu merasakan dukungan yang diberikan oleh teman- teman dan sanak familinya.
2.3.3. Fungsi Dukungan
Fungsi dukungan sosial menurut Medforth, dkk., 2011 yaitu : 1. Dukungan sosial berfungsi sebagai penawar terhadap stres dan ketakutan
pemasangan AKDR. 2. Dukungan sosial membantu perkembangan srategi koping.
3. Dukungan sosial dapat mempengaruhi perilaku yang berdampak pada kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
4. Dukungan sosial dapat memfasilitasi penggunaan AKDR. Ibu merupakan salah satu anggota keluarga yang sangat berpengaruh,
sehingga perubahan apapun yang terjadi pada ibu akan mempengaruhi keluarga. Penelitian menunjukkan bahwa dukungan emosi dari pasangan merupakan
faktor penting dalam mencapai keberhasilan tugas perkembangan Entwistle, Doering; Mercer, 1981 dalam Kusmiyati, dkk, 2008.
Bentuk partisipasi pria dalam KB secara tidak langsung adalah dengan cara mendukung istri dalam ber-KB, apabila disepakati istri yang akan ber-KB peran
suami adalah mendukung dan memberikan kebebasan kepada istri untuk menggunakan kontrasepsi atau carametode KB. Dukungan yang dapat diberikan
adalah memilih kontrasepsi yang cocok yaitu kontrasepsi yang sesuai dengan keinginan dan kondisi istrinya, membantu istrinya dalam menggunakan kontrasepsi
secara benar, seperti mengingatkan saat minum pil KB, dan mengingatkan istri untuk kontrol, membantu mencari pertolongan bila terjadi efek samping maupun komplikasi
dari pemakaian alat kontrasepsi, mengantarkan istri ke fasilitas pelayanan kesehatan untuk kontrol atau rujukan, mencari alternatif lain bila kontrasepsi yang digunakan
saat ini terbukti tidak memuaskan, membantu menghitung waktu subur, apabila menggunakan metode pantang berkala Azwar, 2005 dalam Kaniaulfa, 2012.
Dalam Undang-Undang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Pasal 21 ayat 21b dinyatakan:
Universitas Sumatera Utara
Kebijakan keluarga berencana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk: meningkatkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktek keluarga berencana
Fokusmedia, 2010. Dari aspek perilaku, laki–laki diharapkan dapat memberikan kontribusi positif
terhadap kesehatan reproduksi, misalnya dalam hal perilaku seksual. Peran dan tanggung jawab laki–laki dalam kesehatan reproduksi sangat berpengaruh terhadap
kesehatan perempuan. Keputusan penting seperti siapa yang akan menolong istri melahirkan, memilih metode kontrasepsi yang dipakai istri masih banyak ditentukan
oleh suami. Di lain pihak banyak laki–laki tidak mendapatkan pelayanan dan informasi yang memadai tentang kesehatan reproduksi misalnya dalam hal hubungan
seksual sebelum nikah, berganti–ganti pasangan, kesetaraan ber-KB serta sikap dan perilaku kurang bertanggungjawab lainnya sehingga membahayakan perempuan
pasangannya Pinem, 2009. Kematian ibu berdampak negatif terhadap kesejahteraan keluarga dan
masyarakat serta memiliki implikasi sosial yang bermakna terhadap kualitas kesehatan keluarga di kemudian hari. Hambatan sosial, budaya dan ekonomi yang
dihadapi sepanjang hidup perempuan merupakan akar masalah buruknya kesehatan maternal sepanjang daur kehidupan perempuan saat ini. Dengan menggunakan
pendekatan siklus hidup diketahui bahwa masalah mendasar kesehatan perempuan telah terjadi sebelum memasuki usia reproduksi. Status kesehatan perempuan
semasa kanak-kanak dan remaja mempengaruhi kondisi kesehatannya saat hamil, bersalin dan nifas. Jenis makanan, lingkungan–pola hidup, tingkat pendidikan, nilai
Universitas Sumatera Utara
dan sikap yang dianut, sistem dan akses kesehatan, situasi ekonomi, serta kualitas hubungan seksualnya mempengaruhi perempuan dalam menjalankan masa produksi
dan proses reproduksinya. Jika menyimak lebih dalam, faktor utama penyebab tingginya angka kematian
ibu melahirkan di Indonesia tidak hanya penyebab langsung saja seperti perdarahan, infeksi, atau pre eklamsi. Terdapat faktor penyebab tidak langsung lainnya yang
berkontribusi besar dalam meningkatkan risiko kematian ibu. Fenomena di negara berkembang termasuk di Indonesia, perempuan masih belum memiliki otonomi yang
memadai terhadap dirinya terutama dalam kesehatan reproduksinya. Fakta menunjukkan adanya keterbatasan perempuan dalam mengakses pelayanan kesehatan
yang disebabkan berbagai faktor seperti; kemiskinan, kondisi struktur geografis, penyebaran penduduk yang tidak merata, sosial ekonomi yang rendah, praktik
budaya yang menghambat dan ketidaksetaraan gender. Kemiskinan menyebabkan ibu-ibu hamil tidak mendapatkan asupan gizi yang mencukupi untuk menunjang
kehamilannya. Faktor budaya, “kawin muda” dan aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan, diskriminasi dan beban ganda yang harus dipikul perempuan juga turut
menjadi faktor yang mempengaruhi status kesehatan para ibu dan perempuan di Indonesia.
Mc.Cartidan Maine 1992 dalam kerangka konsepnya mengemukakan peran determinan kematian ibu sebagai keadaan atau hal yang melatarbelakangi dan
menjadi penyebab langsung serta tidak langsung dari kematian ibu. Determinan kematian ibu itu dikelompokkan dalam: determinan proksi atau dekat proximate
Universitas Sumatera Utara
determinant, determinan antara intermediate determinants dan determinan kontekstual contekstual determinants.
2.4. Aborsi
2.4.1. Defenisi`Aborsi
Keguguran didefenisikan sebagai kehilangan produk konsepsi sebelum usia gestasi 24 minggu Fraser dan Cooper, 2009.
Aborsi spontan SAB, yang juga dikenal dengan istilah “keguguran”, terjadi alami, tanpa perlu diinduksi Varney, dkk, 2007.
2.4.2. Klasifikasi Aborsi
Ada beberapa jenis keguguran: 1. Ancaman keguguran
Abortus ini baru mengancam dan masih ada harapan untuk mempertahankannya, ostium uteri tertutup, uterus sesuai umur kehamilan.
2. Keguguran yang tidak dapat dihindari Abortus ini sedang berlangsung dan tidak dapat dicegah lagi, ostium terbuka,
teraba ketuban, berlangsung hanya beberapa jam saja. 3. Keguguran inkomplet
Sebagian dari buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian jaringan masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka teraba jaringan.
Universitas Sumatera Utara
4. Keguguran komplet Seluruh buah kehamilan telah dilahirkan dengan lengkap, ostium tertutup uterus
lebih kecil dari umur kehamilan atau ostium terbuka kavum uteri kosong. 5. Keguguran tertunda atau silent
Keadaan di mana janin telah mati sebelum minggu ke-20, tetapi tertahan di dalam rahim selama beberapa minggu setelah janin mati Fraser dan Cooper, 2009.
2.4.3. Etiologi
Faktor–faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus, yaitu : 1. Faktor janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah gangguan pertumbuhan zigot, embrio, janin atau plasenta. Kelainan tersebut biasanya menyebabkan
abortus pada trimester pertama, yakni : a. Kelainan telur, telur kosong blighted ovum, kerusakan embrio, atau kelainan
kromosom monosomi, trisomi, atau poliploidi b. Embrio dengan kelainan lokal
c. Abnormalitas pembentukan plasenta hipoplasi trofoblas; Alasan utama terjadinya keguguran pada awal kehamilan ini adalah : kelainan
genetik, yang mencapai 75 hingga 90 total keguguran Varney, dkk, 2007. Berkaitan dengan janin, Jika penyebabnya sudah ditentukan, 50 keguguran
berkaitan dengan abnormalitas kromosom pada konseptus. Abnormalitas struktural dan genetik juga dikatakan sebagai penyebab keguguran kehamilan Fraser dan
Cooper, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2. Faktor maternal a. Infeksi
Infeksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau awal trimester kedua.
b. Penyakit vasukular c. Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid; defisiensi insulin.
d. Faktor imunologis e. Trauma
f. Kelainan uterus g. Faktor psikosomatik–masih dipertimbangkan Martaadisoebrata, dkk, 2005.
Sedangkan alasan lain terjadinya SAB adalah : kadar progesteron yang tidak normal, kelainan pada kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada
rahim, infeksi, dan penyakit autoimun lain Varney, dkk, 2007. Menurut Fraser dan Cooper, 2009, Keguguran di awal kehamilan dapat
disebabkan oleh beberapa faktor maternal berikut : a. Usia maternal
Risiko meningkat sejalan dengan bertambahnya usia ibu b. Abnormalitas struktur saluran genital
c. Infeksi Meliputi rubela, listeria, dan klamidia
Universitas Sumatera Utara
d. Penyakit Maternal Penatalaksanaan dan kontrol terhadap penyakit, seperti diabetes, penyakit ginjal,
dan disfungsi tiroid dapat mengurangi risiko keguguran pada ibu yang menderita penyakit tersebut. Jika penyakit ini tidak dikontrol dengan baik, risiko keguguran
akan tetap tinggi e. Faktor lingkungan
f. Komsumsi kopi dan alkohol yang berlebihan disertai merokok, termasuk perokok pasif, telah terbukti dapat meningkatkan risiko keguguran. Pajanan terhadap
pelarut organik meningkatkan kecenderungan terjadinya malformasi janin dan keguguran.
Riwayat obstetrik sebelumnya merupakan prediktor terjadinya keguguran spontan. Multigravida secara signifikan berisiko lebih besar dibandingkan dengan
primigravida, dan keguguran yang terjadi pada kehamilan sebelumnya merupakan indikator risiko yang utama.
3. Faktor eksternal a. Radiasi
Dosis 1–10 rad bagi janin pada kehamilan 9 minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan keguguran.
b. Obat–obatan Sebaiknya tidak menggunakan obat–obatan sebelum kehamilan 16 minggu,
kecuali telah dibuktikan bahwa obat tersebut tidak membahayakan janin, atau untuk pengobatan penyakit ibu yang parah.
Universitas Sumatera Utara
c. Bahan–bahan kimia lainnya, seperti bahan yang mengandung arsen dan benzen Martaadisoebrata, dkk, 2005.
2.4.4. Gambaran Klinis
Tanda dan gejala dari abortus adalah : 1. Ancaman keguguran Abortus iminen
Pada ancaman keguguran, kehilangan darah mungkin hanya sedikit , dengan atau tanpa nyeri punggung bagian bawah dan nyeri, sedikit kram. Nyeri tersebut dapat
menyerupai dismenore atau nyeri menstruasi. Serviks tetap tertutup dan uterus lunak, tidak ada nyeri tekan ketika dipalpasi. Gejala dapat berlanjut sampai jangka
waktu tertentu. Adanya denyut jantung janin yang disertai penutupan tulang serviks sering kali menjadi tanda–tanda yang baik; 70–80 dari semua ibu yang
didiagnosis menderita ancaman keguguran pada trimester pertama dapat melanjutkan kehamilannya hingga cukup bulan.
2. Keguguran yang tidak dapat diindari Abortus insipien Perdarahan vaginal dapat terjadi sangat banyak dengan bekuan darah atau
kantong gestasi berisi janin atau embrio. Uterus, jika teraba ukurannya mungkin lebih kecil dari yang diharapkan. Membran dapat ruptur pada waktu ini, dan
cairan amniotik akan terlihat. Serviks mengalami dilatasi, dan jaringan atau bekuan dapat terlihat di vagina, atau dapat menonjol hingga tulang.
3. Abortus inkomplet Pada keguguran inkomplet, sisa plasenta di dalam rongga uterus dapat
mengakibatkan perdarahan yang hebat dan banyak.
Universitas Sumatera Utara
4. Abortus komplet Pada jenis keguguran ini, plasenta dan membran dikeluarkan seutuhnya dari
uterus. Nyeri berhenti dan tanda–tanda kehamilan juga berhenti. Uterus berkontraksi dengan kuat pada saat dipalpasi, dan rongga kosong dapat terlihat
pada pemeriksaan ultrasound. 5. Keguguran tertunda Missed abortion
Kematian embrio biasanya terjadi sebelum usia gestasi 8 minggu tetapi tubuh ibu tidak mengetahui kematiannya. Darah yang berwarna cokelat yang berasal
degenerasi jaringan plasenta dapat keluar, dan dicurigai terjadi ancaman keguguran. Ibu melaporkan berkurangnya gejala kehamilan yang kemudian
berhenti sama sekali. Pertumbuhan uterus terhenti dan diagnosis dikonfirmasikan dengan pemeriksaan ultrsound Fraser dan Cooper, 2009 .
2.4.5. Pengelolaan
1. Abortus iminens a. Bila kehamilan utuh, ada tanda kehidupan janin, yaitu : bed rest selama 3 x 24
jam dan pemberian preparat progesteron bila ada indikasi bila kadar 5–10 nanogram.
b. Bila hasil USG meragukan, ulangi pemeriksaan USG 1–2 minggu, kemudian bila hasil USG tidak baik, evakuasi.
2. Abortus insipiens a. Evakuasi
b. Uterotonik paskaevakuasi
Universitas Sumatera Utara
c. Antibiotik selama 3 hari. 3. Abortus inkomplet
a. Perbaiki keadaan umum : bila ada syok, atasi syok; bila Hb 8 gr , transfusi b. Evakuasi : digital, kuretasi
c. Uterotonika d. Antibiotika selama 3 hari.
4. Abortus kompletus Pada keadaan ini kuretasi tidak perlu dilakukan. Pada abortus kompletus,
perdarahan segera berkurang setelah isi rahim dikeluarkan dan selambat– lambatnya dalam 10 hari perdarahan berhenti sama sekali karena dalam masa ini
luka rahim telah sembuh dan epitelisasi telah selesai. Serviks juga dengan segera menutup kembali.
5. Abortus tertunda Missed abortion a. Perbaikan keadaan umum
b. Darah segar c. Fibrinogen
d. Evakuasi dengan kuret, bila umur kehamilan 12 minggu didahului dengan pemasangan dilator laminaria stift.
6. Abortus habitualis Pengelolaan abortus habitualis bergantung pada etiologinya Martaadiasoebrata,
dkk, 2005.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Alat Kontrasepsi dalam Rahim AKDR Paska Aborsi
Dalam Cunningham, dkk, 2013 mengatakan bahwa Lahteenmaki dan Luukainen, 1978 mendeteksi lonjakan lutenizing hormone LH 16 sampai 22 hari
setelah abortus pada 15 sampai 18 wanita yang diteliti. Kadar progesteron plasma, yang merosot setelah abortus, meningkat segera setelah lonjakan LH. Perubahan–
perubahan hormon ini sesuai dengan perubahan histologis yang dijumpai pada biopsi endometrium Boyd dan Holmstrom, 1972 dalam Cunningham, dkk, 2013. Karena
itu, jika kehamilan ingin dicegah maka segera setelah abortus wanita yang bersangkutan menggunakan kontrasepsi yang efektif. Reevers, dkk, 2007 menghitung
penurunan angka kehamilan tak diinginkan pada wanita yang ingin memasang alat kontrasepsi dalam rahim yang dipasang pada saat terminasi kehamilan Cunningham,
dkk, 2013. Asuhan paskakeguguran mungkin merupakan kesempatan yang langka bagi
seorang perempuan terpapar dengan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, hal ini merupakan kesempatan untuk memberi informasi dan pelayanan Keluarga Berencana.
Menurut Saifuddin, dkk, 2003, jenis yang dapat dipergunakan paska keguguran adalah :
a. Kontrasepsi yang dianjurkan sesudah keguguran trimester I, sama dengan yang dianjurkan pada masa interval.
b. Kontrasepsi yang dianjurkan sesudah keguguran trimester II, sama dengan yang dianjurkan pada masa paska persalinan.
Universitas Sumatera Utara
Kontrasepsi spiral atau intrauterine device IUDAKDR aman dipasang paska terjadinya aborsi atau keguguran. Berdasarkan penelitian metode kontrasepsi ini
bahkan efektif untuk menurunkan angka aborsi akibat kehamilan tidak diinginkan. Kasus kehamilan tidak diinginkan paling banyak disebabkan karena ketidakpatuhan
menggunakan alat kontrasepsi. AKDR merupakan kontrasepsi jangka panjang yang praktis, sekali dipasang bisa efektif hingga 5 tahun.
“AKDR sangat aman, bahkan tingkat efektifitasnya tinggi sebagai penunda kehamilan. Konrasepsi ini lebih efektif dibandingkan pil, kondom atau suntikan
dalam mencegah kehamilan. Tetapi penggunaan AKDR masih sedikit,” kata Dr. Paula Bednarek, ahli obgyn dari Oregon Health and Science University, Portland, AS
Asih, 2011. Dalam penelitian yang Bednarek, ia meneliti efek komplikasi pada wanita
yang memasang AKDR setelah keguguran dan aborsi dengan wanita yang memilih menunda dan memasangnya beberapa lama kemudian. Hasil ternyata angka
komplikasinya sama saja dari kedua kelompok itu. Selain itu, perempuan yang menggunakan AKDR paska aborsi memiliki risiko melakukan aborsi ulangan yang
lebih rendah Asih, 2011. Pemakaian AKDR setelah aborsi jauh lebih efektif dari pada metode
kontrasepsi lain dalam mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Dikutip Health In dari Medindia 2707 dalam Admin, 2011, sebuah penelitian dilakukan oleh The
Women’s Health Research Centre di University of Otago di Wellington. Penelitian ini melibatkan wanita berusia 13-44 rata-rata 25 tahun sebanyak 510 orang. Mereka
Universitas Sumatera Utara
adalah perempuan yang telah melakukan aborsi di sebuah klinik umum di Wellington. Para wanita tersebut diberi pilihan untuk memakai metode Long-Action
Reversible Contraception LARC atau menggunakan metode non-LARC. Studi ini menunjukkan 6,45 persen perempuan yang memilih menggunakan
metode LARC kembali mengulang aborsi. Sedangkan mereka yang menggunakan metode non-LARC memiliki tingkat mengulang aborsi sebesar 14,5 persen.
“Hasil ini memberitahukan kepada kita bahwa jika perempuan yang melakukan aborsi kemudian menggunakan metode LARC, khususnya AKDR lebih
baik dalam pencegahan kehamilan. Pengguna AKDR jauh lebih kecil berkemungkinan mengulang aborsi dalam kurun waktu dua tahun dari pada yang
menggunakan pil, kondom atau metode lainnya” kata Dr. Sally Rose, selaku pemimpin penelitian Admin, 2011.
2.5.1. Waktu Mulai Menggunakan AKDR
Ovulasi dapat pulih hingga 2 minggu setelah terminasi suatu kehamilan muda, baik secara spontan maupun dengan induksi.
Ovulasi yang kembali seketika dapat menyebabkan kemungkinan kehamilan yang tidak diinginkan terjadi sangat cepat setelah aborsi dan bahkan sebelum
menstruasi paska-aborsi pertama WHO, 2011. Pemakaian AKDR paskakeguguran perlu dimulai segera karena ovulasi dapat
terjadi 11 hari sesudah terapi keguguranabortus. Sekurang–kurangnya klien perlu mendapat konseling dan informasi agar mereka mengerti bahwa :
a. Klien dapat hamil lagi sebelum haid berikutnya datang.
Universitas Sumatera Utara
b. Ada kontrasepsi yang aman untuk menunda atau mencegah kehamilan. c. Di mana dan bagaimana klien dapat memperoleh pelayanan Saifuddin, dkk,
2003. Insersi post-abortus
Menurut Handayani, 2010 karena konsepsi sudah dapat terjadi 10 hari setelah abortus, maka IUD dapat segera dapat dipasang segera :
1. Abortus trimester I : ekspulsi, infeksi, perforasi, dan lain-lain sama seperti pada insersi interval.
2. Abortus trimester II : ekspulsi 5-10 x lebih besar daripada setelah abortus trimester I.
2.5.2. Defenisi AKDR
AKDR adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang bentuknya bermacam–macam, terdiri dari plastik polyethyline. Ada yang dililit
tembaga Cu, ada pula yang tidak, ada pula yang dililit tembaga bercampur perak Ag. Selain itu ada pula yang dibatangnya berisi hormon progesteron Suratun, dkk,
2008. AKDR adalah suatu alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rahim yang
sangat efektif, reversibel dan berjangka panjang, dapat dipakai oleh semua perempuan usia reproduktif.
Universitas Sumatera Utara
2.5.3. Jenis AKDR
Menurut Handayani, 2010, jenis AKDR yaitu : 1. AKDR Non-Hormonal
Pada saat ini AKDR telah memasuki generasi ke-4, karena itu berpuluh–puluh macam AKDR telah dikembangkan. Mulai dari generasi pertama yang terbuat
dari benang sutra dan logam sampai generasi plastik polietilen baik yang ditambah obat maupun tidak.
a. Menurut bentuknya AKDR dibagi menjadi 2: 1. bentuk terbuka oven device
Misalnya: LippesLoop, CuT, Cu-7.Marguiles, Spring Coil, Multiload, Nova-T
2. bentuk tertutup closed device Misalnya: Ota-Ring, Atigon, dan Graten Berg Ring.
b. menurut Tambahan atau Metal 1. Medicated IUD
Misalnya : Cu T 200 daya kerja 2 tahun, Cu T 220 daya kerja 3 tahun, Cu T 300 daya kerja 3 tahun, Cu T 380 A daya kerja 8 tahun, Cu-7,
Nova T daya kerja 5 tahun, ML-Cu 375 daya kerja 3 tahun 2. Un Medicated IUD
Misalnya : Lippes Loop, Marguiles, Saf-T Coil, Antigon
Universitas Sumatera Utara
3. IUD yang mengandung hormonal a. Progestasert-T = Alza T
1. Panjang 36 mm, lebar 32 mm, dengan 2 lembar benang ekor warna hitam 2. Mengandung 38 mg progesteron dan barium sulfat, melepaskan 65 mcg
progesteron per hari 3. Tabung insersinya berbentuk lengkung
4. Daya kerja : 18 bulan 5. Tehnik insersi : plunging modified withdrawal
b. LNG-20 1. Mengandung 46-60 mg Levonorgestrel, dengan pelepasan 20 mcg per hari
2. Sedang diteliti di Finlandia 3. Angka kegagalan kehamilan angka terendah : 0,5 per 100 wanita per
tahun 4. Penghentian pemakaian oleh karena persoalan–persoalan perdarahan
ternyata lebih tinggi dibandingkan IUD lainnya, karena 25 mengalami amenore atau perdarahan haid yang sangat sedikit.
2.5.4. Kontraindikasi
Yang tidak diperkenankan menggunakan AKDR paska aborsi : 1. Infeksi
2. Perdarahan banyak Hb 7 gram 3. Perlukaan jalan lahir Saifuddin, 2003
Universitas Sumatera Utara
2.5.5. Keuntungan
Menurut Pinem, 2009, keuntungan penggunaan AKDR adalah : 1. Dapat dipakai oleh semua perempuan dalam usia reproduksi
2. Reversibel, jangka panjang dapat sampai 10 tahun tidak perlu diganti 3. Sangat efektif. Efektif segera setelah pemasangan.
4. Tidak mempengaruhi hubungan seksual 5. Meningkatkan hubungan seksual karena tidak perlu takut untuk hamil
6. Dengan AKDR CuT-380A, tidak ada efek samping hormonal 7. Tidak mempengaruhi produksi dan kualitas ASI
8. Dapat dipasang segera setelah melahirkan atau setelah abortus bila tidak ada infeksi
9. Dapat digunakan sampai menopause 1 tahun atau lebih setelah haid terakhir 10. Tidak ada intraksi dengan obat - obatan
11. Sangat efektif karena tidak perlu lagi mengingat–ingat Handayani, 2010 12. Praktis, ekonomis, mudah dikontrol, aman untuk jangka panjang dan kembalinya
masa kesuburan cukup tinggi Suratun, 2008
2.5.6. KerugianKeterbatasan
Menurut Pinem, 2009, kerugian menggunakan AKDR yakni : 1. Efek samping yang umum terjadi : perubahan siklus haid umumnya pada 3 bulan
pertama dan setelah itu berkurang, haid lebih lama dan lebih banyak, perdarahan spotting antar menstruasi, saat haid lebih sakit
2. Tidak mencegah IMS, termasuk HIVAIDS
Universitas Sumatera Utara
3. Tidak baik digunakan oleh perempuan yang sering berganti–ganti pasangan atau yang menderita IMS
4. Penyakit radang panggul terjadi sesudah perempuan dengan IMS menggunakan AKDR. PRP dapat menyebabkan infertilitas
5. Diperlukan prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik dalam pemasangan AKDR
6. Ada sedikit nyeri dan spotting terjadi segera setelah pemasangan AKDR, tetapi biasanya menghilang dalam 1–2 hari
7. Klien tidak dapat melepas sendiri AKDR harus dilepaskan oleh petugas kesehatan terlatih
8. Kemungkinan AKDR keluar dari uterus tanpa diketahui klien sering terjadi bila AKDR dipasang segera setelah melahirkan
9. Klien harus memeriksa posisi benang AKDR dari waktu ke waktu dengan cara memasukkan jarinya ke dalam vagina.
10. Prosedur medis, termasuk pemeriksaan pelvik diperlukan dalam pemasangan AKDR. Seringkali perempuan takut selama pemasanganHandayani, 2010.
11. KeputihanSuratun, dkk, 2008. 2.5.7. Kunjungan Ulang Setelah Pemasangan AKDR