BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Penelitian ini adalah merupakan penelitian Eksperimental dengan menggunakan populasi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Subjek penelitian dipilih menurut rumus. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Oktober-November 2015.
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang terletak di Jl. dr. Mansyur Medan. Analisis bakteri dilakukan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2013. Jumlah responden
yang terlibat dalam studi ini sebanyak 24 responden yang memiliki kriteria inklusi. Semua data diambil dari data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel.
Universitas Sumatera Utara
5.1.3. Uji Efektivitas Antiseptik
Uji efektivitas antiseptik dilakukan dengan membandingkan persentase jumlah koloni. Uji efektivitas ini dilakukan dengan cara mengumpulkan sampel swab
kulit dari subjek penelitian, pengambilan sampel swab dibagi menjadi dua kali untuk setiap subjek penelitian yaitu sebelum diberi antiseptik dan sesudah diberi antiseptik.
Pengambilan sampel swab untuk antiseptik Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2015. Sedangkan waktu pengambilan sampel swab
untuk antiseptik Chlorhexidine gluconate 4 adalah pada tanggal 15 Oktober 2015. Setiap hasil sampel swab dilakukan penanaman di media blood agar untuk
pembiakan bakteri. Setelah 24 jam masa pengeraman, dilakukan perhitungan hasil pembiakan swab masing masing antiseptik. Hasil perhitungan jumlah koloni dalam
sebelum dan setelah antiseptik dengan menggunakan antiseptik Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 dan juga dengan Chlorhexidine gluconate 4 selama 1 menit dan 2
menit dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Hasil pembiakan sebelum dan setelah antiseptik menggunakan metode dan
semua sampel dilakukan perhitungan setelah 24 jam masa pengeraman. Hasil perhitungan koloni dalam bentuk sebelum dan sesudah antiseptik dengan povidon
iodin 10 + alkohol 70 dengan cara perhitungan manual Colony Form Unit CFU.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.1. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Sebelum dan Setelah Antiseptik Dengan Menggunakan Povidon Iodin + Alkohol Selama 1 Menit
Kode Sampel
Jumlah Koloni Persentase
Pengurangan Jenis Mikroorganisme
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
1 70
5 92.86
S. epid S. epid
2 200
9 95.50
S .epid S. epid
3 7
3 57.14
S. epid S. epid
4 30
4 86.67
S. epid S. epid
5 27
3 88.89
S. epid S. epid
6 21
- 100
S. epid -
Dari hasil persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme setelah di antiseptik menggunakan Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 selama 1 menit
didapatkan rata rata persentase penurunan sebesar 86.84 dengan standar deviasi sebesar 15.30
Tabel 5.2. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Sebelum dan Setelah Antiseptik Dengan Menggunakan Povidon Iodin + Alkohol Selama 2 Menit
Kode Sampel
Jumlah Koloni Persentase
Pengurangan Jenis Mikroorganisme
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
1 200
4 98.00
S. epid S. epid
2 200
20 90.00
S. epid S. epid
3 200
10 95.00
S. epid S. epid
4 50
7 86.00
S. epid S. epid
5 11
3 72.73
S. epid S. epid
6 200
2 99.00
S. epid S. epid
Universitas Sumatera Utara
Dari hasil persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme setelah di antiseptik menggunakan Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 selama 2 menit
didapatkan rata rata persentase penurunan sebesar 90.12 dengan standar deviasi sebesar 9.84
Tabel 5.3 Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Sebelum dan Setelah Antiseptik Dengan Menggunakan Chlorhexidine Gluconate Selama 1 Menit
Kode Sampel
Jumlah Koloni Persentase
Pengurangan Jenis Mikroorganisme
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
1 30
3 90.00
S. epid S. epid
2 20
1 95.00
S. epid S. epid
3 100
7 93.00
S. epid, S. aureus
S. epid 4
50 1
98.00 S. epid
S. epid 5
20 -
100 S. epid
- 6
30 -
100 S. epid
- Dari hasil persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme setelah di
antiseptik menggunakan Chlorhexidine gluconate 4 selama 1 menit didapatkan rata rata persentase penurunan sebesar 96.00 dengan standar deviasi sebesar 4.04
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4. Hasil Perhitungan Jumlah Koloni Sebelum dan Setelah Antiseptik Dengan Menggunakan Chlorhexidine Gluconate Selama 2 Menit
Kode Sampel
Jumlah Koloni Persentase
Pengurangan Jenis Mikroorganisme
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
Sebelum Antiseptik
Sesudah Antiseptik
1 70
- 100
S. epid -
2 20
1 95.00
S. epid S. epid
3 30
- 100
S. epid -
4 25
1 96.00
S. epid S. epid
5 300
- 100
S. epid -
6 20
- 100
S. epid -
Dari hasil persentase penurunan jumlah koloni mikroorganisme setelah di antiseptik menggunakan Chlorhexidine gluconate 4 selama 2 menit didapatkan rata
rata persentase penurunan sebesar 98.50 dengan standar deviasi sebesar 2.34.
Tabel 5.5 Uji Analisis Chi Square
Df P-value
7.420 3
0.60 Setelah dilakukan analisis dengan bantuan program komputer didapatkan
perbedaan yang tidak bermakna diantara ke empat rata-rata tersebut. Dengan nilai p=0,06.
Universitas Sumatera Utara
5.6 Tabel Perbandingan Efektivitas
Jenis Antiseptik Jenis antiseptik
Perbedaan efektivitas
Povidon Iodin + Alkohol selama 1 menit
Povidon Iodin + Alkohol selama 2 menit
-3.27 Povidon Iodin + Alkohol
selama 1 menit Chlorhexidine Gluconate 1
menit -9.15
Povidon Iodin + Alkohol selama 1 menit
Chlorhexidine Gluconate 2 menit
-11.65 Povidon Iodin + Alkohol
selama 2 menit Chlorhexidine Gluconate 1
menit -5.87
Povidon Iodin + Alkohol selama 2 menit
Chlorhexidine Gluconate 2 menit
-8.37 Chlorhexidine Gluconate 1
menit Chlorhexidine Gluconate 2
menit -2.50
Dari data penelitian didapatkan rata-rata persentase penurunan jumlah antiseptik dengan Chlorhexidine gluconate 4 selama 2 menit lebih tinggi dibanding
dengan tiga antiseptik lainnya. Disusul dengan Chlorhexidine gluconate 4 selama 1 menit, Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 selama 2 menit, Povidon Iodin 10 +
Alkohol 70 selama 1 menit.
5.2 Pembahasan
5.2.1. Interpretasi dan Diskusi Hasil
Menurut hasil penelitian ini, dapat dilihat dari tabel perbandingan efektivitas bahwa CG 4 2 menit CG 4 1 menit PI 10 + Alc 70 2 menit PI 10 +
Alc 70 1 menit. Hasil ini serupa dengan Noparat 2005, Chlorhexidine menunjukkan pengurangan bakteri yang cepat setelah diaplikasikan dibandingkan
dengan povidon iodin, tetapi secara statistik tidak signifikan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Penelitian Jeffrey Miller 2006, dengan membandingkan Chlorhexidine dengan Povidon iodin. Dilaporkan bahwa Chlorhexidine lebih efektif
dibandingkan dengan Povidon Iodin dengan nilai P=0.009 dan membuktikan juga bahwa antiseptik dengan Chlorhexidine dapat menghemat uang 13 per pasien.
Analisis hasil berbagai penelitian diatas menunjukkan bahwa efektivitas dari masing masing obat kumur menjadi salah satu kriteria penting dalam menentukan
pilihan antisepik. Dalam hal ini, sebagian besar mendapatkan hasil yang sama dengan penelitian ini yakni bahwa Chlorheksidin gluconate masih lebih unggul dibandingkan
dengan Povidon Iodin, Alkohol maupun Povidon Iodin + Alkohol ditinjau dari kerjanya sebagai antiseptik.
Namun, seperti yang telah ditekankan diatas, bahwa pilian bukan hanya semata-mata didasarkan pada besarnya efektivitas antiseptik tersebut dalam
menghambat pertumbuhan mikroorganisme, melainkan juga efek jangka panjang dan juga nilai keekonomisannya.
5.2.2. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini, ditemukan berbagai jenis keterbatasan yang mungkin dapat mempengaruhi data hasil penelitian. Hal-hal tersebut antara lain :
1. Hasil perhitungan koloni dilakukan dengan cara perhitungan secara
langsung. Dapat terjadi kesalahan perhitungan oleh peneliti 2.
Sampel yang didapatkan sebelum dan setelah berkumur mungkin akan bervariasi dikarenakan perbedaan kolonisasi flora normla maupun
mikroorganisme transien pada subjek penelitian, hal ini dapat mempengaruhi hasil pembiakan.
3. Mikroorganisme yang tumbuh mungkin dapat terkontaminasi dari
mikroorganisme yang terdapat pada pakaian oleh subjek maupun aktivitas yang dilakukan subjek sebelum pengambilan sampel. Hal ini dapat terjadi
Universitas Sumatera Utara
karena waktu pengambilan sampel tidak ditentukan secara ketat, melainkan dalam selang waktu tertentu.
4. Mikroorganisme yang tumbuh mungkin dapat terkontaminasi dari
mikroorganisme yang terdapat di udara. 5.
Pengeraman hanya
dilakukan pada
keadaan aerob
sehingaa mikroorganisme yang tumbuh dalam keadaan anaerob tidak dapat tumbuh.
Universitas Sumatera Utara
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat perbedaan persentase secara penelitian antara Povidon Iodin 10 + Alkohol
70 selama 1 menit, Povidon Iodin 10 + Alkohol 70 selama 2 menit, Chlorhexidine Gluconate 4 selama 1 menit, Chlorhexidine Gluconate 4 selama 2
menit dengan hasil CG 4 2mnt CG 4 1mnt PI 10 + Alc 70 2 mnt PI 10 + Alc 70 1mnt. Meskipun penelitian ini tidak bermakna secara statistik karena
nilai p0.60.
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin
dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini, yaitu : 1.
Pemilihan antiseptik yang tepat merupakan sebuah masalah yang penting 2.
Penelitian serupa perlu dilakukan dengan membandingkan lebih banyak jenis antiseptik maupun dengan antiseptik yang sama tetapi dengan konsentrasi
berbeda. 3.
Penelitian serupa perlu dilakukan tetapi dengan meningkatkan jumlah variabel yang diteliti, jumlah sampel dan ketelitian alat-alat yang digunakan
4. Penelitian serupa mungkin dapat diterapkan pada keadaan lain keadaan yang
patologis sehingga dapat lebih dirasakan manfaat penelitiannya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 MIKROBIOLOGI KULIT
Kulit manusia tidak bebas hama steril. Kulit steril hanya didapatkan pada waktu yang sangat singkat sesaat setelah lahir. Kulit manusia tidak steril mudah
dimengerti karena permukaan kulit mengandung banyak bahan makanan untuk pertumbuhan organisme, antara lain; lemak, nitrogen, dan mineral-mineral lainnya.
Hubungannya dengan manusia, mikroorganisme dapat bertindak sebagai parasit yang dapat menimbulkan penyakit atau sebagai komensal flora normal Irianto,
2006. Spesies organisme yang mampu menimbulkan penyakit disebut patogen.
Patogenitas atau sifat patogen merupakan istilah relatif, dan bakteri mempunyai frekuensi untuk menimbulkan penyakit yang sangat berbeda. Organisme dengan
patogenitas rendah, kadang-kadang patogen atau patogen oportunistik, yang sering tanpa menimbulkan penyakit. Organisme dengan patogenitas tinggi umumnya
berasosiasi dengan penyakit. Patogen oportunistik ialah organisme nonpatogen yang dapat menimbulkan injeksi pada hospes yang mempunyai predisposisi.
Bakteri yang mengkontaminasi kulit dapat hidup dan bermultiplikasi disebut kolonisasi dan kemudian dapat menimbulkan penyakit infeksi. Kolonisasi berbeda
dengan infeksi, yakni pada kolonisasi hospes tidak memberi respon dan demikian pada kolonisasi juga tidak terdapat kenaikan tite antibodi.
Frekuensi kontaminasi menimbulkan kolonisasi dan kolonisasi menimbulkan penyakit infeksi yang bergantung pada vilurensi organisme, besarnya inokulasi,
tempat masuknya organisme, pertahanan imun hospes.
2.1.1 FLORA NORMAL KULIT
Istilah “flora mikrobal normal” merujuk kepada populasi sekelompok mikroorganisme yang mendiami kulit dan mukosa hewan dan manusia yang normal
Universitas Sumatera Utara
serta sehat. Masih diragukan apakah ada flora virus pada manusia Brooks et al.,
2008; Levinson, 2008.
Kulit dan selaput mukosa selalu mengandung mikroorganisme yang dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan:
1. Flora menetap yang terdiri dari mikroorganisme yang jenisnya relatif
tetap dan biasa ditemukan pada daerah tertentu, umur tertentu, bila terganggu mikroorganisme tersebut tumbuh kembali dengan segera.
2. Flora sementara yang terdiri atas mikroorganisme non patogen atau
potensial patogen yang mendiami kulit atau mukosa selama beberapa jam, hari atau minggu, mikroorganisme ini berasal dari lingkungan
sekitarnya, tidak menimbulkan penyakit, dan tidak menetap secara permanen pada permukaan kulit. Anggota flora sementara umumnya
kurang berarti bila flora normal tetap utuh, akan tetapi bila flora normal menetap terganggu, mikroorganisme sementara dapat
berkoloni, berproliferasi dan menimbulkan penyakit. Karena kulit terus menerus berhubungan dengan dan kontak dengan
lingkungan sekitarnya, kulit cenderung mengandung mikroorganisme sementara. Walaupun demikian, pada kulit terdapat flora penetap yang tetap dan berbatas jelas,
yang di berbagai daerah anatomik dipengaruhi oleh sekresi, kebiasaan berpakaian, atau letaknya dekat dengan mukosa mulut, hidung, perineum.
Sebagian besar mikroorganisme yang menetap pada kulit adalah basil difteoid aerob dan anaerob misalnya: Corynebacterium, Propionibacterium; stafilokokus
nonhemolitik aerob dan anaerob Staphylococcus epidermidis, kadang-kadang Staphylococcus aureus
dan Peptosreptococcus; bakteri gram positif aerob pembentuk spora yang banyak terdapat di udara, air, dan tanah; streptokokus alfa
kemolitik Streptococcus viridans dan enterokokus Streptococcus faecalis; serta bakteri koliform gram negatif dan Acinetobacter bakteri gram negatif aerob. Jamur
dan ragi sering terdapat pada lipatan kulit, sedangkan mikrobakteria tahan asam yang
Universitas Sumatera Utara
tidak patogen terdapat pada daerah-daerah yang banyak mengandung sekresi sebasea gengetalia dan telinga luar.
Faktor-faktor yang mungkin penting untuk menghilangkan mikroorganisme bukan penetap dari kulit adalah pH yang rendah, asam-asam lemak yang terdapat
dalam sekresi sebasea, dan adanya enzim lisozim. Keringat yang belebihan atau mencuci dan mandi tidak dapat menghilangkan atau mengubah secara bermakna flora
penetap normal. Jumlah mikroorganisme superfisial dapat dikurangi dengan menggosok kulit dengan sabun yang mengandung heksaklorofen, atau desinfektan
lain, tetapi flora tersebut secara cepat diganti kembali dengan organisme dari kelenjar keringat dan kelenjar sebasea, meskipun kontak dengan daerah-daerah kulit lain atau
lingkungan sekitar ditiadakan. Pemakaian baju yang menutupi kulit secara ketat cenderung meningkatkan populasi total mikroorganisme dan dapat pula menimbulkan
pergantian secara kualitatif. Bakteri anaerob dan aerob seringkali bersama-sama menimbulkan infeksi
yang sinergis gangren, selulitis, fascilitis nekrosis pada kulit atau jaringan lunak. Bakteri sering merupakan bagian dari flora mikroba normal. Biasanya sulit untuk
menunjukkan secara tepat satu organisme spesifik yang bertanggungjawab terhadap suatu lesi yang progresif, karena biasanya melibatkan campuran berbagai
mikroorganisme.
2.1.2 PERAN FLORA PENETAP