Saran Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia

77 diterbitkan oleh bank umum milik Negara dan berlaku selama 3 tiga tahun, telah menyelenggarakan perjalanan ibadah umroh sekurang- kurangnya selama 3 tiga tahun dengan jumlah jemaah umroh paling sedikit 300 tiga ratus orang dan tidak memiliki catatan negatif dalam penyelenggaraan ibadah umroh dan ayat 3 Kementerian agama melakukan verifikasi terhadap keabsahan dokumen persyaratan. 3. Kendala pemberian izin travel ibadah haji berdasarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus, kurang lengkapnya dokumen- dokumen pemohon, kurangnya pengetahuan pemohon dalam mengurus izin travel haji khusus.

D. Saran

Berdasarkan hasil kesimpulan yang telah diuraikan di atas, maka diteruskan saran-saran yaitu sebagai berikut dibawah ini : 1. Kepada Dirjen Penyelenggaraan dan Pembinaan Haji Departemen Agama Republik Indonesia, BPUH terutama travel ibadah haji maupun calon jemaah haji Indonesia disarankan agar mematuhi dan melaksanakan segala dasar payung hukum yang telah ditetapkan didalam peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan diatas, karena sekalipun umat Islam Indonesia harus memilih berangkat menunaikan rukun islam yang kelima yaitu ibadah haji ke tanah suci Mekkah bagi yang sudah mampu, tentu BPIH khusus lebih menjanjikan fasilitas dan keuntungan yang lebih baik bila dibandingkan dengan BPIH biasa. Universitas Sumatera Utara 78 2. Kepada pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Agama khususnya Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, pihak swasta terutama yang sudah maupun belum memiliki travel atau biro penyelenggaraan Ibadah Haji khusus dan terakhir kepada seluruh umat Islam yang ingin menggunakan jasa travel atau biro penyelenggaraan Ibadah Haji khsusus disarankan agar dapat memperhatikan segala ketentuan yang menjadi dasar atau payung hukum penyelenggaraan Ibadah Haji khusus seperti yang telah dijelaskan agar tujuan ibadah haji yang merupakan rukun islam yang kelima tersebut dapat dicapai sebagaimana yang diharapkan 3. Biro penyelenggara ibadah haji khusus dan umroh dalam menjalankan bisnisnya harus mengedepankan kepentingan calon jemaah haji tidak hanya mengejar keuntungan semata. Universitas Sumatera Utara 17 BAB II DASAR HUKUM PEMBERIAN IZIN TRAVEL IBADAH HAJI

D. Sejarah Penyelenggaraan Ibadah Haji Indonesia

Sejak berdirinya kerajaan Islam di Indonesia perjalanan haji mulai dilaksanakan secara rutin setiap tahunnya dan semakin meningkat jumlahnya setelah berdirinya kerjaan Pasai di Aceh pada tahun 1292. 22 Sejarah dan pengaturan penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia telah dilakukan sejak jaman penjajahan hingga saat ini, dan merupakan perjalanan yang panjang, yang tidak mungkin kita bahas dalam satu artikel. sehingga untuk mempermudah dalam penjelasannya, kita Klasifikasikan sejarah penyelenggaraan Ibadah Haji plus ke dalam beberapa Periode. pertama, Periode Masa penjajahan belanda, kedua Periode Haji setelah kemerdekaan, ketiga, periode 1966 sd 1998, keempat, periode haji 1999 sd sekarang. Pada masa penjajahan Belanda, penyelenggaraan ibadah haji dilakukan untuk menarik hati rakyat sehingga mengesankan bahwa Pemerintah Hindia Belanda tidak menghalangi umat Islam melaksanakan ibadah haji meskipun dengan keterbatasan fasilitas yang sebenarnya kurang bermartabat, dimana pengangkutan haji dilakukan dengan kapal Kongsi Tiga yaitu kapal dagang yang biasa digunakan untuk mengangkut barang dagangan, demikian juga tempat istirahat jamaah haji di kapal sama dengan apabila kapal tersebut mengangkut ternak. Faktor yang dominan dalam masalah perjalanan haji pada masa penjajahan 22 http:www.travelhajiumroh.web.id201208sejarah-penyelenggaraan-haji- indonesia.html diakses tanggal 1 September 2015. Universitas Sumatera Utara 18 ini, yaitu keamanan di perjalanan dan fasilitas angkutan jamaah haji masih sangat minim. Namun demikian hal tersebut tidak mengurangi animo dan keinginan umat Islam untuk melaksanakan ibadah haji, bahkan jumlahnya mulai meningkat secara cepat, yang diperkirakan mulai sejak tahun 1910. Pada tahun 1921 umat Islam mulai bergerak melakukan upaya perbaikan ibadah haji yang dipelopori KH Ahmad Dahlan, dengan menuntut KONGSI TIGA melakukan perbaikan pelayanan pengangkutan ibadah haji Indonesia. Pada tahun 1922 volksraad mengadakan perubahan pada pelgrims ordannantie, sedangkan Hoofdbestuur Muhammadiyah mengutus anggotanya, KHM Sudjak dan M Wirjopertomo ke Makkah untuk meninjau dan mempelajari masalah yang menyangkut perjalanan haji. Hasil dari upaya-upaya tersebut ditetapkan dalam Ordanansi Haji 1922 Pemerintah Hindia Belanda. Ordonansi tersebut diantaranya mengatur mengenai angkutan jamaah haji, keamanan dan fasilitas angkutan selama dalam perjalanan. Karena kedua permasalahan, yaitu keamanan dan fasilitas angkutan pada dasarnya telah teratasi, maka dengan sendirinya jumlah jamaah haji Indonesia pada saat itu terus melonjak. Pada tahun 1928, Muhammadiyah mengaktifkan penerangan tentang cita-cita perbaikan perjalanan haji. Sedangkan Nahdatul Ulama melakukan pendekatan dengan Pemerintah Saudi Arabia dengan mengirimkan utusan, KH Abdul Wahab Abdullah dan Syech Ahmad Chainaim Al Amir, menghadap Raja Saudi Arabia Ibnu Saud guna menyampaikan keinginan untuk memberikan kemudahan dan kepastian tarif haji yang ketika itu banyak diselenggarakan oleh syech-syech melalui penetapan tarif oleh Baginda Raja. Universitas Sumatera Utara 19 Pada tahun 1930 Kongres Muhammadiyah ke-17 di Minangkabau mencetuskan pemikiran untuk membangun pelayaran sendiri bagi jamaah haji Indonesia. Pada tahun 1932, berkat perjuangan anggota Volskraad, Wiwoho dan kawan-kawan, Pelgrims Ordanantie 1922 dengan Staatblaad 1932 Nomor 544 mendapat perubahan pada artikel 22 dengan tambahan artikel 22a yang memberikan dasar hukum atas pemberian izin bagi organisasi bonafide bangsa Indonesia umat Islam Indonesia untuk mengadakan pelayaran haji dan perdagangan. Sejarah penyelenggaraan haji zaman dahulu, yakni sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Umat Islam Indonesia menunaikan Ibadah Haji secara sendiri-sendiri dengan menggunakan kapal layar yang memakan waktu berbulan-bulan bahkan ada yang lebih dari dua tahun. 23 Permulaan perjalanan haji dari Indonesia sangat tergantung pada keadaan transportasi antara kepulauan nusantara dengan Jazirah Arab melalui pelayaran perdagangan dan berkaitan erat dengan masuk dan tersebarnya Islam serta pembentukan komunitas muslim di Indonesia sebagai faktor-faktor anteseden haji Indonesia. 24 Pada masa awal kemerdekaan Indonesia, penyelenggaraan ibadah haji dilaksanakan oleh Pemerintah yang dikoordinasikan oleh Kementerian Agama dan diatur dalam ketentuan peraturan dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 1960 sebagai kebijakan pemerintah pertama yang mengatur tentang penyelenggaraan ibadah haji. Namun, dengan dikeluarkannya kebijakan tersebut, pihak swasta tetap diberi kesempatan untuk mengurus 23 Haji- Nusantara.blogspot.com, diakses tanggal 29 Juni 2015. 24 Shaleh Putuhena, Historiografi Haji Indonesia. Jogjakarta : LKIS, 2007, hal 67 Universitas Sumatera Utara 20 pelaksanaan ibadah haji melalui yayasan yang dibentuk oleh organisasi keagamaan. Penyelenggaraan haji yang dilakukan oleh pihak swasta pada waktu itu terdapat banyak masalah yang timbul, karena pelaksanaannya dipengaruhi oleh badal-badal syekh, broker atau tengkulak haji, bermunculan usaha-usaha perorangan dan panitia-panitia penyokong haji yang banyak melibatkan pihak- pihak swasta dan jasa haji. Panitia-panitia penyokong haji swasta ini tidak mempunyai rasa tanggung jawab, mereka cenderung mencari keuntungan semata. Mereka mempengaruhi calon jemaah haji dengan prosedur yang mudah dan pelayanan yang ramah, ternyata tidak memenuhi ketentuan sesuai dengan izin yang diberikan pemerintah sehingga di lapangan banyak terjadi penipuan, kesulitan teknis, adiministrasi dan tidak seperti yang dipropagandakan dan dijanjikan. Akhirnya menimbulkan kekecewaan, kesulitan, kericuhan yang berkepanjangan dan tidak berjalan seperti yang diharapkan. 25 . Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Pasal 8 ayat 2 menjelaskan bahwa kebijakan dan pelaksanaan dalam penyelenggaraan ibadah haji merupakan tugas nasional dan menjadi tanggung jawab pemerintah. Atas dasar itu maka pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan dan perlindungan dengan menyediakan fasilitas, kemudahan, keamanan, dan kenyamanan yang diperlukan setiap warga negara Umat Islam yang akan menunaikan ibadah haji. 26 25 www.informasihaji.com, diakses tanggal 29 Juni 2015. 26 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang penyelenggaraan Ibadah Haji. Universitas Sumatera Utara 21 Penyelenggaraan pelaksanaan ibadah haji telah lama menjadi satu isu penting yang mengundang banyak perhatian masyarakat. Perhatian tersebut terutama berkisar pada masalah penyelenggaraan yang dinilai kurang optimal. Tumbuhnya kritik atas pelaksanaan haji bukan tanpa alasan, kasus-kasus yang berkaitan dengan proses pelaksanaan dan penyelenggaraan haji dewasa ini memunculkan kritik tajam yang tidak hanya mempertanyakan tingkat profesionalisme pengelola, tapi juga mendorong lahirnya berbagai pandangan yang menghendaki perubahan pola penyelenggaraan pelaksanaan haji yang selama ini menjadi kewenangan Departemen Agama. Sebagian respon masyarakat terkesan mengesampingkan aspek lain dari haji, yaitu perangkat perundang- undangan yang jarang tersosialisasi dengan baik. Banyak permasalahan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji akibat sosialisasi kebijakan pemerintah yang kurang baik, diantaranya kasus terjadinya jama‟ah haji waiting list pada tahun 1995, dimana jama‟ah haji yang terdaftar sebanyak 231.000 orang yang melebihi kuota yang diberikan sebanyak 195.000 orang. Kuota tersebut telah ditetapkan oleh OKI di Amman, Jordania tahun 1987 sebesar 1 per mil dari jumlah penduduk muslim suatu negara. 27 Tingkat kenaikan yang sangat tinggi ini tidak terdeteksi secara dini karena sistem pendataan, pelaporan dan monitoring masih menggunakan sistem manual yang lambat dan konvensional, karena pada saat itu dilakukan dengan telepon, 27 Loc.cit. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Departemen Agama RI, 2008, hal 91 Universitas Sumatera Utara 22 faksimili, dan hard copy berupa daftar nominatif yang dikirim secara berkala melalui pos atau kurir. 28 Berbekal pengalaman tersebut, pemerintah melakukan kaji ulang terhadap sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan, pendataan, operasional manajerial, sumber daya manusia, dan perkembangan teknologi informasi. Salah satu aspek dalam pemanfaatan teknologi informasi ini adalah dengan terbentuknya sistem komputerisasi yang beroperasi secara online dan real time yang disebut Media Centre Haji MCH, walaupun pada saat ini belum dapat dimanfaatkan secara optimal disebabkan terutama karena kurangnya sumber daya manusia yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah devisi sistem informasi, sehingga kemajuan atau alih teknologi dari manual ke komputerisasi belum terimplementasi secara nyata. Ada beberapa masalah seputar organisasi penyelenggara haji. Pertama, struktur organisasi penyelenggara perlu disusun efisien, independen, dan mandiri, tetapi baiknya mewakili lima departemen terkait, yaitu Depag, Depdagri, Deplu, Depkumham, dan Depkes. Selama ini tidak ada tim lintas departemen sehingga menyebabkan penyelenggaraan haji merepotkan serta high cost. Model kantor bersama „Samsat‟ mungkin satu model yang patut dipertimbangkan. Tetapi, pilihan ideal tentu ketika penyelenggara haji adalah badan khusus milik pemerintah yang mampu mengambil keputusan sendiri. Kedua, memiliki sistem dan prosedur sisdur yang baku. Sistem dan prosedur yang berganti-ganti selama 28 Loc.Cit., hal 2 Universitas Sumatera Utara 23 ini menggambarkan penyelenggara haji tidak memiliki sisdur yang baku. Ketiga, sistem perekrutan petugas haji mesti profesional dan tepat kebutuhan. 29 Pembatasan jama‟ah haji yang dikenal dengan pembagian kuota haji quontum yang telah dikenal sejak tahun 1952, diterapkan kembali pada tahun 1996 didukung dengan sistem komputerisasi haji terpadu untuk mencegah terjadinya over quota seperti yang pernah terjadi pada tahun 1995 dan sempat menimbulkan keresahan dan kegelisahan di masyarakat khususnya calon jama‟ah haji yang terdaftar pada tahun itu. Pembagian kuota selanjutnya disebut dengan porsi, didistribusikan secara proporsional untuk masing-masing daerah dalam beberapa tahun terakhir. Sistem pembagian porsi ini terbukti efektif dalam membantu perencanaan penyelenggaraan ibadah haji meskipun unsur kepastian bagi masyarakat untuk menunaikan ibadah haji belum sepenuhnya dapat diterapkan secara konsisten. Saat ini, Indonesia memiliki kuota haji terbanyak di dunia, yaitu sebanyak 210 ribu jama‟ah. 30 Sebagai seorang muslim yang akan menunaikan ibadah haji harus memiliki kemampuan Istitho’ah. Dalam ibadah haji, Istitho’ah merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki dan dikuasai oleh jama‟ah haji sebelum melaksanakan ibadah haji, artinya seseotrang diwajibkan untuk melaksanakan ibadah haji karena Istitho’ah. Dalam Bimbingan Manasik Haji. 31 Istitho’ah artinya mampu, dalam hal ini mampu melaksanakan haji umrah ditinjau dari segi: a. Jasmani: Sehat dan kuat, agar tidak sulit melakukan ibadah haji umrah. 29 Republika online, diakses tanggal 29 Juni 2015. 30 Realita Haji Indonesia, Edisi September 2008, diakses tanggal 29 Juni 2009 31 Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008, hal 7. Universitas Sumatera Utara 24 b. Rohani: 1 Mengetahui dan memahami manasik haji umrah. 2 Berakal sehat dan memiliki kesiapan mental untuk melakukan ibadah haji umrah dengan perjalanan yang jauh c. Ekonomi: 1 Mampu membayar Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji BPIH. 2 BPIH bukan berasal dari penjualan satu-satunya sumber kehidupan yang apabila dijual menyebabkan kemudaratan bagi diri dan keluarganya. 3 Memiliki biaya hidup bagi keluarga yang ditinggalkan. d. Keamanan: 1 Aman dalam perjalanan dan pelaksanaan ibadah haji umrah. 2 Aman bagi keluarga dan harta benda serta tugas dan tanggung jawab yang ditinggalkan dan tidak terhalang mendapat izin untuk perjalanan haji. 32 Selain kemampuan atau Istitho’ah, calon jama‟ah haji harus pula menguasai manasik haji atau tata cara melaksanakan ibadah haji, meliputi rukun dan wajib haji. Penguasaan manasik haji mutlak harus dimiliki oleh setiap calon jama‟ah haji sebelum berangkat ke tanah suci Makkah. Sebagai contoh rukun haji, yang meliputi Ihram niat, Wukuf di Arafah, Tawaf Ibadah, Sa‟i, Cukur dan tertib Bimbingan Manasik Haji. 33 Pelaksanaan program pelatihan dan bimbingan atau tata cara pelaksanaan haji perlu diperhatikan karena hal ini didasarkan pada dua aspek, yaitu: pertama, aspek teologis bahwa haji merupakan rukun islam kelima, aspek ini memberikan 32 Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2008, hal 7. 33 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, 2006, hal 12. Universitas Sumatera Utara 25 penyadaran bahwa pelaksanaan ibadah haji memiliki tanggung jawab vertikal dan horisontal. Tanggung jawab vertikal menandakan bahwa haji adalah masalah ibadah kepada Allah SWT, oleh karena itu tanggung jawab ini terkait erat dengan masalah sah atau tidaknya suatu pelaksanaan ibadah. Tanggung jawab horisontal menandakan bahwa haji adalah memiliki makna sosial, oleh karena itu dalam tanggung jawab ini terkait erat dengan masalah hasil dan manfaat ibadah haji spiritual expertence bagi jama‟ah haji yang harus mampu menjaga perilaku yang baik sebagai makhluk sosial. Kedua, pemerintah selaku penyelenggara memiliki tanggung jaw ab untuk mengantarkan jama‟ah haji untuk mencapai personal haji yang diharapkan. Untuk memenuhi keinginan dan harapan tersebut, maka pemerintah berupaya untuk menyempurnakan dan meningkatkan pelayanan pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan kebutuhan dan diselaraskan dengan perkembangan sosial budaya, ekonomi, politik, dan aspirasi masyarakat yang variatif sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap kepentingan negara dan masyarakat serta tidak meninggalkan akuntabilitas publik.

E. Pengertian Izin dan Travel 1. Pengertian izin