Kesimpulan Diabetes Melitus Aktivitas Hidup Sehari-hari Pasien Diabetes Melitus di Rumah Sakit Pirngadi Medan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan rawat jalan di Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Pirngadi Medan selama 15 April sampai 15 Juni diperoleh hasil : a. Mayoritas responden berusia paruh baya dengan usia antara 39-60 tahun 64.4 , dengan jenis kelamin sebagian besar responden adalah wanita 69 . Latarbelakang pendidikan responden mayoritas adalah Perguruan tinggi 38 . Responden sebagian besar bekerja sebagai ibu rumah tangga 27 , dan lama menderita Diabetes melitus terbanyak selama 1 – 5 tahun 39 b. Aktivitas hidup sehari-hari pasien diabetes mellitus rawat jalan di Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Pirngadi Medan berada dalam rentang ringan sedang. 76,3. mengalami gangguan aktivitas hidup sehari-hari ringan dan 23.7 sedang. Untuk AHS Dasar 71 responden mengalami gangguan aktivitas hidup sehari-hari ringan 27 sedang, 1 berat dan 1 baik. Untuk AHS Instrumental 80 responden mengalami gangguan aktivitas hidup sehari-hari ringan 19 sedang, 1 berat dan tidak terdapat responden dengan yang tidak mengalami gangguan AHS instrumental. Universitas Sumatera Utara

6.2 Saran

6.2.1 Bagi Penelitian Selanjutnya Hasil penelitian ini menunjukkan aktivitas hidup sehari-hari pasien diabetes mellitus berada pada kategori ringan sedang dengan responden berusia paruh baya dan lansia. Saran peneliti kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat dilakukan penelitian pada sampel dengan usia dibawah usia paruh baya untuk mengetahui sejauh mana diabetes melitus mempengaruhi aktivitas hidup sehari- hari pasien dengan usia muda. Peneliti juga menyarankan untuk melakukan penelitian tentang aktivitas hidup sehari-hari pasien diabetes melitus dengan metode penelitian kualitatif. 6.2.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Berdasarkan data yang telah diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi data dasar bagi perawat dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien diabetes mellitus dan meningkatkan kualitas hidupnya. 6.2.3 Bagi Responden Data yang telah diperoleh menunjukkan bahwa aktivitas hidup sehari-hari pasien diabetes mellitus di Poli Klinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Pirngadi Medan berada dalam rentang ringan sedang. Saran peneliti kepada responden agar selalu menjaga kadar gula darahnya dalam batas normal sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih buruk dan menimbulkan gangguan aktivitas hidup sehari- hari yang berat. Universitas Sumatera Utara

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.1 Pengertian WHO merumuskan bahwa diabetes mellitus adalah kumpulan problematika anatomi dan kimiawi yang diakibatkan oleh sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, Setiadi, 2009 dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi tubuh dalam memetabolisme karbohidrat Price Wilson, 2006. 2.1.2 Klasifikasi Diabetes A. Diabetes Tipe 1 Sekitar 5 - 10 penderita diabetes mellitus mengalami diabetes tipe 1 atau IDDM Independent Diabetes Mellitus atau diabetes yang tergantung pada pemberian insulin. Pada Diabetes tipe 1 terjadi kerusakan sel-sel beta pankreas oleh proses autoimun sehingga sel-sel tersebut tidak mampu menghasilkan insulin Smeltzer, 2002. B. Diabetes Melitus Tipe 2 Sekitar 90 - 95 penderita diabetes mellitus mengalami diabetes tipe 2 atau juga dikenal sebagai diabetes tidak tergantung insulin atau NIDDM Non Independent Diabetes Mellitus. Dua masalah yang terjadi pada diabetes tipe ini adalah resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin Smeltzer, 2002 Universitas Sumatera Utara C. Diabetes Melitus Gestasional DMG DMG terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum kehamilannya. Biasanya terjadi pada trimester kedua dan ketiga Smeltzer 2002. Peningkatan hormon-hormon kehamilan Human Placental LactogenHPL, progresteron, kortisol dan prolaktin menghambat sekresi insulin sehingga menyebabkan resistensi insulin fisiologis. Sudoyo dkk., 2009. 2.1.3 Manifestasi Klinis Defisiensi insulin menyebabkan glukosa dari makanan tidak disimpan dalam hati dan beredar dalam pembuluh darah dengan konsentrasi yang tinggi. Hal ini menyebabkan ginjal tidak mampu menyerap seluruh glukosa yang tersaring keluar akibatnya terdapat glukosa di dalam urin atau glukosuria. Adanya glukosa di dalam urin menyebabkan terjadinya ekskresi berlebihan cairan dan elektrolit yang disebut dieresis osmotik sehingga pasien diabetes akan mengalami peningkatan dalam berkemih atau poliuria. Hal ini akan menyebabkan dehidrasi, sehingga tubuh akhirnya memberikan sinyal rasa haus atau polidipsi. Defisiensi insulin mengganggu metabolisme protein dan lemak sehingga terjadi penurunan berat badan akibat turunnya simpanan kalori dalam tubuh. Hilangnya glukosa dalam jumlah besar melalui urin menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami keseimbangan kalori negatif sehingga terjadi peningkatan selera makan atau polifagia. Selain itu, defisiensi insulin juga menyebabkan tubuh kekurangan simpanan energi sehingga banyak sel-sel yang mengalami kelelahan, kelemahan dan ketidakmampuan dalam menjalankan fungsinya Smeltzer, 2002. Universitas Sumatera Utara 2.1.4 Etiologi A. Faktor-faktor genetik Faktor genetik disebut sebagai suatu predisposisi yang memicu terjadinya diabetes mellitus tipe 1 DMT1. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA Human Leucocyte Antigen Smeltzer, 2002. B. Proses Autoimun Proses autoimun adalah suatu keadaan di mana imun tubuh menyerang sel- sel normal dalam tubuh karena menganggapnya sebagai sel-sel asing. Pada DMT1 terjadi proses autoimun terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen Smeltzer, 2002 sehingga sel-sel normal tersebut rusak dan tidak mampu menghasilkan insulin Price Wilson, 2006. C. Faktor Eksternal Virus atau toksin dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan dekstruksi sel beta, misalnya infeksi virus Coxacie Price Wilson, 2006. D. Riwayat keluarga Faktor riwayat keluarga memiliki kaitan dengan insidensi DM tipe 2. Transmisi genetik pada diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang diturunkan dengan pola autosomal dominan sehingga orang tua yang menderita diabetes akan memiliki anak dengan rasio diabetes dan nondiabetes sebesar 1 : 1 dan sekitar 90 pasti menjadi carrier pembawa Price Wilson, 2006. Universitas Sumatera Utara E. Obesitas Sekitar 80 pasien DMT2 mengalami obesitas. Insulin mengikatkan diri pada permukaan reseptor GLUT-4 glucose transporter-4 untuk memetabolisme glukosa Sudoyo dkk., 2009. Banyaknya sel lemak pada pasien obesitas menyebabkan berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin sehingga terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Ketidakmampuan ini akan mengganggu kerja insulin dan menyebabkan restensi insulin tidak adekuat untuk mempertahankan kadar gula normal dalam darah Price Wilson. F. Usia Salah satu faktor penting yang mempengaruhi prevalen diabetes mellitus adalah usia. WHO menyatakan bahwa setelah seseorang berumur 30 tahun maka konsentrasi glukosa darah akan naik 1-2 mg tahun pada saat puasa dan akan naik menjadi 5,6 – 13 mg pada dua jam setelah makan. Pada usia lanjut terjadi insufisiensi insulin atau penurunan kecepatan ambilan glukosa yang pada orang normal berlangsung 2 jam, pada individu lanjut usia memerlukan waktu 3 jam Sudoyo dkk., 2009. 2.1.5 Evaluasi Diagnosis Kriteria diagnostik untuk diabetes melitus Sudoyo dkk., 2009 : 1. Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mgdl 11,1 mmolL. Glikosa plasma sewaktu adalah pemeriksaan yang dilakukan tanpa memperhatikan kapan waktu terakhir makan. 2. Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥ 126 mgdl 7,0 mmolL Universitas Sumatera Utara Glukosa plasma puasa diartikan bahwa pasien belum makan apapun sedikitnya 8 jam sebelum pemeriksaan 3. Glukosa plasma 2 jam pada Tes Toleransi Glukosa Oral ≥ 200 mgdl 11,1 mmolL TTGO dilakukan menurut standar WHO, pasien diminta mengkonsumsi 75 gr glukosa anhidrus yang telah dilarutkan dalam air. 2.1.6 Komplikasi A. Komplikasi jangka pendek Ketiga komplikasi akut ini terjadi akibat ketidakseimbangan kadar glukosa darah jangka pendek. 1. Hipoglikemia Hipoglikemia merupakan suatu keadaan di mana kadar glukosa dalam darah turun dibawah 50-60 mgdl 2,7-3,3 mmolL. dapat terjadi akibat pemberian insulinpreparat oral yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit, aktivitas fisik yang berat dan pada keadaan hiperglikemia yang mengalami penurunan kadar glukosa darah tiba-tiba Smeltzer, 2002. 2. Ketoasidosis diabetik Jumlah insulin yang sedikit menyebabkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak sehingga akhirnya terjadi ketoasisosis diabetik KD. Bukti adanya KD dicerminkan oleh kadar bikarbonat serum yang rendah 0-15 mEqL, PH darah yang rendah 6,8-7,3, PCO2 rendah 10-30 mmHg yang menunjukkan kompensasi respiratorik pernafasan kusmaul, adanya keton dalam darah dan urin yang mencerminkan asidosis Smeltzer, 2002. Universitas Sumatera Utara 3. Sindrom hiperglikemia hiperosmolar nonketotik HHNK HHNK merupakan suatu keadaan dimana terjadi hiperosmolaritas, hiperglikemia dan perubahan tingkat kesadaran yang disebabkan oleh kurangnya jumlah insulin efektif. Pada HHNK tidak dijumpai ketosis dan asidosis, meskipun tidak cukup untuk mencegah hiperglikemia, pasien HHNK memiliki insulin yang cukup untuk mencegah peningkatan metabolisme lemak menjadi badan-badan keton Smeltzer, 2002. B. Komplikasi jangka panjang Penderita diabetes mellitus yang hidup lebih lama sering mengalami komplikasi jangka panjang yang diklasifikasikan menjadi penyakit makrovaskular, mikrovaskular dan neuropati. 1. Penyakit makrovaskular a. Penyakit arteri koroner Arteri koroner menjadi penyebab 50-60 kematian pasien-pasien diabetes mellitus, angka kejadian aterosklerosis pada pasien diabetes mellitus lebih tinggi daripada non-diabetes mellitus Smeltzer, 2002. b. Penyakit serebrovaskular Proses arterosklerosis pada pembuluh darah serebralterbentuknya embolus di tempat lain dan terbawa oleh aliran darah ke otak dapat menimbulkan serangan iskemik sepintas Transient Ischemic AttackTIA dan stroke Smeltzer, 2002. Universitas Sumatera Utara c. Penyakit vaskular perifer Penyakit oklusif arteri perifer pada pasien diabetes disebabkan oleh perubahan arterosklerosis dalam pembuluh darah besar pada ekstremitas bawah yang dapat meningkatkan insiden gangren dan amputasi pada pasien-pasien diabetes mellitus Smeltzer, 2002. 2. Penyakit mikrovaskular Proses aterosklerosis makrovaskular dapat terjadi pada pasien diabetes mellitus atau pun non- diabetes mellitus. Namun, penyakit mikrovaskular diabetik mikroangiopati hanya terjadi pada pasien diabetes mellitus. Dua tempat di mana gangguan fungsi kapiler sering terjadi adalah di retina mata dan ginjal Smeltzer, 2002. a. Retinopati diabetik Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan utama pada usia dewasa antara 20-74 tahun. Pasien diabetes mellitus memiliki risiko 25 kali lipat lebih tinggi untuk mengalami kebutaan daripada non- diabetes mellitus. Risiko mengalami retinopati pada pasien diabetes mellitus meningkat sejalan dengan lamanya pasien menderita penyakit ini. Keadaan hiperglikemia yang berlangsung lama dianggap sebagai faktor risiko utama terjadinya retinopati diabetik Sudoyo dkk, 2009. Resiko tinggi retinopati terjadi pada pasien dengan lama menderita lebih dari 8 tahun Himawan, Pulungan Tridjaja, Batubara, 2009. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Penderita retinopati Diabetika berdasarkan jangka waktu menderita diabetes mellitus Delang Kardani, 2006 Lama menderita DM Tahun Retinopati Diabetik nonproliferatif Retinopati Diabetik Proliferatif Jumlah 5-9 tahun 45.45 5.54 50.92 ≥ 10 tahun 30.92 25.46 49.09 Total 69.09 30.91 100 b. Nefropati diabetik Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap 300 mg24 jam pada dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6 bulan Sudoyo dkk, 2009. Penderita Diabetes mellitus dengan lama menderita lebih dari 5 tahun memiliki korelasi yang bermakna dengan kejadian albuminuria yang dapat menyebabkan nefropati diabetik Markum Galastri, 2004. 3. Neuropati diabetik Salah satu komplikasi kronik diabetes mellitus yang paling sering terjadi adalah neuropati diabetik ND. ND dideskripsikan sebagai gangguan baik klinis maupun subklinis pada pasien diabetes mellitus tanpa penyebab neuropati lainnya yang menyerang semua tipe saraf, termasuk saraf perifer sensorimotor otonom dan spinal Sudoyo, 2009. Penderita Diabetes berusia lebih dari 50 tahun memiliki resiko 4,314 kali lebih besar untuk terjadinya Neuropati Diabetika dibandingkan pasien diabetes dengan usia dibawah 50 tahun Qilsy Ardiansyah, 2008. Universitas Sumatera Utara Pasien diabetes mellitus dengan neuropati diabetik berisiko mengalami infeksi berulang, luka atau ulkus yang tidak sembuh-sembuh dan amputasi jari tangankaki Smeltzer, 2002. Penderita Diabetes melitus dengan lama menderita lebih dari 10 tahun memiliki resiko tinggi menderita ulkus diabetik Hastuti, 2008. 2.1.7 Manajemen Terapi Diabetes Mellitus Manajemen terapeutik pengelolaan pada diabetes mellitus terdiri atas lima pilar utama mencakup : edukasi, terapi gizi, aktivitas fisik, monitor gula darah dan intervensi farmakologis PERKENI. 2006 1. Edukasi Pemberdayaan penyandang diabetes mellitus memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga, dan masyarakta. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi PERKENI, 2006. Edukasi diabetes mellitus adalah pendidikan dan pelatihan mengenai pengetahuan dan keterampilan bagi pasien diabetes mellitus guna menunjang perubahan perilaku, meningkatkan pemahaman pasien tentang penyakitnya, sehingga tercapai kesehatan yang optimal, penyesuaian keadaan psikologis dan peningkatan kualitas hidup Soegondo, Soewondo, Subekti, 2009. 2. Terapi gizi Keberhasilan dari pengendalian pengobatan diabetes mellitus tergantung pada tingkat kepatuhan dari penderita terhadapa regimen terapi ynag telah ditentukan. Tujuan dari terpai gizi adalah untuk memperbaiki kebiasaan makan dan mendapatkan control metabolic yang diinginkan. Selain untuk Universitas Sumatera Utara mempertahankan berat badan normal selama menjalani terapi diabetes, pengaturan diet juga bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal, mencapai kadar serum lipid yang optimal dan menangani komplikasi akut serta meningkatkan kesehatan secara keseluruhan melalui gizi yang optimal Sukardji, 2009. Standar gizi yang dianjurkan adalah makanan dengan keadaan gizi seimbang yang mengandung karbohidrat 45-60 , protein 10-20 dan lemak 20-25 . Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi dan umur, stress akut dan kegiatan jasmani untuk mempertahankan berat badan ideal Waspadji, 2006. Makanan untuk pasien DM dibagi menjadi 3 porsi besar untuk makan pagi 20, makan siang 30, makan malam 25 serta 2-3 porsi rinagn 10- 15 diantara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadwal makanan dan jumlah kalori. Pada pasien DM perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin PERKENI, 2006. 3. Aktivitas fisik Latihan fisik yang teratur dapat mengendalikan berat badan, kadar gula darah, tekanan darah dna yang paling penting memicu pengaktifan produksi insulin dan membuat kerjanya menjadi lebih efisien. Namun pada pasien diabetes melitus yang tidak terkontrol, latihan jasmani justru dapat berakibat fatal Yunir Soebardi, 2006. Universitas Sumatera Utara Prinsip latihan jasmani pada psien diabetes melitus hampir sama dnegan latihan jasmani secara umum yaitu memenuhi beberapa hal seperti : frekuensi, intensitas, durasi dan jenis. Frekuensi latihan jasmani yang dianjurkan pada pasien diabetes melitus adalah dilakukan secara teratur 3-5 kali dalam 1 minggu, dengan intensitas ringan dan sedang 60-70 maximum heart rate, dan lama latihan fisik yang baik adalah 30-60 menit. Adapun jenis latihan fisik yang bermanfaat seperti latihan jasmani endurans aerobic untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan, jogging dan bersepeda Yunir Soebardi, 2006. Aktivitas fisik dapat juga dilakukan sambil melakukan kegiatan sehari-hari secara ekstra, misalnya Regina, 2012 : • Memilih naik tangga dari pada naik escalator atau elevator • Parkir mobil di tempat yang jauh dari pintu masuk mal • Berjalan cepat atau bersepeda saat ada kesempatan • Bermain dengan anak-anak • Mengajak anjing peliharaan berjalan-jalan • Bangun dari temat duduk untuk mengganti saluran TV daripada menggunakan remote control • Berkebun, membersihkan rumah dan mencuci mobil sendiri • Saat di pasar swalayan, berjalan menyusuri setiap lorong yang ada 4. Monitor gula darah Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa Universitas Sumatera Utara darah memakai alat-alat tersebut dapat dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional. PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi insulin. Waktu pemeriksaan PGDM bervariasi, tergantung pada terapi. Waktu yang dianjurkan adalah, pada saat sebelum makan, 2 jam setelah makan menilai ekskursi maksimal glukosa, menjelang waktu tidur untuk menilai risiko hipoglikemia, dan di antara siklus tidur untuk menilai adanya hipoglikemia nokturnal yang kadang tanpa gejala, atau ketika mengalami gejala seperti hypoglycemic spells. Prosedur PGDM dapat dilihat : a. Tes dilakukan pada waktu tergantung tujuan pemerikasaan - Sebelum makan - 2 jam sesudah makan - Sebelum tidur malam b. Pasien dengan kendali buruktidak stabil dilakukan tes setiap hari c. Pasien dengan kendali baikstabil sebaiknya tes tetap dilakukan secara rutin. Pemantauan dapat lebih jarang minggu sampai bulan apabila pasien terkontrol baik secara konsisten d. Pemantauan glukosa darah pada pasien yang mendapat terapi insulin, ditujukan juga untuk penyesuaian dosis insulin dan memantau tibulnya hipoglikemia e. Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi, pada keadaan krisis, atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi Universitas Sumatera Utara selalu tinggi atau sering mengalami hipoglikemia, juga pada saat perubahan dosis terapi 5. Intervensi farmakologis Obat-obat hipoglikemik oral OHO sering digunakan dalam penatalaksanaan diabetes mellitus. Berdasarkan cara kerjanya OHO dibagi menjadi 4 golongan PERKENI, 2006, yaitu : 1. Pemicu sekresi insulin insulin secretagogue sulfonylurea dan glinid 2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolindindon 3. Penghambat glukoneogenesis : metformin 4. Penghambat absorbs glukosa : penghambat glukosidase alfa Pada beberapa kasus seringkali pasien diabetes mellitus memerlukan suntikan insulin untuk membantu kekurangan pasokan dari tubuh. Berdasarkan lama kerja, insulin dibagi menjadi empat jenis PERKENI, 2006 yaitu : 1. Insulin kerja cepat rapid acting insulin 2. Insulin kerja pendek short acting insulin 3. Insulin kerja menengah intermediate acting insulin 4. Insulin kerja panjang long acting insulin

2.1 Aktivitas hidup Sehari-hari AHS