Trimming Old But Gold

BAB VI Trimming

Hasil dari presentasi Preview 1 memberikan banyak masukan yang datang dari para penguji terhadap desain perancang. Para penguji yang melihat rancangan perancang dari perspektif yang lain memberikan banyak masukan-masukan yang menurut perancang patut dipertimbangkan untuk mengembangkan rancangan perancang supaya bisa menjadi lebih baik. Masukan pertama yang dikemukakan, yaitu tekanan udara yang akan terjadi pada rongga di antara 2 tower apartemen. Di mana, dengan rongga yang panjang tersebut, akan menciptakan efek tekanan udara yang tinggi yang akan berdampak pada celah-celah di bangunan yang perancang rancang agar udara dapat melewatinya. Dampak yang timbul akibat efek tersebut adalah angin yang berhembus melalui celah tersebut menjadi sangat kencang dan berkemungkinan mengurangi rasa nyaman dari pengguna bangunan ketika melewati koridor bangunan. Untuk merespon masukan pertama yang, yaitu mengenai tekanan angin pada celah bangunan, perancang menggunakan kisi-kisi di bagian luar celah yang ada pada bangunan. Kisi-kisi ini akan mengurangi tekanan angin yang berlebihan, sehingga pengguna yang melewati koridor tetap akan merasa nyaman meskipun angin yang berhembus cukup kuat. 53 Universitas Sumatera Utara Masukan kedua yaitu mengenai keselarasan bangunan baru dengan Istana Maimun. Keselarasan yang dimaksud yaitu mengenai jarak bangunan baru dengan Istana Maimun, ketinggian bangunan baru dan pola peletakan massa bangunan baru. Semua bangunan baru yang dibangun harus mengikuti genius loci yang telah ada pada tempat tersebut, terlebih lokasi proyek ini berada di Komplek Istana Maimun yang masih sangat kuat sejarahnya. Merespon masukan mengenai keselarasan bangunan baru dengan Istana Maimun, perancang menganalisa skyline dari Istana Maimun Gambar 6.1. Hasilnya, perancang melihat ada pola dari skyline Istana Maimun, yaitu ketinggian atap dari kedua sisi sayap bangunan istana terlihat lebih rendah dari bagian tengah. Hal ini menginspirasi perancang untuk menerapkan pola skyline ini pada bangunan baru. Hasil analisa perancang yang kedua yaitu terdapat pola pada fasad Istana Maimun yang berupa A-B-A. Pola ini juga menginspirasi perancang untuk menerapkan pola pada fasad bangunan baru. Dengan penerapan pola ini, maka nilai genius loci dari Istana Maimun tetap akan terkandung pada bangunan baru. Gambar 6.1 Analisa fasad Istana Maimun Universitas Sumatera Utara Masukan ketiga yaitu mengenai keterkaitan antara Gold dalam tema perancang dengan rancangannya. Konteks Gold yang diangkat perancang dianggap masih kurang kuat dalam penerapannya, terutama kaitannya dengan daerah riverfront. Masukan yang ketiga memang perancang akui merupakan kelalaian perancang. Kurangnya kedisiplinan waktu membuat perancang tidak memiliki waktu yang cukup untuk memperjelas ide rancangan perancang ke dalam Ground Plan. Ketidaklengkapan gambar perancang membuat penguji tersebut tidak menangkap dengan baik konsep riverwalk + amphitheatre dalam rancangan perancang. Masukan lainnya yaitu mengenai fasad bangunan yang terlihat kurang menarik dan bahkan dikatakan seperti gudang. Masalah ini dikarenakan keterbatasan waktu yang perancang miliki, sehingga fasad bangunan yang perancang tampilkan pada preview 1 seolah-olah belum siap. Fasad bangunan yang perancang rencanakan yaitu dengan menggunakan kisi-kisi sebagai secondary skin. Fungsi dari secondary skin ini sendiri bertujuan untuk mengurangi panas matahari yang memasuki bangunan. Namun, kisi-kisi tersebut akan membentuk sebuah pola yang mengikuti pola A-B-A yang telah perancang derivasi dari analisa fasad bangunan Istana Maimun. Terdapat juga pertanyaan yaitu integrasi instalasi mekanikal dan elektrikal di dalam bangunan. Umumnya pada bangunan yang bertemakan arsitektur tropis, instalasi mekanikal dan elektrikal harus diperhatikan, misalnya penempatan Air Handling Unit AHU pada bangunan. Universitas Sumatera Utara Instalasi pendingin udara pada proyek rancangan ini memang berbeda dengan bangunan lainnya. Hal ini disebabkan karena penggunaan pendekatan arsitektur tropis dalam rancangan ini, sehingga penggunaan pendingin udara buatan bisa diminimalisir. Namun, ini juga bukan berarti bangunan ini tidak akan menggunakan pendingin udara sama sekali, tetapi energi yang terpakai untuk menciptakan suhu ruangan yang nyaman bagi pengguna tidak akan sebesar bangunan lainnya. Sistem pendingin udara dalam rancangan ini akan dibahas lebih lanjut pada bab berikutnya mengenai instalasi ME. Komentar-komentar atau masukan-masukan dari para penguji saat presentasi Preview 1 tidak memberi pengaruh yang sedikit pada rancangan perancang pada proyek ini. Dari sisi positif, masukan-masukan dari para penguji membuat rancangan perancang menjadi lebih baik. Namun, revisi yang telah perancang lakukan terhadap rancangan perancang dari hasil masukan-masukan tersebut masih harus dikonsultasikan dengan dosen pembimbing dan arsitek profesional yang membimbing perancang. Tujuannya tidak lain adalah agar revisi yang perancang lakukan tetap masuk akal, terkontrol dan memiliki alasan yang kuat. Universitas Sumatera Utara Gambar 6.2 Revisi Ground Plan Gambar 6.2 merupakan gambar Ground Plan yang telah perancang revisi. Perubahan yang signifikan terletak pada bagian belakang Istana Maimun dan di pinggir sungai. Pada rancangan sebelumnya, perancang menempatkan sebuah amphitheater di belakang Istana Maimun. Namun, setelah melakukan studi banding dengan rancangan lahan belakang istana-istana di negara lain, salah satunya Buckingham Palace di Inggris Gambar 6.3, istana-istana tersbut menyuguhkan sebuah lahan yang lapang, tanpa ada bangunan yang menutup view ke arah belakang istana. Dari studi banding ini, perancang berpikir untuk merevisi amphitheater perancang yang seolah-olah membatasi dan membelah area belakang Istana Maimun dengan Sungai Deli. Universitas Sumatera Utara Gambar 6.3 Lahan belakang Buckingham Palace Sumber: adriancolston.files.wordpress.com Gambar 6.4 Redesain amphitheater Hasil revisi amphitheater perancang bisa dilihat pada Gambar 6.4. Terlihat bahwa amphitheater perancang tidak lagi menutupi view ke bagian belakang Istana Maimun, melainkan menghubungkan area riverwalk dengan lahan belakang Istana Maimun. Amphitheater ini menjadi sebuah zona buffering antara daerah riverwalk dengan Komplek Istana Maimun. Akan tetapi, revisi aphitheater ini memiliki sisi negatif, yaitu kios-kios bagi penjual yang sebelumnya ada di bawah amphitheater menjadi tidak ada lagi. Perancang menempatkan kios-kios tersebut di tempat yang lain, yaitu di bagian samping bangunan baru. Dengan demikian, impian perancang untuk membuat area rekreasi publik yang akan meningkatkan kualitas sosial dan pendapatan dari sektor pariwisata tetap berjalan. Universitas Sumatera Utara Gambar 6.5 Lokasi kios baru Gambar 6.6 Fasad bangunan hotel Gambar 6.7 Fasad bangunan apartemen Lokasi kios baru dengan meja dan kursi di bawah pohon, sehingga pengunjung bisa menikmati makanan mereka di tempat yang teduh. Universitas Sumatera Utara Pada fasad bangunan Gambar 6.6 dan Gambar 6.7, perancang telah mengaplikasikan hasil analisa muka bangunan Istana Maimun. Dengan permainan pola warna, kisi-kisi dan bentuk skyline bangunan yang berpola A-B-A, fasad bangunan yang sebelumnya tampak polos menjadi lebih menarik. Namun, perancang masih terkendala dengan permasalahan pemilihan warna yang tepat untuk bangunan. Memilih warna yang menarik, namun tetap masih selaras dengan warna bangunan Istana Maimun, perancang akui merupakan hal yang sangat sulit. Terlebih karena bangunan baru yang perancang rancang tidak mengacu pada Arsitektur Melayu, sehingga jika perancang mengaplikasikan warna bangunan Melayu yang identik dengan hijau dan kuning pada kedua bangunan baru akan menimbulkan kesan yang aneh. Meskipun begitu, masalah ini menurut perancang bisa diatas dengan metode trial and error, yaitu dengan mencoba sebanyak mungkin paduan warna bangunan sampai mampu mendapatkan warna yang selaras dengan Istana Maimun dan tetap menarik. Kisi-kisi bangunan yang perancang aplikasikan pada muka bangunan selain sebagai estetika juga berfungsi untuk menyaring panas matahari yang masuk ke bangunan melalui jendela kaca bangunan. Kisi-kisi juga perancang terapkan untuk menutup rongga pada bangunan, sehingga permasalahan tekanan udara bisa teratasi Gambar 6.8. Gambar 6.8 Kisi-kisi penutup rongga bangunan Universitas Sumatera Utara Gambar 6.9 Skema instalasi sanitasi bangunan Instalasi sanitasi atau air bersih pada bangunan perancang sedikit berbeda dengan rancangan pada umumnya. Hal ini dikarenakan pemanfaatan air hujan sebagai pasokan air kedua di samping pasokan air dari Perusahaan Air Minum PAMGambar 6.9. Air hujan yang dialirkan melalui floordrain yang ada pada atap bangunan dan balkon mengalir ke tangki air hujan. Dari tangki air hujan ini, air disaring melalui sebuah filter sehingga menghasilkan air yang bersih. Kualitas air ini bergantung pada tipe filter yang dipakai. Jika filter yang dipakai cukup baik, air hasil saringan ini bisa dipakai untuk keperluan mandi dan cuci. Hasil air dari saringan filter ini kemudian dialirkan ke ground water tank yang sedianya merupakan tangki penyimpanan air dari pasokan PAM. Dari tangki air ini, air dialirkan ke dua saluran. Saluran pertama yaitu saluran yang menghubungkan ke alat-alat saniter, yaitu: bathtub, shower, wastafel, bak cuci piring, kloset, dan urinoir. Saluran ke dua yaitu saluran yang menghubungkan ke boiler atau Universitas Sumatera Utara pemanas air. Dari pemanas air ini, air panas dialirkan ke alat saniter yang bisa menyalurkan air panas, yaitu: bathtub, shower dan wastafel. Air kotor yang dihasilkan dari alat-alat saniter tadi disalurkan ke riol kota, kecuali air kotor dari kloset yang harus disalurkan ke septictank. Gambar 6.10 Skema instalasi elektrikal Sistem instalasi elektrikal pada bangunan apartemen dan hotel sama dengan bangunan pada umumnya. Pasokan listrik dari PLN dialirkan ke sebuah panel utama. Dari panel utama ini, listrik didistribusi ke beberapa mini circuit breaker MCB yang tersebar pada tiap lantai bangunan. Dari MCB ini, listrik kemudian dialirkan ke saklar lampu dan stop kontak. Selain pasokan listrik dari PLN sebagai pasokan listrik utama, dibutuhkan juga generator atau genset sebagai pembangkit listrik cadangan jika pasokan listrik dari PLN padam Gambar 6.10. Tidak bisa dipungkiri bahwa penghawaan buatan pada bangunan telah menjadi sebuah kebutuhan yang cukup mendasar untuk mendukung segala aktivitas pengguna di dalam Universitas Sumatera Utara bangunan. Akan tetapi, masalah utama yang muncul dari penggunaan penghawaan buatan adalah besarnya biaya dan energi yang terpakai hanya untuk menciptakan suhu ruangan yang nyaman bagi pengguna di dalamnya. Apalagi dengan kondisi iklim tropis di Kota Medan yang cenderung panas, pendingin ruangan hampir digunakan sepanjang hari. Namun, dengan pendekatan arsitektur tropis yang perancang terapkan pada rancangannya, diharapkan bisa menurunkan biaya dan energi yang terpakai untuk menciptakan suhu ruangan yang nyaman. Logikanya yaitu, dengan semakin kecilnya ΔT suhu ruangan dikurangi dengan suhu nyaman ideal, ±26°C, semakin sedikit pula energi yang terpakai untuk mendingikan ruangan. Langkah selanjutnya yaitu memilih tipe pendingin udara yang tepat. Ada banyak jenis pendingin udara buatan yang dipakai pada bangunan sekarang, mulai dari tipe split sampai tipe sentral. Pendinginan udara di dalam hotel menggunakan sistem AC split Gambar 6.11. Pada sistem ini, tiap-tiap unit indoor terhubung oleh satu unit outdoor. Gambar 6.11 Ilustrasi pengaplikasian AC Split Sumber: www.growershouse.com Untuk pendingin udara ruangan pada podium hotel dan apartemen, perancang menggunakan sistem AC VRF Variable Refrigerant Flow, Gambar 6.12. Sistem AC ini terdiri dari unit indoor dan unit outdoor seperti pada sistem AC split, namun satu unit Universitas Sumatera Utara outdoor bisa terhubung sampai maksimal 60 buah unit indoor sebagaimana hasil pengamatan perancang terhadap tipe dan merk AC Mitsubishi. Gambar 6.12 Ilustrasi pengaplikasian AC VRF Sumber: www.zerodegreeac.com Pemilihan sistem struktur pada bangunan kerap menjadi masalah pada bangunan hasil rancangan seorang arsitek. Tidak jarang banyak bangunan karya arsitek yang dibangun tidak sesuai dengan rancangan si arsitek. Berdasarkan hasil observasi perancang, banyak arsitek yang naif dengan kompetensi teknologi membangun yang ada di sekitarnya dan hanya bercermin pada teknologi membangun dari negara lain yang sudah sangat maju. Rancangan megastructure atau rancangan yang menggunakan sistem struktur yang rumit, memang sebenarnya akan tetap bisa dibangun. Akan tetapi, jika tidak diimbangi dengan kapabilitas pihak kontraktor atau bahkan ahli struktur yang dipakai, bisa jadi rancangan megastructure tadi hanya akan menjadi proyek angan-angan saja. Salah satu proyek megastructure yang berhasil menurut perancang adalah Marina Bay Sands Gambar 6.13. Dari film dokumenter National Geographic Megastructures: Singapores Vegas, sang arsitek, Moshe Safdie, bahkan tidak mengerti sama sekali bagaimana sistem struktur yang cocok untuk dipakai supaya rancangannya, yaitu Marina Bay Sands, bisa direalisasikan. Beruntung, proyek tersebut menggandeng pihak ahli struktur dari Arup Engineering yang mampu mengatasi masalah kerumitan struktur bangunan tersebut, Universitas Sumatera Utara meskipun sempat terbesit di dalam benak ahli struktur tersebut bahwa ada kemungkinan proyek ini bisa terhenti karena masalah teknologi membangun. Gambar 6.13 Marina Bay Sands Sistem struktur bangunan yang dipilih oleh perancang adalah struktur rigid frame Gambar 6.14. Perancang memilih sistem struktur ini karena sistem struktur ini tidak rumit, cocok dengan bentuk bangunan perancang. Pengaplikasian sistem struktur ini juga lumrah diterapkan pada bangunan-bangunan di Medan, sehingga semua pihak yang terlibat pada pekerjaan konstruksi tidak akan merasa asing dengan sistem struktur ini. Gambar 6.14 Struktur Rigid Frame Dalam sistem struktur ini, struktur bangunan dibagi menjadi 2 bagian, yaitu elemen struktur horisontal dan elemen struktur vertikal. Elemen struktur horisontal berfungsi untuk menyalurkan beban bangunan ke elemen struktur vertikal. Elemen struktur horisontal terdiri dari balok dan pelat lantai struktural pelat lantai tebal. Elemen struktur Universitas Sumatera Utara vertikal berfungsi untuk menyalurkan beban bangunan ke dalam tanah. Elemen strutur ini terdiri dari core bangunan, kolom dan pondasi. Core bangunan Gambar 6.15 terdiri dari berbagai jenis, baik itu dari struktur baja yang besar atau dengan dinding geser shear wall. Core bangunan yang dipakai perancang yaitu dinding geser setebal 30cm. Untuk kolom utama yaitu kolom yang menerus sampai tower, perancang menggunakan kolom beton berukuran 80cm x 80cm, sedangkan untuk kolom pada lantai podium berukuran 60cm x 60cm. Pondasi yang dipakai terdiri dari pondasi tapak dan pondasi tiang pancang atau pile. Pile yang digunakan yaitu pile bulat dengan diameter 30cm dan pile cap berukuran 120cm x 120cm. Balok induk yang dipakai perancang dalam rancangannya adalah balok beton berukuran 30cm x 65cm sebagaimana jarak antar kolom bangunan adalah 8meter, dan balok anak yang dipakai berukuran 20cm x 30cm. Gambar 6.15 Core bangunan Di dalam proses merancang sebuah proyek, tahapan yang seringkali diabaikan oleh para arsitek yaitu membuat skenario konstruksi. Hal ini dapat dimaklumi karena banyak Universitas Sumatera Utara arsitek yang berpikir bahwa pekerjaan konstruksi sebaiknya diserahkan kepada pihak kontraktor karena memang merekalah yang lebih mengerti mengenai proses konstruksi. Akan tetapi, ketidaktahuan arsitek dalam membuat skenario konstruksi bisa berdampak pada hasil akhir rancangan. Oleh karena itu, sebaiknya arsitek juga harus mampu mengerti proses konstruksi sehingga arsitek bisa ikut mengontrol proses konstruksi supaya hasil akhir proyek bisa sama dengan gambar rancangan. Tahapan paling awal dalam sebuah proyek yaitu melakukan sondir test untuk mengetahui kandungan tanah pada lokasi proyek dan daya dukung tanah tersebut. Umumnya proses ini dilakukan oleh pihak yang sudah ahli. Dari hasil tes ini, dianalisalah jenis pondasi yang cocok untuk proyek ini. Tahap selanjutnya yaitu persiapan lahan. Pada tahap ini, lahan pada lokasi proyek dipersiapkan kondisinya supaya proses konstruksi bisa berlangsung. Tahap ini dimulai dengan pemasangan pagar konstruksi di sekeliling lahan proyek, selanjutnya yaitu penghancuran bangunan existing yang tidak terpakai lagi, penebangan pohon dan vegetasi yang tidak diperlukan. Pada tahap ini juga harus memperhitungkan akses keluar masuk alat berat dan sirkulasi alat berat di dalam lokasi proyek. Selanjutnya yaitu melakukan penggalian untuk basement dan pondasi sesuai dengan dokumen kerja. Penggalian tanah melibatkan alat berat berupa excavator atau back-hoe dan shovel Gambar 6.16 . Pada proses penggalian, tidak jarang ditemukan air bawah tanah yang akan menggangu proses konstruksi. Air ini harus dibuang keluar dari lubang galian dengan cara terlebih dahulu dikumpulkan pada sebuah lubang penampungan air Sump Pit. Air ini selanjutnya dipompa keluar dan dialirkan ke saluran pembuangan. Hal lain yang harus diperhatikan ketika melakukan proses penggalian yaitu kemiringan sisi Universitas Sumatera Utara samping galian. Idealnya, kemiringan galian adalah 45°. Hal ini untuk mencegah sisi samping galian tersebut longsor. Jika kemiringan tersebut tidak memungkinkan, bisa diatasi dengan menggunakan sheet pile beton Gambar 6.17, yaitu dinding beton pra- cetak yang ditanam mengelilingi area galian. Gambar 6.16 Excavator atau back-hoe kiri dan shovel kanan Sumber: www.cat.com Gambar 6.17 Sheet pile beton Sumber: www.jayabeton.com Setelah kedalaman galian sudah sesuai dengan dokumen kerja, selanjutnya yaitu pemasangan tiang pancang pada titik-titik pondasi. Proses pemasangan tiang pancang juga harus sesuai dengan kondisi sekitar. Dengan adanya bangunan Istana Maimun dan rumah penduduk sekitar, pemasangan tiang pancang dengan drop hammer sangat tidak cocok karena akan merusak bangunan-bangunan tersebut. Metode pemasangan tiang pancang yang menurut perancang cocok yaitu dengan metode hydraulic-press in Gambar 6.18. Pada metode ini, tiang pancang ditekan dengan mesin hidrolik ke dalam tanah Universitas Sumatera Utara dengan gaya yang sesuai dengan perhitungan beban bangunan hingga tiang pancang tersebut berhenti pada suatu titik. Setelah proses piling selesai, tahap selanjutnya yaitu pengecoran pile cap dan dilanjutkan dengan pengecoran T-beam yang menghubungkan tiap-tiap pile cap dan shear wall di sepanjang dinding galian Gambar 6.19. Gambar 6.18 Hydraulic press-in hammer Sumber: www.powerquip.co.kr Gambar 6.19 Proses pengecoran pile cap dan T-beam Sumber: mjg-4.blogspot.com Setelah pekerjaan basement dan pondasi selesai, selanjutnya dilakukan pekerjaan struktur bagian atas. Hal ini dimulai dari pengecoran lantai dasar dan kolom. Untuk melakukan pengecoran kolom, diperlukan sebuah cetakan atau bekisting Gambar 6.20. Bekisting ini kemudian dibongkar 2-3 minggu setelah pengecoran dilakukan. Setelah beton kolom dianggap telah mampu memikul beban, selanjutnya dilakukan pekerjaan lantai di atasnya. Untuk pekerjaan lantai bagian atas, digunakan teknologi prapabriksai atau pra-cetak. Universitas Sumatera Utara Teknologi memungkinkan pelat lantai dan balok dicetak di pabrik dengan ukuran atau modul tertentu, kemudian pelat lantai dan balok tersebut dirakit pada lokasi konstruksi. Proses pemasangan pelat lantai dan balok pra-cetak memerlukan ketelitian pada tiap sambungannya. Langkah pengecoran kolom dan pemasangan pelat lantai dilanjutkan hingga mencapai jumlah lantai yang sesuai dengan dokumen kerja. Pada konstruksi bangunan tinggi diperlukan juga satu atau lebih tower crane Gambar 6.21 yang berfungsi untuk mengangkat bahan bangunan ke lantai atas, termasuk pelat lantai dan balok pra-cetak. Gambar 6.20 Bekisting kolom Sumber: raftorigin.wordpress.com Gambar 6.21 Tower crane Sumber: blog.alatberat.com Universitas Sumatera Utara

BAB VII The Fruits