ekonomi, dan hubungan dekat. Pada faktor gender, perempuan dikenal lebih mudah merasakan emosional orang lain dibandingkan laki-laki. Faktor
kognitif, khususnya kecerdasan verbal yang dimiliki seseorang, akan berdampak pada ketepatannya dalam berempati terhadap orang lain. Faktor
sosial, keterlibatan individu dalam suatu lingkungan sosial akan meningkatkan intensitas hubungan dengan orang lain, dan intensitas
hubungan inilah yang akan mempengaruhi ketepatan seseorang dalam berempati. Status ekonomi sosial, seseorang dengan status ekonomi yang
rendah lebih baik dalam menerjemahkan emosi yang dirasakan orang lain, hal ini dikarenakan pengalaman dan kondisi sekitarnya yang akhirnya membuat
mereka lebih sensitif. Hubungan dekat, semakin dekat hubungan seseorang dengan oraang lain maka semakin baik pula perilaku empati yang dimiliki
seseorang.
2.2 Aplikasi Empati dalam Memberikan Pelayanan Asuhan Keperawatan
Pelayanan Keperawatan menurut DepKes RI adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan didasarkan
pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik
sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Pelayanan keperawatan berupa bantuan ataupun asuhan, diberikan karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan dan kurangnya kemauan menuju kemampuan melaksanakan kegiatan hidup sehari-hari secara mandiri Sumijatun,
2010.
Universitas Sumatera Utara
Pelayanan keperawatan bermutu yang diberikan perawat dapat tercapai apabila perawat mampu memperlihatkan sikap caring kepada pasien. Dalam
bersikap caring, perawat juga harus memiliki empati dalam menangani pasien. Ketika seorang perawat memberikan pelayanan dengan menggunakan
keahliannya, kata-kata yang lembut, sentuhan, memberikan harapan, dan selalu disamping pasien, serta mampu memahami kondisi pasien, maka perawat akan
dapat saling bekerja sama dengan pasien dalam proses penyembuhan Priyoto, 2015.
Empati dalam keperawatan dapat diartikan sebagai perasaan, pemahaman, dan penerimaan perawat terhadap perasaan yang dialami pasien, dan kemampuan
merasakan apa yang pasien rasakan. Empati merupakan sesuatu yang jujur, sensitif dan tidak dibuat-buat yang didasarkan atas apa yang dialami orang lain.
Berbeda dengan empati yang lebih bersifat objektif, simpati lebih bersifat subjektif yang merupakan kecenderungan berfikir atau merasakan apa yang
sedang dilakukan atau dirasakan pasien Mundakir, 2006. Mundakir 2006 juga menambahkan bahwa empati cenderung bergantung
pada pengalaman diantara orang yang terlibat dalam komunikasi. Perawat akan lebih mudah mengatasi nyeri pasien, jika perawat mempunyai pengalaman yang
sama tentang nyeri. Itulah sebabnya empati akan lebih mudah dilaksanakan apabila ada kesamaan dan keseragaman pengalaman atau situasi yang relevan,
walaupun terkadang perawat merasa sulit untuk berperilaku empati pada semua situasi. Namun demikian, empati merupakan kunci sukses dalam berkomunikasi
dan ikut memberikan dukungan tentang apa yang sedang dirasakan pasien.
Universitas Sumatera Utara
Sebagai perawat yang berempatik, perawat harus berusaha keras untuk mengetahui secara pasti apa yang sedang dipikirkan dan dialami pasien. Pada
kondisi ini, empati dapat diekspresikan melalui berbagai cara yang dapat dipakai ketika dibutuhkan, mengatakan sesuatu tentang apa yang dipikirkan perawat
tentang pasien, dan memperlihatkan kesadaran tentang apa yang saat ini sedang dialami pasien. Empati memperbolehkan perawat untuk berpartisipasi sejenak
terhadap sesuatu yang terkait dengan emosional pasien. Perawat yang berempati dengan orang lain dapat menghindarkan penilaian berdasarkan kata hati tentang
seseorang dan pada umumnya dengan empati perawat akan menjadi lebih sensitif terhadap pasien Mundakir, 2006.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sikap yang sangat penting untuk menjalin hubungan terapeutik terutama dalam memberikan asuhan keperawatan dan berkomunikasi pada pasien
adalah perilaku empati Musliha, 2009. Bohart dan Greenberg 1997, dalam Taufik, 2012 bahkan mengatakan dalam teori humanistik hubungan terapeutik
tidak akan bisa sukses bila tidak melibatkan empati. Empati seorang perawat dalam menjalin hubungan antara perawat dan pasien dapat dipahami sebagai
kemampuan perawat untuk memasuki kehidupan seorang pasien, untuk melihat dan merasakan perasaan pasien serta memahami makna perasaan tersebut bagi
kehidupan pasien Marcysiak, Dabrowska Marcysiak, 2014. Oleh karena itu memiliki sifat empati sangat dibutuhkan seorang perawat, selain untuk menjalin
hubungan yang baik dengan pasien, empati juga diperlukan untuk mempermudah menggali permasalahan pasien, yang nantinya berguna untuk dapat mempercepat
proses penyembuhan pasien Fatimah, Elita Wahyuni, 2010. Seorang perawat agar bisa berempati dengan tepat kepada pasien harus
memiliki empati secara kognitif dan juga afektif. Secara kognitif, perawat yang berempati akan mampu mengetahui apa yang sedang dialami dan dirasakan
seorang pasien, dan secara afektif, perawat yang berempati akan mampu memahami apa yang sedang dialami oleh pasien serta mengekspresikan dan
mencoba melakukan sesuatu sebagai bentuk kepeduliannya Baron Byrne, 2005. Jika perawat memiliki hal tersebut maka akan lebih mudah untuk
memasuki kehidupan seorang pasien sehingga pasien akan lebih mudah dalam
Universitas Sumatera Utara