Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Empati adalah salah satu aspek penting yang harus dimiliki seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai kebutuhan kepada pasien. Pada saat berinteraksi dengan pasien, perawat harusnya tidak hanya terfokus pada kebutuhan fisik pasien saja tetapi juga harus berfokus pada psikologis pasien untuk dapat memahami setiap masalah yang ditunjukkan pasien saat berinteraksi langsung. Empati yang dimiliki seorang perawat pada dasarnya bertujuan untuk membina hubungan saling percaya dan mempermudah menggali permasalah pasien, dan kemudian akan mempercepat proses penyembuhan pasien Wilkin Silvester, 2007. Hal inilah yang membuat empati menjadi sangat penting dalam proses asuhan keperawatan. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa empati perawat dalam memberikan asuhan keperawatan di ruang rawat inap Rindu A dan Rindu B RSUP H. Adam Malik Medan pada kategori cukup baik 21 perawat 14,9 dan kategori baik sebanyak 120 perawat 85,1 serta tidak ada perawat yang memiliki kategori empati yang tidak baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat empati yang dimiliki perawat di rumah sakit tersebut adalah baik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Rahmadhani 2014 dan Hasim, Induniasih dan Asmarani 2011. Penelitian Rahmadhani 2014 diketahui bahwa gambaran empati perawat di ruang ICU RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta sudah dalam kategori baik. Besarnya angka pasien yang masuk ruang ICU mengharuskan perawat untuk memberikan perawatan terbaik menjelang kematian baik bagi pasien maupun Universitas Sumatera Utara keluarga. Pasien kritis sendiri memiliki kerentanan yang berbeda, yang meliputi ketidakberdayaan, kelemahan dan ketergantungan terhadap alat bantu sehingga menyebabkan kerentanan tersebut semakin meningkat. Namun hal ini bukan berarti perawat di ruang rawat inap dapat mengesampingkan perawatan terbaik bagi pasien. Oleh sebab itu, perawat harus dapat memberikan pelayanan dalam berbagai aspek yaitu mencakup aspek bio-psiko-sosial-spiritual, dukungan sosial dan emosional pasien dan keluarga. Hasim, Induniasih dan Asmarani 2011 menjelaskan bahwa empati perawat berhubungan erat dengan komunikasi terapeutik. Apabila perawat mampu melakukan hubungan interpersonal dengan komunikasi terapeutik pada pasien secara baik, maka persepsi pasien tentang empati perawat juga akan baik. Dari penelitian ini dijelaskan pula empati perawat yang dinilai oleh pasien diantaranya adalah perawat mendengarkan keluhan pasien, memberikan komentar terhadap apa yang dirasakan pasien, berbicara dengan suara yang lembut, memberikan informasi yang jelas pada pasien, melayani pasien dengan penuh kesabaran, serta menghargai dan menghormati pasien dan keluarganya. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian ini, dimana mayoritas perawat mengatakan selalu dibeberapa item Tabel 5.5, seperti betapa pentingnya mendengarkan keluhan-keluhan pasien, merawat pasien dengan tulus, merasa senang ketika dapat membantu pasien dan keluarga, dengan sabar mendengarkan keluhan pasien, serta menghormati pasien dan keluarganya dengan tidak menyinggung mereka dengan apa yang dikatakan perawat. Universitas Sumatera Utara Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Fatimah, Elita dan Wahyuni 2010. Penelitian tersebut diketahui bahwa gambaran empati perawat jiwa di RSJ Tampan Pekanbaru hanya 22,6 perawat yang memiliki empati yang tinggi, sedangkan perawat dengan empati sedang dan rendah memiliki jumlah yang sama yaitu 38,6. Peneliti menjelaskan kurangnya empati yang dimiliki oleh perawat jiwa di rumah sakit jiwa ini disebabkan oleh beban kerja yang terlalu tinggi dan motivasi kerja yang rendah sehingga interaksi perawat dengan pasien menjadi kurang. Putri 2015 juga menambahkan bahwa beban kerja, kurang penghargaan yang diberikan pada perawat, serta pasien yang kurang dapat memahami keberadaan perawat sehingga hal tersebut menimbulkan kondisi stres bagi perawat. Sawitri 2010, dalam Putri 2015 juga mengemukakan bahwa stres dapat menimbulkan perubahan dalam diri perawat yang akan menimbulkan tidak terkontrolnya emosi dan juga mengurangi fungsi kognitif dalam bentuk pelemahan perhatian dan memori jangka pendek, sehingga akan mempengaruhi kmampuan empati perawat dan akan berdampak pada perlakuan perawat tersebut pada pasien. Perilaku dan sikap perawat yang mencerminkan kurangnya empati perawat, seperti kurang ramah dan kurangnya juga komunikasi yang baik dengan pasien dan lingkungan sekitar tidak seharusnya dilakukan perawat. Seharusnya perawat dapat memberikan empati pada pasien untuk meningkatkan pelayanan yang akan berkontribusi positif terhadap kesehatan pasien. Pentingnya empati harus dimiliki seorang perawat, mengharuskan perawat juga membutuhkan kemampuan untuk mengelola emosi yang baik, karena tingkat kepekaan empati Universitas Sumatera Utara seseorang sangat bergantung pada beberapa faktor termasuk mood dan situasi. Hal ini mengingat pada kondisi perawat yang sering dihadapkan pada situasi yang menekan yang berasal dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga yang tidak jarang menimbulkan stress pada perawat Fatimah, Elita dan Wahyuni 2010. Tinggi rendahnya empati yang dimiliki seseorang, khususnya pada penelitian ini adalah seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, diperngaruhi oleh banyak faktor-faktor, baik dari dalam diri perawat itu sendiri ataupun dari lingkungannya. Rasa empati yang dimiliki seseorang sebagian besar merupakan faktor bawaan dari dalam diri sendiri untuk bisa lebih peka terhadap orang lain. Namun, empati juga dapat ditingkatkan dan dikembangkan dalam kehidupan seseorang dengan melatih dan meningkatkannya seiring bertambahnya usia dan kematangan serta pemahaman tentang diri sendiri dan orang lain. Tingkat empati perawat dalam kategori yang baik pada penelitian ini dapat dihubungkan dengan karakteristik perawat yang ada. Karakteristik perawat dalam penelitian ini memiliki rata-rata usia dewasa 39 tahun, mayoritas perawat adalah perempuan, dan lama berkerja kebanyakan adalah lebih dari 5 tahun. Koestner, Franz, dan Weinberger 1990 mengatakan kemampuan empati seseorang akan semakin bertambah dengan meningkatnya usia, hal ini dikarenakan bertambahnya pemahaman perspektif. Usia perawat yang rata-rata adalah usia dewasa yaitu 39 tahun sudah memiliki pemahaman perspektif yang cukup. Perawat yang mayoritas berjenis kelamin perempuan juga memiliki perasaan yang lebih peka terhadap emosi orang lain dan lebih mudah mengekspresikan empatinya secara verbal Universitas Sumatera Utara dibandingkan laki-laki Baron Bryne, 2005. Baiknya tingkat empati perawat di rumah sakit ini juga dapat dihubungkan dengan perawat yang lebih banyak sudah bekerja lebih dari 5 tahun. Goleman 2007 menambahkan kemampuan seseorang untuk mengenal dan berinteraksi dengan lingkungannya akan memungkinkan seseorang merasakan emosi yang berbeda-beda dari sekitarnya sehingga akan meningkatkan kemampuan empati seseorang. Penilaian empati perawat dalam penelitian ini dengan menggunakan 25 pernyataan, yang terdiri dari dua komponen utama, yaitu kognitif dan afektif. Secara kognitif, seorang perawat yang berperilaku empati mengetahui apa yang orang lain rasakan. Pada pernyataan ke 2 dan ke 3, didapatkan bahwa empati perawat dalam kategori baik dengan nilai rata-rata perawat menjawab selalu berinteraksi langsung dengan pasien untuk bisa mengetahui keadaan pasien dan juga penting bagi perawat untuk mengetahui keluhan yang dirasakan pasien. Namun pada pernyataan ke 9 merupakan pernyataan dengan nilai rata-rata terendah dimana mayoritas perawat menjawab kadang-kadang saja untuk membayangkan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan pasien untuk dapat merasakan apa yang dirasakan pasien tersebut. Perawat mengatakan bahwa hal ini disebabkan oleh beban kerja berlebihan yang dimiliki oleh perawat, sehingga mereka mengatakan tidak mempunyai waktu untuk hal tersebut. Secara afektif, perawat yang berperilaku empati memahami apa yang orang lain rasakan dan mencoba melakukan sesuatu sebagai bentuk kepeduliannya. Pada komponen afektif ini, empati perawat dikategorikan baik sebab rata-rata perawat menjawab tidak pernah merasa lebih senang membantu Universitas Sumatera Utara pasien jika diberi imbalan dan mengatakan selalu merawat pasien dengan tulus serta dengan sabar mendengarkan keluhan-keluhan yang pasien rasakan. Tetapi perawat yang memanggil nama pasien dengan nama panggilan masih rendah, karena rata-rata perawat hanya menjawab kadang-kadang pada pernyataan ini. Hal ini dikarenakan perawat ketika berinteraksi dengan pasien masih lebih berfokus pada fisik saja dan sering melupakan sisi psikologis pasien, karena pasien akan merasa lebih senang dengan perawat dan lebih mudah menjalin hubungan dengan pasien saat kita sudah menjalin hubungan saling percaya, salah satunya dengan menggunakan panggilan kesukaan pasien. Meskipun terbagi menjadi dua komponen utama, namun empati merupakan konsep yang multidimensional yang meliputi komponen kognitif dan afektif secara bersama-sama dan tidak dapat dipisahkan Richendoller Weaver, 1994 dalam Taufik, 2012. Hasil penelitian ini jelas menunjukkan bahwa tingkat empati perawat di rumah sakit ini baik, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak komplain oleh pasien maupun keluarga pasien yang sama sekali tidak puas dengan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit ini. Tidak jarang kita akan menemukan berita, baik dari koran maupun media, yang menunjukkan ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang diterima. Kebebasan masyarakat saat ini untuk berpendapat, seharusnya dimanfaatkan dengan baik oleh rumah sakit untuk terus meningkatkan dan melakukan evaluasi tentang kepuasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang diterima pasien. Seorang perawat ketika berinteraksi dengan pasien harus berfokus bukan hanya pada fisik saja tetapi juga psikologis pasien, hal ini untuk memahami setiap Universitas Sumatera Utara permasalahan yang mungkin ditunjukkan oleh pasien saat berinteraksi. Tetapi pada kenyataanya perawat sering sekali melupakan kebutuhan psikologis pasien ini. Reynold dan Scott 2000 mengatakan dalam tulisan mereka bahwa tinggi rendahnya empati yang diperlihatkan oleh perawat dalam berhubungan dengan pasien adalah karena rendahnya pengetahuan dan keinginan untuk dapat mengetahui situasi pasien, serta ketidakseimbangan antara beban kerja dengan kemampuan, rendahnya motivasi dan kurangnya keinginan perawat untuk menjalin hubungan dengan pasien. Universitas Sumatera Utara 45

BAB 6 KESIMPULAN DAN HASIL