1. Sound Level Meter SLM
Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik
termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar
SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap
suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada
intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga
pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.
2. Octave Band Analyzer OBA
Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di
SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka
alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf,
dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5
– 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz. Public Health Home, 2013
2.3.6 Standar Kebisingan
Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria
kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak yaitu: 1.
Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51MEN1999 tentang nilai ambang batas kebisingan.
2. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi
No.SE 01MEN1978
Universitas Sumatera Utara
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51MEN1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Nilai Ambang
Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja
tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.
NAB untuk kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51MEN1999 dikenal sebagai hukum 3 dB.
Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja
Waktu Pemaparan Sehari Waktu Intensitas
kebisingan NAB 1
Jam 3
8 Jam
85 4
Jam 88
2 Jam
91 1
Menit 94
30 Menit
97 1.5
Menit 100
7.5 Menit
103 3.75
Menit 106
1.88 Menit
109 0.94
Menit 112
28,12 Detik
115 14,06
Detik 118
7,03 Detik
121 3,52
Detik 124
1,75 Detik
127 0,88
Detik 13
0,44 Detik
133 0,22
Detik 136
0,11 Detik
139 Standar kebisingan sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 718MenKesPerXI1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan
No Zona Maksimum dianjurkan dBA Maksimum diperbolehkan dBA
1 A
35 45
2 B
45 55
3 C
50 60
4 D
60 70
Keterangan: Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb;
Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya; Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya;
Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya. Sedangkan Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH
yang dikutip oleh Public Health Home. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi
seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.
2.3.7 Metode Pengendalian Kebisingan