Implementasi regulasi penyiaran dalam program berita kriminal sergap di RCTI

(1)

IMPLEMENTASI REGULASI PENYIARAN DALAM

PROGRAM BERITA KRIMINAL SERGAP DI RCTI

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh Siti Aisah NIM : 106051101941

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1431 H./ 2010 M.


(2)

PROGRAM BERITA KRIMINAL SERGAP DI RCTI

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk memenuhi persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

Oleh: Siti Aisah NIM : 106051101941

Di bawah bimbingan

Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA

NIP: 19710412200003 2 001

KONSENTRASI JURNALISTIK

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH


(3)

(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif Hidayataullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayataullah Jakarta.

Ciputat, Juni 2010


(5)

ABSTRAK Siti Aisah

NIM: 106051101941

”Implementasi Regulasi Penyiaran Dalam Program Berita Kriminal SERGAP di RCTI”

Berita kriminal di media massa selalu menarik perhatian masyarakat, terutama berita mengenai tindak kejahatan, misalnya pembunuhan, pencurian, perampokan, ataupun pemerkosaan. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya program berita yang khusus menyajikan berita kriminal seperti SERGAP, BUSER, PATROLI, dan SIDIK. Namun dalam perkembangannya, program berita ini menuai kritik dari para pengamat televisi karena di nilai terlalu vulgar dan dapat menimbulkan dampak negatif di masyarakat. Untuk meredam dampak negatif yang dapat timbul dari tayangan kriminal, maka para praktisi media harus berpedoman pada regulasi penyiaran. Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 kemudian mengamanatkan supaya terbentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas untuk merumuskan suatu pedoman dan standar program penyiaran serta mengawasi tayangan di Indonesia.

Dari pemaparan di atas, muncul pertanyaan: Bagaimana implementasi regulasi penyiaran dalam program berita kriminal SERGAP di RCTI?

Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori Mike Feintuck yang berisi tiga komponen yang meliputi regulasi penyiaran, yaitu regulasi struktur berisi kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan. Pendekatan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya. Melalui wawancara dan observasi dapat diketahui apakah program SERGAP telah mengimplementasikan regulasi penyiaran UU No. 32 Tahun 2002 pada pasal 48 ayat 4 poin d (pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme) atau tidak. Dan seberapa banyak pelanggaran yang terjadi berkaitan dengan pasal tersebut.

Dari hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa program berita kriminal

SERGAP telah mengimplementasikan regulasi penyiaran khususnya pasal 48 ayat 4 poin d (pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme). Hal ini terlihat dari tayangan SERGAP 10 April 2010-10 Mei 2010 ada 48 berita yang berkaitan dengan pasal tersebut. 45 berita diantaranya SERGAP telah mengimplentasikan regulasi penyiaran dan 3 berita diantaranya SERGAP melakukan pelanggaran terhadap regulasi penyiaran. Implementasi regulasi penyiaran dalam program

SERGAP yaitu dengan cara menyamarkan korban pemerkosaan atau korban tindak asusila, menyamarkan korban kecelakaan yang mengenaskan, kekerasan disajikan tidak secara eksplisit, memvisualisasikan kecelakaan dan pembunuhan dengan animasi. Adapun alasan SERGAP melakukan hal tersebut adalah untuk memenuhi Undang-undang Penyiaran No. 32 Tahun 2002 dan juga untuk melindungi hak asasi korban.


(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan semesta alam, karena berkat rahmat dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Implementasi Regulasi Penyiaran dalam Program Berita Kriminal SERGAP di RCTI”. Shalawat serta salam senantiasa terlimpahcurahkan kepada junjungan Nabi Besar Muhamad SAW, keluarga, para sahabat dan para pengikut setianya.

Terselesainya skripsi ini tak pernah lepas dari bantuan berbagai pihak yang senantiasa terus memberikan support dan motivasi, telah sabar membantu, membimbing, mendorong, dan menghibur pada saat-saat tersulit dalam penulisan skripsi ini. Maka kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Dr. Arief Subhan, MA.

2. Bapak Suhaimi, M.Si selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik Ibu Rubiyanah, MA.

3. Ibu Dra. Hj. Musfirah Nurlaily, MA selaku dosen pembimbing yang baik hati, bijaksana dan senantiasa meluangkan waktunya untuk mengarahkan, membimbing, mengoreksi serta memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Gun Gun Heryanto, M.Si selaku penasehat akademik konsentrasi Jurnalistik yang telah memberikan inspirasi kepada penulis mengenai judul skripsi ini.


(8)

6. Ketua sidang skripsi, Drs. Study Rizal LK, MA, Penguji I Drs. H. Mahmud Jalal, MA serta Penguji II Drs. Cecep Castrawijaya, MA. 7. Ibunda dan Ayahanda tersayang, Hj. Rukhoyah dan H. M. Hotta

yang senantiasa memberikan dukungan baik moril maupun materil. Perjuangan tiada tara telah kalian lakukan untuk kesuksesan dan kebahagian penulis. Dalam setiap langkah dan hembusan nafas penulis, doa tak kan pernah berhenti mengalir untuk kalian.

8. Tujuh Kakak tercinta, Eceu Ocih, Teh Yani, Ka Nurdin, Teh Nur, Ka Jamal, Ka Dayat dan Teh Sicho. Semoga si bungsu ini kelak bisa membalas budi baik kalian.

9. Bapak Khoiri Akhmadi selaku Eksekutif Produser SERGAP yang humoris, teramat baik, bijaksana, santun serta bersedia meluangkan waktu ditengah kesibukannya untuk membantu terselesainya skripsi ini.

10. Bapak dan Ibu Sarbini selaku pemilik kosan yang teramat baik serta kawan-kawan kost yang senantiasa memberikan suka cita, kehebohan dan kekonyolan yang kita jalani bersama selama 4 tahun ini. Putri, MU, Hilda, Kokom, Sri, Fuji, dan Desy.

11. Putri Wulandari TRK (sobat yang paling sabar, kawan di kala jatuh bangun), Aida Islamie (si moody sang penolong), Nina Rahayu (miss rempong yang baik hati) dan Reni Nuraini PH (si jago panco yang setia kawan).


(9)

12. Ahmad Zakaria, Dwi Hardiyanto, Ina Salma F. Tiga sahabat yang senantiasa membantu serta selalu menyemangati penulis di masa-masa kritis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13. Kawan-kawan Konsentrasi Jurnalistik 06 yang telah memberikan persahabatan dan kekompakan yang luar biasa selama ini. Mba Ira, Eka, Yuni, Danang, Wage, Jose, Jendral, Mimi, Sarah, Novita, Yikqi, Lisa, Yanti, Risni, Dita, Rara, Agnes, Saogy, Topan, Ben, Deden, Deros, Abi, Irham, Meler, Gesta, Jay, Dirga, Eky, Bang Edy, dan Agung.

14. Ka Husen yang telah membantu penulis masuk UIN, si dia yang selalu memberikan support dalam menyelesaikan skripsi ini serta ka Arai yang siaga membantu.

15. Bapak Eka selaku pimpinan HRD RCTI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan wawancara serta segenap staf SERGAP yang sangat ramah menerima dan membantu proses skripsi penulis.

Akhirnya, semoga Allah membalas semua kebaikan mereka dengan berlipat ganda. Amin. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan warna baru dalam kancah ilmu komunikasi dan jurnalistik.

Jakarta, Juni 2010


(10)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... v

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi ... 13

B. Regulasi... 14

C. Penyiaran... 14

D. Regulasi Penyiaran... 17

E. Pasal 48 ayat 4 poin D (Pembatasan Adegan Seks, Kekerasan, Dan Sadisme... 21

F. Berita Kriminal... 33

BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. Sejarah Perkembangan RCTI... 36

B. Visi dan Misi RCTI... 38


(11)

D. Job DescriptionSERGAP... 44 E. Skema News RCTI... 47

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA

A. Regulasi Struktur (Structural Regulation). ... 48 B. Regulasi Tingkah Laku (Behavioral Regulation)... 51 C. Regulasi isi ... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69


(12)

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR... ii

DAFTAR ISI... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Metodologi Penelitian ... 6

E. Tinjauan Pustaka ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II KAJIAN TEORI A. Implementasi ... 13

B. Regulasi... 14

C. Penyiaran... 14

D. Regulasi Penyiaran... 17

E. Pasal 48 ayat 4 poin D (Pembatasan Adegan Seks, Kekerasan, Dan Sadisme... 21

F. Berita Kriminal... 33

BAB III PROFIL DAN GAMBARAN UMUM A. Sejarah Perkembangan RCTI... 36

B. Visi dan Misi RCTI... 38


(13)

D. Job DescriptionSERGAP... 44 E. Skema News RCTI... 47

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA

A. Regulasi Struktur (Structural Regulation). ... 48 B. Regulasi Tingkah Laku (Behavioral Regulation)... 51 C. Regulasi isi ... 52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 67 B. Saran... 68

DAFTAR PUSTAKA... 69


(14)

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan media komunikasi modern pada saat ini telah memungkinkan orang di seluruh dunia untuk dapat saling berkomunikasi. Hal ini dikarenakan adanya berbagai media (channel) yang dapat digunakan sebagai sarana penyampaian pesan. Salah satunya adalah media penyiaran. Media penyiaran merupakan salah satu bentuk media massa yang efisien dalam mencapai audiennya dalam jumlah yang sangat banyak.

Dunia penyiaran adalah dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat. Martin Essin seperti yang dikutip Tommy Suprapto menyebut bahwa era sekarang ini sebagai The Age of Television, televisi telah menjadi kotak ajaib yang membius para penghuni gubuk-gubuk reyot masyarakat di dunia ketiga.1

Masyarakat tak pernah mampu melepaskan diri dari hubungannya dengan media penyiaran. Hal ini terlihat dari banyaknya masyarakat yang mengkonsumsi media penyiaran, baik radio maupun televisi. Hampir separuh waktu masyarakat dihabiskan untuk menikmati program-program siaran. Fakta semacam ini wajar karena program-program radio dan televisi menawarkan dan menyajikan acara-acara yang menarik dan variatif. Program yang semakin menarik merupakan salah satu kiat dari pengelola media untuk menarik perhatian masyarakat, di samping media sebagai informasi juga

1

Tommy Suprapto, Berkarier di bidang Broadcasting (Yogyakarta: Media Pressindo, 2006), h. 1.


(15)

2

sebagai alat bisnis hiburan yang sengaja mencari keuntungan. Program-program tersebut antara lain berupa berita, musik, reality show, infotainment, siraman rohani, dan lain-lain.

Pada dasarnya, aktivitas penyiaran tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi, tetapi juga memiliki peran sosial yang sangat tinggi sebagai medium komunikasi. Dengan adanya penyiaran baik radio ataupun televisi, kita menjadi tahu akan informasi dan peristiwa yang terjadi baik di dalam maupun luar negeri.2 Dengan media penyiaran juga, kampanye-kampanye tentang anti narkoba, imunisasi, bahaya HIV bisa tersosialisasikan dengan baik kepada khalayak.

Pada zaman Orde Baru penyiaran sangat dibatasi oleh pemerintah dan tak sebebas saat ini karena pemerintah merasa terancam jika ada media yang mengkritik pemerintahannya. Pemerintahan pada saat itu sangat otoriter, semua dikuasai oleh negara. Tak terkecuali dengan media penyiaran. Ketika itu, media penyiaran harus berorientasi pada pelanggengan previligi sosial, ekonomi, dan politik rezim kekuasaan. Masyarakat pun merasa ingin adanya perubahan dalam dunia penyiaran.3

Kuatnya desakan masyarakat terhadap kebebasan dan inginnya masyarakat melepaskan penyiaran dari kontrol kekuasaan, maka ketika ada kesempatan itu yakni pada saat rezim Orde Baru tumbang, bergulirlah wacana pentingnya membuat undang-undang penyiaran yang progresif, reformis, dan berpihak pada kedaulatan publik. Maka pemerintah mengeluarkan Undang – Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran sebagai dasar pengaturan dan

2

Tommy Suprapto, Berkarier di bidang Broadcasting, h. 2.

3

http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-Regulasi-Penyiaran-untuk-Siapa, diakses pada tanggal 11 Mei 2010


(16)

pembinaan penyelenggaraan penyiaran sehingga dapat menjamin ketertiban dan kepastian hukum.

Harapan dengan adanya Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 ini, kehidupan penyiaran menjadi lebih tertata dan tertib. Kekuasaan rakyat yang dimaksud dalam UU Penyiaran dipersonifikasikan dalam wadah Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). KPI yaitu badan independen yang berwenang penuh mengatur persoalan dunia penyiaran. Karena representasi publik, KPI dipilih oleh wakil rakyat yang dipilih langsung. 4

Media penyiaran harus berpedoman pada regulasi penyiaran yang telah ditetapkan dalam UU No.32 Tahun 2002. Namun pada faktanya, ada beberapa pengelola media yang mengabaikan regulasi tersebut dan hanya menganggap sebagai formalitas belaka. Contohnya banyak suatu program yang menayangkan adegan kekerasan, pemerkosaan, seks, dan tak terkecuali tayangan berita kriminal. Dalam penayangannya, terdapat banyak adegan kekerasan ataupun korban pemerkosaan yang visualnya tidak disamarkan.

Berita kriminal di media massa selalu menarik perhatian masyarakat, terutama berita mengenai tindak kejahatan, misalnya pembunuhan, pencurian, perampokan, pemerkosaan, kekerasan dan lain-lain. Hal ini terbukti dari banyaknya program berita kriminal di televisi.

SERGAP adalah sebuah program berita yang ditayangkan di stasiun televisi RCTI di Indonesia. Program berita ini diluncurkan pada tahun 2001 dan menyiarkan berita-berita kriminal yang terjadi setiap hari. Tayangan berita

SERGAP berdurasi 30 menit dan disiarkan pada siang hari pukul 12.30.

4


(17)

4

Sergap terdiri dari 4 segmen acara yaitu: ungkap - segmen ini berisi berita kriminal dan hukum terkini, bidik - segmen ini mengupas lebih dalam tentang sebuah berita yang materinya dianggap kuat, justisia - dialog interaktif seputar masalah kriminal, galeri - feature atau kisah petugas kepolisian.5

Masyarakat Indonesia langsung menyambut baik program ini Dalam penayangannya, SERGAP mengemas isi berita kriminal berbeda dengan program berita kriminal lainnya. Salah satunya adalah menghadirkan bang Napi sebagai icon dari SERGAP. Saat ini, hampir semua stasiun televisi kemudian turut menayangkan berita yang menampilkan berbagai tindak kejahatan sehari-hari yang terjadi di masyarakat. Namun dalam perkembangannya, program acara ini mulai menuai kritik dari para pengamat televisi karena di nilai terlalu vulgar dan dapat menimbulkan dampak negatif di masyarakat.6

Serangkaian produk etika pun akhirnya dibuat untuk meredam dampak negatif yang dapat saja timbul dari tayangan kriminal ini. Namun, etika ternyata tak mampu meredam tayangan kriminal untuk menampilkan gambar-gambar kekerasan. Undang-undang Penyiaran kemudian mengamanatkan supaya terbentuk Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang bertugas untuk merumuskan suatu pedoman dan standar program penyiaran dan mengawasi tayangan di Indonesia. Berdasarkan latar belakang masalah tersebut penulis melakukan penelitian dengan judul, ”Implementasi Regulasi Penyiaran Dalam Program Berita Kriminal SERGAP Di RCTI”.

5

http:www. rcti.tv/ sinopsis/ sergap di akses pada tanggal 10 Februari 2010.

6


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat begitu luasnya pembahasan mengenai regulasi penyiaran UU No. 32 tahun 2002, maka penelitian ini dibatasi pada masalah implementasi regulasi penyiaran mengenai pedoman perilaku penyiaran pada pasal 48 ayat 4 poin d (pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme) dalam program berita kriminal SERGAP pada tayangan 10 April 2010 - 10 Mei 2010. Adapun alasan penulis memilih pasal 48 ayat 4 Poin d karena banyaknya berita yang berkaitan dengan pasal tersebut dalam program berita kriminal SERGAP.

Berdasarkan batasan di atas, maka rumusan penelitian ini yaitu: Bagaimana implementasi regulasi penyiaran dalam program berita kriminal

SERGAP di RCTI?

C. Masalah dan Manfaat Penelitian

1. Masalah Penelitian

Untuk mengetahui bagaimana implementasi regulasi penyiaran dalam program berita kriminal SERGAP.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada kajian Ilmu Komunikasi terlebih pada disiplin ilmu jurnalistik dalam hal regulasi penyiaran, apakah regulasi penyiaran tersebut sudah diimplementasikan secara tepat oleh program berita

SERGAP di RCTI.

b. Manfaat Praktis: Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi komunikasi, terlebih mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN) Jakarta Jurusan Komunikasi Penyiaran


(19)

6

Islam Konsentrasi Jurnalistik agar lebih mengetahui bagaimana implementasi regulasi penyiaran dalam sebuah program berita kriminal.

D. Metodologi Penelitian

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan data sedalam-dalamnya.7 Jika data yang terkumpul sudah mendalam dan bisa menjelaskan fenomena yang diteliti, maka tidak perlu mencari sampling lainnya. Disini yang lebih ditekankan adalah persoalan kedalaman (kualitas) data bukan banyaknya (kuantitas) data.

Peneliti berusaha untuk menggambarkan secara jelas yang terjadi di lapangan dan kemudian dianalisa untuk mendapatkan hasil yang digunakan sebagai bahan penelitian. Penelitian kualitatif juga bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain, secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah.8

Dalam pelaksanaannya, pendekatan kulitatif menggunakan metode pengumpulan data dan metode analisis yang bersifat non kuantitatif,

7

Rachmat Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), h. 58.

8

Lexi J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007), h.6


(20)

seperti misalnya penggunaan instrument wawancara mendalam (indepth interview) dan pengamatan (observation).9

Jenis penelitian ini adalah deskriptif karena bertujuan membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau objek tertentu. Riset dengan jenis ini untuk menggambarkan realitas yang sedang terjadi tanpa menjelaskan hubungan antarvariabel.10 Dalam hal ini, penelitian dilakukan untuk mengetahui penerapan Undang-undang No.32 Tahun 2002 dalam pasal 48 ayat 4 poin d mengenai pembatasan adegan seks, kekerasan dan sadisme dalam program SERGAP.

2. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah regulasi penyiaran UU No.32 Tahun 2002 pada pasal 48 ayat 4 poin d (pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme). Sedangkan yang menjadi objek penelitian adalah program berita kriminal SERGAP di RCTI.

3. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada 10 April 2010-10 Mei 2010 dan dilakukan di Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) di Jalan Raya Perjuangan No.1, Kebon Jeruk Jakarta 11530.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data di RCTI yang berhubungan dengan program berita kriminal ”SERGAP” adalah:

9

Antonius Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi (Yogyakarta: Gitanyali, 2004), h. 2.

10


(21)

8

a. Observasi

Observasi adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap gejala-gejala yang diteliti.11 Observasi juga melakukan pengamatan langsung untuk memperoleh data yang diperlukan.12 Observasi berguna untuk menjelaskan, memeriksa dan merinci gejala yang terjadi. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan dengan cara menonton tayangan ” SERGAP” RCTI untuk memperoleh informasi sehingga data untuk penelitian diperoleh. Observasi dengan cara menonton tayangan ”SERGAP” dilakukan selama waktu penelitian, yaitu 1 bulan, kurang lebih 24 episode 10 April 2010 -10 Mei 2010.

b. Dokumentasi

Dokumen adalah rekaman peristiwa yang lebih dekat dengan percakapan, menyangkut persoalan pribadi, dan memerlukan interpretasi yang berhubungan sangat dekat dengan konteks rekaman peritiwa tersebut. 13 Dokumentasi tersebut berupa tulisan-tulisan berbentuk catatan, buku, naskah berita, rundown berita, dokumen ataupun arsip-arsip milik program SERGAP yang terkait dengan pembahasan penelitian ini.

c. Wawancara

Wawancara adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan

11

Suharismi Arikuntoro, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1998), cet ke-2, h. 54.

12

Winarno Surahmad, Menyusun Rencana Penelitian (Bandung: CV. Tarsita, 1989), h.. 162.

13

Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke arah Ragam Varian Kontemporer (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 97.


(22)

pertanyaan-pertanyaan pada para responden.14 Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya.15 Dalam penelitian ini wawancara dilakukan dengan produser eksekutif SERGAP, Bapak Khoiri Akhmadi.

5. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan.16 Penelitian ini menggunakan teknik pengolahan data deskriptif interpretatif yaitu memaparkan data terlebih dahulu kemudian diinterpretasikan. Untuk mengolah data yang ada, dilakukan melalui empat tahap: pengumpulan data dengan format yang telah disiapkan, analisis interpretatif untuk mempelajari data-data yang telah terekam dalam format kemudian ditafsirkan, deskripsi dengan memaparkan temuan yang telah diperoleh berdasarkan kategori masing- masing, dan rekapitulasi temuan untuk menyederhanakan hasil temuan.

Dalam penelitian ini, tahapan awal analisis data yaitu dengan memaparkan tiga komponen yang meliputi regulasi penyiaran yaitu struktur, tingkah laku, dan isi. Kemudian, langkah kedua yaitu mengkategorikan berita yang berkaitan dengan adegan seks, kekerasan dan sadisme yang berhubungan dengan pasal 48 ayat 4 poin d. Kemudian, menganalisis data tayangan SERGAP selama 1

14

Andi Bulaeng, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer, (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2004), h. 39.

15

Kriyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 96.

16


(23)

10

bulan dari 10 April 2010 -10 Mei 2010. Dari data tersebut, dianalisis berapa tayangan yang melanggar regulasi penyiaran dan berapa tayangan yang telah mengimplementasikan regulasi tersebut.

E. Tinjauan Pustaka

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis merujuk pada skripsi yang pernah membahas seputar regulasi penyiaran. Adapun skripsi yang pernah membahas permasalahan tersebut adalah skripsi yang berjudul:

1.Penerapan Undang-undang Penyiaran nomor 32 Tahun 2002 pasal 48 ayat 4 point d, tentang pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme pada acara Lacak di Trans TV edisi September- Desember 2003. Nama peneliti: Linda Eka Wardhany. Mahasiswi Institut Ilmu Sosial Ilmu Politik (IISIP) Jakarta pada tahun 2003. Dalam penelitian tersebut, digunakan analisis isi dengan metode kuantitatif. Adapun temuan yang dihasilkan yaitu Lacak belum sepenuhnya menerapkan pasal 48 ayat 4 poin d. karena banyaknya pelanggaran yang dilakukan program tersebut. Contohnya berupa korban kekerasan dan pemerkosaan yang tidak disamarkan serta adegan kekerasan dan sadisme yang terlalu dieksploitasi.

2.Penyiaran Publik dalam Undang - undang Penyiaran disusun oleh Muhamad Natsir, mahasiswa jurusan Ilmu sosial Politik, Universitas Negeri Jakarta (UNJ) pada tahun 2005. Dalam penelitian tersebut digunakan deskriptif kualitatif. Adapun temuan


(24)

yang dihasilkan berupa peranan penyiaran publik dalam Undang-undang penyiaran dan tidak mengambil pasal dalam UU tersebut.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada metodologi penelitian. Penelitian ini menggunakan metodologi deskriptif kualitatif dan diolah dengan cara deskriptif interpretatif. Adapun temuan di lapangan pada penelitian ini yaitu program berita kriminal SERGAP dapat mengimplementasikan regulasi penyiaran UU No.32 Tahun 2002 pada pasal 48 ayat 4 poin d tentang pembatasan adegan seks, kekerasan, dan sadisme.

F. Sistematika Penulisan

Teknik penulisan skripsi ini mengacu pada buku pedoman penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, dan disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Untuk mempermudah proses penelitian ini, penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN. Pada bab ini akan dikemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka, dan sistematika penulisan sebagai pengantar dari keseluruhan penelitian yang menguraikan pokok-pokok yang tercantum dalam setiap bab.

BAB II: TINJAUAN TEORITIS. Pada bab ini akan dikemukakan beberapa definisi dari segi teoritis tentang pengertian implementasi,


(25)

12

regulasi, regulasi penyiaran, berita, berita kriminal, seks, kekerasan, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan judul penelitian.

BAB III: PROFIL RCTI DAN PROGRAM SERGAP. Bab ini akan menguraikan sejarah perkembangan RCTI, visi misi RCTI, sejarah SERGAP, visi misi program berita kriminal SERGAP dan job description pada program SERGAP.

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini berisi hasil penelitian mengenai imlementasi regulasi penyiaran dalam program berita kriminal ” SERGAP ” di RCTI. Regulasi penyiaran tersebut meliputi regulasi struktur, tingkah laku, dan regulasi isi.

BAB V: PENUTUP. Bab ini merupakan bab penutup. Pada bab ini, akan dikemukakan kesimpulan atas permasalahan yang diteliti dan juga saran penulis terhadap permasalahan penelitian.


(26)

(27)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Implementasi

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, implementasi adalah pelaksanaan atau penerapan.1 Penerapan merupakan kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajari kedalam situasi kongkret atau nyata.

Implementasi merupakan suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan, atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai, dan sikap. Implementasi dapat berarti ”Put something into effect”, (penerapan sesuatu yang memberikan efek atau dampak).2

Pengertian implementasi dapat dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/berakibat sesuatu).3

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa implementasi ialah proses penerapan, konsep, atau kebijakan yang telah dipelajari kedalam situasi yang nyata sehingga memberikan dampak bagi orang lain, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai, dan sikap.

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 327.

2

Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep, Karakteristik, Dan Implementasi, (Bandung : PT Remaja Rosda Karya) cet.1, h. 93.

3


(28)

B. Pengertian Regulasi

Regulasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengaturan.4 Regulasi berarti memonitor atau mengawasi.

Regulasi adalah semua proses yang mempunyai fungsi mengubah proses lain, pengalaman aksi, yang ditimbulkan oleh suatu situasi stimulus. Dengan demikian maka ada dualisme regulasi, yakni sebagai kegiatan yang mengatur, dan sebagai kegiatan yang diatur.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa regulasi ialah suatu kegiatan yang mempunyai fungsi mengatur dan mengawasi.

C. Penyiaran

1. Pengertian Penyiaran

Penyiaran merupakan dunia yang selalu menarik perhatian bagi masyarakat. Tak hanya dapat dinikmati sebagai tontonan atau didengarkan, penyiaran merupakan lahan bisnis yang menggiurkan dan bisa mencapai keuntungan yang besar jika program yang disiarkan dinikmati khalayak. Aktivitas penyiaran tidaklah semata merupakan kegiatan ekonomi, tetapi ia juga memiliki peran sosial yang tinggi sebagai medium komunikasi.5

Penyiaran pada hakikatnya adalah salah satu keterampilan dasar manusia ketika berada pada posisi tidak mampu untuk menciptakan dan menggunakan pesan secara efektif untuk berkomunikasi. Penyiaran dalam

4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta: Balai Pustaka, 1988), h. 736.

5


(29)

15

konteks ini adalah alat untuk mendongkrak kapasitas dan efektivitas komunikasi massa.6

Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/ atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.7

Dari pemaparan di atas, maka terdapat lima syarat mutlak yang harus dipenuhi untuk dapat terjadinya penyiaran. Jika salah satu syarat tidak ada maka tidak dapat disebut penyiaran. Kelima syarat itu jika diurut berdasarkan apa yang pertama kali harus diadakan adalah sebagai berikut:

a. Harus tersedia spektrum frekuensi radio b. Harus ada sarana pemancaran/ transmisi c. Harus adanya siaran (program atau acara)

d. Harus adanya perangkat penerima siaran (receiver)

e. Harus dapat diterima secara serentak/ bersamaan.8

2. Asas, Tujuan, Fungsi dan Arah Penyiaran

Dalam Undang-undang penyiaran Nomor 32 tahun 2002 dijelaskan dasar, asas, tujuan, fungsi dan arah penyiaran. Pasal 2 menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dengan asas manfaat, adil dan

6

Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h.19.

7

FOKUSMEDIA, Undang-undang Penyiaran dan Pers (Bandung: Fokusmedia, 2005), h.4.

8

Morisan, Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005), h. 28.


(30)

merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.9

Mengenai tujuan penyiaran pasal 3 Undang-undang itu menyatakan bahwa penyiaran bertujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.

Dalam pasal 4 disebutkan penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan. 10

Dalam pasal 5, penyiaran diarahkan untuk:

a.Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b.Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati diri bangsa;

c.Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;

d.Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; e.Meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;

9

Undang – Undang Penyiaran 2002, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), h. 5.

10


(31)

17

f. Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta melestarikan lingkungan hidup.

g.Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang sehat dibidang penyiaran;

h.Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat, mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;

i. Memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;

j. Memajukan kebudayaan nasional.

D. Regulasi Penyiaran

1. Pengertian Regulasi Penyiaran

Regulasi Penyiaran di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Dengan adanya UU tersebut, penyelengaraan penyiaran mendapat kepastian hukum dan menjadi lebih tertib.

Menurut Mike Feintuck (1998) seperti yang dikutip Muhamad Mufid, dewasa ini regulasi penyiaran mencakup tiga hal, yakni regulasi struktur, tingkah laku, dan isi. Regulasi struktur (structrural regulation) berisi kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku (behavioral regulation) dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi (content


(32)

regulation) berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan.11

Ada tiga hal mengapa regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim demokrasi kekinian, salah satu urgensi yang mendasari penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara (Freedom of speech), yang menjamin kebebasan seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa ada intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat yang bersamaan, juga berlaku regulasi pembatasan aktivitas media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi spektrum gelombang radio. Keterbatasan frekuensi merupakan salah satu hal yang mengindikasikan urgensi pengaturan penyiaran. Tanpa regulasi, maka interfensi signal niscaya terjadi. Dan ketika itu aspek dasar komunikasi tidak tercapai.12

Kedua, demokrasi menghendaki adanya ”sesuatu” yang menjamin keberagaman (diversity) politik dan kebudayaan, dengan menjamin kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Hal lain adanya hak privasi (right to privacy) seseorang untuk tidak menerima informasi tertentu. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi (freedom of informationi) memang dibatasi oleh hak privasi seseorang. Dalam hal ini, sebagaimana diungkapkan Feintuck adalah limitasi keberagaman sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman.

11

Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, h.73.

12


(33)

19

Ketiga, terdapat alasan ekonomi mengapa regulasi media diperlukan. Tanpa regulasi akan terjadi konsentrasi, bahkan monopoli media. Sinkronisasi diperlukan bagi penyusunan regulasi media agar tidak berbenturan dengan berbagai kesepakatan internasional, misalnya tentang pasar bebas dan AFTA.

2.Model- model Regulasi Penyiaran

Dalam hubungannya dengan model kepemerintahan suatu negara, Leen d’Haenens seperti dikutip Muhamad Mufid membagi model regulasi penyiaran menjadi lima, yaitu:

a. Model Otoriter

Tujuan dalam model ini lebih sebagai upaya menjadikan penyiaran sebagai alat negara. Radio dan televisi sedemikian rupa diarahkan untk mendukung kebijakan pemerintah dan melestarikan kekuasaan. Ciri khasnya model ini adalah kuatnya lembaga sensor terutama yang menyangkut keberbedaan. Dunia penyiaran selama Orde Baru praktis berada pada kondisi seperti ini.13

b. Model Komunis

Dalam model ini, penyiaran memiliki semacam tritunggal fungsi, yaitu propaganda, agitasi, dan organisasi. Aspek lain yang membedakan model ini dari model otoriter adalah dilarangnya kepemilikan swasta, karena media model ini dilihat sebagai milik kelas pekerja (biasanya terlembagakan dalam partai komunis), dan media

13


(34)

merupakan sarana sosialisasi, edukasi, informasi, motivasi, dan mobilisasi.

c. Model Barat- Paternalistik

Dalam model ini, disebut ”paternalistik”, karena sifatnya yang top down, dimana kebijakan media bukan apa yang audien inginkan tapi lebih sebagai keyakinan penguasa bahwa kebijakan yang dibuat memang dibutuhkan dan diinginkan oleh rakyat. Penyiaran juga memiliki tugas untuk melekatkan fungsi-fungsi sosial individu atas lingkungan sosialnya.

d. Model Barat- Liberal

Secara umum sama dengan model Barat- Paternalistik, hanya berbeda dalam fungsi media komersialnya. Disamping sebagai penyedia informasi dan hiburan, media juga memiliki fungsi ”mengembangkan hubungan yang penting dengan aspek-aspek lain yang mendukung independensi ekonomi dan keuangan”.

e. Demokratis- Participan Model

Model ini dikembangkan oleh mereka yang memercayai sebagai

powerful medium. Termasuk dalam model ini adalah berbagai media penyiaran alternatif. Sifat komunikasi dalam model ini adalah dua arah (two-way communication).14

3. Sanksi Regulasi Penyiaran

Sanksi terhadap pelanggaran regulasi penyiaran berupa sanksi administratif tertera pada pasal 55 UU No. 32 Tahun 2002 yaitu:

14


(35)

21

(1) Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2), Pasal 20, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 26 Ayat (2), Pasal 27, Pasal 28, Pasal 33 Ayat (7), Pasal 34 Ayat (5) huruf a, huruf c, huruf d, dan huruf f, Pasal 36 Ayat (2), Ayat (3), dan Ayat (4), Pasal 39 Ayat (1), Pasal 43 Ayat (2), Pasal 44 Ayat (1), Pasal 46 Ayat (6), Ayat (7), Ayat (8), Ayat (9), dan Ayat (11), dikenai sanksi administratif.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa:

a.Teguran tertulis;

b.Penghentian sementara mata acara yang bermasalah setelah melalui tahap tertentu;

c.Pembatasan durasi dan waktu siaran; d.Denda administratif;

e.Pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;

f. Tidak diberi perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran; g.Pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran.15

4.Pasal 48 ayat 4 poin d (Pembatasan Adegan Seks, Kekerasan, dan Sadisme)

Pedoman Perilaku Penyiaran Pasal 48

(1) Pedoman perilaku penyiaran bagi penyelenggaraan siaran ditetapkan pleh KPI.

15

Undang-Undang Penyiaran dan Pers ( Bandung: Fokusmedia, 2005) cetakan ke-1, h. 30.


(36)

(2) Pedoman perilaku penyiaran sebagiamana dimaksud dalam ayat (1) disusun dan bersumber pada:

a. Nilai-nilai agama, moral, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan

b. Norma-norma lain yang berlaku dan diterima oleh masyarakat umum dan lembaga penyiaran.

(3) KPI wajib menerbitkan dan mensosialisasikan pedoman perilaku penyiaran kepada lembaga penyiaran dan masyarakat umum

(4) Pedoman perilaku penyiaran menentukan standar isi siaran yang sekurang-kurangnya berkaitan dengan:

a. Rasa hormat terhadap pandangan keagamaan; b. Rasa hormat terhadap hal pribadi;

c. Kesopanan dan kesusilaan;

d. Pembatasan Adegan Seks, Kekerasan dan Sadisme; e. Perlindungan terhadap anak-anak, remaja dan perempuan; f. Penggolongan program dilakukan menurut usia khalayak; g. Penyiaran program dalam bahasa asing;

h. Ketepatan dan kenetralan program berita; i. Siaran langsung; dan

j. Siaran iklan

(5) KPI memfasilitasi pembentukan kode etik penyiaran.16

16


(37)

23

1. Pengertian Seks

Berdasarkan kamus hukum seperti dikutip Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, sex dalam bahasa inggris diartikan dengan jenis kelamin” jenis kelamin disini lebih dipahami sebagai persoalan hubungan (persetubuhan) antara laki-laki dengan perempuan.17

Kategori adegan seks dalam penyiaran adalah berupa ciuman, hubungan seks, pemerkosaan/ pemaksaan seksual, eksploitasi seks, masturbasi, pembicaraan (Talk) mengenai seks, perilaku seks menyimpang, pekerja seks komersial, homoseksual/ lesbian, dan adegan telanjang.18

Pembatasan umum adegan seks menurut Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia yaitu:

- Pasal 40 (Seks)

Lembaga penyiaran dalam menyiarkan materi yang mengandung muatan seks harus mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 41, pasal 42, pasal 43, pasal 44, pasal 45, pasal 46, pasal 47, pasal 48, pasal 49 dan pasal 50 yang disebutkan dalam keputusan ini.

- Pasal 41 (Ciuman)

1. Adegan ciuman atau mencium yang eksplisit dan didasarkan atas hasrat seksual dilarang.

17

Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, ( Bandung: PT Refika Aditama, 2001) hal 17.

18


(38)

2. Lembaga penyiaran diizinkan menyajikan adegan ciuman dalam konteks kasih sayang dalam keluarga dan persahabatan, termasuk didalamnya mencium rambut, mecium pipi, mencium kening/dahi, mencium tangan dan sungkem.

- Pasal 42 (Hubungan seks)

1. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan yang

menggambarkan aktivitas hubungan seks, atau diasosiasikan dengan aktivitas hubungan seks atau adegan yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks, baik secara eksplisit maupun emplisit.

2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan suara-suara atau bunyi-bunyian yang mengesankan berlangsungnya kegiatan hubungan seks.

3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan percakapan atau adegan yang menggambarkan rangkaian aktivitas hubungan seks.

4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan yang

menggambarkan hubungan seks antarhewan secara vulgar atau manusia dengan hewan.

5. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang memuat pembenaran bagi berlangsungnya hubungan seks di luar nikah.

- Pasal 43 (Pemerkosaan/ pemaksaan seksual)

1. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan pemerkosaan atau pemaksaan seksual, atau adegan yang menggambarkan upaya ke arah pemerkosaan dan pemaksaan seksual.


(39)

25

2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang memuat pembenaran bagi terjadinya perkosaan atau yang menggambarkan perkosaan sebagai bukan kejahatan serius.

- Pasal 44 Eksploitasi Seks

1. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan lagu dan klip video berisikan lirik bermuatan seks, baik secara eksplisit maupun implisit.

2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan adegan tarian dan atau lirik yang dapat dikategorikan sensual, menonjolkan seks, membangkitkan hasrat seksual atau memberi kesan hubungan seks. 3. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program, adegan dan atau

lirik yang dapat dipandang merendahkan perempuan menjadi sekadar objek seks.

4. Lembaga penyiaran dilarang menampilkan tayangan yang menjadikan anak-anak dan remaja sebagai objek seks, termasuk di dalamnya adalah adegan seks yang menampilkan anak-anak dan remaja berpakaian minim, bergaya dengan menonjolkan bagian tubuh tertentu atau melakukan gerakan yang lazim diasosiasikan dengan daya tarik seksual.

- Pasal 45 (Masturbasi)

Lembaga penyiaran dilarang menyajikan adegan berlangsungnya masturbasi dan atau materi siaran (misalnya suara) yang mengesankan berlangsungnya masturbasi.


(40)

- Pasal 46 (Pembicaraan (Talk) Mengenai Seks)

1. Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks dapat disiarkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan kecuali program pendidikan seks untuk remaja yang bertujuan membantu remaja memahami kesehatan reproduksi yang disampaikan secara santun, hati-hati, dan ilmiah.

2. Program yang berisikan pembicaraan atau pembahasan mengenai masalah seks harus disajikan dengan cara ilmiah dan santun.

3. Pembawa acara bertanggung jawab menjaga agar acara itu tidak menjadi ajang pembicaraan mesum.

4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program siaran dimana penyiar atau pembicara tamu atau telepon berbicara tentang pembahasan seks secara eksplisit dan teperinci.

- Pasal 47 (Perilaku Seks Menyimpang)

1. Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang membahas atau bertemakan berbagai perilaku seksual menyimpang dalam masyarakat, seperti:

a. Hubungan seks antara orang dewasa dan anak-anak/remaja; b. Hubungan seks sesama anak-anak atau remaja di bawah umur; c. Hubungan seks sedarah;

d. Hubungan manusia dengan hewan;

e. Hubungan seks yang menggunakan kekerasan; f. Hubungan seks berkelompok;


(41)

27

g. Hubungan seks dengan alat-alat.

2. Dalam menyajikan program berisikan materi tentang perilaku seks menyimpang tersebut, lembaga penyiaran harus memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

a. Lembaga penyiaran tidak boleh menyajikan program yang mengandung pembenaran terhadap perilaku seksual menyimpang tersebut.

b. Kecuali program berita, program yang mengandung muatan cerita atau pembahasan tentang perilaku seksual menyimpang hanya dapat ditayangkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.

- Pasal 48 (Pekerja Seks Komersial)

Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang memberitakan, membahas, atau mengandung muatan cerita tentang pekerja seks komersial dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Program tersebut tidak boleh mempromosikan dan mendorong agar pelacuran dapat diterima secara luas oleh masyarakat;

b. Dalam program faktual, wajah, dan identitas pekerja seks komersial harus disamarkan;

c. Kecuali program berita, program yang membahas atau mengandung muatan cerita tentang pekerja seks komersial hanya boleh ditayangkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengaan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.


(42)

- Pasal 49 (Homoseksual/Lesbian)

Lembaga penyiaran dapat menyiarkan program yang menceritakan, membahas, atau mengandung muatan cerita tentang homoseksualitas dan lesbian, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Program tersebut tidak boleh mempromosikan dan menggambarkan muatan cerita tentang homoseksualitas dan lesbian adalah suatu kelaziman yang dapat diterima oleh masyarakat;

b. Kecuali program berita, program yang membahas atau mengandung muatan cerita tentang pekerja homoseksualitas dan lesbian hanya boleh ditayangkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengaan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.

- Pasal 50 (Adegan Telanjang)

1. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyiarkan gambar manusia telanjang atau mengesankan telanjang, baik bergerak atau diam.

2. Tampilan/gambar manusia telanjang atau berkesan telanjang yang hadir dalam konteks budaya tertentu atau dibutuhkan dalam konteks budaya tertentu atau dibutuhkan dalam konteks berita tertentu, harus disamarkan.

3. Lembaga penyiaran televisi dilarang menyajikan tayangan yang mengeksploitasi (misalnya dengan pengambilan gambar close up) bagian-bagian tubuh yang lazim dianggap membangkitkan birahi, seperti paha, pantat, payudara, dan alat kelamin.


(43)

29

4. Penayangan benda seni misalnya patung, pahatan, atau lukisan yang menampilkan gambar telanjang dapat diizinkan selama itu ditampilkan tidak untuk mengeksploitasi daya tarik seksual ketelajangan itu sendiri.

2. Pengertian Kekerasan/ Sadisme

Kekerasan merupakan tindakan agresi dan pelanggaran (penyiksaan, pemukulan, pemerkosaan, dan lain-lain) yang menyebabkan penderitaan atau menyakiti orang lain, dan hingga batas tertentu tindakan menyakiti binatang dapat dianggap sebagai kekerasan, tergantung pada situasi dan nilai-nilai sosial yang terkait dengan kekejaman terhadap binatang.19

Kekerasan diartikan dengan perihal yang bersifat, berciri keras, perbuatan seseorang yang menyebabkan cedera atau matinya orang lain atau menyebabkan kerusakan fisik atau barang orang lain, atau ada paksaan.20 Dari penjelasan dapat diambil kesimpulan, kekerasan itu merupakan wujud perbuatan yang lebih bersifat fisik yang mengakibatkan luka, cacat, sakit, atau penderitaan pada orang lain. Salah satu unsur yang perlu diperhatikan adalah berupa paksaan atau ketidakrelaan atau tidak adanya persetujuan pihak lain yang dilukai.

Pembatasan umum kekerasan dan sadisme menurut Keputusan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Nomor 009/SK/KPI/8/2004 tentang Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran Komisi Penyiaran Indonesia yaitu:

19

http://republikdamai.blogspot.com/2007/06/kekerasan.html diakses pada tanggal 15 April 2010.

20

Abdul Wahid dan Muhamad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual, h. 24.


(44)

- Pasal 32 (Kekerasan)

1. Program atau promo program yang mengandung muatan kekerasan secara dominan, atau mengandung adegan kekerasan eksplisit dan vulgar, hanya dapat disiarkan pada jam tayang di mana anak-anak umumnya diperkirakan sudah tidak menonton televisi, yakni pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.

2. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program dan promo program yang mengandung adegan yang dianggap di luar perikemanusiaan atau sadistis.

3. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan program yang dapat dipersepsikan sebagai mengagung-agungkan kekerasan atau menjustifikasi kekerasan sebagai hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari.

4. Lembaga penyiaran dilarang menyajikan lagu-lagu atau klip video musik yang mengandung muatan pesan menggelorakan atau mendorong kekerasan.

- Pasal 33 (Kekerasan, kecelakaan, dan bencana dalam program faktual) Lembaga penyiaran harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan tentang efek negatif yang dapat ditimbulkan. Karena itu, penyiaran adegan kekerasan, kecelakaan, dan bencana dalam program faktual harus mengikuti ketentuan sebagai berikut:


(45)

31

a. Adegan kekerasan tidak boleh disajikan secara eksplisit

b. Gambar luka-luka yang diderita korban kekerasan, kecelakaan, dan bencana tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium close up, extreme close up);

c. Gambar penggunaan senjata tajam dan senjata api tidak boleh disorot secara close up (big close up, medium close up, extreme close up); d. Gambar korban kekerasan tingkat berat, serta potongan organ tubuh

korban dan genangan darah yang diakibatkan tindak kekerasan, kecelakaan atau bencana, harus disamarkan;

e. Durasi dan frekuensi penyorotan korban yang eksplisit harus dibatasi; f. Dalam siaran radio, penggambaran kondisi korban kekerasan,

kecelakaan, dan bencana tidak boleh disiarkan secara terperinci; g. Saat-saat kematian tidak boleh disiarkan;

h. Adegan eksekusi hukuman mati tidak boleh disiarkan. - Pasal 34 (Rekonstruksi Kejahatan)

1. Adegan rekonstruksi kejahatan tidak boleh disiarkan secara teperinci. 2. Adegan rekonstruksi kejahatan seksual dan pemerkosaan tidak boleh

disiarkan.

3. Siaran rekonstruksi kejahatan harus memperoleh izin dari korban kejahatan atau pihak-pihak yang dapat dipandang sebagai wakil korban.

4. Siaran rekonstruksi yang memperlihatkan modus kejahatan secara teperinci dilarang.


(46)

5. Adegan rekonstruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.

6. Adegan rekonstruksi yang memperlihatkan cara pembuatan alat-alat kejahatan tidak boleh disiarkan.

- Pasal 35 (Kekerasan dalam program anak-anak)

Dalam program anak-anak, kekerasan tidak boleh tampil secara berlebihan dan tidak boleh tercipta kesan bahwa kekerasan adalah hal lazim dilakukan dan tidak memiliki akibat serius bagi pelaku dan korbannya.

- Pasal 36 (Bahan peledak)

Lembaga penyiaran dilarang menyajikan isi siaran yang memberikan gambaran eksplisit dan teperinci tentang cara membuat bahyan peledak.

- Pasal 37 (Kekerasan Terhadap Binatang)

Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan program yang mendorong atau mengajarkan tindakan kekerasan atau penyiksaan terhadap binatang.

- Pasal 38 (Bunuh diri)

1.Penggambaran secara eksplisit dan teperinci adegan bunuh diri dilarang. 2.Lembaga penyiaran harus menghindari tayangan program yang

didalamnya terkandung pesan bahwa bunuh diri adalah sebuah jalan keluar yang dibenarkan untuk mengakhiri hidup.

- Pasal 39 (Kekerasan dalam olah raga)

1.Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan secara langsung pertandingan tinju dalam negeri yang dilangsungkan di malam hari.


(47)

33

2.Program siaran yang berisikan tayangan permainan atau pertandingan yang didominasi kekerasan (misalnya gulat profesional) hanya dapat disiarkan pukul 22.00-03.00 sesuai dengan waktu stasiun penyiaran yang menayangkan.

E. Berita Kriminal

1. Pengertian Berita

Charnley dan James M. Neal seperti dikutip AS Haris Sumadiria mendefinisikan berita adalah laporan tentang suatu peristiwa, opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak21 Berita adalah laporan tercepat mengenai fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media on line internet. Sedangkan menurut

Concise Oxford English Dictionary seperti dikutip Taif Subanto mendefinisikan berita sebagai bentuk perbandingan informasi, pelukisan atau ikhtiar ataupun reproduksi suatu tempat kejadian atau pidato atau kasus hukum yang khusus diperuntukan publikasi dalam surat kabar22.

Berdasarkan pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian berita adalah suatu peristiwa yang baru, hangat, memiliki nilai penting, menarik bagi khalayak dan dipublikasikan melalui media, baik cetak maupun elektronik.

21

AS Haris Sumadiria M.Si, Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2008) cet ke-3, h.64.

22

Taif, Subanto, Sebuah Pedoman Untuk Pewarta Kantor Berita (Jakarta: Kantor Berita Antara, 1985), h.42.


(48)

2. Berita Kriminal

Menurut Totok Djuroto berita kriminal adalah berita atau laporan yang diperoleh dari pihak kepolisian.23 Sedangkan menurut W.A. Bonger mengenai kejahatan maka yang disebut berita kejahatan ialah berita yang menyangkut masalah pelanggaran hukum dan penerapan hukum yang bersangkutan. Dalam hal ini yang termasuk berita kejahatan ialah hal yang aktual dan menarik perhatian khalayak tentang perbuatan dan tingkah laku anti sosial yang memiliki kelemahan organik dan sentimen-sentimen moral dasar.24

Dari kejahatan berupa ketidakjujuran dan kepatuhan dan sangat merugikan, baik bagi si penderita maupun masyarakat. Hilangnya keseimbangan, ketentraman, dan ketertiban. Perbuatan ini secara sadar akan mendapat reaksi dari negara berupa pemberian hukuman, seperti: pembunuhan, penodongan, perampokan, pencurian, perkosaan, dan sebagainya yang melanggar undang-undang negara.

Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa berita kriminal adalah laporan berupa fakta terkini mengenai tindak maupun perbuatan kriminal atau yang melanggar hukum, baik dalam bentuk ucapan, perbuatan, tingkah laku yang merugikan masyarakat dan dapat menarik perhatian umum.

Dari sisi bentuknya, berita kejahatan itu ada yang merupakan berita pemerkosaan, berita perampokan, berita pembunuhan dan lain sebagainya.

23

Totok Djuroto, Teknik Mencari dan Meliput Berita (Semarang: Dahara Prize, 2003), h.6.

24

W.A Bonger diterjemahan oleh RA Koesnoen, Pengetahuan Tentang Kriminologi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977)


(49)

35

Termasuk segala bentuk pelanggaran peraturan dan perundang-undangan negara. Karena itu sumber beritanya pun akan terpusat pada lembaga-lembaga hukum yang fungsinya menyelesaikan setiap bentuk kejahatan.25

Ada beberapa penggolongan terhadap tindakan kriminal antara lain :

1. Tindak kriminal terhadap ketertiban umum diantaranya: pemerasan, pencurian, tawuran/perkelahian dan merusak barang orang.

2. Tindak kriminal terhadap nyawa orang atau badan orang. Yang termasuk kategori ini adalah pembunuhan dan penganiayaan.

3. Tindak kriminal atau kejahatan susila yakni mengenai hal-hal yang menyangkut exses sexual seperti perzinahan, pelacuran, pemerkosaan dan sebagainya termasuk adalah kesopanan, dan pornografi.26

25

Partowisastro, Dinamika Psikologi , h. 139.

26

Gerson WB, Hukum Pidana dalam Teori dan Praktek (Jakarta: Pradya Paramitha, 1983), h. 138-160.


(50)

A. Sejarah Perkembangan RCTI

Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) sebagai stasiun televisi swasta pertama di Indonesia mulai mengudara secara terrestrial di Jakarta pada tanggal 24 Agustus 1989.1 RCTI Menayangkan berbagai macam program acara hiburan, informasi dan berita yang dikemas secara menarik. RCTI tumbuh dan berkembang dengan cepat menjadi agen perubahan dan pembaharu dalam dinamika sosial masyarakat di Indonesia.

Pada awal berdirinya, RCTI merupakan sebuah stasiun televisi alternatif bagi masyarakat Indonesia. Karena sampai tahun 1989, masyarakat Indonesia hanya bisa menikmati siaran televisi dari satu saluran: Televisi Republik Indonesia (TVRI). Munculnya RCTI tidak lepas dari desakan masyarakat kepada pemerintah untuk membuka kesempatan bagi dunia hiburan. Hal tersebut terkait dengan kebijakan pemerintah mengizinkan pemakaian antena parabola untuk perorangan pada tahun 1986.

Penunjukan terhadap RCTI tentunya tidak lepas dari kepentingan penguasa. Pada awal berdirinya, kepemilikan RCTI dikuasai oleh Bambang Trihatmodjo, Putra Presiden Soeharto. Pada saat kebijakan tersebut diberlakukan, ia menjabat sebagai Direktur utama. Setelah penandatanganan perjanjian penunjukkan Siaran Saluran Terbatas-TVRI

1

Profil RCTI. Artikel diakses pada 23 Mei 2010 dari http://www.rcti.tv/page/profil-perusahaan.


(51)

37

(SST-TVRI) bersama Dirjen RTV, Ishadi pada tanggal 22 Februari 1988, memulai siaran percobaan di Jakarta. Dan resmilah RCTI mengudara pada tanggal 24 Agustus 1989.

Saat ini RCTI merupakan stasiun televisi yang memiliki jaringan terluas di Indonesia. Melalui 48 stasiun relay-nya program-program RCTI disaksikan oleh sekitar 180 juta pemirsa yang tersebar di 302 kota di seluruh Nusantara, atau kira-kira 80 % dari jumlah penduduk Indonesia. Kondisi demografi ini disertai rancangan program-program menarik diikuti rating yang bagus, menarik minat pengiklan untuk menayangkan promo mereka di RCTI.

Secara teknis RCTI dimiliki sepenuhnya oleh PT. Bimantara Citra Tbk. Kepemilikan saham RCTI sejak 16 Februari 2004 dikuasai oleh PT. Media Nusantara Citra (MNC) secara penuh. Saham PT. MNC sendiri dikuasai oleh Bimantara yang merupakan induk perusahaan sebesar 99.99 persen. Perusahaan tersebut merupakan anak perusahaan Bimantara yang merupakan induk usaha divisi media dan penyiaran. Salah satu peran penting yang dimainkan MNC adalah memasok acara-acara yang ditayangkan RCTI, Televisi Pendidikan Indonesia (TPI), dan Global TV. Saat ini Bimantara menguasai tiga stasiun televisi nasional melalui MNC, disamping 99,99 persen saham RCTI, MNC juga menguasai 70 persen saham Global TV, dan 75 persen saham PT. Cipta Televisi Pendidikan Indonesia.

Sejak awal, cita-cita RCTI adalah menciptakan serangkaian acara unggulan dalam satu saluran, yang memungkinkan para pengiklan


(52)

memilih RCTI sebagai media iklan-iklan mereka. Cita-cita itu menjadi nyata karena sejak berdiri hingga saat ini RCTI senantiasa menjadi market leader. Hingga tahun 2007, RCTI tetap mempertahankan posisi market leader deangan pangsa pemirsa mencapai 17,9 % (ABC 5+) dan 17,5% (all demo). RCTI juga berhasil mempertahankan pangsa periklanan televisi tertinggi sebesar 15,2 % seperti dilaporkan oleh AGB Nielsen Media Research.

RCTI didedikasikan sebagai televisi yang menyediakan berbagai informasi dan hiburan yang berkualitas tinggi serta menarik. Dengan mengusung motto” Kebanggaan Bersama Milik Bangsa” dan slogannnya ”RCTI OKE”, RCTI semakin dikenal yang hingga saat ini slogan tersebut masih membekas dihati penonton setianya dan masyarakat luas. Kini RCTI selalu menjadi yang terdepan dalam industri penyiaran TV di Indonesia karena kualitas program-programnya.

Di RCTI, kualitas bukanlah kata tanpa makna, melainkan harmonisasi dari kreatifitas, idealisme, kesungguhan, kerja keras, kebersamaan, dan do’a. Enam (6) aspek tersebut tercermin dan mewarnai program-program RCTI yang mengusung motto “Kebanggaan Bersama Milik Bangsa” namun tampil dalam kemasan yang “oke”. Kualitas Program-program RCTI pada akhirnya mengantarkan RCTI untuk selalu menjadi yang terdepan dalam industri penyiaran TV di Indonesia.

B. Visi dan Misi RCTI


(53)

39

Perkataan “utama” mengandung makna lebih dari yang “pertama” karena kata “pertama” hanya mencerminkan hierarki pada dimensi tertentu. Sedangkan kata “utama” mengandung unsur kemuliaan karena melibatkan aspek kualitas, integritas dan dedikasi.

Media utama hiburan dan informasi memiliki makna:

1. RCTI unggul dalam hal kualitas materi dan penyajian program hiburan dan informasi.

2. RCTI memperhatikan keseimbangan faktor bisnis dan tanggung jawab sosial atas sajian program-programnya.

3. RCTI menjadi pilihan yang utama dari para “stakeholder”

(karyawan, pemirsa, pengiklan, pemegang saham, pemasok, pesaing, perusahaan afiliasi, mitra strategis, masyarakat, dan penyelenggara Negara).

Misi : Bersama Menyediakan Layanan Prima

Rajawali Citra Televisi Indonesia melalui pelayanan prima bertujuan untuk:

a. Selalu menjadi yang pertama dalam pemanfaatan teknologi tinggi b. Terbaik dalam penyajian program-program hiburan dan informasi c. Selalu menjadi pilihan pertama pemirsa dan pemasang iklan

Interaksi kerja di perusahaan lebih mengutamakan semangat kebersamaan sebagai sebuah tim kerja yang kuat. Hal ini memungkinkan seluruh komponen perusahaan mulai dari level teratas sampai dengan level terbawah mampu bersama-sama terstimulasi, terkoordinasi dan


(54)

tersistemasi memberikan karya terbaiknya demi mewujudkan pelayanan terbaik dan utama kepada “stakeholder”.

Untuk mewujudkan visi dan misi perusahaan, ada 3 (tiga) nilai sebagai pilar utama yaitu Keutamaan dalam kebersamaan, bersatu padu, dan oke. Ketiga pilar tersebut yang menjadi motivasi, inspirasi dan semangat juang insan RCTI. Proses kerja dilakukan dengan semangat kebersamaan untuk sampai pada hasil yang mendapat pengakuan dari para “stake holder” atas kualitas, integritas dan dedikasi yang ditampilkan.2

Komitmen atas tanggung jawab sosial dan peran serta dalam pembangunan nasional merupakan tanggung jawab RCTI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

RCTI dikenal oleh para pemegang iklan sebagai media komunikasi yang sangat efisien dan efektif. Sekarang ini, RCTI tetap menjadi No.1 baik dari kalangan pemirsa maupun kasar saham; RCTI sebagai trend center di pertelevisian Indonesia, memenangkan penghargaan sebagai stasiun televisi ”the top of mind” atau ditengah-tengah persaingan yang tinggi.

C. PROFIL PROGRAM SERGAP

SERGAP adalah sebuah program berita yang ditayangkan di stasiun televisi RCTI di Indonesia. Program berita ini mulai tayang yaitu pada tanggal 11 November 2001. Program berita SERGAP menyiarkan berita-berita kriminal. Tayangan berita-berita SERGAP berdurasi 30 menit dan disiarkan pada hari Senin - Sabtu pada pukul 12.30-13.00 WIB.

2

Profil RCTI dalam Tiga Pilar Utama. Artikel diakses pada 23 Mei 2010 dari http://www.rcti.tv/page/visi-misi-dan-tiga-pilar-utama.


(55)

41

Latarbelakang munculnya program berita kriminal SERGAP yaitu untuk meningkatkan kewaspadaan pada masyarakat terhadap tindak kriminal di lingkungan sekitar. Program SERGAP hadir karena banyaknya kasus kriminal yang terjadi di Indonesia.

Berita kriminal berbeda dengan hukum. Berita yang menyangkut kriminal itu seperti pembunuhan, pemerkosaan, perampokan, penipuan, pencurian, dan sebagainya. Tetapi jika sudah masuk proses yudisia atau hukum, maka hal itu tidak masuk lagi berita kriminal.

Visi dan Misi SERGAP yaitu memberikan aware dengan pemberitaan

SERGAP. Dengan pemberitaan SERGAP diharapkan membuat masyarakat menjadi waspada. Baik terhadap diri sendiri, keluarga, maupun lingkungannya. Misalnya dengan melihat berita pencurian di terminal, masyarakat diharapkan menjadi lebih waspada karena tindak kriminal bukan hanya kesalahan pelaku namun karena adanya kesempatan.

Pada awalnya, SERGAP bergabung bersama SEPUTAR INDONESIA

yang dominasi penayangannnya tentang berita politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Namun seiring dengan perkembangan program berita, akhirnya SERGAP melepaskan diri dan berdiri sendiri. Sebelumnya,

SERGAP tayang dua kali yaitu pagi dan siang hari secara bergantian.

SERGAP siang tayang hanya dua kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa dan Kamis pada pukul 11.00- 11.30 WIB. Kemudian pindah tayang hingga sekarang, yaitu setiap hari Senin-Sabtu pada pukul 12.30-13.00 WIB. Sedangkan SERGAP pagi mulai tayang 2005 setiap hari Senin- Minggu


(56)

pada pukul 06.30-07.00 WIB. Namun pada saat ini SERGAP pagi tidak tayang lagi dan digantikan program infotainment.

Ciri khas dari tayangan SERGAP siang yaitu adanya bang Napi yang selalu membawa pesan kewaspadaan terhadap masyarakat. Bang Napi adalah icon dari SERGAP. Adapun isi pesan kewaspadaan yang selalu diucapkan bang Napi adalah: ” Ingat, kejahatan terjadi bukan hanya karena ada niat pelakunya, tapi juga karena ada kesempatan, Waspadalah!!!...Waspadalah...!!!..”. Dari kata-kata tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bang Napi selalu mengingatkan masyarakat untuk berhati-hati dan selalu waspada.

Sedangkan ciri khas dari SERGAP pagi yaitu penyiarnya yang membawakan berita dengan humor namun tidak humoris. Dalam setiap item berita SERGAP, selalu ada konteks kewaspadaan Berita SERGAP

dikemas sedemikian rupa agar berbeda dengan pemberitaan lainnya karena masyarakat melihat tayangan berita dari jam 5 pagi dengan bahasa yang formal. Pada pagi hari, masyarakat banyak yang melakukan aktivitas kerja. Jadi, melihat atau mendengar berita kriminal di pagi hari, pasti merasa kurang tepat dan terlihat kurang enak. Maka dari itu, konsep ini dicetuskan oleh Deden Kuswondo yang saat itu menjabat sebagai Produser Eksekutif untuk menayangkan SERGAP pagi dengan humor, namun bukan humoris. Program SERGAP pagi saat ini diganti dengan program Infotainment. Perbedaan SERGAP dengan program berita kriminal lainnya adalah: a. Setiap item berita selalu diberi konteks kewaspadaan agar masyarakat


(57)

43

b. SERGAP menonjolkan peristiwa unsaid. Maksud dari peristiwa unsaid

yaitu pesan yang tidak terkatakan namun pesan yang ingin disampaikan tersirat kepada khalayak dan masyarakat bisa mengerti pesan tersebut.

c. Berita SERGAP memberikan unsur pendidikan.

d. SERGAP memberi pesan kewaspadaan melalui bang Napi yang selalu hadir dengan nuansa yang berbeda-beda, bisa bersama artis, kiyai atau pun masyarakat. Ia merupakan icon SERGAP.

e. SERGAP tidak hanya memberitakan berita kriminal namun juga memberitakan peristiwa kriminal yang berbau infotainment. Ada sergaptainment yang berisi seputar orang-orang ternama, misalnya artis.

f. SERGAP menayangkan gambar terpilih SERGAP yang beritanya hanya menampilkan emosi dari gambar tersebut. Gambar terpilih dihadirkan tanpa narasi namun pesannya tetap sama dengan berita kriminal yang lainnya dan pesannya sampai kepada masyarakat, setelah gambar terpilih, ada sms dari pemirsa untuk mengomentari gambar terpilih tersebut dan ditayangkan pada esok harinya..

g. SERGAP setiap hari Sabtu menayangkan tips aman artis yang isinya tentang pengalaman selebriti yang pernah terkena tindak kriminal.3

3

Hasil wawancara dengan Khoiri Akhmadi, Produser Eksekutif Sergap. Jakarta, 09 April 2010.


(58)

Orang-Orang yang Terlibat Dalam Program Berita Kriminal SERGAP

1. Pemimpin Redaksi: Dia harus bekerja sama secara produktif dengan

pemimpin perusahaan. Setiap hari pemred harus mengadakan rapat dengan setidaknya seluruh redaktur. Pemimpin redaksi juga harus berperan aktif mengembangkan sektor manajemen medianya.

2. Wakil Pemimpin Redaksi: Membantu serta menggantikan tugas Pemred

ketika Pemred berhalangan melaksanakan tugasnya.

3. Produser Eksekutif: Bertanggung jawab terhadap penyusunan,

pengembangan ide untuk program acara siaran, dan bertanggung jawab terhadap penampilan jangka panjang program berita secara keseluruhan. Produser eksekutif juga melakukan pengawasan terhadap kerja reporter. Ia juga memegang keputusan akhir mengenai berita apa yang harus turun atau yang tidak perlu disiarkan. Ia harus memikirkan cara untuk memperbaiki mutu program dan menjaga peringkat acara (rating) agar tetap baik, jika peringkat acara suatu program berita turun ia harus dapat memberikan penjelasan mengapa peringkatnya turun dan ia harus dapat memberikan argumentasi bagaimana cara memperbaiki hal itu.

4. Produser: Orang yag ditunjuk mewakili Produser Pelaksana (Executive Producer) untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh Produser Pelaksana. Produser bertanggung jawab produser terhadap suatu program berita. Produser akan memutuskan berita-berita apa saja yang akan disiarkan dalam program beritanya, berapa lama durasi suatu berita dapat disiarkan format berita apa yang akan digunakan seperti Voice Over (VO), paket, reader, dan lain-lain. Berapa VO dan paket yang harus dibuat. Produser juga harus menyusun bagaimana urutan beritanya, apa yang akan ditampilkan pertama dan apa yang akan dikeluarkan terakhir.

5. Reporter: Orang yang bertugas melakukan liputan di lapangan, kemudian

melaporkan berita. Bertugas mencari fakta/data dan menyusunnya dalam format tulisan berita untuk media di mana ia bekerja.

6. Anchor: Istilah lain bagi seorang Presenter. Disebut juga jangkar berita,


(59)

45

dengan laporan yang disampaikan oleh Reporter dari tempat kejadian.

7. Presenter: Sebutan bagi seorang penyaji berita, pembaca berita atau penyiar

telangkai untuk siaran berita.

8. Kameraman: Bertanggung jawab untuk pengoperasian kamera televisi

dengan menggunakan tripod dan atau dolly baik dengan menggunakan kamera mini atau Electronic News Gathering (ENG) yang digunakan di luar studio atau di lokasi shooting selama rehearsals dan produksi program televisi.

9. Audiomen: Orang yang mengoperasikan peralatan audio/suara di stasiun

televisi. Bertanggung jawab terhadap pengoperasian semua peralatan kontrol elektronik audio/suara.

10. Lightingmen: Bertugas mendesain dan menentukan pencahayaan untuk

produksi televisi, baik produksi di dalam studio maupun di luar studio. Harus dapat menyeimbangkan keterbatasan secara teknis dengan cara melakukan kreasi untuk memperoleh efek pencahayaan yang bisa menghasilkan gambar yang terang dan jernih dengan menggunakan teknik-teknik penggunaan tata cahaya.

11. Editor: orang yang memotong (mengedit) gambar dan suara. Bertanggung

jawab pada bagian semua pemberitaan, tampilan acara berita seperti penampilan background penyiar berita.

12. Scriptwriter: Orang yang pekerjaannya membuat naskah (teks) untuk mata

cara siaran. Yang dibutuhkan adalah kemampuan dalam menulis naskah drama dan non drama. Di dalam pemberitaan, maka ia harus mampu membuat naskah berita.

13. Tata Rias: Orang yang bertugas merias rambut, wajah presenter sebelum

tampil membawakan berita.

14. Wardrobe: Orang yang pekerjaannya menyiapkan kelengkapan siaran,

meliputi dekorasi ruangan serta pakaian presenter.

15. Programme Director, PD (pengarah acara, Sutradara): pimpinan tertinggi

dalam program. Dialah “otak” yang menterjemahkan apa yang dikehendaki oleh scenario/script/storyboard. Dengan demikian, seorang PD harus menguasai sudut pengambilan (screen direction) yang mampu menghasilkan


(60)

gambar-gambar hasil pengambilan yang memiliki nilai artistik. Dialah yang bertugas mengendalikan secara teknis pelaksanaan produksi yang sedang ditanganinya.

16. Floor Director: Memberikan aba-aba atas petunjuk PD. Aba-aba ini

dilakukan melalui isyarat/kode khusus. Kode/isyarat digunakan karena saat itu semua sistem sedang berjalan (running), jadi tidak boleh ada suara.

17. Field Producer: bertugas melakukan koordinasi pada saat peliputan dan

lebih sering berada di lokasi. Fungsinya menjadi penting ketika stasiun tv melakukan liputan langsung.

18. Korlip (Koordinator Liputan): Mengembangkan berita-berita yang perlu

bagi citra koran tempat ia bekerja. Tujuannya agar berita tersebut menjadi bagus dan menarik. Sebaliknya, berita yang tidak mendukung image koran supaya tidak dimuat.

19. Grafis: Orang yang menciptakan, mendesain dan menentukan variasi

bentuk-bentuk visual untuk meningkatkan dan melayani keperluan grafis untuk kebutuhan program televisi. Bertanggung jawab terhadap desain, tata letak dan menentukan tata artistik. Ilustrator utama dari ide dan konsep. Yang menerjemahkan pikiran dasar dan persepsi publik tentang seni, dalam hal ini guna memperbaiki citra visual/gambar terhadap program televisi.

20. Unit Manager: seseorang yang bertugas menyediakan kebutuhan utama

logistik yang diperlukan untuk setiap elemen-elemen produksi dan mengawasi setiap penggunaan dana produksi, baik pra produksi, pemeliharaan, serta pengoperasian terhadap semua fasilitas dan peralatan produksi.

21. Programmer: Orang yang bertugas membuat suatu program, dengan

membuat perintah-perintah yang dimengerti oleh mesin. Untuk menjadi seorang programmer ini, orang tersebut harus mengerti bahasa program yang digunakannya.

22. Dubber: Orang membaca naskah yang telah diketik untuk komentar atau

narasi suatu rangkaian gambar yang biasanya yang dikhususkan pada berita televisi.


(61)

SKEMA NEWS RCTI

PIMPINAN

 

REDAKSI

 

Arif Suditomo

WAKIL

 

PIMPINAN

 

REDAKSI

MANAGER NEWS PRODUKSI

Yulia Supadro

MANAGER NEWS 

GATHERING 

GOSPO

Vitri. K

SINDO 

MALAM 

Deden. K

SINDO

Avida

Virya

SERGAP

Khoiri Ahmadi

SINDO 

SIANG 

Ahmad. S

SINDO 

PAGI 

Atika Suri

Y

i

KOOR. 

KORLIP 

Riyanto

KOOR. 

KORDA 

A.Jamaluddin

EXCEKUTIVE

 

PROD

 

Deny

Evi Elvrida


(62)

TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA

Regulasi penyiaran mencakup tiga hal, yakni struktur, tingkah laku, dan isi. Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan dipaparkan implementasi tiga regulasi tersebut pada program berita kriminal SERGAP.

1. Regulasi Struktur (structrural regulation)

Regulasi struktur berisi kepemilikan media oleh pasar. Maksudnya adalah bahwa frekuensi radio atau televisi yang diberikan pemerintah kepada penyelengaraan media, ada hak kepemilikan masyarakat. Jadi, pasar disini maksudnya adalah masyarakat. Kepemilikan masyarakat itu adalah hak masyarakat untuk mengetahui informasi dan merupakan kewajiban media untuk memberikan informasi kepada masyarakat.1 Informasi itu bisa berupa pendidikan, ekonomi, sosial, politik, kriminal, dan lain-lain. Pemerintah dalam hal ini tidak memberikan frekuensi secara gratis kepada media, justru media mempunyai kewajiban untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat.

Dalam pasal 4 UU No.32 Tahun 2002 disebutkan penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi dan kebudayaan.

SERGAP merupakan bagian dari media massa yang berpartisipasi menyampaikan informasi, pesan, kewaspadaan, kehati-hatian, serta warning

1

Wawancara dengan Khoiri Akhmadi, Eksekutif Produser SERGAP. Jakarta, 25 Mei 2010.


(63)

49

mengenai berita-berita kriminal. Dalam hal ini, SERGAP mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi dengan fakta yang sebenarnya kepada masyarakat dan dalam tayangannya harus berpedoman pada perilaku penyiaran dan standar program siaran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Contohnya ketika masyarakat menerima informasi dari tayangan SERGAP

tentang perkosaan berantai di Bali, kemudian ada perkembangan mengenai kasus tersebut, SERGAP kembali menyampaikan informasi bahwa ternyata kasus perkosaan berantai tidak hanya terjadi di Bali, namun pelaku juga beraksi di Batam. Tanpa informasi dari media, masyarakat tidak akan tahu perkembangan kasus tersebut. Dan oleh sebab itu, SERGAP terus mengikuti perkembangan kasus tersebut agar masyarakat tahu akan informasi dan terus waspada. Setelah SERGAP melaksanakan kewajibannya untuk menyampaikan informasi kepada masyarakat, selanjutnya hak kontrol ada di tangan masyarakat. Misalnya ketika SERGAP salah menginformasikan kasus perkosaan tersebut, masyarakat bisa mengontrol kesalahan dengan cara menelpon atau mendatangi kantor SERGAP untuk mengkonfirmasi kebenaran tersebut.

Mengenai spektrum yang diberikan pemerintah kepada media penyiaran di atur dalam pasal 6 UU No.32 Tahun 2002 tentang penyelenggaraan penyiaran yang menyatakan bahwa penyiaran diselenggarakan dalam satu sistem penyiaran nasional, dalam sistem penyiaran nasional negara menguasai spektrum frekuensi radio yang digunakan untuk penyelengaraan penyiaran guna sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.


(1)

B. Saran- saran

1. SERGAP hendaknya konsisten dengan hari penayangan. Terkadang

Senin-Sabtu namun terkadang berita hari Senin-Sabtu tidak ada. Apabila program berita kriminal SERGAP tidak ditayangkan , seharusnya ada pemberitahuan dan alasan yang jelas agar masyarakat mengetahui dengan jadwal penayangan SERGAP.

2. Dalam menyajikan berita kecelakaan pada saat supir truk terjepit dalam mobil, hendaknya visual disamarkan karena masyarakat akan takut melihat tragedi tersebut. SERGAP juga harus memperhatikan keseimbangan antara kebutuhan untuk memperlihatkan realitas dan pertimbangan efek negatif yang dapat ditimbulkan dari penayangan berita tersebut.

3. Khusus untuk aksi Bang Napi, seharusnya terjun ke lapangan setiap hari agar lebih bervariatif dan untuk memberi konteks kewaspadaan dan memberikan kritikan sosial pada sesuatu yang sedang hangat terjadi di Indonesia.

4. Penulis sangat menghargai kreatifitas tim SERGAP dalam pencarian dan penyajian berita. Meskipun ada beberapa pelanggaran namun SERGAP terus memperbaiki diri terutama saat mendapat teguran dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).


(2)

69

DAFTAR PUSTAKA

Arikuntoro, Suharismi. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1998.

Birowo, M. Antonius. Metode Penelitian Komunikasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali, 2004.

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Kualitatif: Aktualisasi Metodologis Ke arah Ragam Varian Kontemporer. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004.

Bulaeng, Andi, Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2004.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Djuroto, Totok, Teknik Mencari dan Meliput Berita. Semarang: Dahara Prize, 2003.

FOKUSMEDIA, Undang-undang Penyiaran dan Pers. Bandung: Fokusmedia, 2005.

Kartono, Kartini. Patologi Sosial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007. Kriyantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group, 2007.

Kusumaningrat, Hikmat. Jurnalistik Teori dan Praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005.

Masri, Singaribuan. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3S, 1989. Meda, Darma. Krimonologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada Perkas, 1995.

Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik Dan Implementasi. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2004.

Moleong, J Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1997.

Mondry. Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008.

Morisan. Media Penyiaran Strategi Mengelola Radio dan Televisi (Tangerang: Ramdina Prakarsa, 2005.


(3)

Mufid, Muhamad. Komunikasi dan Regulasi Penyiaran. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.

Muhtadi, Asep Saeful. Jurnalistik Pendekatan Teori dan Praktik, Tangerang: PT LOGOS Wacana Ilmu, 1999.

Santana. K, Septiawan. Jurnalisme Komtemporer. Jakarta: Yayasan Door Indonesia, 2005.

Subanto, Taif. Sebuah Pedoman Untuk Pewarta Kantor Berita. Jakarta: Kantor Berita Antara,1985.

Sumadiria, AS. Haris. Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008.

---. Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature Panduan Praktis Jurnalis Profesional, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008. Surahmad, Winarno. Menyusun Rencana Penelitian. Bandung: CV. Tarsita, 1989. Suprapto, Tommy. Berkarier Dibidang Broadcasting. Yogyakarta: Penerbit

Media Pressindo, 2006.

Tebba, Sudirman. Jurnalistik Baru. Tangerang: Penerbit Kalam Indonesia, 20005. ---. Hukum Media Massa Nasional. Tangerang: Penerbit Pustaka

irVan, 2007.

Undang – Undang Penyiaran 2002, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).

W.A Bonger diterjemahan oleh RA Koesnoen. Pengetahuan Tentang Kriminologi. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1977.

Wahid, Abdul, Muhamad Irfan. Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual. Bandung: PT Refika Aditama, 2001.

Website:

http://cintalestari.wordpress.com/2008/11/26/faktor-kriminalitas-meningkatkan-angka-kematian-di-indonesia/diakses10 Maret 2010.

http://republikdamai.blogspot.com/2007/06/kekerasan.html diakses pada tanggal 15 April 2010.


(4)

71

http:www. rcti.tv/ sinopsis/ sergap di akses pada tanggal 10 Februari 2010. http://www.freelists.org/post/nasional_list/ppiindia-Regulasi-Penyiaran-untuk-Siapa, diakses pada tanggal 11 Mei 2010.

http:// www.seputar-penyiaran.blogspot.com.diakses pada tanggal 20 Maret 2010. http: seputar berita kriminal.blogspot.com di akses pada tanggal 5 Februari 2010. images.soemarno.multiply.com, diakses pada tanggal 15 Mei 2010.

Wawancara:


(5)

Jabatan : Eksekutif Produser SERGAP Tanggal wawancara : 25 April 2010

Tempat : Jalan Raya Perjuangan No.1, Kebon Jeruk Jakarta

1. Bagaimana implementasi regulasi struktur dalam program SERGAP? Regulasi struktur itu kan berisi pola-pola kepemilikan media oleh pasar. Maksud pasar di sini sepemahaman saya adalah masyarakat. Jadi, frekuensi radio atau televisi yang diberikan pemerintah kepada penyelengaraan media, ada hak kepemilikan masyarakat. Kepemilikan masyarakat disini maksudnya adalah hak masyarakat untuk mengetahui informasi dan kewajiban kita sebagai media untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi itu kan bisa berupa pendidikan, ekonomi, sosial, politik, kriminal, dan lain-lain. Media mempunyai kewajiban untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat karena pemerintah sudah memberikan frekuensi kepada media. SERGAP yang juga merupakan bagian dari media massa berpartisipasi dalam hal ini menyampaikan informasi, pesan, kewaspadaan, kehati-hatian, serta warning mengenai berita-berita kriminal. SERGAP mempunyai kewajiban untuk menyampaikan informasi dengan fakta yang sebenarnya kepada masyarakat.

Mengenai frekuensi yang telah diberikan pemerintah tidak boleh dipergunakan untuk kepentingan pribadi dan dimonopoli oleh pemilik media. Salah satu contoh ketika ada sebuah stasiun televisi digunakan oleh pemiliknya untuk kampanye dirinya dalam kancah politik dan menonjolkan diri sendiri.


(6)

2. Bagaimana regulasi tingkah laku yang diterapkan dalam program SERGAP?

Pada dasarnya properti yang digunakan dalam sebuah media penyiaran tergantung dari kebijakan media tersebut. Hal itu tergantung kepada kreatifitas dan ide-ide dari setiap media itu sendiri dan tidak ada hubungannya dengan media yang lain. Jadi, tidak ada keterkaitan penggunaan properti media A dengan media B.

Dalam penggunaan properti, SERGAP mempunyai ciri khas yaitu Bang Napi yang merupakan icon SERGAP menggunakan topeng separuh muka. Bang Napi merupakan perlambang kejahatan yang kerap berada di dalam penjara selalu memberikan konteks kewaspadaan kepada khalayak. Jika SIDIK kan memakai kopiah dan sarung untuk icon nya yaitu bang Miun. Apabila ada tayangan yang meniru properti tayangan lainnya, hal itu sah-sah saja dan hal ini hanya masalah kepatutan.