merata, kepastian hukum, keamanan, keberagaman, kemitraan, etika, kemandirian, kebebasan, dan tanggung jawab.
9
Mengenai tujuan penyiaran pasal 3 Undang-undang itu menyatakan bahwa penyiaran bertujuan untuk memperkukuh integrasi nasional,
terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertaqwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam
rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Dalam pasal 4 disebutkan penyiaran sebagai kegiatan komunikasi massa mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan yang
sehat, kontrol dan perekat sosial. Dalam menjalankan fungsi sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1, penyiaran juga mempunyai fungsi ekonomi
dan kebudayaan.
10
Dalam pasal 5, penyiaran diarahkan untuk: a. Menjunjung tinggi pelaksanaan Pancasila dan Undang- Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Menjaga dan meningkatkan moralitas dan nilai-nilai agama serta jati
diri bangsa; c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia;
d. Menjaga dan mempererat persatuan dan kesatuan bangsa; e. Meningkatkan kesadaran ketaatan hukum dan disiplin nasional;
9
Undang – Undang Penyiaran 2002, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 5.
10
Undang – Undang Penyiaran 2002, Jakarta: Sinar Grafika, 2006, h. 6.
f. Menyalurkan pendapat umum serta mendorong peran aktif masyarakat dalam pembangunan nasional dan daerah serta
melestarikan lingkungan hidup. g. Mencegah monopoli kepemilikan dan mendukung persaingan yang
sehat dibidang penyiaran; h. Mendorong peningkatan kemampuan perekonomian rakyat,
mewujudkan pemerataan, dan memperkuat daya saing bangsa dalam era globalisasi;
i. Memberikan informasi yang benar, seimbang, dan bertanggung jawab;
j. Memajukan kebudayaan nasional.
D. Regulasi Penyiaran
1. Pengertian Regulasi Penyiaran
Regulasi Penyiaran di Indonesia diatur dalam Undang – Undang Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002. Dengan adanya UU tersebut,
penyelengaraan penyiaran mendapat kepastian hukum dan menjadi lebih tertib.
Menurut Mike Feintuck 1998 seperti yang dikutip Muhamad Mufid, dewasa ini regulasi penyiaran mencakup tiga hal, yakni regulasi struktur,
tingkah laku, dan isi. Regulasi struktur structrural regulation berisi kepemilikan media oleh pasar, regulasi tingkah laku behavioral
regulation dimaksudkan untuk mengatur tata laksana penggunaan properti dalam kaitannya dengan kompetitor, dan regulasi isi content
regulation berisi batasan material siaran yang boleh dan tidak untuk disiarkan.
11
Ada tiga hal mengapa regulasi penyiaran dipandang urgent. Pertama, dalam iklim demokrasi kekinian, salah satu urgensi yang mendasari
penyusunan regulasi penyiaran adalah hak asasi manusia tentang kebebasan berbicara Freedom of speech, yang menjamin kebebasan
seseorang untuk memperoleh dan menyebarkan pendapatnya tanpa ada intervensi, bahkan dari pemerintah. Namun pada saat yang bersamaan,
juga berlaku regulasi pembatasan aktivitas media seperti regulasi UU Telekomunikasi yang membatasi spektrum gelombang radio. Keterbatasan
frekuensi merupakan salah satu hal yang mengindikasikan urgensi pengaturan penyiaran. Tanpa regulasi, maka interfensi signal niscaya
terjadi. Dan ketika itu aspek dasar komunikasi tidak tercapai.
12
Kedua, demokrasi menghendaki adanya ”sesuatu” yang menjamin keberagaman diversity politik dan kebudayaan, dengan menjamin
kebebasan aliran ide dan posisi dari kelompok minoritas. Hal lain adanya hak privasi right to privacy seseorang untuk tidak menerima informasi
tertentu. Dalam batas tertentu, kebebasan untuk menyampaikan informasi freedom of informationi memang dibatasi oleh hak privasi seseorang.
Dalam hal ini, sebagaimana diungkapkan Feintuck adalah limitasi keberagaman sendiri, seperti kekerasan dan pornografi merupakan hal
yang tetap tidak dapat dieksploitasi atas nama keberagaman.
11
Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran, h.73.