Gangguan Mental Emosional Pada Ibu dari Pasien Skizofrenik yang Berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara

(1)

GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA IBU DARI PASIEN

SKIZOFRENIK YANG BEROBAT KE POLIKLINIK PSIKIATRI

BLUD RSJ PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

RINI GUSYA LIZA 107106004

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(2)

GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA IBU DARI PASIEN

SKIZOFRENIK YANG BEROBAT KE POLIKLINIK PSIKIATRI

BLUD RSJ PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik di Bidang Ilmu Kedokteran Jiwa / M. Ked (KJ) pada Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

RINI GUSYA LIZA 107106004

PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK – SPESIALIS ILMU KEDOKTERAN JIWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : Gangguan Mental Emosional Pada Ibu dari Pasien Skizofrenik yang Berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Rini Gusya Liza Nomor Induk Mahasiswa : 107106004

Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Kedokteran Jiwa

Menyetujui :

Komisi Pembimbing :

Prof. dr.Bahagia Loebis, Sp.KJ (K)

Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS Magister Kedokteran Klinik

Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K) dr. Zainuddin Amir, Sp.P(K) NIP: 19540620198011001


(4)

Telah diuji pada

Tanggal : 21 Januari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ (K) ... .

Anggota : Prof. dr. M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K) ...

dr. Elmeida Effendy, Sp.KJ ...……….


(5)

PERNYATAAN

GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA IBU DARI PASIEN SKIZOFRENIK YANG BEROBAT KE POLIKLINIK PSIKIATRI

BLUD RSJ PROVINSI SUMATERA UTARA

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis mengacu dalam naskah ini dan disebutkan di dalam daftar rujukan.

Medan, Januari 2012


(6)

UCAPAN TERIMAKASIH

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas berkah limpahan rahmat dan kasih sayang-Nya maka penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama mengikuti Program Magister Klinik - Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara, Ketua TKP PPDS-I dan Ketua Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu kedokteran Jiwa di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. dr. Mustafa Mahmud Amin, Sp.KJ, selaku Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU, sebagai guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini yang telah membimbing, mengoreksi, dan memberi masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

3. dr. Hj. Elmeida Effendy, Sp.KJ, selaku Ketua Program Studi PPDS-I Ilmu Kedokteran Jiwa FK USU, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, dan memberi masukan-masukan yang berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.


(7)

4. Prof. dr. Bahagia Loebis, Sp.KJ (K), sebagai guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini yang penuh kesabaran dan perhatian telah membimbing, mengarahkan, memberikan dorongan dan masukan-masukan yang berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.

5. dr. H Harun Taher Parinduri, Sp.KJ (K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, dorongan serta pengarahan yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

6. Alm. Prof. dr. H. Syamsir BS, Sp.KJ (K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, dorongan serta pengarahan yang berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

7. Prof. dr. H. M. Joesoef Simbolon, Sp.KJ (K), selaku guru penulis, yang banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, dorongan serta pengarahan yang berharga kepada penulis selama penulis mengikuti Program magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

8. dr. Juskitar, Sp.KJ, sebagai guru dan pembimbing penulis yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan buku- buku bacaan yang berharga selama penulis mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

9. dr. Vita Camelia, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan, dukungan dan buku- buku bacaan yang berharga selama penulis mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

10. dr. Muhammad Surya Husada, Sp.KJ, sebagai guru dan senior yang telah banyak memberikan bimbingan, pengarahan, pengetahuan, dorongan,


(8)

dukungan dan buku-buku bacaan yang berharga selama saya mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

11. dr. Dapot Parulian Gultom, Sp.KJ, sebagai Direktur Badan Layanan Umum Daerah RSJ Propinsi Sumatera Utara dan guru penulis, yang telah memberikan izin, kesempatan, fasilitas, dan pengarahan kepada penulis selama mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

12. dr. Herlina Ginting, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan serta dorongan selama penulis mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

13. dr. Mawar Gloria Taringan, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengetahuan serta dorongan selama penulis mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

14. dr. Freddy S. Nainggolan, Sp.KJ, sebagai guru yang telah banyak memberikan bimbingan, pengetahuan, dorongan, serta literatur-literatur yang berharga selama penulis mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

15. dr. Arlinda Sari Wahyuni, M.Kes, selaku staf pengajar Ilmu Kesehatan Masyarakat / Ilmu Kedokteran Komunitas / Ilmu Kedokteran Pencegahan FK USU dan konsultan metodologi penelitian dan statistik penulis dalam penelitian ini, yang banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam penelitian ini.

16. dr. Donald F. Sitompul, Sp.KJ, dr. Hj. Sulastri Effendi, Sp.KJ, dr Rosminta Girsang, Sp.KJ, dr. Artina R. Ginting, Sp.KJ, dr. Mariati, Sp.KJ, dr. Evawati


(9)

Siahaan, Sp.KJ, dr. Paskawani siregar, Sp.KJ, dr. Citra J. Taringan, Sp.KJ, dan dr. Vera RB. Marpaung, Sp.KJ, sebagai senior yang telah memberikan semangat dan dorongan selama penulis mengikuti Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

17. dr. Adhayani Lubis, Sp.KJ dr. Yusak P. Simanjuntak, Sp.KJ, dr. Juwita Saragih, Sp.KJ, dr. Friedrich Lupini, Sp.KJ, dr. Rudyhard E. Hutagalung, Sp.KJ, dr. Laila Sari, Sp.KJ, dr. Evalina Perangin-Angin, Sp.KJ, dr. Victor Eliezer P, Sp.KJ, dr. Siti Nurul Hidayati, Sp.KJ, dr. Lailan Sapinah, Sp.KJ, dr. Silvy Agustina Hasibuan, Sp.KJ, sebagai senior yang banyak memberikan bimbingan, dorongan dan semangat kepada penulis selama mengikuti program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

18. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan, Direktur Rumah Sakit Tembakau Deli, Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan atas izin, kesempatan dan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk belajar dan bekerja selama penulis mengikuti Megister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

19. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Psikiatri FK USU: dr. Herny Taruli Tambunan, M.Ked (KJ), dr. Mila Astari. H, M.Ked (KJ), dr. Ira Aini Dania, M.Ked (KJ), dr. Baginda Harahap, M.Ked (KJ), dr. Muhammad Yusuf, M.Ked (KJ), dr. Ricky Wijaya Tarigan, M.Ked (KJ), dr. Superida Ginting Suka, dr. Lenni Crisnawati Sihite, dr. Saulina Dumaria Simanjuntak, M.Ked (KJ), dr. Hanip Fahri, M.Ked (KJ), dr. Ferdinan Leo Sianturi, M.Ked (KJ), dr. Andreas Xaverio Bangun, dr. Dian Budianti A, dr. Tiodoris Siregar, dr. Endang Sutry Rahayu, dr. Duma M. Ratnawati, dr. Nauli Aulia Lubis, dr.


(10)

Nanda Sari Nuralita, dr.Wijaya Taufik Tiji, dr. Alfi Syahri Rangkuti, dr. Agussyah Putra, dr. Gusri Girsang, dr. Dessi Wahyuni, dr. Ritha Mariati Sembiring, dr. Reny Fransiska Barus, dr. Susiati, dr. Annisa Fransiska, dr. Dessy Mawar Zalia, dr. Nazli Mahdinasari Nasution, dr. Andi Syahputra Siregar, dr. Nining Gilang Sari, dr. Rossa Yunilda, dr. Arsusy Widyastuty, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

20. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani pendidikan spesialis ini, serta pasien, keluarga pasien dan berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

21. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi, papa Amrizal SAZ dan mama Erlisniati. K yang dengan penuh kesabaran, cinta serta kasih sayangnya telah membesarkan, memberikan dorongan, dukungan dalam segala hal kepada penulis, serta doa restu sejak lahir hingga saat ini. 22. Kedua mertua, papa Drs. M. Mukhtar dan mama Maidirni yang banyak

memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani program Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

23. Seluruh saudara kandung saya, Riche Ariza Valensia, Ridho Oktomi Tressia dan Riza Navira Santia. Yang telah banyak memberikan semangat dan doa


(11)

kepada penulis selama menjalani Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa.

24. Buat suami tercinta, Febri Andonal, SE, terima kasih atas segala doa dan dukungan, kesabaran dan pengertian yang mendalam serta pengorbanan atas segala waktu dan kesempatan yang tidak dapat penulis habiskan bersama-sama dalam sukacita dan keriangan selama penulis menjalani Magister Kedokteran Klinik Spesialis dan menyelesaikan tesis ini. Tanpa semua itu, penulis tidak akan mampu menyelesaikan Program Magister Klinik Spesialis Ilmu Kedokteran Jiwa dan tesis ini dengan baik.

Akhirnya penulis hanya mampu berdoa dan memohon semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada seluruh keluarga, sahabat, dan handai tolan yang tidak dapat penulis sebut satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah banyak memberikan bantuan, baik moril maupun materil, penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Januari 2012


(12)

DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG

DALYs : Disability Adjusted Life Years

DSM-IV-TR : Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder - Fourth Edition - Text Revision

ICD-10 : International Classification of Disease - Tenth edition Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

SD : Sekolah Dasar

SMP : Sekolah Menengah Pertama SMA : Sekolah Menengah Atas

SPSS : Statistical Package Social Sciences SRQ : Self Reporting Questionnaire

WHO : World Health Organization

< : Lebih Kecil Dari > : Lebih Besar Dari

≥ : Lebih Besar Atau Sama Dengan


(13)

DAFTAR ISI

Lembar Persetujuan Pembimbing ... ii

Ucapan Terima Kasih ... v

Daftar Singkatan dan Lambang ... xi

Daftar Isi ... xii

Daftar Tabel ... xiv

Daftar Diagram ... xv

Abstrak ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar belakang ... 1

1.2. Rumusan masalah ... 3

1.3. Tujuan penelitian ... 3

1.4. Manfaat penelitian ... 4

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Gangguan mental emosional ... 5

2.1.1. Definisi ... 5

2.1.2. Epidemiologi ... 6

2.1.3. Gejala-gejala ... 7

2.1.4. Hubungan dengan faktor sosiodemografik 8

2.2. Skizofrenia suatu penyakit mental yang paling berat 12 2.2.1. Kriteria diagnostik ... 12

2.2.2. Dampak terhadap keluarga. ... 14

2.3. Self Reporting Questionnaire (SRQ) ... 16

2.3.1 Latar belakang ... 16

2.3.2 Sejarah ... 16

2.3.3 Skoring... 17

2.3.4 Validitas ... 18

2.3.5 Sensitivitas dan spesifisitas ... 18

2.4. Kerangka Konseptual ... 20

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 21

3.1. Desain penelitian ... 21

3.2. Tempat dan waktu penelitian ... 21

3.3. Populasi penelitian ... 21

3.4. Sampel dan cara pemilihan sampel ... 21

3.5. Perkiraan besar sampel ... 22

3.6. Kriteria inklusi dan eksklusi ... 22

3.7. Cara kerja ... 23

3.8. Identifikasi variabel ... 24

3.9. Kerangka operasional ... 25

3.10. Definisi operasional ... 26

3.11. Izin subyek penelitian ... 28

3.12. Etika penelitian ... 28


(14)

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 30

4.1 Karakteristik demografi subjek penelitian ... 30

4.2. Proporsi gangguan mental emosional subjek penelitian ... 33

4.3. Proporsi gejala-gejala gangguan mental emosional subjek penelitian ... 34

4.4. Distribusi gangguan mental subjek penelitian berdasarkan status sosiodemografik ... 36

BAB 5. PEMBAHASAN ... 39

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

6.1. Kesimpulan ... 44

6.2. Saran ... 44

BAB 7. RINGKASAN ... 45

DAFTAR PUSTAKA ... 46

Lampiran

1. Tabel Induk Hasil Penelitian

2. Lembaran Penjelasan Kepada Keluarga

3. Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Concent) 4. Data Dasar Subjek Peneltian

5. Kuesioner Penelitian

6. Surat Persetujuan Komite Etik 7. Riwayat Hidup Peneliti


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Pertanyaan Self Reporting Questionnaire (SRQ) ... 19 Tabel 4.1 Distribusi subjek penelitian yang mengalami gangguan

mental emosional berdasarkan gejala yang banyak dialami ... 34 Tabel 4.2 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan usia ... 36 Tabel 4.3 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan tingkat pendidikan ... 36 Tabel 4.4 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan status pekerjaan ... 37 Tabel 4.5 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan tempat tinggal ... 37 Tabel 4.6 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan status perkawinan ... 37 Tabel 4.7 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian


(16)

DAFTAR DIAGRAM

Diagram 4.1 Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian

berdasarkan usia ... 30 Diagram 4.2 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan ... 31 Diagram 4.3 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan status pekerjaan ... 31 Diagram 4.4 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan tempat tinggal ... 32 Diagram 4.5 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan status perkawinan ... 32 Diagram 4.6 Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian

berdasarkan status sosioekonomi ... 34 Diagram 4.7 Proporsi gangguan mental emosional pada subjek penelitian 34 Diagram 4.6 Distribusi gejala gangguan mental emosional pada subjek


(17)

ABSTRAK

Latar belakang: Skizofrenia memiliki dampak sosial dan ekonomi yang cukup

besar, dan juga menjadi beban berat bagi penderita dan keluarganya. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mental emosional pada keluarga terutama ibu yang biasanya paling banyak merawat pasien.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui proporsi gangguan mental emosional

dan mengidentifikasi gejala-gejala gangguan mental pada ibu dari pasien skizofrenik serta mengetahui distribusi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik berdasarkan faktor sosiodemografik (usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tempat tinggal, status sosioekonomi)

Metode penelitian: Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study, teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik nonprobability sampling jenis consecutive sampling, jumlah sampel 158 orang ibu dari pasien

skizofrenik, yang datang membawa anaknya berobat ke poliklinik psikiatri BLUD RSJ Provsu selama periode 1 September 2011 sampai 31 Oktober 2011. Kriteria inklusi adalah Ibu dari pasien yang didiagnosis skizofrenia sesuai DSM-IV-TR, bersedia sebagai subjek penelitian, mampu diajak berkomunikasi. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit medis umum dan mempunyai riwayat gangguan mental sebelumnya. Penilaian gejala gangguan jiwa dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner self reporting quessionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Apabila menjawab minimal 6 jawaban “ya” maka responden diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional.

Hasil penelitian: Karakteristik demografik yang paling banyak adalah pada

kelompok umur 50-<55 tahun (23.4%), pendidikan rendah (74.1%), tidak bekerja (60.8%), janda (52.5%), tempat tinggal di desa (57%) dan sosioekonomi rendah (87.5%). Proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik adalah (66.5%), sedangkan gejala mental emosional yang paling banyak dialami ibu dari pasien skizofrenik adalah gejala depresi.

Kesimpulan: Proporsi gangguan mental emosional maupun proporsi

gejala-gejala gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik lebih tinggi dibanding populasi umum di Indonesia sehingga diperlukan perhatian yang lebih baik kepada ibu dari pasien skizofrenik dalam pencegahan timbulnya gangguan mental yang lebih berat.

Kata kunci:

Gangguan mental emosional, Self Reporting Questionnaire (SRQ), ibu dari pasien skizofrenik


(18)

ABSTRAK

Latar belakang: Skizofrenia memiliki dampak sosial dan ekonomi yang cukup

besar, dan juga menjadi beban berat bagi penderita dan keluarganya. Hal ini dapat menimbulkan gangguan mental emosional pada keluarga terutama ibu yang biasanya paling banyak merawat pasien.

Tujuan penelitian: untuk mengetahui proporsi gangguan mental emosional

dan mengidentifikasi gejala-gejala gangguan mental pada ibu dari pasien skizofrenik serta mengetahui distribusi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik berdasarkan faktor sosiodemografik (usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tempat tinggal, status sosioekonomi)

Metode penelitian: Penelitian deskriptif dengan pendekatan cross sectional study, teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik nonprobability sampling jenis consecutive sampling, jumlah sampel 158 orang ibu dari pasien

skizofrenik, yang datang membawa anaknya berobat ke poliklinik psikiatri BLUD RSJ Provsu selama periode 1 September 2011 sampai 31 Oktober 2011. Kriteria inklusi adalah Ibu dari pasien yang didiagnosis skizofrenia sesuai DSM-IV-TR, bersedia sebagai subjek penelitian, mampu diajak berkomunikasi. Kriteria eksklusi adalah menderita penyakit medis umum dan mempunyai riwayat gangguan mental sebelumnya. Penilaian gejala gangguan jiwa dilakukan melalui wawancara langsung kepada responden dengan menggunakan kuesioner self reporting quessionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan. Apabila menjawab minimal 6 jawaban “ya” maka responden diidentifikasi mengalami gangguan mental emosional.

Hasil penelitian: Karakteristik demografik yang paling banyak adalah pada

kelompok umur 50-<55 tahun (23.4%), pendidikan rendah (74.1%), tidak bekerja (60.8%), janda (52.5%), tempat tinggal di desa (57%) dan sosioekonomi rendah (87.5%). Proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik adalah (66.5%), sedangkan gejala mental emosional yang paling banyak dialami ibu dari pasien skizofrenik adalah gejala depresi.

Kesimpulan: Proporsi gangguan mental emosional maupun proporsi

gejala-gejala gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik lebih tinggi dibanding populasi umum di Indonesia sehingga diperlukan perhatian yang lebih baik kepada ibu dari pasien skizofrenik dalam pencegahan timbulnya gangguan mental yang lebih berat.

Kata kunci:

Gangguan mental emosional, Self Reporting Questionnaire (SRQ), ibu dari pasien skizofrenik


(19)

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) memperoleh data gangguan mental pada penduduk dunia adalah sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun 2015 menjadi 15%.1 Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan Self Reporting Questionnaire (SRQ) untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur ≥ 15 tahun sebesar 11.6%.

Skizofrenia merupakan gangguan mental yang paling berat. Risiko seumur hidup sekitar 0.5-1%, dan karena awitannya dini dan kecenderungan untuk kronik menyebabkan prevalensi penyakit ini relatif tinggi. Ketidakmampuan terutama disebabkan oleh gejala negatif dan defisit kognitif, merupakan gambaran yang memiliki dampak yang lebih besar pada fungsi jangka panjang dibandingkan dengan waham dan halusinasi yang dramatis serta sering menyebabkan kekambuhan. Dampak sosial dan ekonomi dari penyakit tersebut cukup besar, dan dampak pada penderita dan keluarga mereka cukup buruk.

2

3

Jauh sebelum didiagnosis skizofrenia, keluarga dari seseorang dengan gangguan tersebut mungkin mulai merasa stres. Prodromal, atau tanda-tanda awal skizofrenia dapat muncul beberapa tahun sebelum diagnosis dibuat. Anggota keluarga mungkin mulai melihat perubahan relatif perilaku mereka.


(20)

Perubahan perilaku dapat menyebabkan banyak kecemasan, kekhawatiran, atau rasa bersalah bagi anggota keluarga dari seseorang dengan skizofrenia.

Salah satu cara untuk mengetahui adanya gangguan mental emosional pada seseorang yang memberikan data yang cukup baik dengan cara yang relatif murah, mudah dan efektif adalah dengan menggunakan alat ukur Self

Reporting Questionnaire (SRQ). Dikatakan murah karena dapat dilakukan

dalam waktu yang cukup singkat serta tidak memerlukan sumber daya manusia khusus untuk menilainya. Self Reporting Questionnaire efektif karena memiliki validitas yang cukup baik dalam hal sensitivitas dan spesifitasnya.

4

Self Reporting Questionnaire adalah kuesioner yang dikembangkan oleh

WHO untuk penyaringan gangguan psikiatri dan keperluan penelitian yang telah dilakukan diberbagai negara. Self Reporting Questionnaire banyak digunakan di negara-negara yang sedang berkembang dan tingkat pendidikan penduduknya masih rendah. Selain itu SRQ juga sangat cocok digunakan di negara yang kebanyakan penduduknya berasal dari tingkat sosioekonomi rendah. Self Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan, apabila minimal menjawab 6 jawaban “ya”, maka responden dinilai memiliki gangguan mental emosional. Selain itu melalui SRQ dapat diidentifikasi gejala-gejala gangguan mental emosional baik itu gejala depresi, gejala ansietas, gejala kognitif, gejala somatik maupun gejala penurunan energi.

5

Pada penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian adalah ibu dari pasien skizofrenik oleh karena ibu yang paling dekat dan paling banyak terlibat dalam pengasuhan pasien mulai dari kehamilan, menyusui dan membesarkan pasien.


(21)

1.2. Rumusan masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

a. Berapa proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik.

b. Apa saja gejala gangguan mental emosional yang paling banyak dialami ibu dari pasien skizofrenik

1.3. Tujuan penelitian

a. Tujuan umum: Untuk mengetahui proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik dengan menggunakan kuesioner SRQ.

b. Tujuan khusus:

• Untuk mengetahui proporsi gejala-gejala gangguan mental emosional yang dialami ibu dari pasien skizofrenik

• Untuk mengetahui gejala gangguan mental emosional yang paling banyak dialami ibu dari pasien skizofrenik

• Untuk mengetahui distribusi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik berdasarkan faktor sosiodemografik (usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, status pekerjaan, tempat tinggal, status sosioekonomi)


(22)

1.4. Manfaat penelitian

a. Dapat diperoleh gambaran mengenai proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik.

b. Dengan diperolehnya proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik dapat memberikan masukan kepada tenaga kesehatan untuk dapat mengantisipasi dan melakukan penanganan atau pengobatan pada ibu pasien skizofrenik yang mengalami gangguan mental emosional agar tidak semakin berat dan bisa meningkatkan kualitas hidup ibu pasien skizofrenik.

c. Penelitian ini adalah penelitian penyaringan sehingga dapat dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis gangguan mental emosional yang lebih terperinci pada ibu dari pasien skizofrenik.

d. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berlanjut untuk penelitian selanjutnya atau yang sejenis atau penelitian lain yang memakai penelitian ini sebagai bahan acuannya.


(23)

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Kesehatan mental adalah sama pentingnya dengan kesehatan fisik dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, keduanya saling berkaitan, individu dengan masalah kesehatan fisik sering mengalami kecemasan atau depresi yang mempengaruhi respons mereka terhadap penyakit fisik. Individu dengan penyakit mental dapat mengembangkan gejala-gejala fisik dan penyakit, seperti penurunan berat badan dan ketidakseimbangan biokimia darah yang terkait dengan gangguan makan. Perasaan, sikap dan pola pikir sangat mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap kesehatan fisik atau penyakit, dan dapat mempengaruhi perjalanan penyakit dan efektivitas pengobatan.6

2.1. Gangguan mental emosional

2.1.1. Definisi

Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.6

Gangguan mental ditandai dengan perubahan dalam berpikir, perilaku atau suasana hati (atau beberapa kombinasinya) terkait dengan tekanan yang bermakna dan gangguan fungsi selama jangka waktu tertentu. Gejala gangguan mental bervariasi dari ringan sampai parah, tergantung pada jenis gangguan mental, individu, keluarga dan lingkungan sosio-ekonomi. Dalam


(24)

perjalanan seumur hidup, setiap individu mengalami perasaan isolasi, kesepian, tekanan emosional atau pemutusan. Ini biasanya normal, reaksi jangka pendek terhadap situasi sulit, daripada gejala penyakit mental. Orang belajar untuk mengatasi perasaan sulit hanya saat mereka belajar untuk mengatasi situasi sulit. Pada beberapa kasus, durasi dan intensitas perasaan menyakitkan atau pola membingungkan dari pikiran dapat serius mengganggu kehidupan sehari-hari.7

2.1.2. Epidemiologi

Prevalensi gangguan mental pada populasi penduduk dunia menurut

World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data

gangguan mental sebesar 12%, tahun 2001 meningkat menjadi 13% dan diprediksi pada tahun pada tahun 2015 menjadi 15%. Sedangkan pada negara-negara berkembang prevalensinya lebih tinggi. Prevalensi gangguan mental di negara Amerika Serikat (6%-9%), Brazil (22.7%), Chili (26.7%), Pakistan (28.8%) sedangkan di Indonesia hasil laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, yang menggunakan SRQ untuk menilai kesehatan jiwa penduduk, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur lebih dari 15 tahun sebesar 11.6%.

Gangguan mental dan perilaku yang tidak eksklusif untuk kelompok tertentu, mereka ditemukan pada orang dari semua daerah, semua negara dan semua masyarakat. Sekitar 450 juta orang menderita gangguan mental menurut perkiraan WHO diberikan dalam Laporan Kesehatan Dunia 2001. Satu dari empat orang akan mengembangkan satu atau lebih gangguan mental atau perilaku selama hidup mereka. Gangguan mental dan perilaku terjadi pada


(25)

setiap titik waktu pada sekitar 10% dari populasi orang dewasa di seluruh dunia. Seperlima dari remaja di bawah usia 18 tahun mengalami masalah perkembangan, emosional atau perilaku, satu dari delapannya memiliki gangguan mental, sedangkan pada anak-anak yang kurang beruntung angka ini adalah satu dari lima. Gangguan neurologis dan mental terhitung 13% dari keseluruhan Disability Adjusted Life Years (DALYs) dikarenakan semua penyakit dan cedera di dunia. Lima dari sepuluh penyebab utama kecacatan di seluruh dunia adalah kondisi kejiwaan, termasuk depresi, penggunaan alkohol, skizofrenia dan kompulsif. Proyeksi memperkirakan pada tahun 2020 gangguan neuropsikiatri akan mencapai 15% dari kecacatan di seluruh dunia, dengan depresi unipolar sendiri terhitung 5.7% dari DALYs.

2.1.3. Gejala-gejala

9

Gangguan mental yang paling umum adalah gangguan ansietas dan depresi. Dimana seseorang mengalami perasaan ketegangan, ketakutan, atau kesedihan yang kuat dalam waktu bersamaan, gangguan mental timbul ketika perasaan ini menjadi begitu mengganggu dan luar biasa, bahwa seseorang memiliki kesulitan besar mengatasinya pada kegiatan hari-hari, seperti bekerja, menikmati waktu luang, dan mempertahankan hubungan.10 Diantara gejala-gejala gangguan mental antara lain: perubahan suasana hati (mood), depresi, kesedihan, pikiran bunuh diri, mudah marah, ansietas, panik, gangguan tidur, stres, trauma, perilaku menghindar, kebingungan, kompulsif (tekanan), gangguan selera makan, perilaku antisosial, penyangkalan, kelelahan, ketakutan, kebohongan, gangguan seksual, preokupasi seksual, kesulitan bicara, nyeri dan keluhan fisik, hiperaktivitas, kecemburuan, gangguan kepercayaan diri, gangguan memori, paranoid, psikosis, halusinasi, keanehan,


(26)

preokupasi terhadap agama, obsesi, mania, euforia, impulsif, histerionik, gangguan belajar, gangguan pencitraan tubuh, pemisahan diri dan lain-lain.

Orang yang menderita salah satu dari gangguan mental yang berat bermanifestasi dengan berbagai gejala yang dapat mencakup kecemasan yang tidak beralasan, gangguan pikiran dan persepsi, disregulasi suasana hati, dan disfungsi kognitif. Banyak dari gejala ini mungkin relatif spesifik untuk diagnosis tertentu atau pengaruh budaya. Misalnya, gangguan pikiran dan persepsi (psikosis) yang paling sering dikaitkan dengan skizofrenia. Demikian pula, gangguan berat dalam ekspresi mempengaruhi dan regulasi suasana hati yang paling sering terlihat dalam depresi dan gangguan bipolar. Namun, tidak jarang untuk melihat gejala psikotik pada pasien yang didiagnosis dengan gangguan mood atau suasana hati untuk melihat gejala yang berhubungan pada pasien yang didiagnosis dengan skizofrenia. Gejala yang terkait dengan suasana hati, kecemasan, proses berpikir, atau kognisi dapat terjadi pada setiap pasien selama perjalanan penyakitnya.

11,12,13

13

2.1.4. Hubungan dengan faktor sosiodemografik

a. Hubungan jenis kelamin dengan gangguan mental emosional

Terlepas dari kemungkinan peran faktor biologis, yang mungkin menjelaskan mengapa ada perbedaan seks konsisten pada risiko untuk terjadinya gangguan mental yang umum dalam semua masyarakat, adalah masuk akal bahwa jender (faktor tekanan yang cukup besar yang dihadapi oleh perempuan) mungkin juga memainkan peran. Dalam masyarakat negara


(27)

berkembang, perempuan menanggung beban dari kemalangan yang terkait dengan kemiskinan: sedikit akses ke sekolah, kekerasan fisik dari suami, pernikahan paksa, perdagangan seksual, kesempatan kerja lebih sedikit dan, dalam beberapa masyarakat, keterbatasan partisipasi mereka dalam kegiatan di luar rumah.

b. Hubungan tingkat pendidikan dengan terjadinya gangguan mental emosional

8

Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan faktor risiko yang konsisten untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan risiko terjadinya gangguan mental. Hubungan sebab akibat sepertinya bukan merupakan faktor, karena pendidikan dasar terjadi di anak usia dini ketika gangguan mental yang tidak umum terjadi. Hubungan antara tingkat pendidikan rendah dan gangguan mental mungkin dikacaukan atau dijelaskan oleh sejumlah jalur: ini termasuk status gizi buruk yang mana dapat merusak perkembangan intelektual, yang mengarah ke tingkat pendidikan yang buruk dan buruknya perkembangan psikososial. Risiko yang berhubungan dengan penghasilan rendah untuk gangguan mental pada usia anak merupakan faktor terkuat untuk gangguan perilaku, ini adalah terkait dengan kegagalan sekolah dan gangguan mental yang umum di masa dewasa. Konsekuensi sosial dari pendidikan yang buruk adalah jelas yaitu kurangnya pendidikan merupakan berkurang kesempatan.

c. Hubungan antara sosioekonomi dengan terjadinya gangguan mental 8

Banyak bukti-bukti dari negara-negara industri menunjukkan hubungan antara kemiskinan dan risiko untuk gangguan mental yang umum. Gangguan


(28)

mental yang umum adalah depresi dan kecemasan, gangguan yang diklasifikasikan dalam International Classification of Disease- Tenth edition (ICD-10) sebagai: "neurotik, stres-terkait dan gangguan somatoform "dan" gangguan mood ". Pentingnya kesehatan masyarakat dari gangguan mental dan perilaku yang ditunjukkan oleh fakta bahwa mereka salah satu penyebab paling penting dari morbiditas di pelayanan kesehatan primer dan menghasilkan ketidakmampuan yang cukup bermakna. Definisi kemiskinan bervariasi tergantung pada sistem sosial, budaya dan politik di daerah tertentu dan sesuai kepada pengguna data. Definisi orang miskin mengungkapkan bahwa kemiskinan adalah sebuah fenomena sosial multidimensi. Dari perspektif epidemiologi, kemiskinan berarti status sosial ekonomi rendah (diukur dengan kelas sosial atau pendapatan), pengangguran dan tingkat pendidikan yang rendah. Kemiskinan mungkin akan berhubungan dengan malnutrisi, kurangnya akses ke air bersih, hidup di lingkungan tercemar, perumahan tidak memadai, kecelakaan sering dan faktor risiko lain yang terkait dengan kesehatan fisik yang buruk. Ada bukti menunjukkan komorbiditas antara penyakit fisik dan gangguan mental yang umum, dan asosiasi ini sebagian dapat menjelaskan hubungan antara kemiskinan dan gangguan mental. Masalah kesehatan mental dan fisik menyebabkan peningkatan biaya perawatan kesehatan dan memburuknya kemiskinan.

Penyelidikan epidemiologis di negara-negara berkembang banyak menghubungkan tingginya tingkat gangguan mental dengan faktor-faktor seperti diskriminasi, pengangguran dan hidup melalui periode perubahan sosial yang cepat dan tak terduga. Penyidik di India yang baru-baru ini dilakukan sebuah studi komunitas gangguan mental di daerah pedesaan, 20 tahun


(29)

setelah penelitian serupa di daerah yang sama, menemukan bahwa tingkat keseluruhan gangguan mental tidak berubah. Namun, tingkat kategori diagnostik tertentu telah berubah sehingga tingkat depresi meningkat dari 4,9% menjadi 7.3% (P<0.01), yang disebabkan oleh efek dari perubahan gaya hidup. Di Cina, peneliti menyarankan bahwa perubahan sosial (termasuk meningkatnya prevalensi kerugian ekonomi utama bagi individu, peningkatan biaya perawatan kesehatan, melemahnya ikatan keluarga, migrasi ke daerah perkotaan untuk sementara atau kerja musiman, dan ketidaksetaraan pendapatan) diduga menyebabkan meningkatnya angka bunuh diri, sebagian karena pengaruhnya pada tingkat peningkatan gangguan depresi yang sebagian besar tidak diobati.

d. Hubungan tempat tinggal dengan terjadinya gangguan mental emosional

8

Sebuah studi pada orang dewasa muda di daerah urbanisasi baru (Khartoum, Sudan) menemukan bahwa gejala gangguan mental umum lebih banyak terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan. Faktor risikonya adalah kesepian, ekspresi dari pengusiran, isolasi dan kurangnya dukungan sosial yang terjadi ketika penduduk pedesaan bermigrasi dari keluarga dan saudara-saudara mereka. Ada bukti bahwa faktor-faktor sosial, khususnya peristiwa yang mengancam jiwa, kekerasan dan kurangnya dukungan sosial, memainkan penting dalam etiologi gangguan mental yang umum.8


(30)

2.2. Skizofrenia suatu gangguan mental yang paling berat

Skizofrenia menimbulkan disfungsi sosial dan pekerjaan. Sejak awitan penyakit, satu atau lebih fungsi utama seperti pekerjaan, hubungan interpersonal dan perawatan diri secara bermakna berada di bawah tingkat yang sebelumnya dapat diraih, atau apabila awitan pada usia anak dan remaja, kegagalan untuk meraih tingkat yang diharapkan dari prestasi akademik, interpersonal ataupun pekerjaan.14

2.2.1. Kriteria diagnostik

Kriteria diagnosis untuk skizofenia berdasarkan Diagnostic and

Statistical Manual of Mental Disorder-Fourth Edition- Text Revision

(DSM-IV-TR) adalah sebagai berikut :

a. Gejala karakteristik : Dua (atau lebih) berikut, masing-masing ditemukan untuk bagian waktu yang bermakna selama periode 1 bulan (atau kurang jika diobati dengan berhasil):

15,16

1. Waham 2. Halusinasi

3. Bicara terdisorganisasi (kacau) (misalnya sering menyimpang atau inkoheren)

4. Perilaku terdisorganisasi (kacau) atau katatonik yang jelas

5. Gejala negatif, yaitu pendataran afek, alogia, atau tidak ada kemauan (avolition)

Catatan : Hanya satu gejala kriteria A yang diperlukan jika waham adalah bizarre (aneh) atau halusinasi terdiri dari suara yang


(31)

terus-menerus mengomentari perilaku atau pikiran pasien, atau dua atau lebih suara yang saling bercakap satu sama lain.

b. Disfungsi sosial atau pekerjaan : Untuk bagian waktu yang bermakna sejak

onset gangguan, satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan

interpersonal, atau perawatan pribadi, adalah jelas dibawah tingkat yang dicapai sebelum onset (atau jika onset pada masa anak-anak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pecapaian interpersonal, akademik, atau pekerjaan yang diharapkan).

c. Durasi : Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan ini harus termasuk sekurangnya 1 bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu, gejala fase aktif) dan mungkin termasuk periode gejala prodromal atau residual. Selama periode prodromal atau residual, tanda gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif atau dua atau lebih gejala yang dituliskan dalam kriteria A dalam bentuk yang diperlemah (misalnya, keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang tidak lazim).

d. Penyingkiran gangguan skizoafektif dan gangguan mood : Gangguan skizoafektif dan gangguan mood dengan ciri psikotik telah disingkirkan karena : (1) tidak ada episode depresif berat, manik, atau campuran yang telah terjadi bersama-sama dengan gejala fase aktif ; atau (2) jika episode

mood telah terjadi selama gejala fase aktif, durasi totalnya adalah relatif

singkat dibandingkan durasi periode aktif dan residual.

e. Penyingkiran zat atau kondisi medis umum : Gangguan tidak disebabkan oleh efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, suatu medikasi) atau suatu kondisi medis umum.


(32)

f. Hubungan dengan gangguan perkembangn pervasif : Jika terdapat riwayat adanya gangguan autistik atau gangguan perkembangan pervasif lainnya, diagnosis tambahan skizofrenia dibuat hanya jika waham atau halusinasi yang menonjol juga ditemukan untuk sekurangnya satu bulan (atau kurang jika diobati secara berhasil)

2.2.2. Dampak terhadap keluarga

Anggota keluarga dari penderita skizofrenia mengalami banyak stres setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi prioritas. Anggota keluarga selalu khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga orang yang mereka cintai agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir tentang keuangan mereka karena mereka mungkin membiayai rumah sakit atau biaya pengobatan yang tinggi. Keluarga dari pasien skizofrenia selalu waspada untuk setiap perubahan dalam perilaku pasien. Karena terbebani dengan khawatir tentang orang yang dicintai, anggota keluarga pasien skizofrenia dapat mengabaikan kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas. Dalam rangka untuk mencegah pengasuh yang "kelelahan," maka penting bahwa anggota keluarga menemukan dukungan untuk mereka sendiri.4

Keluarga dari pasien skizofrenia mengalami pengalaman negatif oleh efek dari stigma yang terkait dengan penyakit mental. Dalam masyarakat kita, penyakit mental kadang-kadang ditafsirkan sebagai tanda kelemahan. Beberapa orang masih percaya skizofrenia disebabkan oleh pengasuhan anak yang buruk dan merupakan kesalahan keluarga. Lainnya berpikir bahwa sakit mental hanya perlu untuk "mendapatkan lebih" dan melanjutkan hidup mereka. Ini dapat sangat sulit bagi seseorang yang peduli pada penderita skizofrenia


(33)

yang dicintai. Penyakit mental berbeda dari penyakit fisik. Ketika anda melihat orang-orang yang sakit secara fisik, anda akan menawarkan untuk membantu mereka dengan membuka pintu atau membawa belanjaan mereka. Anda berasumsi bahwa penyakit mereka bukan karena kesalahan mereka. Penyakit mental, terutama skizofrenia, biasanya hanya menjadi jelas bagi orang lain karena seseorang bertindak "ganjil". Bukannya mencoba untuk membantu, kebanyakan orang malah menjaga jarak dan ingin mengabaikan orang dengan skizofrenia. Akibatnya, perawat penderita skizofrenia dapat diasingkan dan dibuat merasa bersalah dan sendirian.

Untuk menghindari kewalahan dengan tanggung jawab dari merawat seseorang dengan skizofrenia, pengasuh mendesak untuk bergabung dengan kelompok pendukung. Sebuah kelompok pendukung menyediakan forum untuk anggota keluarga untuk berbagi perasaan mereka tentang memiliki seorang keluarga penderita skizofrenia. Selain itu, pengasuh didorong untuk mendapatkan waktu pribadi jauh dari keluarga mereka. Latihan, kunjungan rutin keluar dari rumah, dan bahkan berpergian pada akhir pekan dapat memberikan hiburan yang baik dari stres karena berurusan dengan seseorang dengan penyakit mental. Ironisnya, merawat seorang keluarga penderita skizofrenia dapat meningkatkan kemungkinan seorang pengasuh akan mengembangkan gejala penyakit mental. Depresi, kecemasan, penyalahgunaan alkohol dan obat adalah biasa untuk orang yang merawat keluarga dengan skizofrenia.

4


(34)

2. 3. Self Reporting Questionnaire (SRQ) 2.3.1. Latar belakang

Peneliti menunjukan gangguan mental umum terjadi diantara pasien medis umum tapi sering tidak teridentifikasi, tidak diobati dan tidak dirujuk. Diperkirakan setidaknya 500 juta orang di dunia menderita gangguan mental, dan hanya sedikit yang mendapat penanganan yang baik. Pada banyak negara berkembang, hanya sedikit terdapat tenaga terlatih dan dokter spesialis psikiatri terbatas pada kota-kota besar.

2.3.2. Sejarah

4

Pada mulanya, SRQ terdiri dari 25 pertanyaan, 20 pertanyaan berhubungan dengan gejala-gejala neurotik, 4 pertanyaan mengenai gejala-gejala psikotik dan satu pertanyaan mengenai “serangan tiba-tiba”, ini disebut SRQ-25. Pada SRQ-20 hanya terdapat butir-butir neurotik, alasannya adalah sebagai berikut:

a. Beberapa pasien dengan psikosis fungsional datang dengan sendirinya ke fasilitas kesehatan primer untuk meminta bantuan;

4

b. Untuk menggapai pasien psikotik biasanya membutuhkan pencarian kasus yang lebih aktif oleh tenaga kesehatan primer dalam masyarakat; c. Kebutuhan untuk “butir psikotik” untuk mendeteksi psikosis diragukan

(sering, pasien mudah untuk dikenali sedang mengalami gangguan psikotik, dan pada hampir semua keadaan, pasien psikotik tidak sadar dengan kondisinya, karenanya menggunakan kuesioner mungin tidak tepat);

d. Perlengkapan psikometrik dari kuesioner ini (sensitifitas dan spesifisitasnya) belum dinilai.


(35)

Self Reporting Questionnaire telah dikembangkan oleh WHO sebagai suatu

alat yang dirancang untuk menyaring gangguan psikiatri pada pusat pelayanan kesehatan primer, terutama untuk negara berkembang. Penggunaaan SRQ sebagai alat penyaring atau lebih tepatnya sebagai alat pencari kasus, tidak terbatas pada pusat pelayanan kesehatan primer. Penggunaan SRQ bervariasi dari penelitian pada orang lanjut usia di Afrika Selatan ke penelitian pada keluarga penderita skizofrenia di klinik psikiatri di Malaisya.

Selain dalam bahasa Inggris, SRQ juga digunakan dalam bahasa Afrika, bahasa Arab, bahasa Malaisya, bahasa Bengali, bahasa Filipina, bahasa Perancis, bahasa Hindi, bahasa Italia, bahasa Portugis, bahasa Somali, bahasa Spanyol dan lain-lain.

4

4

2.3.3. Skoring

Self Reporting Questionnaire terdiri dari 20 pertanyaan yang harus

dijawab dengan “ya” atau “tidak”. Ini bisa diisi sendiri atau dilakukan dengan wawancara kepada responden. Berbagai pertanyaan tambahan telah digunakan dengan SRQ-20, untuk menyaring gangguan psikotik dan penyalahgunaan zat.4

Masing-masing dari 20 butir diberi skor 0 atau 1. Skor 1 menyatakan bahwa gejala-gejala itu ada dalam sebulan terakhir, skor 0 menyatakan gejala tersebut tidak ada. Skor maksimum adalah 20 Pada Self Reporting

Questionnaire (SRQ) mengandung butir pertanyaan mengenai gejala yang

lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9,10, 14, 15, 16, 17; gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3, 4, 5; gejala


(36)

somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13 dan gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20.

SRQ-20 merupakan suatu alat dengan 20 pertanyaan yang menanyakan kepada responden tentang gejala-gejala dan masalah-masalah yang sering muncul pada orang-orang dengan gangguan neurosis. Hasil dari semua penelitian yang tersedia menggunakan SRQ-20 sejak tahun 1994. Selanjutnya, para peneliti yang berencana untuk membuat penelitian menggunakan alat penyaring gangguan mental mereka cendrung untuk tertarik untuk menggunakan alat psikometrik. Sejak SRQ adalah alat yang telah terbukti validitas dan reabilitasnya, ini menjadi bernilai bagi mereka.

4

4

2.3.4. Validitas

Uji validitas menunjukan seberapa baik suatu tes mengukur apa yang ingin diukur. SRQ telah diuji untuk validitasnya pada rangkaian penelitian antara tahun 1978 sampai dengan 1993. Aspek-aspek validitasnya antara lain:

1. Face validity (validitas muka)

4

2. Content validity (validitas isi)

3. Criterion validity (validitas ukuran/ kriteria) 4. Construct validity (validitas konsep)

2.3.5. Sensitivitas dan spesifisitas

Pendekatan yang umum untuk mengukur validitas ukuran pada alat uji klinis adalah penggunaan indeks validitas seperti sensitivitas dan spesifisitas. Dari beberapa penelitian sensitivitas SRQ berkisar antara 62.9% sampai 90% sedangkan spesifisitas berkisar antara 44% sampai 95%. Beranekaragamnya


(37)

indeks validitas ini menggaris-bawahi fakta bahwa alat skrining ini butuh untuk divalidasi pada berbagai tempat dengan populasi yang berbeda.

Tabel 1.1. Pertanyaan Self Reporting Questionnaire (SRQ) 4

Dikutip dari: World Health Organization. User guides to the self reporting questionnaire (SRQ). Geneva: WHO Division of mental health; 1994


(38)

2.4. Kerangka konseptual

Pasien skizofrenik

Ibu dari pasien skizofrenik

Faktor sosiodemografik

- Usia

- Status perkawinan

- Tingkat pendidikan

- Status pekerjaan

- Tempat tinggal

- Status sosioekonomi

Gejala gangguan mental emosional

• gejala somatik

• gejala depresi

• gejala ansietas

• gejala kognitif

• gejala penurunan energi


(39)

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1. Desain penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan cross

sectional.

3.2. Tempat dan waktu

1. Tempat penelitian: Poliklinik Psikiatri BLUD Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara

2. Waktu penelitian : 1 September 2011 – 31 Oktober 2011

3.3. Populasi penelitian

1. Populasi target : Ibu dari pasien skizofrenik skizofrenik yang datang membawa anaknya berobat ke BLUD RSJ Provinsi Sumut

2. Populasi terjangkau : Ibu dari pasien skizofrenik yang datang membawa anaknya berobat ke BLUD RSJ Provinsi Sumut selama periode 1 September – 31 Oktober tahun 2011

3.4. Sampel dan cara pemilihan sampel

1. Sampel penelitian : Ibu dari pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Cara pengambilan sampel dengan non probability sampling jenis


(40)

3.5. Perkiraan besar sampel

Besar sampel diukur dengan menggunakan rumus:

Keterangan:

18,19

=

� ∝

2

��

2

• n = jumlah sampel • ∝

• z ∝ = nilai distribusi normal baku dari tabel Z yang besarnya tergantung pada nilai α yang ditentukan; untuk nilai α = 0,05  Zα = 1,96

= kesalahan tipe I : 0,05  derajat kepercayaan 95%

• � = proporsi di populasi (proporsi gangguan mental emosional di populasi adalah 11,6%

• � = 1-p

• d = presisi (kesalahan yang masih dapat di toleransi)  5 %

n =

1,962x0,116x0,886

0,052 n = 157,9

Dengan menggunakan rumus diatas didapatkan jumlah sampel minimal adalah: 158 orang.

3.6. Kriteria inklusi dan eksklusi Kriteria inklusi

1. Ibu kandung dari pasien yang didiagnosis skizofrenia sesuai dengan kriteria DSM-IV-TR

2. Tinggal bersama pasien, menjaga dan merawat pasien 3. Kooperatif dan dapat diwawancarai


(41)

Kriteria eksklusi

1. Menderita penyakit medis umum 2. Gangguan psikiatri sebelumnya

3.7. Cara kerja

- Ibu dari pasien skizofrenik yang memenuhi kriteria inklusi mengisi persetujuan secara tertulis setelah mendapatkan penjelasan yang terperinci dan jelas untuk ikut serta dalam penelitian.

- Selanjutnya subyek penelitian akan diberikan kuesioner Self Reporting

Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir pertanyaan kemudian

subjek penelitian mengisi kuesioner tersebut, bagi subjek penelitian yang tidak bisa baca tulis maka dilakukan wawancara langsung kepada subjek penelitian dengan menggunakan kuesioner SRQ. Dan bagi subjek penelitian yang tidak mengerti bahasa Indonesia akan di bantu oleh paramedis yang mengerti bahasa daerah yang digunakan subjek penelitian tersebut.

- Pada kuesioner juga terdapat isian mengenai karakteristik sosiodemografik (usia, status perkawinan, status pekerjaan, tingkat pendidikan, tempat tinggal dan status sosioekonomi) yang dapat diisi langsung oleh subjek penelitian atau melalui wawancara.

- Setelah kuesioner diisi lengkap, kuesioner dikembalikan kepada peneliti. - Jumlah kuesioner yang akan diisi adalah sebanyak 158 buah kepada

158 subjek penelitian sesuai dengan besar sampel penelitian.

- Dalam ini penelitian dilakukan penilaian terhadap jawaban pasien dimana apabila menjawab minimal 6 jawaban “ya” maka pasien diidentifikasi memiliki gejala gangguan mental emosional.


(42)

- Selain itu diidentifikasi gejala-gejala gangguan mental emosional dimana terdiri dari gejala somatik, gejala depresi, gejala ansietas, gejala kognitif dan gejala penurunan energi.

- Setelah semua kuesioner diisi dilakukan pengolahan data dilakukan editing, koding, histogram dan tabulasi.

3.8. Identifikasi variabel

Variabel penelitian adalah :

- usia, skala ukur: interval, alat ukur: kuesioner

- status perkawinan, skala ukur: nominal,alat ukur kuesioner - status pekerjaan, skala ukur: nominal, alat ukur: kuesioner - tingkat pendidikan, skala ukur: ordinal, alat ukur: kuesioner - tempat tinggal, skala ukur: nominal, alat ukur: kuesioner - status sosioekonomi, skala ukur: ordinal, alat ukur: kuesioner

- gangguan mental emosional Ibu dari pasien skizofrenik , skala ukur: ordinal, alat ukur SRQ

- gejala gangguan mental emosinal, skala ukur: nominal, alat ukur: kuesioner


(43)

3.9. Kerangka operasional

Self Reporting Questionaire Inklusi

Ibu dari pasien skizofrenik (Skizofrenia sesuai DSM – IV

–TR)

Eksklusi

Gangguan mental emosional

Faktor sosiodemografik

- Usia

- Status perkawinan

- Tingkat pendidikan

- Status pekerjaan

- Tempat tinggal

- Status sosioekonomi

Tidak Ya

Gejala gangguan mental emosional

• gejala somatik

• gejala depresi

• gejala ansietas

• gejala kognitif


(44)

3.10. Definisi operasional

• Gangguan metal emosional merupakan suatu keadaan yang mengindikasikan individu mengalami suatu perubahan emosional yang dapat berkembang menjadi keadaan patologis terus berlanjut sehingga perlu dilakukan antisipasi agar kesehatan jiwa masyarakat tetap terjaga. Istilah lain gangguan mental emosional adalah distres psikologik atau distres emosional.

• Pasien yang didiagnosis skizofrenia sesuai dengan DSM-IV-TR

• Ibu pasien skizofrenik adalah ibu kandung pasien yang sehari-hari merawat, menjaga dan tinggal bersama pasien

Self Reporting Questionnaire (SRQ) merupakan adalah kuesioner yang dikembangkan oleh WHO untuk skrining gangguan psikiatri dan keperluan penelitian. SRQ terdiri dari 20 pertanyaan, apabila minimal menjawab 6 jawaban “ya” , maka responden diidentifikasi memililki gangguan mental emosional.

- Ya : mengalami gangguan mental emosional (Jawaban Ya≥ 6) - Tidak : tidak mengalami gangguan mental emosional (Jawaban Ya

< 6)

Identifikasi gejala-gejala gangguan mental emosional menggunakan Self

Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri 20 butir pertanyaan yang lebih

mengarah kepada neurosis, terdiri dari:

- Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9,10, 14, 15, 16, 17; - Gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3, 4, 5;

- Gejala somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; - Gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13


(45)

- Gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20. • Status perkawinan : kawin, janda

• Pekerjaan : bekerja dan tidak bekerja • Tempat tinggal : di desa dan di kota

• Usia adalah lamanya hidup sejak lahir yang dinyatakan dalam satuan tahun. Usia dibagi dalam :

- < 45 - 45 - < 50 - 50 - < 55 - 55 - < 60 - 60 - < 65

- ≥ 65

• Pendidikan : Jenjang pengajaran yang telah diikuti atau sedang dijalani responden melalui pendidikan formal :

- Pendidikan tinggi: Tamat akademi atau perguruan tinggi - Pendidikan sedang: Sekolah Menengah Atas (SMA)

- Pendidikan rendah: Tidak sekolah, tamat Sekolah Dasar (SD) atau Sekolah Menengah Pertama (SMP)

• Status sosioekonomi: rendah dan tinggi

- Rendah: pasien berobat menggunakan jamkesmas, askeskin dan memenuhi batas kriteria miskin menurut BPS untuk daerah pedesaan adalah Rp 72.780,00 /kapita/bulan sedangkan untuk daerah perkotaan Rp 96.959,00 /kapita/bulan. Pendapatan perkapita adalah jumlah pendapatan keluarga dalam satu bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. 20


(46)

- Tinggi: pendapatan perkapita melebihi kriteria miskin menurut BPS.

3. 11. Izin subjek penelitian

Semua subjek penelitian akan diminta persetujuan dari keluarga terdekat yang terlebih dahulu diberi penjelasan sebelum diikutsertakan sebagai subjek penelitian.

3.12. Etika penelitian

Penelitian ini telah disetujui oleh Komite Etika penelitian di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.

3.13. Pengolahan data

Setelah data dikumpulkan, dilakukan pengolahan data dengan tahap-tahap sebagai berikut :

a. Editing

13

Editing merupakan langkah untuk meneliti kelengkapan data yang diperoleh melalui wawancara. Editing dilakukan pada setiap daftar pertanyaan yang sudah diisi. Editing meliputi kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi, dan relevansi dari setiap jawaban yang diberikan. Editing dilakukan di lapangan. Peneliti mengumpulkan dan memeriksa kembali kelengkapan jawaban dari kuesioner yang diberikan. Hasil editing didapatkan semua data terisi lengkap dan benar.

b. Koding

Adalah usaha untuk mengklasifikasikan jawaban yang ada menurut jenisnya. Dilakukan dengan memberi tanda pada masing-masing jawaban


(47)

dengan kode berupa angka. Selanjutnya kode tersebut dimasukkan dalam tabel kerja untuk mempermudah dalam pembacaan.

d. Histogram

Adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam diagram berbentuk batang berdasarkan variabel yang diteliti yaitu tabel usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, tempat tinggal dan status sosioekonomi, proporsi gangguan mental emosonal.

c. Tabulasi

Adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian ke dalam tabel berdasarkan variabel yang diteliti yaitu tabel distribusi gangguan mental emosional berdasarkan usia, tingkat pendidikan, status perkawinan, status pekerjaan, tempat tinggal dan status sosioekonomi dan gejala-gejala gangguan mental emosional ibu dari pasien skizofrenik.


(48)

BAB 4. HASIL PENELITIAN

Telah dilakukan penelitian dengan kepada 158 orang ibu dari pasien skizofrenik yang datang berobat ke Poliklinik Psikiatri BLUD RS Jiwa Provinsi Sumatera Utara dari tanggal 1 September 2011 sampai tanggal 31 Oktober 2011.

4.1. Karakteristik demografik subjek penelitian

Karakteristik demografi subjek penelitian didapatkan:

Diagram 4.1. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan usia

Dari diagram di atas usia subjek penelitian terbanyak adalah usia 50-<55 tahun yaitu sebanyak 37 orang (23.4%).

9

17

37

33

29

33

0 5 10 15 20 25 30 35 40

< 45 45 - < 50 50 - < 55 55 - <60 60 - < 65 > = 65

(frekuensi)


(49)

Diagram 4.2. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan tingkat pendidikan

Dari diagram di atas tingkat pendidikan subjek penelitian terbanyak adalah tingkat pendidikan rendah yaitu sebanyak 117 orang (74.1%).

Diagram 4.3. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan status pekerjaan

Dari diagram di atas status pekerjaan subjek penelitian terbanyak adalah tidak bekerja yaitu sebanyak 96 orang (60.8%).

117 23 18 0 20 40 60 80 100 120 140

rendah menengah tinggi

rendah menengah tinggi 62 98 0 20 40 60 80 100 120

bekerja tidak bekerja

bekerja tidak bekerja (frekuensi)

(tingkat pendidikan)

(frekuensi)


(50)

Diagram 4.4. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan status perkawinan

Dari diagram di atas status perkawinan subjek penelitian terbanyak adalah janda yaitu sebanyak 83 orang (52.5%).

Diagram 4.5. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan tempat tinggal

Dari diagram di atas tempat tinggal subjek penelitian terbanyak adalah di desa yaitu sebanyak 90 orang (57%).

75 83 70 72 74 76 78 80 82 84 kawin janda kawin janda 90 68 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 kota desa kota desa (frekuensi) (status perkawinan) (frekuensi) (tempat tinggal)


(51)

Diagram 4.6. Distribusi karakteristik demografik subjek penelitian berdasarkan status ekonomi

Dari diagram di atas status sosioekonomi subjek penelitian terbanyak adalah rendah yaitu sebanyak 138 orang (87.3%).

4.2. Proporsi gangguan mental emosional subjek penelitian

Dengan menggunakan kuesioner SRQ didapatkan proporsi gangguan mental emosional subjek penelitian:

Diagram 4.7. Proporsi gangguan mental emosional pada subjek penelitian 138 20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 rendah tinggi rendah tinggi 105 53 0 20 40 60 80 100 120 ya tidak ya tidak (frekuensi) (frekuensi) (status sosioekonomi)


(52)

Dari diagram diatas dapat dilihat proporsi ganggauan mental emosional pada subjek penelitian adalah adalah 105 orang (66.5 %).

4.3. Proporsi gejala-gejala gangguan mental emosional subjek penelitian

Table 4.1. Distribusi subjek penelitian yang mengalami gangguan mental emosional berdasarkan gejala yang banyak dialami

No Butir pertanyaan n

(jumlah)

% (persentase)

1 Sering menderita sakit kepala 57 54.3

2 Tidak nafsu makan 47 44.8

3 Sulit tidur 53 50.5

4 Mudah takut 51 48.6

5 Tangan gemetar 41 39.1

6 Mudah tegang, cemas,atau kuatir 90 85.7

7 Pencernaan terganggu/ buruk 19 18.1

8 Sulit untuk berpikir jernih 68 54.8

9 Merasa hidup tidak bahagia 86 81.9

10 Menangis lebih sering 62 59.1

11 Merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari 31 29.5

12 Sulit untuk mengambil keputusan 39 37.1

13 Pekerjaan sehari-hari terganggu 29 27.6

14 Tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup

28 26.7

15 Kehilangan minat pada berbagai hal 28 26.7

16 Merasa tidak berharga 42 40.0

17 Mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup 36 34.3

18 Merasa lelah sepanjang waktu 27 25.7

19 Mengalami rasa tidak enak di perut 59 56.2

20 Mudah lelah 89 84.8

Dari tabel di atas dapat dilihat gejala mental emosional yang paling banyak dialami subjek penelitian adalah mudah tegang, cemas dan kuatir (85.7


(53)

%), merasa hidup tidak bahagia (81.9%), mudah lelah (84.8%) mengalami rasa tidak enak di perut (56.2%), sulit untuk berpikir jernih (54.8%), sering sakit kepala (54.3%) dan sulit tidur (50.5%)., sedangkan gejala mental emosional yang paling sedikit dialami responden adalah: merasa lelah sepanjang waktu (25.7%) dan pencernaan terganggu (18.1%).

Dari tabel di atas dapat di dapatkan distribusi gejala gangguan mental emosional garis sebagai berikut:

Diagram 4.8. Distribusi gejala gangguan mental emosional pada subjek penelitian

Dari diagram di atas kelompok gejala mental emosional terbanyak adalah gejala depresi (50.6%).

50,6

45,9

43,4

39,3

43,3

0 10 20 30 40 50 60

depresi

ansietas

somatik

kognitif

penurunan energi

( gejala gangguan mental emosional) frekuensi

rata-rata (%)


(54)

4.4. Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian berdasarkan status sosiodemografik

Tabel 4.2. Distribusi gangguan mental emosional subjek penelitian berdasarkan usia

Gangguan mental emosional

Total

%

ya % tidak %

Usia <45 5 4.8 4 7.5 9 5.7

45 - <50 13 12.4 4 7.5 17 10.8

50 - <55 21 20.0 16 30.2 37 23.4

55 - <60 22 21.0 11 20.8 33 20.9

60 - <65 23 21.9 6 11.3 29 18.4

≥ 65 21 20.0 12 22.6 33 20.9

Total 105 66.5 53 33.5 158 100.0

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik terbanyak pada ibu berusia 60-<65 tahun yaitu 23 orang (21.9%). Sedangkan proporsi terkecil gangguan mental emosional pada ibu yang berusia <45 tahun yaitu 5 orang (4.8%).

Tabel 4.3. Distribusi gangguan mental emosional responden berdasarkan tingkat pendidikan

Gangguan mental emosional Total

ya % tidak % jumlah %

Tingkat pendidikan

rendah 79 75.2 38 71.7 117 74.1

menengah 15 14.3 8 15.1 23 14.6

tinggi 11 10.5 7 13.2 18 11.4

Total 105 100 53 100 153 100

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik terbesar pada ibu dengan tingkat pendidikan rendah yaitu 75.2%. Sedangkan proporsi terkecil gangguan mental emosional pada ibu dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu 10.5%.


(55)

Tabel 4.4 Distribusi gangguan mental emosional responden berdasarkan status pekerjaan

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik lebih besar pada ibu yang tidak bekerja yaitu 60.0 % dibandingkan dengan ibu yang bekerja yaitu 40.0%.

Tabel 4.5 Distribusi gangguan mental emosional responden berdasarkan tempat tinggal

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik lebih besar pada ibu yang tinggal di desa yaitu 56.2 % dibandingkan dengan ibu yang tinggal di kota yaitu 43.8%.

Tabel 4.6 Distribusi gangguan mental emosional responden berdasarkan status perkawinan

Gangguan mental emosional Total

ya % tidak % jumlah %

Status pekerjaan

bekerja 42 40.0 20 37.7 62 39.2

tidak bekerja 63 60.0 33 62.3 96 60.8

Total 105 100 53 100 158 100

Gangguan mental emosional Total

ya % tidak % jumlah %

Tempat tinggal desa 59 56.2 31 58.5 90 57.0

kota 46 43.8 22 41.5 68 43.0

Total 105 100 53 100 158 100

Gangguan mental emosional Total

ya % tidak % jumlah %

Status perkawinan

kawin 46 43.8 29 54.7 75 47.5

janda 59 56.2 24 45.3 83 52.5


(56)

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik lebih besar pada ibu dengan status perkawinannya janda yaitu 56.2 % dibandingkan dengan ibu dengan status perkawinannya kawin yaitu 43.8%.

Tabel 4.7 Distribusi gangguan mental emosional responden berdasarkan status sosioekonomi

Dari tabel di atas didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu pasien skizofrenik lebih besar pada ibu dengan status sosioekonomi rendah yaitu 86.7 % dibandingkan dengan ibu dengan status sosioekonomi tinggi yaitu 13.3%.

Gangguan mental emosional Total

ya % tidak % jumlah %

Sosioekonomi rendah 91 86.7 47 88.7 138 87.3

tinggi 14 13.3 6 11.3 20 12.7


(57)

BAB 5. PEMBAHASAN

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan

cross-sectional. Didapatkan hasil penelitian yaitu proporsi gangguan mental

emosional pada ibu pasien skizofrenik yaitu 66.5 %. Hal ini lebih tinggi dibandingkan hasil penelitian Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mendapatkan prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berumur ≥ 15 tahun sebesar 11.6%.2

Gejala gangguan mental emosional yang paling banyak dialami ibu dari pasien skizofrenik adalah mudah tegang, cemas dan kuatir (85.7%), merasa hidup tidak bahagia (81.9%), mudah lelah (84.8%) mengalami rasa tidak enak di perut (56.2%), sulit untuk berpikir jernih (54.8%), sering sakit kepala (54.3%) dan sulit tidur (50.5%). Hasil ini hampir sama dengan gejala mental emosional yang dialami penduduk Indonesia hasil penelitian oleh S.Idaiani dan kawan-kawan tahun 2009, mendapatkan gejala mental emosional yang banyak dialami oleh penduduk Indonesia antara lain sakit kepala, mudah lelah, sulit tidur, rasa tidak enak di perut dan tidak nafsu makan. Juga hampir sama dengan hasil Survei Kesehatan daerah (Surkesda) provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mendapatkan gejala gangguan mental emosional terbanyak adalah sakit kepala, mudah lelah, sulit tidur, merasa tidak enak di perut dan tidak nafsu

Juga lebih tinggi dibandingkan laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2000 memperoleh data gangguan mental pada populasi penduduk dunia adalah sebesar 12% dan tahun 2001 meningkat menjadi 13%. Dan lebih tinggi daripada prevalensi gangguan mental di negara Amerika Serikat 6-9%, Brazil (22.7%), Chili (26.7%) dan Pakistan (28.8%).


(58)

makan. Tetapi secara keseluruhan proporsi gejala gangguan mental emosional yang dialami ibu dari pasien skizofrenik lebih tinggi dibandingkan proporsi gejala gangguan mental yang dialami penduduk Indonesia umumnya.

Menurut S.Idaiani dan kawan-kawan tahun 2009, gejala yang banyak memberikan kontribusi terhadap gangguan mental emosional antara lain mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup, merasa tidak berharga, pekerjaan sehari-hari terganggu, tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup, merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari. Pada hasil penelitian didapatkan proporsi gejala-gejala tersebut cukup besar yaitu mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup (34,3%), merasa tidak berharga (40%), pekerjaan sehari-hari terganggu (38,1%), tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam hidup (26,7%), merasa sulit menikmati kegiatan sehari-hari (40%). Sedangkan gejala-gejala somatik seperti sakit kepala, tidak nafsu makan, pencernaan terganggu, rasa tidak enak di perut tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap gangguan mental emosional. Semakin banyak gejala yang dialami semakin besar kecendrungan mengalami gangguan mental emosional.6

Pada penelitian ini Self Reporting Questionnaire (SRQ) yang digunakan adalah murni 20 butir pertanyaan mengenai gejala yang lebih mengarah kepada neurosis. Gejala depresi terdapat pada butir nomor 6, 9,10, 14, 15, 16, 17; gejala ansietas terdapat pada butir nomor 3, 4, 5; gejala somatik pada butir nomor 1, 2, 7, 19; gejala kognitif pada butir nomor 8, 12, 13 dan gejala penurunan energi pada butir nomor 8, 11, 12, 13, 18, 20.


(59)

Dari hasil penelitian gejala yang paling menonjol adalah gejala depresi yaitu mudah tegang cemas dan kuatir (85,7%) , merasa hidup tidak bahagia (81,9%), sering menangis (59,1%), merasa hidup tidak berharga (40%) dan pikiran untuk mengakhiri hidup (34,3%). Sedangkan proporsi gejala ansietas, gejala somatik, gejala kognitif dan gejala penurunan energi juga tinggi jika dibandingkan proporsi gejala gangguan mental pada penduduk Indonesia umumnya. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan S.Idaini dan kawan-kawan tahun 2009, menemukan gejala gangguan mental emosional yang terbanyak pada penduduk Indonesia adalah gejala somatik.13 Sedangkan dari penelitian epidemiologi di negara Amerika Serikat prevalensi gangguan mental terbesar pada penduduk berusia 55 tahun atau lebih adalah gangguan ansietas.13

Tingginya proporsi gangguan mental maupun proporsi gejala gangguan mental pada ibu dari pasien skizofrenik ini mungkin disebabkan karena pada ibu dari penderita skizofrenia mengalami banyak stres setiap hari. Pasien skizofrenia menjadi prioritas. Anggota keluarga selalu khawatir akan kekambuhan dan berusaha menjaga orang yang mereka cintai agar tetap sehat. Sayangnya, keluarga juga harus khawatir tentang keuangan mereka karena mereka mungkin membiayai rumah sakit atau biaya pengobatan yang tinggi. Keluarga dari pasien skizofrenia selalu waspada untuk setiap perubahan dalam perilaku pasien. Karena terbebani dengan khawatir tentang orang yang dicintai, anggota keluarga pasien skizofrenia dapat mengabaikan kebutuhan mereka sendiri dan menjadi depresi dan cemas.

Dari hasil penelitian didapatkan proporsi gangguan mental emosional paling banyak pada ibu pasien skizofrenik dengan tingkat pendidikan rendah


(60)

yaitu 75.2%, Buta huruf atau miskin pendidikan merupakan faktor risiko yang konsisten untuk gangguan mental umum. Beberapa penelitian juga menunjukkan hubungan antara tingkat pendidikan dan risiko terjadinya gangguan mental. Konsekuensi sosial dari pendidikan yang buruk adalah jelas yaitu kurangnya pendidikan merupakan berkurang kesempatan.

Didapatkan proporsi gangguan mental emosional paling banyak pada ibu pasien skizofrenik dengan status sosioekonomi rendah yaitu 86,7%. Banyak bukti-bukti dari negara-negara industri menunjukkan hubungan antara kemiskinan dan risiko untuk gangguan mental yang umum. Gangguan mental yang umum adalah depresi dan kecemasan. Kemiskinan mungkin akan berhubungan dengan malnutrisi, kurangnya akses ke air bersih, hidup di lingkungan tercemar, perumahan tidak memadai, kecelakaan sering dan faktor risiko lain yang terkait dengan kesehatan fisik yang buruk. Masalah kesehatan mental dan fisik menyebabkan peningkatan biaya perawatan kesehatan dan memburuknya kemiskinan.

8

Selain itu didapatkan proporsi gangguan mental emosional paling banyak pada ibu yang tidak bekerja yaitu 60 %. Penyelidikan epidemiologis di negara-negara berkembang banyak menghubungkan tingginya tingkat gangguan mental dengan faktor-faktor seperti diskriminasi, pengangguran dan hidup melalui periode perubahan sosial yang cepat dan tak terduga.

8

Proporsi gangguan mental emosional dari hasil penelitian paling banyak pada ibu pasien skizofrenik yang janda yaitu 56.2 %. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh DR Williams dan kawan-kawan tahun 1992 meneliti hubungan antara status perkawinan dengan gangguan mental untuk kulit hitam


(61)

dan mengeksplorasi sejauh mana pola-pola ini berbeda dari yang untuk kulit putih. Laki-laki dan perempuan kulit hitam yang janda dan terpisah atau bercerai memiliki tingkat yang lebih tinggi mengalami gangguan mental daripada yang menikah. Hubungan antara status perkawinan dan gangguan mental untuk pria kulit putih mirip dan lebih kuat dari yang diamati pada orang kulit hitam. Bagi wanita kulit putih yang janda /bercerai memiliki risiko lebih tinggi mengalami gangguan mental daripada yang menikah.

Dari hasil peneltian didapatkan proporsi gangguan mental emosional terbanyak adalah pada ibu berusia 60-<65 tahun yaitu 21.9 %, hal ini belum bisa dibandingkan dengan penelitian lain oleh karena distribusi umur ibu lebih banyak diatas usia > 55 tahun.

21

Dari hasil peneltian didapatkan proporsi gangguan mental emosional lebih besar adalah pada ibu yang bertempat tinggal di desa dibanding di kota. Hal ini berbeda dengan literatur bahwa gejala gangguan mental umum lebih banyak terjadi di perkotaan daripada di daerah pedesaan.8


(62)

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Didapatkan proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik sebesar 67.9 % hal ini menunjukan proporsi gangguan mental emosional lebih tinggi pada ibu dari pasien skizofrenik di bandingkan populasi umum. Terlihat bahwa semakin banyak gejala yang dialami, baik gejala depresi, cemas, kognitif, somatik maupun penurunan energi, semakin tinggi kecendrungan untuk mengalami gangguan mental emosional. Hal ini sejalan dengan teori yang menyatakan bahwa stres adalah kumulasi berbagai gejala.

6.2 Saran

Dengan melihat tingginya proporsi gangguan mental emosional pada ibu dari pasien skizofrenik ini akan mempengaruhi kualitas hidup ibu dari pasien skizofrenik juga akan mempengaruhi kehidupan pasien skizofrenia sendiri. Untuk itu perlunya perhatian dari klinisi maupun terapis dimana yang diberikan terapi tidak saja pasien skizofrenia tetapi harus memperhatikan keluarga, karena keluarga adalah kunci dari keberhasilan terapi skizofrenia,keluarga yang memperhatikan, merawat dan membawa pasien berobat. Keluarga (ibu) diberikan dukungan, psikoedukasi keluarga agar keluarga tidak mengalami gangguan mental emosional.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. The global burden of disease: 2004 update. Geneva: WHO Library Cataloguing-in-Publication Data; 2008.p. 40-51

2. Departemen Kesehatan RI. Laporan hasil riset kesehatan dasar 2007. Jakarta: Depkes RI; 2008. hal 18

3. Stefan M, Travis M, Murray RM. Atlas of schizophrenia. 1st 4.

ed. London: The Parthenon Publishing Group; 2002.p.8

5.

Veague HB. Psychological Disorders: Schizophrenia. Collins C ed. Ed 1. New York: Infobase Publishing; 2007; 75-8

6.

World Health Organization. User guides to the self reporting questionnaire (SRQ). Geneva: WHO Division of mental health; 1994

7.

Idaiani S, Suhardi, Kristanto AY. Analisis gejala gangguan mental emosional penduduk Indonesia. Majalah kedokteran Indonesia. 2009;59(10):473-9

Canadian Mental Health Association. A report on mental illness in Canada. 8.

2002

9.

Patel V, Kleinman A. Poverty and common mental disorders in developing countries. Buletin of World Health Organization. 2003;81(8):609-15

10. Australian Government Department of Health and Ageing. What is mental illness. Canberra: National Mental Health Strategy; 2011. p. 1-5. Diakses dari World Health Organization. Prevention of mental disorders : effective interventions and policy options : summary report / a report of the. World Health Organization Dept. of Mental Health and Substance Abuse ; in collaboration with the Prevention Research Centre of the Universities of Nijmegen and Maastricht. France: WHO; 2004

11. Hicks JW. Fifty sign of mental illness-a guide to understanding of mental health. London: Yale University Press; 2005.p. 1-30

12. Charlwood P, Mason A, Goldacre M, Cleary R, Wilkinson E (eds). Health outcome indicators: severe mental illness. Report of a working group to the Department of Health. Oxford: National Centre for Health Outcomes Development, 1999.

13. Cordner G. People with mental illness. U.S. Problem-Oriented Guides for Police Problem-Specific Guides Series. Washington: Department of Justice Office of Community Oriented Policing Services; 2006

14. 15.

Fatemi AH, Clayton PJ. Schizophrenia. In: The medical basis of psychiatry. Ed 1. Totowa: Humana Press; 2008.p. 85-6

16.

American Psychiatric Association. Schizophrenia and other psychotic disorder. In: Diagnostic statistical manual of mental disorders-text revision. 4th ed. Washington: American Psychiatric Association; 2000.p. 295-328

17.

Sadock BJ, Sadock VA. Schizophrenia. In: Kaplan & sadock’s synopsis of psychiatry. 10th ed. Philadelphia : Lippincott William & Wilkins; 2007.p. 467-97

18.

Dahlan MS. Menyusun proposal penelitian dalam bidang kedokteran dan kesehatan. Ed 2. Jakarta: Salemba Medika, 2011

19.

Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Ed 3. Jakarta: Sagung Seto; 2008.h.279-331

20.

Dahlan MS. Besar sampel dan cara pengambilan sampel. Ed3. Jakarta: Salemba Medika; 2010.h. 36

21.

Badan Pusat Statistik. Perkembangan beberapa indikator ekonomi di Indonesia. Jakarta: BPS; Mei 2011

Williams DR, Takeuchi DT, Adair RK. Marital status and psychiatric disorders among blacks and whites. Journal of health and social behavior. 1992;33(8):140-57.


(1)

LEMBAR PENJELASAN KEPADA KELUARGA

Bapak/ Ibu/ saudara/ saudari Yth:

Saya dr. Rini Gusya Liza dari Fakultas Kedokteran USU, saat ini saya sedang meneliti tentang: GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL PADA DARI IBU PASIEN SKIZOFRENIK YANG BEROBAT KE POLIKLINIK PSIKIATRI BLUD RSJ PROVINSI SUMATERA UTARA

Pada penelitian ini saya akan melakukan wawancara secara langsung kepada ibu dari pasien skizofrenia. Skizofrenia merupakan gangguan mental yang berat, yang dalam masyarakat merupakan salah satu penyakit “hilang ingatan”. Dampak dari penyakit ini cukup berat pada kehidupan sosioekonomi pasien dan keluarga. Keluarga dari pasien skizofrenia dapat mengalami gangguan mental emosional dalam hal pengasuhan pasien. Saya akan mewawancarai ibu pasien dengan menggunakan alat yang dinamakan Self Reporting

Questionnaire (SRQ) atau “kuesioner pelaporan diri” merupakan alat wawancara untuk menilai

apakah seseorang mengalami gangguan mental emosional Kemudian saya akan menginformasikan kepada Bapak/Ibu/Sdr/i hasil dari wawancara tersebut.

Partisipasi ibu pasien dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa paksaan maupun tekanan dari siapapun. Seandainya Bapak/ Ibu/ Saudara/ Saudari ( sebagai keluarga pasien) menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini, maka tidak akan mendapat sanksi apapun dan pasien tetap akan mempunyai hak sebagai pasien. Semua informasi yang saya peroleh dalam penelitian ini akan saya perlakukan sebagai rahasia. Biaya penelitian tidak dibebankan kepada pasien/ keluarga dan ditanggung oleh peneliti. Setelah ibu-ibu diwawancarai saya akan memberikan makanan dan minuman yang saya sediakan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini, diharapkan Bapak/Ibu/Sdr/i yang terpilih sebagai sukarelawan dalam penelitian ini, dapat mengisi lembar persetujuan turut serta dalam penelitian yang telah disiapkan.

Jika selama menjalani penelitian ini terdapat hal – hal yang kurang jelas maka Bapak/Ibu/Sdr/i dapat menghubungi saya: dr.Rini Gusya Liza, nomor telepon genggam 085270137012. Terima Kasih.

Medan, Agustus 2011


(2)

Lampiran 3

SURAT PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama

:

Jenis kelamin

: Perempuan

Umur

:

Pekerjaan

:

Alamat

:

Hubungan dengan pasien

:

Setelah mendapat keterangan secara terperinci dan jelas serta memahami

mengenai penelitian ” Gangguan mental emosional pada ibu dari pasien

skizofrenik yang berobat ke poliklinik psikiatri BLUD RSJ Provinsi Sumatera

Utara dan setelah mendapat kesempatan tanya jawab tentang segala sesuatu

yang berhubungan dengan penelitian tersebut, termasuk risikonya, maka

dengan ini saya adalah ibu kandung pasien dengan tanpa paksaan

menyatakan bersedia diikutkan dalam penelitian tersebut.

Medan...2011

Yang memberikan penjelasan Yang membuat pernyataan

persetujuan


(3)

Data Dasar Subjek Peneltian

IDENTITAS PASIEN tanggal:

Nama Pasien

MR

IDENTITAS IBU PASIEN

Nama Ibu

Umur Ibu

Pendidikan Ibu

Pekerjaan Ibu

Status perkawinan ibu

Tempat tinggal

Sosial ekonomi

(tinggi/rendah)

Riwayat gangguan

psikiatri sebelumnya


(4)

Lampiran 5

SELF REPORTING QUESTIONNAIRE

Apakah dalam satu bulan terakhir anda mempunyai keluhan di bawah

ini?:

No Pertanyaan YA TIDAK

1 APAKAH ANDA SERING MENDERITA SAKIT KEPALA? 2 APAKAH NAFSU MAKAN ANDA KURANG?

3 APAKAH TIDUR ANDA TIDAK NYENYAK/ TERGANGGU? 4 APAKAH ANDA MUDAH KETAKUTAN?

5 APAKAH TANGAN ANDA GEMETAR?

6 APAKAH ANDA MERASA GUGUP, TEGANG ATAU CEMAS? 7 APAKAH PENCERNAAN ANDA TERGANGGU/ BURUK? 8 APAKAH ANDA SULIT UNTUK BERPIKIR JERNIH? 9 APAKAH ANDA MERASA TIDAK BAHAGIA?

10 APAKAH ANDA LEBIH SERING MENANGIS DARI BIASANYA? 11 APAKAH ANDA MERASA SULIT MENIKMATI KEGIATAN ANDA

SEHARI-HARI?

12 APAKAH ANDA MERASA SULIT UNTUK MEMBUAT KEPUTUSAN?

13 APAKAH PEKERJAAN ANDA TERGANGGU?

14 APAKAH ANDA TIDAK MAMPU MELAKUKAN HAL-HAL YANG BERMANFAAT DALAM HIDUP?

15 APAKAH ANDA KEHILANGAN MINAT PADA BERBAGAI HAL? 16 APAKAH ANDA MERASA ORANG TAK BERGUNA?

17 APAKAH ANDA MEMPUNYAI PIKIRAN UNTUK MENGAKHIRI HIDUP ANDA?

18 APAKAH ANDA MERASA KELELAHAN SEPANJANG WAKTU? 19 APAKAH ANDA MENGALAMI RASA TIDAK ENAK DI PERUT? 20 APAKAH ANDA MUDAH LELAH?


(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP PENELITI

Data Pribadi

Nama

: dr. Rini Gusya Liza

Jenis Kelamin

: Perempuan

Tempat/ Tanggal lahir

: Bukittinggi/ 8 Agustus 1983

Agama

: Islam

Status

: Menikah

Alamat

: Jl. Tembakau Raya no.50, Simalingkar, Medan

Telepon

: 081260447044

Email

: rinigusya@yahoo.com

Riwayat Pendidikan

Tahun 1989 - 1995

: SDN 16 Bukittinggi

Tahun 1995 - 1998

: SLTPN 4 Bukittinggi

Tahun 1998 - 2001

: SMUN 4 Bukittinggi

Tahun 2001 - 2007

: S1 Kedokteran Umum-Universitas Andalas

Padang

Tahun 2010- sekarang

: Program Pendidikan Dokter Spesialis

Departemen Ilmu Kedokteran Jiwa di Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Riwayat Pekerjaan

Tahun 2007-2009

: Dokter umum di klinik dan rumah sakit swasta

Tahun 2009-Sekarang

: PNS DEPDIKNAS di Fak. Kedokteran