Kerangka Teori Dan Konsepsi 1.

Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 membahasnya, sehingga tesis ini dapat di pertanggung jawabkan keasliannya secara akademis.

F. Kerangka Teori Dan Konsepsi 1.

Kerangka Teori Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi, 8 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai susuatu kasus atau permasalahan problem yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis, 9 bagi peneliti kajian hukum terhadap pelaksanaan pembayaran klaim pada Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912. Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Teori Efektivitas”, sebagaimana yang dikemukakan oleh Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah bahwa suatu kaidah hukum atau peraturan tertulis benar-benar berfungsi, 10 c. Fasilitas yang dikerjakan akan dapat mendukung pelaksanaan kaidah hukum senantiasa dapat dikembalikan kepada paling sedikit ada empat faktor yaitu: a. Kaidah hukum atau peraturan itu sendiri b. Petugas yang menegakkan atau menetapkan 8 J.J.J M. Wuisman, dengan penyunting M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Jakarta, Jilid I, FE.UI.1996, halaman 203 9 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, Mandar Maju, 1994, Halaman 80 10 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Jakarta, Rajawali, 1982, Halaman 14 Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 d. Warga masyarakat yang terkena ruang lingkup peraturan tersebut. Selanjutnya Soerjono Soekanto berpendapat bahwa hukum dikatakan efektif kalau warga masyarakat berperilaku sesuai yang diharapkan atau dikehendaki oleh huku m itu sendiri. 11 Dari isi dan bunyi Pasal 246 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut dapat diambil pendapat bahwa perjanjian asuransi ialah suatu perjanjian dimana penanggung menikmati suatu premi, mengikatkan dirinya tehadap tertanggung untuk membebaskannya dari kerugian, karena kehilangan atau lenyapnya keuntungan yang diharapkan karena suatu kejadian yang tidak pasti. Jadi adanya kerugian yang disebabkan oleh kejadian yang tidak pasti inilah faktor yang tidak dapat diabaikan pada perjanjian asuransi. Kemudian defenisi pertanggungan tersebut dipertegas dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 2 Tahun 1992, Tentang Usaha Perasuransian yang menjelaskan bahwa dengan adanya pertanggungan maka tebentuk hak dan kewajiban para pihak dan tanggung jawab hukum dari penanggung kepada tertanggung yang Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, ketentuan umum mengenai asuransi diatur dalam Pasal 246, yang berbunyi: Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu. 11 Soerjono Soekanto, Beberapa Aspek Sosio Yuridis Masyarakat Bandung, Penerbit Alumni, , 1982, halaman 88 Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 timbul dari peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Asuransi mempunyai tujuan pertama-tama ialah mengalihkan segala resiko yang ditimbulkan oleh peristiwa-peristiwa yang tidak pasti, yang tidak diharapkan terjadinya itu kepada orang lain yang mengambil resiko itu, untuk mengganti kerugian. Oleh sebab itu, selama tidak ada kerugian, penanggung tidak akan membayar ganti kerugian kepada tertanggung. 12 1. Asuransi kerugian, yang meliputi asuransi kebakaran, asuransi pertanian, asuransi laut, serta asuransi pengangkutan. Selanjutnya dalam Pasal 247 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang menyebutkan :Pertanggungan-pertanggungan itu antara lain dapat mengenai: Bahaya kebakaran, bahaya yang mengancam hasil-hasil pertanian yang , belum dipaneni, jiwa satu atau beberapa orang, bahaya laut dan pembudakan, bahaya yang mengancam pengangkutan didataran, sungai, dan perairan darat. Menyelami isi dari Pasal 247 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang tersebut maka dapat disimpulkan pada pokoknya ada dua jenis asuransi, yaitu: 2. Asuransi Jiwa, adalah suatu jasa yang diberikan oleh perusahaan asuransi dalam penanggulangan resiko yang dikaitkan dengan jiwa atau meninggalnya seorang yang dipertanggungkan. 13 12 Djoko Prakoso, Hukum Asuransi Indonesia, Jakarta, Rineka Cipta, 1997, halaman 279 13 Bagus Irawan, Aspek-Aspek Hukum Kepailitan,Perusahaan dan Asuransi, Bandung, Penerbit Alumni, 2007, Halaman 5 Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 Perbedaan pokok dari dua jenis asuransi tersebut adalah: 1 Pada asuransi jiwa ”peristiwa yang tak tertentu” terjadi, bila terjadi kematian dalam tenggang waktu yang lebih singkat dari pada waktu yang disebutkan dalam polis. Pada asuransi kerugian ”peristiwa tak tertentu” terjadi bila pada masa tenggang waktu yang tersebut dalam polis terjadi hal-hal yang mengakibatkan kerugian, misalnya pada asuransi kebakaran gudang yang diasuransikan terbakar. 2 Pada asuransi jiwa jumlah uang ganti kerugian telah ditetapkan terlebih dahulu Pasal 305 KUHD. Pada asuransi kerugian, jumlah ganti kerugian dihitung dengan membandingkan harga barang yang rusak sebagai akibat hilang atau terbakar dengan harga barang sebelum timbul kehilangan atau kebakaran. 14 Suatu perjanjian asuransi harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta, yang dinamakan polis. Hal ini diatur dalam Pasal 255 KUHD, yang bunyinya: “Suatu pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis” 15 14 Djoko Prakoso,Op.Cit, halaman 280 15 R. Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang, Jakarta, PT.Paramita, Cetakan ke VI, 1959, halaman 73 . Tetapi, berlakunya perjanjian asuransi tidak hanya tergantung kepada adanya syarat formalitas atau akta. Perjanjian asuransi sudah ada bila sudah dibentuk hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari pada penanggung dan pihak tertanggung mulai berlaku sejak adanya persetujuan antara penanggung dan tertanggung. Walaupun polis belum ditandatangani. Hal tersebut tercermin dalam Pasal 257 dan Pasal 258 KUHD. Berdasarkan uraian tersebut, Wirjono Prodjodikoro, berpendapat : Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 “Dari Pasal-pasal 255, 257 dan 258 KUHD, dapat disimpulkan: a Persetujuan asuransi pada hakikatnya bersifat konsensual, artinya setelah ada kata sepakat antara kedua belah pihak untuk mengadakan asuransi, maka sudah terbentuklah persetujuan asuransi. b Tulisan polis mempunyai sifat khusus, yang berlainan dari tulisan lain selaku alat bukti dengan adanya hal-hal yang secara mutlak harus dimuat dalam polis.” Dari pendapat Wirjono Prodjodikoro tersebut , maka dapat disimpulkan, bahwa polis tetap mempunyai arti yang sangat penting bagi tertanggung. Sebab polis itu merupakan bukti yang sempurna volledigbewijs tentang yang mereka janjikan di dalam perjanjian asuransi, dan polis satu-satunya alat bukti. Mengenai asuransi jiwa, para sarjana ada yang mengidentifikasikan dengan golongan pertanggungan yang tidak sesungguhnya, atau yang disebut “sommenverzekering” atau pertanggungan sejumlah uang. Dalam hubungan ini, penelitian perlu akan mengutipkan pendapat Vollmar, yang antara lain mengatakan: Secara luas sommenverzekering itu dapat diartikan sebagai suatu perjanjian di mana satu pihak mengikatkan dirinya untuk membayar sejumlah uang, secara sekaligus atau periodik, sedangkan pihak lain mengikatkan dirinya untuk membayar premi, dan pembayaran uang itu adalah tertanggung kepada mati atau hidupnya seorang tertentu atau lebih, salah satu perjanjian itu adalah lifrente di dalam KUHP 16 Walaupun tampaknya ada persamaan antara lifrente dan perjanjian asuransi jiwa, tetapi ada perbedaannya. Pada asuransi jiwa premi itu dibayar oleh tertanggung 16 Emmy Pangaribuan Simanjuntak, Hukum Pertanggungan Pertanggungan kerugian pada umumnya, kebakaran dan jiwa, Yogyakarta, Penerbit Seksi Hukum Dagang Fakultas Universitas Gajah Mada, 1975, halaman 114 Juni Surbakti : Kajian Hukum Terhadap Pelaksanaan Pembayaran Klaim Studi Pada Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putera 1912 Medan, 2009. USU Repository © 2009 secara periodik di dalam tenggang waktu bertahun-tahun lamanya, dan akan menerima atau menimbulkan hak atas pembayaran sejumlah uang pada dirinya atau ahli warisnya secara sekaligus dari penanggung, Sedang pada lijfrente, pemberian uang yang seperti premi itu adalah sekaligus, untuk mendapat pembayaran sejumlah uang secara periodik. Perjanjian asuransi jiwa termasuk dalam jenis asuransi sejumlah uang. 17

2. Konsepsi